JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN:

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

SKRIPSI. ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L)

Keragaman Genetik Populasi Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) pada Hutan Rakyat di Jawa Berdasarkan Penanda RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

Jl. Lingkar Akademik kampus IPB Darmaga Po. Box 168 Bogor Telp , Fax

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

KERAGAMAN GENETIK EBONY (Diospyros celebica Bakh.) PROVENANSI AMARO KABUPATEN BARRU

KERAGAMAN SENGON SOLOMON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA UJI KETURUNAN DI HUTAN PERCOBAAN CIRANGSAD FIFI GUS DWIYANTI

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

Istomo, Iskandar Z. Siregar Dep. Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB ABSTRAK

SKRIPSI OLEH : HERMANYANTO LAIA / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

Keragaman Molekuler pada Tanaman Lili Hujan (Zephyranthes spp.) Molecular Variance in Rain Lily (Zephyranthes spp.)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

BAB III BAHAN DAN METODE

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

SKRIPSI. Oleh: ROSLINA HULU / AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki

Dengan demikian untuk memperoleh penotipe tertentu yang diinginkan kita bisa memanipulasi faktor genetik, faktor lingkungan atau keduaduanya.

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK BEBERAPA POPULASI IKAN BATAK (Tor soro) DENGAN METODE RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA (RAPD) 1

ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS

VARIASI GENETIK DAN TEKNIK PERBANYAKAN VEGETATIF CEMARA SUMATRA (Taxus sumatrana) HENTI HENDALASTUTI RACHMAT

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999)

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON

UJI LAPANG LACAK BALAK KAYU JATI DENGAN PENANDA RAPD NUR QALBI

KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK MAHONI (Swietenia macrophylla) DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

PROSIDING SEMINAR HASIL-HASIL PENELITIAN IPB Buku 2 Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

KARAKTERISTIK FENOTIPE MORFOMERISTIK DAN KERAGAMAN GENOTIPE RAPD (RANDOMLY AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA) IKAN NILEM (Osteochilus hasselti) DI JAWA BARAT

Latar Belakang Tujuan Penelitian Bahan dan metode Hasil & Pembahasan Kesimpulan

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman

Implikasi Genetik Metode Pembiakan Tanaman Shorea johorensis Foxw pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

KERAGAMAN GENETIK AREN ASAL SULAWESI TENGGARA BERDASARKAN MARKA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN SIRSAK (Annona muricata L.) DI JAWA BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) Skripsi

UJI PROVENANSI EBONI (Diospyros celebica Bakh) FASE ANAKAN

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

Alumnus Fakultas Kehutanan IPB *)Diterima : 29 September 2009; Disetujui : 13 Agustus 2010

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

The Origin of Madura Cattle

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 3 No. 1, Januari 2015 (91 102)

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

HUBUNGAN ANTARA KERAGAMAN DENGAN ISOENZIM DAN PERTUMBUHAN MERBAU (The Relationship on Isozyme Genetic Diversity and Growth of Merbau )

KERAGAMAN SENGON SOLOMON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) PADA UJI KETURUNAN DI HUTAN PERCOBAAN CIRANGSAD FIFI GUS DWIYANTI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENINGKATAN KUALITAS JATI PADA PERTANAMAN UJI KETURUNAN DI PERUM PERHUTANI KPH NGAWI DAN KPH CEPU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

RIAP TANAMAN ULIN (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn) DI KHDTK SAMBOJAKECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KERTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

ANALISIS KERAGAMAN DNA TANAMAN DURIAN SUKUN (Durio zibethinus Murr.) BERDASARKAN PENANDA RAPD

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth

BIO306. Prinsip Bioteknologi

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA


MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

KERAGAMAN GENETIK POPULASI SENGON (Paraserianthes falcataria (L) NIELSEN) PADA HUTAN RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RAPD RANNY DWITA OLIVIA

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak. keanekaragaman jenis. Gena spesies yang beranekaragam ini adalah modal

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

Ulfah J. Siregar Irdika Mansur

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999)

