BAB II KAJIANPUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. persepsi seseorang mengenai dunia. Gangguan mood adalah merupakan suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization(WHO) tahun2012 mendeskripsikandepresi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi.

Institute for Criminal Justice Reform

1 dari 8 26/09/ :15

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

Perbandingan Tingkat Depresi antara Narapidana Non Residivis dan Residivis di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banceuy

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

Gangguan Suasana Perasaan. Dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dahulu depresi lebih dikenal dengan istilah melankolia pada zaman

2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

Institute for Criminal Justice Reform

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Institute for Criminal Justice Reform

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA MURID YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF BEROLAHRAGA DI KELAS II SMA AL-ISLAM I SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

MOOD DISORDER. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A / YUNITA KURNIAWATI, S.Psi., M.Psi dita.lecture.ub.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Wonosari Kabupaten. Gunungkidul DIY pada bulan September-Oktober 2016.

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence

BAB II LANDASAN TEORI. dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison et al., 2007). Depresi

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

Transkripsi:

7 BAB II KAJIANPUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Depresi 2.1.1.1 Definisi Depresi Mood adalah suatu emosi yang terus menerus dan pervasif yang mewarnai persepsi seseorang mengenai dunia. Gangguan mood adalah merupakan suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai dengan hilangnya kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan yang berat. 2 Depression is a common mental disorder that presents with depression mood, loss of interest or pleasure, decreased energy, feeling of guilt or low self-worth, disturbed sleep or appetite, and poor concentration yang berarti, depresi merupakan gangguan mood atau mental yang umum ditandai dengan penurunan suasana hati atau sedih, kehilangan minat atau kesukaan, penurunan energi, perasaan bersalah dan penurunan harga diri, gangguan tidur, gangguan nafsu makan dan penurunan konsentrasi. 1 Depresi didefinisikan pula sebagai satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri. 2

8 2.1.1.2 Epidemiologi Depresi Gangguan depresi berat merupakan tipe yang paling sering terjadi dengan prevalensi seumur hidup berkisar antara 10% sampai dengan 25% pada wanita dan 5% sampai dengan 12% pada laki-laki. 11 World Mental Health Survey yang dilakukan WHO menunjukan 17 negara dengan rata-rata 1 dari 20 orang populasi menderita depresi, dan dikatakan pula sekitar 350.000 orang didunia menderita depresi. 1 Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) tahun 2013menyatakan Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia berada diangka 6,0%. Prevalensi warga Jawa Barat yang mengalami gangguan mental emosional mencapai 9,3% dan beradadiurutan ke dua setelah Sulawesi Tengah dan sejajar dengan Sulawesi Selatan. 4 Depresi dua kali lebih sering dialami oleh wanita dari pada laki-laki. Perbedaan tersebut tidak diketahui mekanisme pastinya, hanya saja dihubungkan dengan perbedaan hormon, efek melahirkan, perbedaan stresor psikososial, dan model perilaku tentang keputusasaan. 2,11 Berdasarkan kelompok usia depresi dapat dialami dari rentang usia anak-anak sampai dengan usia 50 tahun. Rerata kelompok usia yang mengalami depresi ada pada kelompok usia 30 tahunan. Kelompok depresi berat rata-rata terjadi pada usia 40 tahun, rata-rata yang memiliki onset depresi berada pada kelompok usia 20 sampai 50 tahun. Umumnya depresi dialami oleh orang-orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau pada orang yang mengalami perceraian dan perpisahan. 2 2.1.1.3 Etiologi Depresi

9 Secara umum terdaftar faktor-faktor yang menyebabkan munculnya depresi. Faktor-faktor tersebut yaitu : 1. Faktor Biologis a) Amin Biogenik Norepineprin dan serotonin merupakan neurotransmiter yang paling berperan dalam terjadinya gangguan mood. Turunnya regulasi pada reseptor beta-adenergik menandakan adanya peranan dari norepineprin dalam terjadinya masalah depresi dan adanya aktifasi dari reseptor alfa 2-adenergik yang menyebabkan penurunan jumlah pelepasan norepineprin. 2 Penurunan jumlah serotonin dinyatakan mampu menimbulkan depresi pada seseorang dan pada beberapa kasus bunuh diri ditandai pula dengan tingkat konsentrasi serotonin yang rendah. Dopamin juga merupakan kelompok amin biogenik yang dihubungkan dengan munculnya masalah depresi ketika kadar dopamin mengalami penurunan. 2 b) Regulasi Neuroendokrin Adanya masalah pada disregulasi neuroendokrin telah dilaporkan terjadi pada pasien gangguan mood, regulasi yang abnormal pada sumbu neuroendokrin merupakan hasil dari adanya abnormalitas dari neuron yang mengandung amin biogenik. Sumbu neuroendokrin yang menarik perhatian adalah sumbu adrenal, tiroid, dan hormon pertumbuhan. Penurunansekresi nokturnal melantonin,

