BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Makna kecerdasan emosional oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tahun Dalam kaitannya ini menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarlito Wirawan yang tertuang dalam buku Syamsu Yusuf LN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu,

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PROFIL KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI SMAN 3 PARIAMAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight).

(Survey di Perguruan Tinggi di Surakarta)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya,

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, seseorang tidak hanya dituntut untuk

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN UMUR MAHASISWI SEMESTER I DIV KEBIDANAN TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

Interpersonal Communication Skill

*( Abdul Ghofur Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan hidup sesorang pada dasarnya tergantung pada kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki

BAB I PENDAHULUAN. juga dirasa sangat penting dalam kemajuan suatu negara karena berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi dalam proyek konstruksi merupakan hal yang sangat penting.

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

Kecerdasan Emosi. Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Lembaga Administrasi Negara

BAB I PENDAHULUAN. Proyek konstruksi merupakan suatu industri yang melibatkan kerjasama yang

MODUL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH ( PROBLEM-BASED INSTRUCTION) DILIHAT DARI GAYA BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI KEIKUTSERTAAN DALAM EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DENGAN TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL

BAB II LANDASAN TEORI. maupun mental. Perilaku agresi yang diukur adalah berupa bentuk agresi fisik

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kinerja karyawan menurun. Penurunan kinerja karyawan akan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat mengambil keputusan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

SELF-EFFICACY DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adanya dorongan dalam diri manusia sebagai usaha untuk memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA

BAB III METODE PENELITIAN. mendidik anak untuk dapat berkembang sesuai dengat tingkat perkembangan

dapat dalam bentuk berlari, bertanya, melompat, menangis, memukul, bahkan mendorong. Untuk itu seorang guru Taman Kanak-kanak harus memiliki kepekaan

BAB I PENDAHULUAN. karena di lembaga inilah setiap anggota masyarakat dapat mengikuti proses

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak terhadap bidang ekonomi, politik, sosial, budaya saja, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini kecerdasan emosi telah diakui sebagai salah satu aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. gelar tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali mereka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Schunk dan Zimmerman (dalam Khairuddin, 2014) memperkenalkan konsep regulasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terlepas dari kegiatan belajar. Melaksanakan aktivitas sendiri, maupun dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. akan datang. Setiap perusahaan akan melakukan berbagai upaya dalam. sumber daya, seperti modal, material dan mesin.

TINJAUAN PUSTAKA Gaya Kepemimpinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K

DESKRIPSI PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIPA. Purwati 19, Nurhasanah 20

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya di antara

BAB 1 PENDAHULUAN. komputerisasi sangat memudahkan seorang mahasiswa dalam. mengembangkan ilmu pengetahuannya. Namun, teknologi yang semakin

BAB I. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

BAB II KAJIAN TEORI. hakikatnya pengalaman emosional akan selalu mengalir dan berkelanjutan dalam

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berkaitan dengan kecerdasan ganda (multipe intelligences). Gardner, menyatakan bahwa IQ tidak

BAGAIMANA MELEJITKAN 10 POTENSI KECERDASAN ANAK?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Audit atas laporan keuangan sangat diperlukan, terutama bagi perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengambilan Keputusan 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah bagian kunci kegiatan manajer. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer melaksanakan fungsi perencanaan. Dalam proses perencanaan, manajer memutuskan tujuan-tujuan organisasi yang akan dicapai, sumber daya yang akan digunakan, dan siapa yang akan melaksanakan tugas tersebut (Handoko, 2009). Menurut Gibson dkk (1997) dalam Sumijatun (2009) keputusan merupakan tanggapan manajer terhadap permasalahan. Setiap keputusan adalah akibat dari proses dinamis yang dipengaruhi oleh banyak kekuatan termasuk lingkungan organisasi dan pengetahuan, kecakapan dan motivasi manajer. Pengambilan keputusan adalah proses pemikiran dan pertimbangan yang mendalam, dan proses yang melibatkan pendekatan sistematik dengan langkah-langkah yang berurutan. Pengambilan keputusan merupakan proses kognitif yang kompleks dan sering didefinisikan sebagai suatu upaya memutuskan serangkaian tindakan tertentu. Pengambilan keputusan sering dianggap sinonim dengan manajemen (Marquis & Huston, 2010). 5

6 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses berpikir dalam menentukan pilihan terbaik untuk menyelesaikan suatu masalah dengan langkah-langkah yang berurutan. 1.2 Model Pengambilan Keputusan 1.2.1 Model Normatif Menurut Swanburg (2000) model normatif untuk pembuatan keputusan ini tidak realistis karena asumsinya jelas memilih diantara alternative yang teridentifikasi. Ada tujuh langkah untuk membuat keputusan dalam model analisis ini: a) menemukan dan menganalisis masalah, b) mengidentifikasi semua alternatif yang memungkinkan, c) mengevaluasi pro dan kontra dari masing-masing alternatif, d) mengurutkan alternatif, e) memilih alternative yang dapat memaksimalkan kepuasaan, f) pelaksanaan, g) evaluasi. 1.2.2 Model Pohon Keputusan Vroom menggunakan jawaban untuk tujuh pertanyaan diagnostik dalam bentuk pohon keputusan untuk mengidentifikasi tipe-tipe gaya kepemimpinan yang digunakan dalam model manajemen pembuatan keputusan. Pertanyaan berfokus pada perlindungan kualitas dan penerimaan keputusan dan kesesuaian yang adekuat dari informasi,

7 keseuaian tujuan, struktur masalah, penerimaan oleh subordinat, konflik, keadilan, dan prioritas implementasi (Swanburg, 2000). 1.2.3 Model Deskriptif Simon mengembangkan model ini didasarkan pada asumsi bahwa pembuat keputusan adalah seseorang yang melihat masalah secara rasional dalam membuat solusi yang bisa dilakukan yang didasarkan pada informasi yang diketahuinya. Model ini dapat digunakan untuk membuat berbagai keputusan yang informasinya tidak lengkap diakibatkan karena keterbatasan waktu, uang, atau orang dan kenyataan bahwa orang tidak selalu memilih yang paling baik (Swanburg, 2000). Ada lima langkah pengambilan keputusan dalam model dekripsi: a) menetapkan tujuan yang dapat diterima, b) menguraikan persepsi subjektif tentang masalah, c) mengidentifikasi alternatif yang bisa diterima, d) mengevaluasi setiap alternatif, e) menyeleksi alternatif, f) menerapkan keputusan, g) evaluasi (Swanburg, 2000). 1.3 Langkah-langkah Pengambilan Keputusan Manajemen keperawatan membutuhkan keputusan yang dibuat oleh perawat manajer pada setiap tingkatan bagian dibangsal atau unit (Swanburg, 2000). Banyak waktu manajer dihabiskan untuk mengkaji isu, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan secara kritis. Kualitas

8 keputusan yang dibuat oleh pemimpin atau manajer merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan atau kegagalan mereka (Marquis & Huston, 2010). Marquis & Huston (2010) menyebutkan untuk meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan, perlu digunakan model proses yang adekuat sebagai dasar teori untuk memahami dan mengaplikasikan keterampilan berpikir kritis. Ada lima langkah kritis dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, yaitu: a) Penetapan tujuan; Penetapan tujuan harus jelas dan konsisten dengan pernyataan filosofi individu atau organisasi. Jika aspek tersebut tidak terpenuhi, maka kemungkinan keputusan yang dibuat berkualitas buruk. Handoko (2009) mengemukakan hal pertama yang harus dilakukan seorang manajer adalah menemukan dan memahami masalah untuk diselesaikan agar perumusan masalah menjadi jelas. b) Mengumpulkan data secara cermat; Setelah manajer menentukan atau merumuskan masalah dan tujuan, manajer harus menentukan data-data yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat (Handoko, 2009). Pengumpulan data dimulai dengan mengidentifikasi masalah atau kesempatan untuk mengambil keputusan dan berlanjut ke proses penyelesaian masalah. Ketika mengumpulkan informasi, manajer harus berhati-hati agar data yang dimilikinya dan orang lain tidak salah fakta (Marquis & Huston, 2010).