7 DETEKSI KERAGAMAN IN VITRO PLANLET LILI (Lilium, L) HASIL MUTASI DENGAN ISOZIM

SELEKSI PRIMER UNTUK ANALISIS KERAGAMAN GENETIK JENIS BITTI (Vitex coffassus)

Transkripsi:

Evaluasi Pertumbuhan dan Keragaman Genetik Tanaman Gunung (Dipterocarpus retusus blume.) dan (Dipterocarpus hasseltii blume.) Berdasarkan Penanda RAPD Growth and Genetic Variation Evaluation of Mountain and Based on RAPD Marker Detty Sumiyati 2, Fifi Gus Dwiyati 1, Istomo 1, dan Iskandar Z Siregar 1* 1 Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor 2 Alumni Fakultas Kehutanan IPB, Bogor Abstract Dipterocarpus hasseltii (palahlar) and Dipterocarpus retusus (mountain palahlar) are plant species o f Dipterocarpaceae family that originate from West Java which population is getting rare. Information about growth development and genetic variation of palahlar is important to support culturing program and its genetic conservation. One of the techniques to study palahlar growth is through observation of the plant height and stem diameter increment. DNA analysis is use to gain information of palahlar genetic diversity. One of the DNA based molecular marker widely used as plant genetic marker is RAPD. There were 2 primary that resulting the best amplifying quality in genetic diversity analysis that was OPO-13 dan OPY 20. Analysis result with POPGENE 32 was resulting average genetic diversity between classes as much as 0.1869. The biggest genetic diversity for palahlar was on the medium growth class as much as 0.2498 dan for mountain palahlar was in small growth class as much as 0.2240. Cluster analysis shows that there were 2 big groups that were medium-high growth class group and small growth class group. Dendrogram shows that there were 2 species in one group, that was palahlar and mountain palahlar that was in one group of small growth class. The closed genetic distance existed between medium growth class group of palahlar and high growth class group (0.0383), while the far distance is between palahlar of small growth class group with mountain palahlar of mediaum growth class group as much as 0.1826. Keywords: palahlar, plant height, stem diameter, genetic variation, DNA *Penulis untuk korespondensi, e-mail: siregar@ipb.ac.id Pendahuluan adalah nama daerah untuk beberapa jenis pohon dari famili Dipterocarpaceae. Di Jawa Barat terdapat beberapa pohon yang berasal dari famili tersebut di antaranya adalah Dipterocarpus hasseltii (palahlar) dan Dipterocarpus retusus (palahlar gunung). Kedua jenis tersebut saat ini populasinya sudah semakin sulit ditemukan. Menurut Al-Rasyid (1999), penyempitan luas hutan alam di Jawa Barat akibat konversi hutan menjadi salah satu faktor penyebab kelangkaan jenis palahlar. Selain itu, kegiatan penanaman (budi daya) juga belum dilakukan. Untuk mengatasi hal tersebut, Perum Perhutani telah bekerjasama dengan Tim Fakultas Kehutanan IPB untuk menyelamatkan palahlar dari kepunahan melalui percobaan penanaman pohon palahlar yang diharapkan dapat berkembang menjadi hutan tanaman. Secara teoritis diketahui bahwa sifat keragaman tumbuhan dapat diidentifikasi berdasarkan sifat fenotipe dan genotipe. Identifikasi tanaman berdasarkan sifat fenotipe dapat dilakukan dengan cara pengamatan pada tinggi tanaman dan pertumbuhan diameter batang, namun cara ini memiliki kelemahan yaitu adanya pengaruh lingkungan di sekitarnya, sehingga hasil identifikasi kurang akurat. Untuk memperkuat hasil identifikasi berdasarkan sifat fenotipe, perlu diteliti pengaruh dari faktor genetika terhadap keragaman pertumbuhan tanaman palahlar gunung dan palahlar. Berbagai teknik untuk menelaah sifat genotipe tumbuhan telah banyak dikembangkan seperti teknik isoenzim maupun dengan analisis DNA. Teknik isoenzim diketahui memiliki kelemahan dalam pendeteksian keragaman genetika di antara gen-gen yang memiliki hubungan dekat jika dibandingkan dengan analisis DNA. Analisis molekuler merupakan salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui faktor genetika. Salah satu penanda molekuler berbasis DNA yang telah banyak diaplikasikan sebagai penanda genetika tanaman adalah Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman palahlar dan palahlar gunung serta mengetahui hubungan antara faktor genetika dengan potensi pertumbuhan kedua tanaman.

Metode Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni November 2009 di kawasan hutan Perhutani wilayah kerja RPH Cigudeg, BKPH Jasinga, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten dan di Laboratorium Silvikultur Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB untuk analisis DNA. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman palahlar dan palahlar gunung berumur 3 tahun. Sumber benih palahlar berasal dari Cagar Alam Leuweung Sancang dan sumber benih palahlar gunung berasal dari Cakrabuana Sumedang. Bahan-bahan untuk proses ekstraksi DNA dan RAPD adalah silica gel, nitrogen cair, Tris-HCL, EDTA, NaCl, CTAB 10%, etanol, propanol, kloroform dan fenol, promega (green gotaq), primer OPO-06, OPY-09, OPO-16, OPY-20, dan OPO-13. Tahapan penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 1. Pengukuran di lapangan (tinggi dan diameter) Analisis data (kelas pertumbuhan tinggi, sedang, dan rendah) Kelas pertumbuhan tinggi A = 0 100 cm B = 101 200 cm C = > 200 cm Kelas pertumbuhan diameter A = 0,01 1,5 cm B = 1,6 2,5 cm C = > 2,5 cm Pengambilan contoh daun berdasarkan kelas pertumbuhan tinggi tanaman (masing-masing kelas pertumbuhan tinggi dari setiap jenis diambil 5 individu) Ekstraksi DNA Elektroforesis (agar 1%) Tidak Tidak PCR Seleksi primer Elektroforesis (agar 2%) PCR Interpretasi dan analisis data Gambar 1 Bagan alur tahapan penelitian. 110

Hasil dan Pembahasan Pertumbuhan tanaman Dalam penelitian ini pertumbuhan tanaman palahlar dan palahlar gunung dilihat berdasarkan parameter diameter dan tinggi tanaman. Setiap jenis tanaman memiliki dua perlakuan jarak tanam, yaitu jarak tanam 5 5 m dan jarak tanam 3 3 m. Tabulasi hasil pengukuran diameter dan tinggi rata-rata pada selang waktu 3 tahun (Agustus 2004 Juli 2009) serta persen hidup disajikan pada Tabel 1. Persen hidup yang paling tinggi terdapat pada tanaman dengan perlakuan jarak tanam 3 3 m untuk kedua jenis baik palahlar (78,33%) maupun palahlar gunung (63,33%). Daniel et al. (1987) menyebutkan bahwa penggunaan jarak tanam lebih rapat antara lain akan meningkatkan produktivitas kayu total menjadi lebih tinggi karena volume ini akan tersebar pada jumlah tanaman kecil-kecil lebih banyak, terutama pada awal rotasi. Tabel 1 Rata-rata hasil pengukuran pertumbuhan tanaman (D. hasseltii) dan Gunung (D. retusus) Jenis tanaman Blok Rata-rata pertumbuhan dalam selang waktu 3 Jumlah Persen hidup tahun* tanaman (Juli 2009) Diameter Tinggi hidup (%) (cm tahun -1 ) (cm tahun -1 ) D. hasseltii (D1J1)1 20 83,33 0,30 17,6 (D1J1)2 22 91,67 0,39 17,7 (D1J1)3 20 83,33 0,53 37,9 (D1J1)4 16 66,67 0,33 22,1 (D1J1)7 15 62,50 0,29 16,6 Jumlah (J1) 93 77,50 0,37 22,4 (D1J2)1 13 54,17 0,18 8,8 (D1J2)2 24 100,00 0,47 37,8 (D1J2)3 18 75,00 0,39 23,1 (D1J2)4 21 87,50 0,59 43,1 (D1J2)7 18 75,00 0,49 33,1 Jumlah (J2) 94 78,33 0,43 26,9 Total 187 77,91 0,39 24,6 D. retusus (D2J1)1 18 75,00 0,19 19,2 (D2J1)2 18 75,00 0,48 20,0 (D2J1)3 2 8,33 0,54 40,0 (D2J1)4 9 37,50 0,52 44,3 (D2J1)7 11 45,83 0,37 29,0 Jumlah (J1) 58 48,33 0,43 32,1 (D2J2)1 19 79,17 0,22 19,9 (D2J2)2 24 100,00 0,45 29,4 (D2J2)3 11 45,83 0,35 32,8 (D2J2)4 16 66,67 0,46 38,9 (D2J2)7 6 25,00 0,54 31,1 Jumlah (J2) 76 63,33 0,34 26,0 Total 134 55,83 0,39 29,0 *(Agustus 2005 Juli 2009) Keterangan : D1 = D. hasselti; D2 = D. retusus; J1 = jarak tanam 5 5 m; J2 = jarak tanam 3 3 m; 1, 2,...,7 = blok 1, 2,...,7. 111

Selain jarak tanam, salah satu faktor yang berpengaruh penting dalam pertumbuhan ini adalah kondisi lapangan, seperti kelerengan, naungan yang berpengaruh terhadap intensitas cahaya, dan intensitas curah hujan yang terjadi. Di antara faktor di atas, salah satu faktor terpenting adalah tingkat naungan di lapangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Wardani (1989) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tinggi anakan jenis Dipterocarpaceae sangat dipengaruhi oleh tingkat naungan. Pada tingkat naungan berat dan pada tingkat naungan terlalu ringan pertumbuhan tingginya menjadi berkurang. Pertumbuhan tinggi maksimum dapat dicapai pada tingkat naungan sedang. Hasil analisis data menunjukkan bahwa, rata-rata pertumbuhan tinggi adalah 24,61 cm th -1 untuk palahlar dan 29,1 cm th -1 untuk palahlar gunung. Sementara untuk pertumbuhan diameter rata-rata kedua jenis adalah 0,39 cm th -1. Untuk memudahkan dalam menganalisis struktur pertumbuhan tanaman, pertumbuhan tinggi dan diameter kedua jenis tanaman dalam penelitian ini digolongkan dalam 3 kelas pertumbuhan yaitu, kelas A, B, dan C. Kelas pertumbuhan tinggi dibagi menjadi kelas A (0 100 cm), kelas B (101 200 cm) dan kelas C ( > 200 cm). Sedangkan kelas pertumbuhan diameter dibagi menjadi kelas A (0,01 1,50 cm), kelas B (1,60 2,50 cm) dan kelas C ( > 2,50 cm). Hasil analisis struktur pertumbuhan tinggi tanaman disajikan pada Gambar 2 dan hasil analisis struktur diameter tanaman disajikan pada Gambar 3. Kelas pertumbuhan tinggi palahlar dan palahlar gunung Jumlah tanaman A (0 100 cm) B (101 200 cm) C (> 200 cm) gunung Gambar 2 Grafik kelas pertumbuhan tinggi palahlar dan palahlar gunung. Kelas pertumbuhan tinggi palahlar dan diameter palahlar gunung Jumlah tanaman A (0,01 1,5 cm) B (1,6 2,5 cm) C (> 2,6 cm) gunung Gambar 3 Grafik kelas pertumbuhan diameter palahlar dan palahlar gunung. 112

Hasil analisis struktur pertumbuhan tinggi tanaman pada Gambar 2 menunjukkan bahwa kelas pertumbuhan tinggi A mendominasi, baik untuk jenis palahlar (total 129 tanaman) maupun untuk jenis palahlar gunung (total 88 tanaman). Berdasarkan jarak tanam, tanamana palahlar dengan jarak tanam 3 3 m memiliki jumlah tanaman hidup yang paling tinggi yaitu 94 tanaman, sedangkan palahlar dengan jarak tanam 5 5 m yang hanya terdapat 93 tanaman. Pada tanaman palahlar gunung dengan jarak tanam 3 3 m terdapat 76 tanaman hidup, dan hanya 58 tanaman hidup ditemukan pada jarak tanam 5 5 m. Hasil analisis struktur pertumbuhan diameter tanaman pada Gambar 3 menunjukkan bahwa dari ketiga kelas pertumbuhan, palahlar memiliki jumlah yang paling banyak dibanding palahlar gunung. Dari kedua jenis tanaman tersebut, yang paling mendominasi untuk palahlar adalah M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Gambar 4 Foto hasil seleksi primer. Ket: M (Marker), 1 (D1 OPO-06), 2 (D1 OPY-09), 3 (D1 OPO-13), 4 (D1 OPO-16), 5 (D1 OPY-20), 6 (D2 OPO-06), 7 (D2 OPY-09), 8 (D2 OPO-13), 9 (D2 OPO- 16), 10 (D2 OPY-20). Kelas A Kelas B Kelas C M 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 2000 bp 500 bp 300 bp Gambar 5 Hasil proses PCR-RAPD menggunakan primer OPO-13 pada palahlar. 113

kelas A dengan jumlah 75 tanaman untuk jarak tanam 5 5 m, 59 tanaman untuk jarak tanam 3 3 m dan untuk palahlar gunung adalah 46 tanaman untuk jarak tanam 5 5 m dan 54 tanaman untuk jarak tanam 3 3 m. Jumlah tanaman terkecil adalah kelas C dengan jumlah total sebesar 13 tanaman untuk palahlar dan 9 tanaman untuk palahlar gunung. Keragaman genetika Penelitian keragaman genetika dari 3 kelas pertumbuhan dilakukan menggunakan penanda RAPD yang dapat digunakan untuk mengetahui informasi keragaman genetika dan hubungan kekerabatan antar kelas pertumbuhannya, sehingga didapatkan gambaran penyebaran genetika. Hal ini merupakan salah satu langkah penting, terutama pada usaha eksplorasi sumber-sumber genetika dalam rangka program pemuliaan. Analisis DNA palahlar dengan penanda RAPD dilakukan pada bahan tanaman yang telah dipilih berdasarkan kelas pertumbuhan tinggi tanaman. Untuk masing-masing kelas pertumbuhan tinggi kelas A, B, dan C dari setiap jenis palahlar diambil 5 individu secara acak, sehingga total bahan tanaman yang diujicobakan adalah 30 contoh. Seleksi primer pada teknik RAPD diujicobakan pada bahan tanaman dengan 5 primer yang dipilih secara acak. Hasil seleksi primer disajikan pada Gambar 4. Hasil percobaan menunjukkan bahwa terdapat 4 primer untuk jenis palahlar (D1) dan 3 primer untuk jenis palahlar gunung (D2) yang mampu menghasilkan produk amplifikasi yaitu OPO-06, OPO-16, OPY-20, dan OPO-13 untuk tanaman palahlar dan OPO-06, OPY-20, dan OPO-13 untuk tanaman palahlar gunung. Dari 4 primer palahlar dan 3 primer palahlar gunung yang teramplifikasi, diambil 2 primer yang sama antara kedua jenis tanaman tersebut yang memiliki jumlah pita polimorfik terbanyak yaitu primer OPO-13 dan OPY-20 (Tabel 2). Selanjutnya kedua primer tersebut digunakan untuk mengamplifikasi 30 contoh DNA dari dua spesies. Hasil PCR menunjukkan terdapat pita yang berbeda-beda (polimorfik) baik antara primer maupun dalam primer yang digunakan (Gambar 5). Skoring dilakukan dengan melihat pola pita hasil PCR, yang kemudian dimasukkan dalam program POPGENE 32 untuk menampilkan dendrogram. Berdasarkan pengamatan skoring lokus pada jenis palahlar dan palahlar gunung keragaman genetika dapat diukur dengan menggunakan parameter-parameter berupa jumlah alel yang diharapkan (na), jumlah alel yang diamati (ne), keragaman gen (He), dan persen lokus polimorfik (PLP). Hasil analisis keragaman genetika kedua jenis disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil pengukuran keragaman genetik dalam populasi (Nei s 1972) Populasi n na ne He PLP (Kelas A) 5 1,3636 1,1612 0,1024 36,36% (Kelas B) 5 1,7727 1,4021 0,2498 77,27% (Kelas C) 5 1,5455 1,3291 0,1896 54,55% gunung (Kelas A) 5 1,6818 1,3797 0,2240 68,18% gunung (Kelas B) 5 1,6364 1,2711 0,1771 63,64% gunung (Kelas C) 5 1,5909 1,2795 0,1784 59,09% Rata-rata 1,5984 1,3038 0,1869 59,84% Keterangan: n = jumlah contoh; na = jumlah alel yang diamati; ne = jumlah alel yang efektif; He = heterozigitas harapan (keragaman gen); PLP = Persen Lokus Polimorfik. Tabel 4 Jarak genetik antar kelas diameter tanaman palahlar dan palahlar gunung Populasi (Kelas A) (Kelas B) (Kelas C) gunung (Kelas A) gunung (Kelas B) gunung (Kelas C) (Kelas A) ***** (Kelas B) 0,1280 ***** (Kelas C) 0,1301 0,0383 ***** gunung (Kelas A) 0,0644 0,1144 0,1138 ***** gunung (Kelas B) 0,1826 0,0846 0,0993 0,1293 ***** gunung (Kelas C) 0,1379 0,0509 0,0548 0,1306 0,0569 ***** 114

Hasil pengukuran keragaman genetika pada Tabel 3 menunjukkan bahwa populasi tanaman palahlar dan palahlar gunung memiliki nilai rata-rata na, ne, dan He masing-masing sebesar 1,5984, 1,3038, dan 0,1869. Nilai rata-rata (He) dari kedua jenis tanaman sebesar 0,1869 (18,69%) yang menunjukkan keragaman genetika populasi yang tinggi. Finkeldey (2005) menjelaskan bahwa rata-rata He untuk pohon tropis cukup tinggi yaitu sebesar 19,1%. Besarnya nilai He yang tinggi dapat diartikan bahwa keragaman gen di alam untuk kedua jenis tanaman masih tersedia dalam jumlah yang banyak, sehingga diharapkan bahwa kedua jenis tanaman di alam dapat menghasilkan keturunan yang baik serta mampu bertahan dari kepunahan akibat penurunan kualitas gen. Data hasil pengukuran keragaman genetika juga diketahui bahwa populasi palahlar, kelas pertumbuhan B memiliki nilai na sebesar 1,7727, ne sebesar 1,4021, dan He sebesar 0,2498 yang merupakan nilai tertinggi. Sedangkan untuk populasi palahlar gunung, kelas pertumbuhan A memiliki nilai na sebesar 1,6818, ne sebesar 1,3797, dan He sebesar 0,2240 yang merupakan nilai tertinggi. Variasi antarpopulasi menunjukkan jarak genetika antar populasi atau hubungan kekerabatan antar 2 populasi. Berdasarkan perhitungan jarak genetika antarkelas pertumbuhan jenis palahlar dan palahlar gunung pada Tabel 4 diketahui bahwa jarak genetika terdekat terdapat pada kelas pertumbuhan C dan B pada tanaman palahlar (0,0383) begitu pula pada jenis palahlar gunung jarak terdekatnya ditemukan pada kelas pertumbuhan C dengan kelas B (0,0569). Kelas pertumbuhan B dan C untuk kedua jenis tanaman memiliki hubungan kekerabatan yang dekat yang terlihat dari jarak genetika antar kelas pertumbuhannya sangat kecil yaitu sebesar 0,04 (palahlar) dan 0,06 (palahlar gunung). Pada pertumbuhan kelas B dan C memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat, begitu pula jarak genetika antar kelas A dengan kelas B atau kelas C selang perbedaannya atau jaraknya tidak begitu jauh. Hal ini dikarenakan letak geografis pada lahan penanaman yang berdekatan serta sumber benih yang sama untuk setiap individunya. Secara umum, pengelompokan pohon plus memperlihatkan hubungan yang nyata dengan distribusi geografis dari pohon-pohon tersebut. Hal tersebut dapat digambarkan pada dendrogram yang disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 Dendrogram jarak genetik kelas pertumbuhan tinggi tanaman palahlar dan palahlar gunung berdasarkan metode Nei (1973). 115

Secara umum dapat digambarkan bahwa untuk kedua jenis tanaman terdapat pengelompokan kelas pertumbuhan secara genetika yaitu kelompok kelas pertumbuhan sedang besar (kelas B dan C) dan kelompok kelas pertumbuhan kecil (kelas A). Dapat dilihat dalam Gambar 6, kelompok satu yaitu kelas pertumbuhan A untuk jenis palahlar dan palahlar gunung. Kelompok dua terdiri dari subkelompok, subkelompok pertama kelas pertumbuhan B dan C untuk palahlar serta kelas C untuk palahlar gunung, sedangkan sub kelompok kedua yaitu kelas pertumbuhan B untuk palahlar gunung. Pengamatan secara morfologi (pertumbuhan diameter dan tinggi) untuk palahlar gunung tidak berbanding lurus dengan pengamatan genetikanya. Kelas pertumbuhan C (pengamatan morfologi) untuk palahlar gunung merupakan kelas yang memiliki karakteristik pohon yang bagus dibandingkan dengan yang lainnya, sedangkan secara genetika palahlar gunung dari kelas pertumbuhan A memiliki keragaman yang tinggi, sehingga memiliki jarak genetika yang jauh dengan tanaman palahlar gunung yang lainnya. Oleh karena itu, tanaman palahlar gunung dari kelas A dapat digunakan dalam strategi konservasi mengingat jarak genetika jauh dan memiliki morfologi yang cukup bagus maka tanaman tersebut diharapkan akan menghasilkan keturunan yang memiliki kualitas yang tinggi. Begitupula dengan jenis palahlar, pengamatan secara morfologi maupun genetika tidak sebanding atau tidak berbanding lurus. Secara morfologi kelas C merupakan kelompok tanaman yang memiliki kualitas yang paling bagus, akan tetapi dilihat secara genetikanya kelas pertumbuhan B merupakan kelompok tanaman yang memiliki keragaman yang tinggi. Kesimpulan 1 Keragaman genetika berdasarkan hasil analisis POPGENE 32 menunjukkan bahwa untuk palahlar kelas pertumbuhan B merupakan kelas dengan nilai na (1,7727), ne (1,4021), dan He (0,2498) tertinggi. Sedangkan untuk palahlar gunung, kelas pertumbuhan A memiliki nilai na (1,6818), ne (1,3797), dan He (0,2240) tertinggi. 2 Hubungan kekerabatan terdekat untuk palahlar terbentuk antara kelas pertumbuhan C dengan B (0,0383) sedangkan untuk palahlar gunung antara kelas pertumbuhan B dengan C (0,0509) dan hubungan kekerabatan terjauh yaitu antara kelas pertumbuhan A dan C (palahlar) sebesar 0,1301 serta sebesar 0,1826 pada kelas pertumbuhan A dan B untuk palahlar gunung. 3 Analisis gerombol menunjukkan bahwa untuk kedua jenis tanaman terdapat dua pengelompokan. Kelompok pertama terdiri dari kelas pertumbuhan sedang besar (kelas B dan C) dan kelompok kelas pertumbuhan kecil (kelas A) dengan rata-rata keragaman gen dari kedua jenis sebesar 18,69% (cukup tinggi), sehingga keragaman gen di alam untuk kedua jenis tanaman masih tersedia dalam jumlah yang banyak. Saran Mengingat keragaman genetika masih tinggi (18,69%), maka tanaman palahlar dan palahlar gunung pada petak contoh penelitian dalam jangka panjang dapat dikembangkan sebagai kebun benih. Daftar Pustaka Al-Rasyid H. 1999. Sejarah dan Perjalanan Pembuatan Tegakan Dipterocarpaceae di Jawa. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Status Silvikultur Yogyakarta Agustus 1999. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan. Daniel TW, Helms JA, Baker, FS. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur edisi ke-2. Marsono DJ, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Principles of Silviculture. Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Jamhuri E, Siregar IZ, Siregar UJ, Kertadikara AW, penerjemah; Gottingen: Institute of Forest Genetics and Forest tree Breeding Georg-August-University- Gottingen. Wardani M. 1989. Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan anakan Dipterocarpus hasseltii Bl. Buletin Penelitian Hutan 515:11 17. 116