10 penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan, penurunan kadar Follicle Stimulating Hormone (FSH), dan Luteinzing Hormone (LH), serta adanya penurunan kadar testosteron pada lakilaki. 2 c) Pembangkitan Neuron Proses elektrofisiologi dimana stimulasi yang berulang dari suatu neuron akan menimbulkan suatu potensial aksi. Adanya pembangkitan yang abnormal pada bagian temporalis menimbulkan suatu hubungan munculnya gejala-gejala gangguan mood. 2 d) Regulasi Neuroimun Disregulasi sumbu kortisol mungkin mempengaruhi status imunitas seseorang. Abnormalitas pada hipotalamus terhadap regulasi sistem imun dihubungkan pula dengan munculnya gejala psikiatrik dari gangguan mood. 2 e) Neuroanatomis Gejala gangguan mood dan temuan penelitian biologis yang mendukung terjadinya gangguan mood menyatakan bahwa ada suatu hubungan yang melibatkan gangguan mood dengan sistem limbik. Gangguan neurologis di ganglia basalis dan sistem limbik kemungkinan muncul bersama dengan gejala depresi. Keduanya memiliki peranan utama dalam meregulasi emosi. 2 2. Faktor Genetik

11 Genetika merupakan suatu hal yang sangat penting dalam perkembangan gangguan mood. Penelitian terhadap keluarga secara berulang ditemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan bipolar I memiliki resiko 10 kali lebih mungkin menderita depresi berat. Penelitian sebuah keluargasanak saudara derajat pertama penderita gangguan depresi berat beresiko 1,5sampai 2,5 kali lebih besar untuk menderita depresi berat. 2 Dua dari tiga penelitian terhadap anak adopsi memiliki suatu komponen genetika untuk terjadinya depresi berat. Risiko depresi tetap ada pada anak biologis yang berasal dari orang tua yang mengalami depresi kemudian di adopsi oleh orang tua yang tidak menderita gangguan mood. 2 Penelitian terhadap anak kembar menunjukan angka kesesuaian untuk gangguan depresi berada 50% untuk kembar monozigot dan 10% sampai 20% untuk kembar dizigot. 2 3. Faktor Psikososial Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres lebih sering menjadi awal dari episode depresi. Data yang mendukung bahwa peristiwa kehidupan memiliki hubungan yang erat adalah pada seseorang yang kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun dan kehilangan pasangan. 2 Faktor psikoanalitis dan psikodinamika, Sigmud Freud menyatakan bahwa kekerasaan yang dilakukan oleh pasien depresi di arahkan secara internal terhadap adanya kehilangan suatu objek yang dimilikinya,sehingga penderita depresi merasa bahwa dirinya bersalah,

12 dan mencela diri sendiri. Heinz Kohut mendefinisikan orang yang mengalami depresi merasakan suatu ketidak lengkapan dan putus asa karena tidak menerima respon yang diinginkan. Respon tersebut diartikan untuk mempertahankan harga diri dan perasaan utuh. 2 Menurut teori kognitif, adanya interpretasi yang keliru terhadap penilaian negatif pada pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputus asaan selanjutnya akan menyebabkan perasaan depresi. 2 2.1.1.4 Gejala Klinis Pada Pedoman Penanggulangan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III menyatakan bahwa gejala klinis depresi antara lain : 12 1. Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) : a) Suasana perasaan yang depresi atau sedih atau murung. b) Kehilangan minat dan kegembiraan. c) Berkurangnya energi yang menunju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas. 2. Gejala penyerta : a) Konsentrasi dan perhatian berkurang. b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang. c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna. d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik.