9 c) Membuat banyak alternatif; Semakin banyak alternatif yang dapat dibuat dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, semakin besar kesempatan menghasilkan keputusan akhir. Dengan tidak membatasi hanya pada satu alternatif yang jelas, orang akan mampu untuk menerobos pola kebiasaan atau pengekangan berpikir dan memungkinkan munculnya gagasan baru (Merquis & Huston, 2010). Menurut Handoko (2009) setelah membuat alternatif keputusan, manajer harus mengevaluasi alternatif tersebut untuk menilai keefektifitasannya, dan langkah selanjutnya adalah memilih alternatis terbaik yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan. d) Berpikir logis; Selama proses penyelesaian masalah, seseorang harus menarik inferensi (simpulan) informasi dan mempertimbangakan informasi serta alternatif secara cermat. Kesalahan berlogika pada titik ini akan mengarahkan pada kualitas keputusan yang buruk. Ada beberapa cara berpikir yang tidak logis, seperti: terlalu menggeneralisasi, afirmasi konsekuensi, dan berargumen dengan analogi (Marquis & Huston, 2010). e) Memilih dan bertindak secara efektif; Mengumpulkan informasi yang adekuat, berpikir logis, memilih diantara banyak alternatif, dan memahami pengaruh nilai-nilai individu tidaklah cukup. Dalam analisis akhir, seseorang harus bertindak. Banyak orang yang menunda untuk bertindak karena mereka kurang berani untuk menghadapi konsekuensi pilihan yang mereka ambil (Marquis & Huston, 2010). Pada

10 tahap ini manajer perlu memperhatikan berbagai resiko dan ketidakpastian sebagai konsekuensi keputusan yang telah dibuat, karena dengan mengambil langkah tersebut manajer dapat menentukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk menanggulangi hambatan dan tantangan yang akan terjadi (Handoko, 2009). 2. Kecerdasan Emosional 2.1 Pengertian Emosi Sebelum menguraikan pengertian kecerdasan emosional, peneliti akan sedikit membahas tentang emosi. Secara etimologi (asal kata), emosi berasal dari bahasa Prancis émotion, yang berasal dari kata émouvoir, excite, yang berdasarkan kata latin emovere,yang terdiri dari kata-kata e- (variant atau ex-), artinya keluar dan movere artinya bergerak. Dengan demikian secara etimologi emosi berarti bergerak keluar (Sarwono, 2012). Emosi merupakan reaksi penilaian (positif atau negatif) yang kompleks dari sistem syaraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam dirinya sendiri (Sarwono, 2012). Emosi juga didefinisikan sebagai keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan emosi cenderung terjadi dan memiliki kaitan dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkiri (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya disertai dengan adanya ekspresi kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi (Walgito, 2010).

11 Menurut Atkinson, dkk dalam Sunaryo (2004), komponen emosi terdiri dari: a) Respon atau reaksi tubuh internal, terutama yang melibatkan sistem otomatik, misalnya bila marah suara menjadi tinggi dan gemetar; b) Keyakianan atau penilaian kognitif bahwa telah terjadi keadaan positif atau negatif, misalnya saya gembira sekali dapat diterima di Fakultas Keperawatan; c) Ekspresi Wajah. Apabila Anda merasa benci pada seseorang, mungkin akan menerutkan dahi atau kelopak mata menutup sedikit; d) Reaksi terhadap emosi, misalnya marah-marah menjadi agresi atau gembira hingga meneteskan air mata. 2.2 Pengertian Kecerdasan Emosional Istilah kecerdasan emosional pertama kali diperkenalkan oleh Peter Salovey dari Harvard University dan John Meyer dari University of New Hampshire pada tahun 1990 (Goleman, 2006). Menurut Nazriani (2009) gagasan kecerdasan emosional yang muncul dalam beberapa dekade belakangan ini mungkin berakar dari gagasan E. L. Thorndike tahun1920 tentang social intelligence (kecerdasan sosial). Gagasan kecerdasan sosial tersebut mengacu pada kemampuan memahami dan mengelola orang lain dan bertindak bijaksana dalam hubungan interpersonal. Selain gagasan tersebut, gagasan Gardner tahun 1983 tentang kecerdasan pribadi juga menjadi akar dari kecerdasan emosional. Gagasan kecerdasan pribadi ini merujuk kepada kemampuan memahami emosi dan keadaan mental pada diri sendiri (Van Rooy, Viswesvaran, & Pluta, 2005).

12 Kecerdasan emosional diartikan sebagai kemampuan individu untuk memahami, menerima dan mengendalikan emosi yang dialami, memotivasi diri dan berhubungan dengan orang lain (Goleman, 2006). Kemampuan mengelola emosi dipandang sebagai suatu aspek psikis yang sangat menentukan reaksi individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Mengukur kemampuan hanya dari segi inteligensi tidak memadai, melainkan dibutuhkan adanya kemampuan mengelola emosi untuk keberhasilan individu didalam hidupnya (Goleman, 2006; Wendorf, 2001). Kecerdasan emosional memiliki peran penting dalam kehidupan seseorang. Goleman (2006) mengatakan bahwa kecerdasan intelektual bila tidak disertai dengan pengelolaan emosi yang baik, tidak akan menghasilkan kesuksesan dalam hidup seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa peranan kecerdasan akademik hanya sekitar 20% untuk memegang kesuksesan hidup, sedangkan 80% ditentukan oleh faktor-faktor lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional. Cooper dan Sawaf (2002) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai suatu kemampuan untuk mengindera, memahami diri dan dengan efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Mayer dan Salovey (Caruso, Mayer, & Salovey, 2002) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan dalam memantau perasaan dan emosi; baik pada diri sendiri

13 maupun orang lain, memilah semuanya dan kemudian menggunakan informasi tersebut untuk menimbang pikiran dan tindakan. Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, mengatur suasana hati dan menjaga agar stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, kemampuan untuk menyelesaikan konflik dan memimpin (Cooper, dalam Risnawati, 2005). Goleman (2006) mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu lain atau dapat berempati, maka orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam lingkungannya. 2.3 Komponen Kecerdasan Emosional Salovey (Goleman, 2006; Risnawati, 2005) menempatkan kecerdasan pribadi dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskan dan membagi kemampuan ini menjadi lima bagian, yaitu: a) Mengenali emosi diri. Kesadaran diri mengenali perasaan merupakan dasar kecerdasan emosional. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan sendiri yang sesungguhnya membuat seseorang berada dalam kekuasaan perasaan. Orang yang memahami perasaannya mempunyai

14 kepekaan yang lebih tinggi akan perasaan mereka dan pengambilan keputusan yang mereka buat. b) Mengelola emosi. Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Individu yang buruk kemampuannya dalam ketrampilan ini akan terusmenerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan. c) Memotivasi diri sendiri. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri untuk berkreasi. Orang-orang yang memiliki ketrampilan untuk ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan. d) Mengenali emosi orang lain. Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri emosional merupakan ketrampilan bergaul. Orang yang empatik akan lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Orang-orang seperti ini cocok untuk pekerjaanpekerjaan seperti: mengajar, penjualan, keperawatan, dan manajemen. e) Membina hubungan. Seni membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Ini merupakan ketrampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan

15 antar pribadi. Orang-orang yang hebat dalam ketrampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain. Pernyataan Salovey serupa dengan penguraian Sarwono (2012) yang menyebutkan orang yang dikatakan memiliki EQ (kecerdasan emosional) yang tinggi adalah jika memenuhi lima kriteria berikut, yaitu: a) mampu mengendalikan emosinya sendiri; b) mampu mengendalikan emosi sesuai dengan situasi dan kondisi; c) mampu menggunakan emosinya untuk meningkatkan motivasinya sendiri (bukan malah membuat diri putus asa atau bersikap negatif pada orang lain); d) mampu mengenali emosi orang lain; e) mampu berinteraksi positif dengan orang lain. 2.4 Pengertian Trait Emotional Intelligence Dalam Encyclopaedic Dictionary of Psychology (2005) dikemukakan bahwa kajian awal tentang kecerdasan emosional dianggap gagal mengemukakan metode pengukuran yang tepat karena pengukuran berbasis kemampuan yang dipakai kurang mewakili posisi kecerdasan emosional itu sendiri. Petrides & Furnham mengusulkan untuk membuat dua konsep kecerdasan emosional yang berbeda berdasarkan perbedaan metode pengukurannya. Konsep pertama, kecerdasan emosional sebagai kemampuan (ability emotional intelligence) merujuk pada kemampuan untuk merasakan, menjalani, dan memanfaatkan informasi yang bersifat

16 afektif. Konsep kedua, kecerdasan emosional sebagai karakter (trait emotional intelligence atau emotional self-efficacy) yang merujuk pada serangkaian persepsi dan kecenderungan personal tentang aspek-aspek emosi. Konsep ini cenderung menggambarkan kepribadian dan seharusnya diukur dengan tes laporan pribadi (self questionnaire). Konsep kecerdasan emosional sebagai kemampuan dan karakter harus dipahami sebagai 2 konsep yang berbeda, dan dapat dibedakan dari metode pengukurannya, bukan dari sampel aspek yang diukur (Petrides & Furnham, 2001; dalam Nazriani, 2009). Petrides & Furnham (2001) mengajukan istilah trait emotional intelligence yang berhubungan dengan kecenderungan berperilaku dan kemampuan merasa, karena itu Petrides & Furnham menyarankan untuk meneliti kecerdasan emosi didalam kerangka kerja kepribadian. Trait emotional intelligence tidak berhubungan dengan definisi umum konsep kecerdasan (sering disebut kemampuan kognitif). Pembentukan gagasan tentang sifat kecerdasan emosional ini berusaha untuk menyediakan cakupan lengkap tentang aspek-aspek kepribadian yang berhubungan dengan perasaan (Mavroveli, Petrides, Rieffe & Barker, 2007). Dalam penelitian ini, pengertian trait emotional intelligence yang akan dipakai adalah yang dikemukakan oleh Petrides & Furnham (2001), yaitu serangkaian persepsi dan kecenderungan pribadi yang merupakan bagian dari hierarki kepribadian tingkat rendah.

17 2.5 Aspek-aspek Trait Emotional Intelligence Petrides & Furnham mengemukakan Trait emotional intelligence memiliki berbagai aspek yang telah diteliti sebelumnya, seperti empati dan asertifitas, elemen-elemen kecerdasan sosial, kecerdasan personal, dan kecerdasan emosional. Aspek-aspek trait emotional intelligence dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Aspek-aspek Trait Emotional Intelligence No. Aspek Indikator 1 Adaptabiliy Luwes dan mau beradaptasi dengan kondisi baru 2 Assetiveness Punya pendirian, terus terang dan mau berjuang untuk haknya 3 Emotion expression Mampu mengkomunikasikan perasaannya pada orang lain 4 Emotion management Mampu mempengaruhi perasaan orang (others) lain 5 Emotion perception (self Mengetahui perasaan sendiri dan orang and others) lain 6 Emotion regulation Mampu mengendalikan emosinya 7 Impulsiveness (low) Mau merenungkan tentang keinginannya dan tidak memaksa keinginannya tercapai 8 Relationship skills Mampu menjaga hubungan yang dimiliki 9 Self-esteem Merasa berhasil dan percaya diri 10 Self-motivation Bersemangat dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan 11 Social competence Cermat membentuk jaringan sosial 12 Stress management Mampu menghadapi tekanan dalam kehidupan 13 Trait empathy Mampu melihat berdasarkan perspektif orang lain 14 Trait happines Bahagia dan puas dengan kehidupannya 15 Trait optimism Percaya diri dan mampu melihat berbagai hal positif dalam hidupnya (Sumber: Petrides & Furnham, 2001)