STUDI KOMPUTASI SENYAWA BERBASIS ANISIL INDOL DENGAN SENYAWA AKSEPTOR ASAM SIANOAKRILIK SEBAGAI SENSITIZER SOLAR SEL ORGANIK

dokumen-dokumen yang mirip
Edisi Juli 2015 Volume IX No. 2 ISSN STUDI KOMPUTASI SENYAWA DOPAMIN DAN DOPAMIN-TI(OH) 2 UNTUK APLIKASI SEL SURYA TERSENSITASI ZAT WARNA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur Porfirin (Jaung, 2005)

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur (a) porfirin dan (b) corrole (Jaung, 2005)

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan aspek kehidupan yang kini menjadi sorotan manusia di

TiO 2 jatuh pada 650 nm sedangkan pada kompleks itu sendiri jatuh pada 600 nm, dengan konstanta laju injeksi elektron sekitar 5,5 x 10 8 s -1 sampai

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Pengaruh tingkat kekristalan..., Arif Rahman, FT UI, 2009

Pengaruh Konsentrasi Ruthenium (N719) sebagai Fotosensitizer dalam Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Transparan

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

#4.2 Karakterisasi dan Pemodelan DSSC (Dye-Sensitized Solar Cell) Elektronika Organik. Eka Maulana, ST., MT., MEng.

PENGARUH LAMA PERENDAMAN TERHADAP EFISIENSI SEL SURYA TERSENSITISASI DYE DARI TINTA SOTONG DAN EKSTRAK TEH HITAM

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

PERKEMBANGAN SEL SURYA

Simulasi Sel Surya Model Dioda dengan Hambatan Seri dan Hambatan Shunt Berdasarkan Variasi Intensitas Radiasi, Temperatur, dan Susunan Modul

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

#4.2 Karakterisasi dan Pemodelan DSSC (Dye-Sensitized Solar Cell) Elektronika Organik. Eka Maulana, ST., MT., MEng.

#2 Steady-State Fotokonduktif Elektronika Organik Eka Maulana, ST., MT., MEng. Teknik Elektro Universitas Brawijaya

KAJIAN TEORITIS UNTUK MENENTUKAN CELAH ENERGI KOMPLEKS Ag-PHTHALOCYANINE DENGAN MENGGUNAKAN METODE MEKANIKA KUANTUM SEMIEMPIRIS ZINDO/1

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI

Analisis Struktural Seng Oksida (ZNO) Dari Limbah Dross Galvanisasi

FOTOVOLTAIK PASANGAN ELEKTRODA CUO/CU DAN CUO/STAINLESS STEEL MENGGUNAKAN METODE PEMBAKARAN DALAM BENTUK TUNGGAL DAN SERABUT DENGAN ELEKTROLIT NA2SO4

PENGARUH PENYISIPAN TEMBAGA Cu MENGGUNAKAN METODE PULSE PLATING PADA SEL SURYA TiO 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang akan di ubah menjadi energi listrik, dengan menggunakan sel surya. Sel

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION

HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE

Solar Energy Conversion Technologies

KAJIAN KARAKTERISTIK PENGGANTIAN GUGUS FUNGSI PADA ANTOSIANIN SEBAGAI SENYAWA DYE PADA DSSC TiO2 MENGGUNAKAN DFT/TDDFT

BAB II DASAR TEORI 2.1 PHOTOVOLTAIC Efek Photovoltaic

Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor

BAB I PENDAHULUAN. Sel surya merupakan alat yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kita terima bahwa pemakaian energi berbahan dasar dari fosil telah menjadi salah

PENGARUH ENKAPSULASI Be TERHADAP KARAKTERISASI SILICON NANOTUBE ARMCHAIR

Oleh: Tyas Puspitaningrum, Tjipto Sujitno, dan Ariswan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wida Lidiawati, 2014

DAFTAR ISI. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. HALAMAN MOTO...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Berdasarkan interaksi yang terjadi, dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat dari interaksi.

Research and Development on Nanotechnology in Indonesia, Vol.1, No.3, 2014, pp ISSN :

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sel surya generasi pertama berbahan semikonduktor slikon (Si) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KARAKTERISASI TEORITIS SEMIKONDUTOR SILICON NANOTUBE ARMCHAIR MENGGUNAKAN METODE DFT

PENGAWETAN KLOROFIL DAUN KATUK SEBAGAI ZAT PEWARNA UNTUK BAHAN DSSC (DYE SENSITIZED SOLAR CELL) DENGAN MENGGUNAKAN FREEZE DRYING ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Spektrum elektromagnetik yang mampu dideteksi oleh mata manusia

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

PENGGUNAAN CAMPURAN PEWARNA ALAMI PADA SEL SURYA PEWARNA TERSENSITISASI (SSPT)

I. KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN STRUKTUR MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV- VIS

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

MATERIAL FOSFOR KARBON NANODOT DAN SIFAT LUMINESCENCE

Gravitasi Vol. 15 No. 1 ISSN:

Penentuan struktur senyawa organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

SEL SURYA BERBASIS TITANIA SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK ALTERNATIF

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

PENGUKURAN KARAKTERISTIK SEL SURYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Zeniar Rossa Pratiwi,2013

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingkat kehidupan dan perkembangan teknologi, kebutuhan

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

4. Hasil dan Pembahasan

Pembuatan Sel Surya Film Tipis dengan DC Magnetron Sputtering

Pengaruh Ketebalan terhadap Sifat Optik Lapisan Semikonduktor Cu 2 O yang Dideposisikan dengan Metode Chemical Bath Deposition (CBD)

Ind. J. Chem. Res., 2015, 2,

Transkripsi:

STUDI KOMPUTASI SENYAWA BERBASIS ANISIL INDOL DENGAN SENYAWA AKSEPTOR ASAM SIANOAKRILIK SEBAGAI SENSITIZER SOLAR SEL ORGANIK SONI SETIADJI,* ATTHAR LUQMAN IVANSYAH, DAN ADI BUNGSU PRIBADI. Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jl. A.H. Nasution No. 105 Cipadung, Bandung 40614 ABSTRAK. Penelitian ini memprediksi sifat elektronik (diagram energi HOMO/LUMO, spektrum UV-Vis, dan rapatan orbital HOMO/LUMO) dari senyawa zat warna organik sianoakrilik dan anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / katekol. Perhitungan komputasi dari ke dua senyawa tersebut[1], yang memodelkan sistem senyawa donor elektron / senyawa penghubung / senyawa penarik/akseptor elektron, dilakukan untuk membandingkan sifat elektronik ke dua senyawa penarik elektron tersebut agar dapat dipakai sebagai sensitizer dalam sel surya organik / sel surya tersensitasi zat warna. Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) merupakan salah satu generasi sel surya yang banyak diteliti sampai saat ini. Sel surya ini menggunakan zat warna sebagai sensitizer dan menjadi sangat menarik untuk dikembangkan karena membutuhkan biaya produksi yang murah namum mampu menghasilkan kinerja yang cukup baik. Dalam penelitian ini perhitungan komputasi dilakukan menggunakan perangkat lunak Firefly, metoda DFT (teori fungsi rapatan) dan TDDFT (teori fungsi rapatan fungsi waktu), B3LYP/6-31G(d,p) untuk semua atom. Spektrum UV-Vis senyawa anisil indol / bi-3-nheksiltiopen / asam sianoakrilik hasil perhitungan komputasi memberikan serapan cahaya pada panjang gelombang 493,75 nm dengan kekuatan 0,918. Sedangkan katekol memberikan serapan cahaya pada panjang gelombang lebih pendek yaitu 410,53 nm dengan kekuatan 1,4658. Diagram energi HOMO/LUMO untuk anisil indol / bi-3- n-heksiltiopen / asam sianoakrilik dan anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / katekol memberikan band gap masing-masing sebesar 2,75 ev dan 3,33 ev. Berdasarkan perhitungan energi, sistem zat warna dengan senyawa akseptor asam sianoakrilik memiliki energi yang lebih stabil dibandingkan dengan senyawa akseptor katekol. Kata-kata kunci: senyawa sensitizer donorakseptor, dye sensitizer solar cells, asam email korespondensi: s.setiadji@gmail.com 40 sianoakrilik, katekol, teori fungsi rapatan fungsi waktu 1. Pendahuluan Energi listrik merupakan energi primer, yang saat ini keberadaannya belum dapat digantikan oleh energi yang lain. Di Indonesia, kebutuhan energi listrik masih banyak dihasilkan oleh pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara, dan lain-lain. Penggunaan bahan bakar fosil tersebut berpotensi menyebabkan masalah baru dalam lingkungan, yaitu pencemaran lingkungan dan memicu pemanasan global. Selain itu, di wilayah Indonesia masih banyak daerah yang belum mendapat pasokan listrik. Tercatat baru sekitar 65% wilayah Indonesia yang sudah mendapatkan pasokan listrik, dan sisanya masih menggunakan energi alam[8]. Dengan demikian, diperlukan suatu solusi yang efektif dan efisien baik secara aspek lingkungan maupun aspek ekologi yang dapat memberikan nilai positif bagi kelestarian lingkungan tanpa menyebabkan kerusakan di muka bumi ini. Sel surya cocok dikembangkan di Indonesia karena Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis dengan durasi penyinaran matahari yang cukup sepanjang tahunnya. Sel surya tersensitasi zat warna (Dye Sensitized Solar Cell, disingkat DSSC) merupakan salah satu pengembangan sel surya yang telah banyak diteliti sejak tahun 1991. Saat ini, sel surya tersensitasi zat warna merupakan sel surya yang paling efisien dan paling stabil[2,3,4,9]. Dalam perkembangannya, sel surya mengalami banyak perubahan untuk mendapatkan sel surya dengan kinerja yang lebih baik. Generasi pertama dari sel surya adalah sel surya yang menggunakan bahan silikon (Si). Pada sel surya yang menggunakan silikon, efisiensi yang dihasilkan sel surya

tersebut berkisar 20%. Kelemahan dari sel surya generasi pertama ini adalah bahan silikon yang digunakan relatif sulit untuk didapatkan, sehingga produksi sel surya generasi pertama tidak ekonomis karena ketersediaan silikon di alam relatif sedikit. Pada sel surya generasi kedua, digunakan polimer semikonduktor. Kelemahan dari sel surya generasi kedua ini adalah proses produksinya memerlukan teknologi yang relatif canggih dan biaya produksi yang relatif tinggi[3,5,9]. Mempertimbangkan adanya kelemahan pada sel surya generasi pertama dan kedua, maka dikembangkan DSSC yang memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sel surya generasi pertama dan generasi kedua. DSSC merupakan sel surya generasi ketiga, pengembangan dari sel surya generasi pertama dan generasi kedua. Kinerja DSSC salah satunya sangat dipengaruhi oleh sensitifitas zat warna yang digunakan. Sensitifitas zat warna tersebut mempengaruhi sifat optik dan elektrokimia pada DSSC, seperti spektrum absorpsi, dan sifat redoks. Kelebihan dari DSSC dibandingkan kedua sel surya yang dikembangkan sebelumnya adalah biaya produksi yang lebih murah. Kelemahan yang dimiliki oleh DSSC pada saat ini adalah efisiensi yang dicapai relatif kecil dibandingkan sel surya generasi pertama dan generasi kedua. Efisiensi yang kecil ini, salah satunya disebabkan oleh sensitifitas zat warna yang digunakan, dimana sampai saat ini terus dilakukan penemuan zat warna organik yang lebih baik untuk diaplikasikan pada DSSC[9]. Kajiyama et al berhasil mensintesis sistem zat warna organik sebagai sensitizer dalam DSSC[1]. Sistem zat warna tersebut terdiri dari senyawa donor / pendorong elektron, senyawa penghubung menggunakan bi-3-n-heksiltiopen, dan senyawa akseptor / penarik elektron berupa asam sianoakrilik[1]. Senyawa donor yang digunakan oleh Kajiyama et al., meliputi R-indol, R-karbazol dan R- indolin, dengan R adalah gugus etil, fenil, dan anisil[1]. Namun, dalam penelitian tersebut tidak dijelaskan secara lengkap hal-hal yang menjelaskan sifat optik dan elektrokimia dari senyawa tersebut. Pada penelitian ini akan dilakukan studi komputasi untuk mengevaluasi sifat elektronik senyawa anisil indol / bi-3-nheksiltiopen / asam sianoakrilik, serta mengganti senyawa penarik elektron asam sianoakrilik dengan katekol, yang tidak dilakukan dalam penelitian Kajiyama et al. Perhitungan komputasi terhadap ke dua sistem zat warna dengan memvariasikan sisi penarik elektron, selain untuk membandingkan sifat elektroniknya, juga untuk membandingkan kestabilan energi pembentukkan ke dua senyawa tersebut dan memprediksi kerapatan elektronnya. Pada penelitian ini akan ditentukan perbedaan pita energi HOMO/LUMO dan spektrum serapan UV-Vis dari senyawa anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / asam sianoakrilik, serta senyawa anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / katekol dengan menggunakan metode teori fungsi rapatan (DFT), dan teori fungsi rapatan bergantung waktu (TDDFT). Perhitungan komputasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Firefly. 2. Eksperimen Struktur senyawa hipotesis yang dihitung diberikan pada Gambar 1. Dalam penelitian ini perhitungan dilakukan dalam beberapa tahap dengan menggunakan metoda B3LYP dan basis set 6-31G (d,p)[7]. Koordinat senyawa yang akan dihitung dioptimasi menggunakan perangkat lunak Firefly. Perhitungan pertama merupakan perhitungan dengan menggunakan metode DFT, dan output yang dihasilkan akan diolah lebih lanjut dengan perangkat lunak yang sama dengan menggunakan metode TDDFT. Untuk perhitungan DFT, dilakukan optimasi geometri, sedangkan untuk perhitungan TDDFT hanya menggunakan perhitungan satu titik. Dari hasil perhitungan TDDFT tersebut dapat diketahui spektrum UV-Vis dan perbedaan pita energi HOMO LUMO dari masing-masing senyawa. 3. Hasil dan diskusi Perhitungan komputasi menggunakan perangkat lunak firefly, menggunakan metoda B3LYP dan basis set 6-31G (d,p) yang sama untuk atom hidrogen (H), karbon (C), nitrogen (N), oksigen (O), dan sulfur (S). Basis set 6-31G (d,p) untuk semua atom tersebut akan menghasilkan data yang cukup teliti, dan juga mempertimbangkan ongkos perhitungan serta komputer yang digunakan. Perhitungan komputasi menggunakan metode DFT 41

(a) (b) Gambar 1 Struktur (a) asam sianoakrilik dan (b) katekol. memberikan keluaran berupa struktur senyawa teroptimasi, energi pada keadaan dasar, dan koordinat senyawa untuk perhitungan berikutnya. Perhitungan TDDFT memberikan data berupa spektrum UV-Vis, diagram tingkat energi HOMO/LUMO, celah energi, kerapatan elektron di orbital HOMO/LUMO, kekuatan, dan tabel distribusi eksitasi HOMO/LUMO. akan sebanding dengan intensitas spektrum yang menjelaskan besarnya probabilitas elektron yang tereksitasi. Gambar 2 memperlihatkan spektrum UV-Vis dari asam sianoakrilik dan senyawa anisil indol / bi- 3-n-heksiltiopen / katekol hasil perhitungan komputasi menggunakan perangkat lunak Firefly. Spektrum UV-Vis senyawa anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / asam sianoakrilik memberikan serapan cahaya pada panjang gelombang 493,75 nm dengan kekuatan 0,918. Sedangkan senyawa anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / katekol memberikan serapan cahaya pada panjang gelombang lebih pendek yaitu 410,53 nm dengan kekuatan 1,4658. Dalam senyawa senyawa anisil indol / bi- 3-n-heksiltiopen / asam sianoakrilik, terdapat beberapa puncak dengan intensitas yang berbeda-beda. Puncak paling tinggi dihasilkan pada bilangan gelombang 20.253,31 cm -1 (493.75 nm) dengan kekuatan sebesar 0,918, dimana puncak paling tinggi ini didominasi oleh eksitasi elektron dari HOMO LUMO sebanyak 97%. Selain itu, puncak tertinggi ini juga dihasilkan dari kontribusi minor dari eksitasi elektron H- 1 LUMO sebanyak 2%. Dalam hal ini yang Gambar 2 Spektrum UV-Vis senyawa sianoakrilik (kurva merah) dan anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / katekol (kurva kuning). 42

menjadi pertimbangan adalah kekuatan yang setara dengan kekuatan penyerapan cahaya oleh senyawa anisil indol / bi-3-nheksiltiopen / asam sianoakrilik, dimana menjelaskan peluang transisi elektronik elektron dari pita energi HOMO ke LUMO (kekuatan bernilai 1). Tabel 1 memperlihatkan probabilitas eksitasi elektron secara lengkap pada senyawa anisil indol / bi- Tabel 1. Probabilitas eksitasi elektron asam sianoakrilik hasil perhitungan firefly (Keterangan : H = HOMO, L = LUMO) Utama 0.9180 493,75 HOMO LUMO (97%) 0.2807 453.92 H-1 LUMO (96%) 0.2687 365.49 0.1272 341.78 H-2 LUMO (86%), HOMO L+1 (11%) H-3 LUMO (18%), H-2 LUMO (11%), HOMO L+1 (67%) Minor 0.9180 493,75 H-1 LUMO (2%) 0.2807 453.92 HOMO LUMO (2%) 0.2687 365.49 0.1272 341.78 3-n-heksiltiopen / asam sianoakrilik hasil perhitungan TDDFT menggunakan perangkat lunak Firefly. Dalam senyawa senyawa anisil indol / bi- 3-n-heksiltiopen / katekol, terdapat beberapa puncak dengan intensitas yang berbeda-beda. Puncak paling tinggi dihasilkan pada energi 3,0184 ev (410,53 nm) dengan kekuatan sebesar 1,4658, dimana puncak paling tinggi ini hampir seluruhnya dihasilkan oleh eksitasi elektron dari HOMO LUMO sebanyak 99%. Orbital H-3 hingga HOMO berasal dari orbital π (phi) pada gugus pendorong elektron. gugus anisil memiliki kontribusi yang tinggi pada orbital ini yang kemudian terdistribusi ke sistem konjugasi senyawa donor. Sementara itu, orbital LUMO hingga L+3 berasal dari orbital π (phi) pada gugus penarik elektron dan memiliki kontribusi yang tinggi pada gugus anchoring OH. Diagram penyebaran elektron senyawa sianoakrilik memperlihatkan penyebaran elektron dari orbital HOMO ke LUMO, mendistribusikan elektron dari sisi pendorong elektron menuju sisi penarik elektron. Pada orbital H-3 hingga H-1, penyebaran elektron Tabel 2. Probabilitas eksitasi elektron katekol hasil perhitungan firefly (Keterangan : H = HOMO, L = LUMO) Utama 1,4658 410,53 HOMO LUMO (99%) 0,0085 355,71 H-1 LUMO (91%) 0,0029 328,84 H-2 LUMO (14%), HOMO L+1 (74%) 0,0046 326,06 H-2 LUMO (41%), HOMO L+1 (21%), HOMO L+2 (32%) 1,4658 410,53 0,0085 355,71 0,0029 328,84 0,0046 326,06 Minor HOMO L+2 (2%), HOMO L+3 (3%) H-1 L+1 (2%), HOMO L+2 (6%) Gambar 3 Diagram penyebaran elektron hasil perhitungan komputasi senyawa anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / asam sianoakrilik pada orbital HOMO, LUMO, H-1, H-2, H-3, dan L+1. 43

memperlihatkan penyebaran elektron di orbital HOMO dan LUMO tidak terjadi distribusi elektron dari sisi pendorong elektron ke sisi penarik elektron. Orbital L+1 Pada senyawa ini, orbital L+1 masih terdistribusi di sisi pendorong elektron, dan menunjukkan perbedaan terhadap orbital L+1 pada senyawa sianoakrilik. Diagram energi dari hasil perhitungan TDDFT senyawa anisil indol / bi-3-n- Gambar 4 Diagram penyebaran elektron hasil perhitungan komputasi senyawa anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / katekol pada orbital HOMO, LUMO, H-1, H-2, L+1, L+2 dan L+3. dominan terdistribusi pada sisi pendorong elektron. Diagram penyebaran elektron senyawa anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / katekol Gambar 5 (a) hasil optimasi geometri asam sianoakrilik (b) hasil optimasi geometri senyawa anisil indol / bi-3-nheksiltiopen / katekol, dengan atom H, C, N, O, S beserta sistem terkonjugasi. Gambar 6 (a) diagram energi senyawa sianoakrilik (b) diagram energi senyawa anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / katekol, dengan HOMO (pita energi merah) dan LUMO (pita energi kuning). 44

heksiltiopen / asam sianoakrilik dan anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / katekol ditunjukkan dalam Gambar 6. Diagram energi HOMO/LUMO untuk anisil indol / bi-3-nheksiltiopen / asam sianoakrilik dan anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / katekol memberikan band gap masing-masing sebesar 2,75 ev dan 3,33 ev. Perbedaan pita energi yang dihasilkan merupakan selisih antara energi LUMO dengan energi HOMO. Nilai perbedaan pita energi yang semakin kecil, mengindikasikan bahwa semakin mudah suatu elektron berpindah dari tingkatan energi yang rendah, ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron ini dapat terjadi dengan adanya pengaruh suhu dan penyinaran sinar matahari, dengan intensitas penyinaran yang sesuai dengan nilai band gap. Oleh karena itu, daya serap terhadap cahaya matahari dari suatu zat warna akan sangat ditentukan oleh besar kecilnya perbedaan pita energi yang dimiliki oleh suatu zat warna. Berdasarkan hasil perhitungan struktur teroptimasi, senyawa anisil indol / bi-3-nheksiltiopen / asam sianoakrilik memiliki struktur lebih stabil dengan energi 60,97 kj/mol lebih rendah dari senyawa anisil indol / bi-3-nheksiltiopen / katekol. 4. Kesimpulan Spektrum UV-Vis senyawa anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / asam sianoakrilik hasil perhitungan komputasi menggunakan firefly memberikan serapan cahaya pada panjang gelombang lebih jauh dibandingkan anisil indol / bi-3-n-heksiltiopen / katekol. Diagram energi HOMO/LUMO untuk ke dua senyawa tersebut secara berurutan memberikan celah energi masing-masing sebesar 2,75 ev dan 3,33 ev. Transisi elektron dari ke dua senyawa tersebut dominan terjadi dari HOMO ke LUMO. Akan tetapi sumbangan transisi elektron HOMO ke LUMO dari senyawa anisil indol / bi-3-nheksiltiopen / katekol tidak menghasilkan distribusi elektron. Dari beberapa data yang memprediksi sifat elektronik ke dua senyawa tersebut, bahwa senyawa anisil indol / bi-3-nheksiltiopen / asam sianoakrilik lebih baik untuk digunakan sebagai sensitizer untuk solar sel organic (DSSC). Referensi [1] Kajiyama, et al. (2012): Organic dye with oligho-n-hexiylthiophene for dy-sensitized solar cell: relation between chemical struktur of donor photovoltaic performance, Dyes and Pigments, 92, pp. 1250-1256. [2] Manzhos. S., Segawa. H., Yamashita. K. ((2011): A model for recombination in Type II dye-sensitized solar cells: Catechol thiophene dyes., Chemical Physics Letters, 504, 230 235. [3] Shah, A., Torres, P., Tscharner, R., Wyrsch, N., and Keppner, H. (1999): Photovoltaic Technology: The Case for Thin-Film Solar Cells., Science, 285, pp. 692 698. [4] Brabec, C.J., Sariciftci, N.S., and Hummelen, J.C. (2001): Plastic Solar Cells., Advanced Functional Materials, 11, pp. 16 26. [5] O Regan, B., and Grätzel, M. (1991): A lowcost, high-efficiency solar cell based on dyesensitized colloidal TiO 2 films, Nature, 353, pp. 737 740. [6] Burgelman, M., Nollet, P., and Degrave, S. (2000): Modelling polycrystalline semiconductor solar cells., Thin Solid Films, pp. 527 532. [7] Creutz, C., and Chou, M.H. (2008): Binding of Catechols to Mononuclear Titanium(IV) and to 1- and 5-nm TiO 2 Nanoparticles., Inorganic Chemistry Article, 47, pp. 3509 3514. [8] Sa nchez-de-armas, R., Oviedo Lo pez, J., A. San-Miguel, M., Sanz, J.F., Ordejo n, P., and Pruneda, M. (2010): Real-Time TD-DFT Simulations in Dye Sensitized Solar Cells: The Electronic Absorption Spectrum of Alizarin Supported on TiO 2 Nanoclusters., Journal of Chemical Theory and Computation, 6, pp. 2856 2865. [9] Daryanto. (2012). Energi Masalah dan Pemanfaatan Bagi Kehidupan Manusia. Yogyakarta : Pustaka Widyatama. [10] Grätzel, M. (2003). Dye-sensitized solar cells. Journal of Photochemistry and Photobiology C: Photochemistry Reviews. 4, 145 153 45