13 e) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri sendiri atau bunuh diri. f) Gangguan tidur. g) Nafsu makan berkurang. 2.1.1.5 Derajat Depresi Penilaian klinis dengan menggunakan PPDGJ-III terhadap gejala-gejala depresi mengelompokkandepresi kedalam episode depresi ringan, sedang, berat, dengan tanda pada masing-masing episode adalah : 12 1. Depresi Ringan a) Harus ada dua gejala dari kelompok gejala utama. b) Disertai minimal dua gejala dari kelompok gejala penyerta. c) Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya. d) Lamanya seluruh episode sekurang-kurangnya berlangsung selama dua minggu. e) Sedikit kesulitan dalam meneruskan pekerjaan, hubungan sosial, dan kegiatan sehari-hari 2. Depresi Sedang a) Harus ada dua gejala dari kelompok gejala utama. b) Disertai dengan minimal tiga gejala (dan sebaiknya empat) dari gejala penyerta. c) Lamanya seluruh episode minimum selama dua minggu.

14 d) Sangat sulit untuk meneruskan pekerjaan, hubungan sosial, dan kegiatan sehari-hari. 3. Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik a) Harus ada tiga gejala dari gejala utama. b) Disertai dengan minimal empat gejala dari gejala penyerta. c) Bila ada gangguan psikomotor (seperti agitasi dan retardasi psikomotor) yang sangat mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejala secara rinci. d) Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu, tetapi bila gejala sangat berat maka gejala akan berlangsung sangat cepat. e) Sangat tidak mungkin untuk dapat meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga. 4. Depresi Berat Dengan Gejala Psikotik a) Semua gejala yang memenuhi kriteria depresi berat tanpa gejala psikotik. b) Disertai dengan adanya waham, halusinasi, atau stupor depresif. 2.1.2 Narapidana 2.1.2.1 Definisi Narapidana UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan mendefinisikan warga binaan pemasyarakatan adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan. 5,13 Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan

15 pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap 5,narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana dan hilang kemerdekaannya di lembaga pemasyarakatan, 5,13 sehingga narapidana diartikan pula sebagai seseorang yang melakukan tindak pidana. 5 Narapidana sesungguhnya bukanlah manusia yang memiliki status berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan yang dapat dikenakan pidana. 10,13 Kehilangan kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan merupakan kondisi dimana warga binaan harus berada di dalam lembaga pemsyarakatan, tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh di asingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan di lembaga pemsyarakatan dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul dengan sahabat dan keluarga. 13 a. Narapidana Non-Residivis Narapidana non residivis disebut juga narapidana baru yang artinya merupakan narapidana yang baru pertama kali menjadi penghuni di lembaga pemasyarakatan atau baru menyandang status narapidana, hal ini tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. 6 b. Narapidana Residivis Residivis dimaksud juga dengan pengulangan yang secara umum ialah apabila seseorang melakukan suatu tindak pidana dan untuk itu dijatuhi pidana padanya, akan tetapi dalam jangka waktu tertentu : 6

16 1. Sejak setelah pidana tersebut dilaksanakan seluruhnya atau sebagian, atau 2. Sejak pidana tersebut seluruhnya dihapuskan, atau apabila kewajiban menjalankan/melaksanakan pidana itu belum daluwarsa, ia kemudian melakukan tindak pidana lagi. Dari uraian tersebut, terdapat syarat-syarat yang harus terpenuhi, yaitu : 6 1) Pelakunya harus sama. 2) Terulang tindak pidana terdahulu telah dijatuhi pidana (yang sudah memiliki kekuatan tetap). 3) Pengulangan terjadi dalam kurun waktu tertentu. Yang dimaksud dengan jangka waktu tertentu adalah sekurang-kurangnya 5 tahun setelah menjalani hukuman pidananya. 2.1.2.2 HakNarapidana Proses pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan juga terdapat suatu hak-hak narapidana yang tercantum dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 14 ayat (1) berupa : 5 a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani. c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran. d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e. Menyampaikan keluhan.

17 f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti berita media masa lainnya yang tidak dilarang. g. Mendapatkan upah dan premi atas pekerjaan yang dilakukannya. h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya. i. Mendapatkan pengurangan masa pidana. j. Mendapat kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. k. Mendapat pembebasan bersyarat. l. Mendapatkan cuti menjelang bebas. m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.1.2.3 Kewajiban Narapidana Narapidana memiliki kewajiban yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UU No.12 Tahun 1995 yang menyatakan bahwa narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu. 5 2.1.3 Pemasyarakatan 2.1.3.1 Definisi Lembaga Pemasyarakatan Pasal 1Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan menyatakan bahwa pemasyarakatan adalah suatu kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan tata

18 peradilan pidana. 5 Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batasan serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembinaan, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. 5,10 Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut dengan LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana, anak didik pemasyarakatan. Istilah ini dipilih sesuai dengan visi dan misi dari lembaga itu sendiri yaitu untuk mempersiapkan warga binaan kembali ke masyarakat. 6 2.1.3.2 Prinsip Pokok Pemasyarakatan Terdapat sepuluh prinsip pokok dalam pemasyarakatan menurut Departemen Kehukuman tahun1990, yaitu : 14 1. Mengayomi dan memberikan bekal hidup kepada narapidana agar dapat menjalani perannya sebagai masyarakat yang baik dan berguna. 2. Penjatuhan hukuman pidana bukan berarti tindakan balas dendam oleh negara. 3. Memberikan pembimbingan bukan penyiksaan kepada narapidana agar mereka insyaf dengan memberikan norma-norma hidup, kehidupan dan menyertakan narapidana dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa kehidupan sosial.

19 4. Negara tidak berhak membuat narapidana menjadi lebih buruk atau lebih jahat dari sebelum mereka dijatuhi hukuman pidana. 5. Narapidana tidak boleh di asingkan selama mereka kehilangan kemerdekannya. Sehingga kunjungan kelembaga pemsyarakatan tetap dipertahankan. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh sebagai pengisi waktu luang dan tidak boleh diberi pekerjaan untuk memperoleh keuntungan jabatan atau kepentingan negara. 7. Bimbingan dan didikan yang diberikan harus berdasarkan Pancasila. 8. Narapidana hanya dijatuhi hukuman hilangnya kemerdekaan. 9. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitasi yang dapat mendukung fungsi rehabilitasi, koreksi, dan edukasi dalam sistem pemasyarakatan. 2.1.3.3 Tujuan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan memiliki tujuan yang utama yaitu untuk melakukan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan sebagai akhir dari sistem pemidanaan dalam sistem peradilan pidana. Dilembaga pemasyarakatan terdapat suatu program pembinaan yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan, jenis kelamin, agama dan jenis tindak pidanana yang dilakukan narapidana tersebut. 6 Tujuan tersebut telah

20 disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari undang-undang yaitu agar narapidana dapat kembali ke masyarakat dan dapat berpartisipasi membangun bangsa. 2.1.3.4 Fungsi Pemasyarakatan Fungsi sistem pemasyarakatan dalam pasal 3 ayat (2) UU No.12 Tahun 1995 menyatakan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi untuk menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat sebagai anggota masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. 5 Pemasyarakatan juga berfungsi untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, sehingga dengan demikian sistem pemasyarakatan di Indonesia lebih didasarkan pada aspek pembinaan narapidana, anak didik pemasyarakatan, ataupun klien pemasyarakatan yang mempunyai ciri-ciri preventif, kuratif, rehabilitatif, dan edukatif. 13 2.1.3.5 Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan menjadi : 15 Lembaga Pemasyarakatan dibedakan berdasarkan klas atau daya tampungnya

21 1. Klas I memiliki kapasitas lebih dari 500 orang. 2. Klas II dibedakan menjadi Klas II A yang memiliki kapasitas antara 250 sampai 500 dan Klas II B memiliki kapasitas daya tampung kurang dari 250 orang. 3. Klas III Adapun klasifikasi yang dibedakan berdasarkan pelayanannya menjadi dua, yaitu : 15 1. Lembaga Pemasyarakatan Umum yang menampung narapidana laki-laki dewasa dengan rentang usia di atas 25 tahun. 2. Lembaga Pemasyarakatan Khusus yang di kelompokan lagi menjadi a. Lembaga Pemasyarakatan Khusus Wanita Dewasa yang memiliki rentang usia di atas 18 tahun atau sudah menikah b. Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak yang memiliki usia di bawah 18 tahun yang dibagi lagi menjadi khusus anak laki-laki dan anak perempuan. 2.1.4 Asas Dalam Sistem Pembinaan Sistem pembinaan pemasyarakatan dilakukan berdasarkan asas : 13,5 a. Pengayoman adalah perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga

22 binaan pemasyarakatan, juga memberikan bekal kehidupan kepada mereka agar menjadi warga yang berguna dalam masyarakat. b. Persamaan perlakuan dan pelayanan adalah memberikan perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan pemasyarakatan dengan sama tanpa membeda-bedakan individu. c. Pembinaan dan pendidikan dilakukan berdasarkan pada pancasila yaitu penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian dan berkesempatan untuk beribadah. d. Penghormatan harkat dan martabat sebagai manusia e. Kehilangan kemerdekaan sebagai satu-satunya penderitaan f. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orangrang tertentu yang artinya mereka harus tetap didekatkan dengan masyarakat dan tidak boleh dijauhkan dari masyarakat meskipun hanya dalam bentuk kunjungan, hiburan ke lembaga pemasyarakatan, dan kesempatan bertemu sahabat dan keluarga dalam program cuti mengunjungi keluarga. 2.2 Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banceuy Jawa Barat Lembaga Pemasyarakaratan Klas II A Banceuy Bandung Jawa Barat beralamat di jalan Soekarno Hatta No. 187 A Bandung, sebelumnya beralamat di jalan Banceuy No. 8 Bandung. Berdasarkan Surat Menteri Kehakiman RI No. W8.UM.01.06.245 A tanggal 30 September 1990 tentang pembentukan lembaga

23 pemasyarakatan narkoba, Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banceuy dijadikan tempat pembinaan narapidana kasus narkotika dari Kantor Wilayah Departemen Kehakiman DKI Jakarta dan Jawa Barat. 19 Visi dan Misi dari Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Banceuy adalah sebagai berikut : Visi : Pemulihan kesatuan hubungan hidup dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Misi : Melaksanaan pembinaan narapidana korban penyalahguna narkoba melalui program terapi terpadu agar mampu membebaskan narapidana dari ketergantungan narkoba dan tidak melanggar hukum lagi. 2.3 Kerangka Pemikiran Narapidana adalah warga binaan pemasyarakatan dan merupakan seseorang yang melakukan tindak pidana atau terpidana yang hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan. Narapidana terbagi menjadi narapidana non residivis atau narapidana baru dan narapidana residivis yaitu narapidana yang kembali melakukan tindak pidana yang sama dalam waktu kurang dari lima tahun. Kehilangan kemerdekaan dapat diartikan bahwa narapidana hilang kebebasannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti orang yang berada diluar lembaga pemasyarakatan yang dapat menentukan sendiri dalam memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersiernya seperti makan, minum, seksual, kasih

24 sayang, pakaian, tempat tinggal, bebas melakukan hobi dan bercengkrama dengan keluarga, teman dan siapapun, sehingga menjadi seorang narapidana adalah hal yang tidak menyenangkan, ketika seseorang direnggut kebebasannya seperti para narapidana yang segala kegiatannya ditentukan oleh pihak lembaga pemasyarakatan maka akan meningkatkan risiko terjadinya depresi pada narapidana.menjalani hidup dalam suasana yang baru yaitu sebagai narapidana, maka seorang individu dituntut untuk melakukan suatu adaptasi dengan pola-pola kehidupan yang baru sebagai narapidana. Etiologi depresi yang berdasarkan teori psikososial menyatakan bahwa peristiwa hidup yang tidak menyenangkan berhubungan erat dengan munculnya gejala depresi. Heinz Kohut mendefinisikan orang yang mengalami depresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa karena tidak menerima respon yang diinginkan.sesungguhnya lembaga pemasyarakatan untuk melatih agar seorang individu mampu kembali kemasyarakat dengan baik dan mampu bermasyarakat serta menyadari kesalahan yang telah dilakukannya. Narapidana yang mengalami depresi dapat ditentukan dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan Beck Depression Inventory (BDI). Alat ukur tersebut dapat menentukan depresi ringan, sedang, berat, sangat berat atau tidak mengalami depresi (normal) pada dua kelompok narapidana yaitu, narapidana non residivis dan residivis

25 Narapidana Non-Residivis Residivis Menjalani proses pembinaan Di lembaga pemasyarakatan Hilangnya Stigma AncamanPeristiwa hidup kemerdekaan negatif masa depan yang tidak menyenangkan Proses penyesuaian Psikologis Non-Residivis Residivis BDI BDI Tidak Depresi Depresi Tidak Depresi Depresi Ringan Sedang Berat Sangat Ringan Sedang Berat Sangat berat berat Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran