Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI STRES DENGAN AGRESIVITAS PADA ANGGOTA KEPOLISIAN RESKRIM DI JAKARTA

Bab 3. Metode Penelitian

Bab 5. Simpulan, Diskusi dan Saran

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang -

ANALISA DAN EVALUASI BULAN JUNI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

Pelanggaran Hak-Hak Tersangka 2013 Wednesday, 01 January :00 - Last Updated Wednesday, 22 January :36

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin.

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua unsur yang paling penting dalam

ANALISA DAN EVALUASI BULAN APRIL TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

I. PENDAHULUAN. Kajian mengenai rasa takut menjadi korban kejahatan (fear of crime) telah

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan. kekuasaan belaka. Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang

LAPORAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN FEBRUARI DIBANDING BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

LAPORAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN MARET DIBANDING BULAN FEBRUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. (narkotika, zat adiktif dan obat obatan berbahaya) khususnya di kota Medan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi

BAB III PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profesi sebagai polisi mempunyai nilai penting dalam menentukan tegaknya

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

2011, No Menetapkan : Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

LAMPIRAN. 1. Apakah ada penyidik khusus untuk judi online? 5. Sebelum melakukan penangkapan, tindakan apa yang dilakukan oleh penyidik?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

LAPORAN BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

BAB I PENDAHULUAN. dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERAN SERTA MASYARAKAT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

BAB I PENDAHULUAN. pidana menjadi sorotan tajam dalam perkembangan dunia hukum.

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan terjadinya kesenjangan sosial di masyarakat yang dapat. mengenai pembegalan yang meresahkan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. positif dari pembangunan tersebut antara lain semakin majunya tingkat

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (POLRI) sangatlah penting. Kehadiran POLRI dirasakan

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TENTANG PENANGKAPAN

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING)

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

I. PENDAHULUAN. kereta api, maka di butuhkan pula keamanan dan kenyamanan kereta api. Masalah

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

Transkripsi:

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kekerasan maupun pembunuhan bukanlah hal yang asing lagi bagi masyarakat, sudah banyak tindak kriminalitas yang terjadi di jaman sekarang ini. Pelakunya pun tak hanya segelintir dari masyarakat Indonsia tapi anggota kepolisian pun juga dapat melakukan hal tersebut. Telah terjadi kekerasan terhadap dua orang mahasiswa UPI yang dilakukan oleh Kanit Reskrim Polsek Padang Timur pada tanggal 23 Januari 2013, karena dikira hendak melawan polisi. Pemukulan ini terjadi saat polsek Padang Timur melakukan razia helm pada pengendara sepeda motor (Pratomo, 2013). Kemudian, telah terjadi penembakan yang dilakukan anggota polisi Reskrimsus Polda Jawa Tengah pada tanggal 13 Juli 2014 terhadap seorang suami pembantu rumah tangga. Hal ini terjadi karena korban mengancam ibu pelaku yang diduga mencampuri urusan rumah tangga korban. Pelaku yang tidak senang dengan perilaku korban pun mendatangi rumahnya untuk meminta keterangan, namun terjadi percekcokan antara pelaku dan korban yang berujung pada penembakan (Assifa, 2014). Kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian bisa terjadi kapan saja baik saat bertugas maupun pada saat tidak bertugas. Seperti yang masyarakat ketahui Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara untuk menegakkan hukum yang bertugas untuk memelihara keamanan negara. Kepolisian terbagi dalam bidang seperti Lalu Lintas (Lantas), Intelejen, Brimob, Harkam, dan Reserse Kriminal (Reskrim). Menurut Bapak AKBP Robert Da Costa, SIK, M. Hum (komunikasi langsung, 27 Desember 2013), selaku Kepala Unit Tindak Pidana Umum Subdit Tiga Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Reskrim adalah satuan fungsi teknis Polri yang bertugas melaksanakan penegakan hukum dan berbeda dengan bagian Polri lain yang hanya melakukan pencegahan saja. Tugas reskrim lebih tepatnya melakukan upaya penegakan hukum dengan melaksanakan Penyelidikan dan Penyidikan. Reskrim pun memiliki dua bagian yaitu kriminal umum (krimum) dan kriminal khusus (krimsus). Biasanya kasus-kasus yang ditangani polisi reskrim umum adalah kasus penipuan, pencurian, perjudian, women trafficking, kekerasan dalam

rumah tangga dan lainnya serta untuk kasus kriminal khusus salah satunya adalah pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Perbedaan polisi reskrim dan polisi bagian lainnya dimana polisi reskrim sendiri harus mengalami kejahatan yang tidak terlihat contohnya seperti penipuan, perjudian bersifat terselubung, sedangkan untuk bagian polisi lainnya seperti Sabhara, mereka dihadapkan dengan pelaku anarki yang aksinya jelas terlihat. Menurut Wasono (2014) dalam penelitiannya mengenai perbandingan rating peristiwa yang menimbulkan stres antara anggota kepolisian fungsi reserse dan Sabara di Jakarta, ditemukan ada lima kejadian yang menempati urutan tertinggi dalam rating stres untuk fungsi reserse yaitu ikut berpartisipasi dalam korupsi di kepolisian, diskors, penyalahgunaan obat-obatan terlarang secara pribadi, mengonsumsi alkohol saat bertugas dan terlibat secara pribadi dalm peristiwa penembakan (Wasono, 2014). Bapak Robert selaku Kanit Tipidum Subdit Lima Mabes Polri pun mengatakan bahwa beliau dan anggotanya merasakan tekanan saat berhadapan langsung dengan pelaku kejahatan yang sudah terorganisir dan profesional, dengan kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi bisa membahayakan anggota kepolisian dan masyarakat (komunikasi langsung, 27 Desember 2013). Sebuah survei yang dilakukan oleh The Bureu of Labor di Amerika Serikat menyatakan bahwa polisi termasuk kedalam sepuluh pekerjaan yang memiliki resiko kematian tertinggi (Widi,2011). Meskipun kasus kriminalnya berbeda namun prosedur pelaksanaan reskrim tetaplah sama yaitu melalui penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan adalah tindakan penyelidik untuk mencari suatu peristiwa yang diduga tindak pidana untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, serta penyidikan adalah cara yang diatur dalam undang - undang serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu berguna untuk membuat jelas tindak pidana yg terjadi dan menemukan tersangkanya (Undang-Undang No 8 Tahun 1981 KUHP Pasal 1 ayat 5 dan ayat 2). Untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tersebut anggota kepolisian memiliki wewenang tersendiri dalam melakukan kedua prosedur tersebut. Hal ini seperti yang tertuang dalam Undang Undang nomor 8 tahun 1981 KUHP Pasal 5 ayat 1(a) dan pasal 7 ayat 1(a) yaitu penyelidikan adalah menerima laporan atau pengaduan seseorang tentang tindak pidana, mencari keterangan atau bukti menyuruh berhenti seseorang serta menanyakan tanda

pengenal dan lain sebagainya. Sedangkan wewenang penyidik antara lain adalah melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan lain-lain. Para anggota kepolisian reskrim memiliki wewenang yang mutlak dalam penyelidikan dan penyidikan, tetapi terkadang mereka juga mengalami kesulitan memperoleh data, dimana data tersebut dapat membantu mereka untuk mencapai tujuannya yaitu menegakkan hukum. Menangani pelaku kejahatan tersebut, anggota kepolisian memiliki prosedur tersendiri untuk bertindak apabila pelaku kejahatan melakukan perlawanan fisik. Prosedur telah ditetapkan, namun tidak dipungkiri bahwa menjadi anggota kepolisian cukup beresiko, terlebih lagi para anggota kepolisian harus berhadapan langsung dengan para kriminal yang dapat membahayakan keselamatan diri dan masyarakat. Resiko dalam pekerjaan anggota kepolisian reskrim bukanlah resiko yang ringan. Segala sesuatunya harus dijalankan sesuai prosedur yang telah ditetapkan, namun ada pula sanksi yang diberikan, jika anggota kepolisian melakukan pelanggaran terhadap prosedur yang ada. Kondisi tersebut dapat menjadi sebuah tekanan bagi anggota kepolisian reskrim, dimana ada dua sisi yang harus mereka hadapi. Sisi pertama mereka harus menegakkan hukum dan menjalankan prosedur yang ada. Namun disisi lain mereka harus melindungi diri sendiri dari ancaman-ancaman yang diberikan oleh pelaku kejahatan. Tekanan yang dihadapi oleh anggota reskrim dalam bekerja dapat menyebabkan terjadinya stres. Stres sendiri didefinisikan sebagai respon seseorang terhadap suatu kejadian yang menantang atau mengancam (Feldman, 2005). Berdasarkan hasil survei di Amerika diketahui bahwa pekerjaan sebagai polisi termasuk dalam sepuluh pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi (Kurniawan, 2013). Stres polisi terbagi menjadi tiga yaitu pertama di luar departemen polisi yang meliputi keputusan pengadilan yang tak menguntungkan, ketiadaan dukungan masyarakat, dan potensi kekerasan warga bahkan ketika berhadapan dengan penyelidikan lalu-lintas rutin atau pertengkaran rumah tangga. Kedua sumber internal, yang meliputi gaji rendah, kemajuan karir yang terbatas, pengembangan atau perangsang profesional yang kecil, dan ketiadaan dukungan administratif dan ketiga penyebab stres yang berasal pada peran polisi itu sendiri, termasuk perputaran shift, kerja administratif yang berlebihan, dan harapan publik bahwa polisi harus menjadi semua hal terhadap semua orang (Yusuf, 2009). Banyak sumber stres yang dimiliki anggota kepolisian reksrim. Namun terjadinya stres atau tidak tergantung dari persepsi

mereka mengenai stres itu sendiri. Cohen, Kamarack and Mermelstein mendefinisikan persepsi terhadap stress adalah sejauh mana individu menemukan kehidupannya yang tidak terduga, beban yang berlebihan dan tidak dapat dikontrol mencakup intrapersonal, interpersonal atau situasi ekstrapersonal dalam kehidupan seseorang dipersepsikan sebagai stress (dalam Yarcheski, Mahon, Yarcheski & Hanks, 2010). Sumber-sumber intrapersonal, interpersonal atau situasi ekstrapersonal akan berdampak somatik dan behavioral. Untuk somatik dampaknya seperti sering lupa, mengalami kegelisahan cemas, berkeringat, insomnia atau cepat marah. Untuk dampak secara behavioral yang menimbulkan agresi seperti membanting barang, memukul meja, memukul orang, dan lain-lain (Koeswara dalam Mumtahinnah, 2011). Berbeda dengan dampak secara somatik, dampak secara behavioral yaitu agresi, dapat merugikan orang lain. Aronson mendefinisikan bahwa agresivitas adalah perbuatan sengaja yang bertujuan untuk merugikan orang lain atau menyakiti orang lain (Aronson, Wilson & Akert, 2007). Perilaku agresi dapat terjadi pada semua orang, termasuk pada anggota kepolisian. Di Indonesia sendiri, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat sejak Januari hingga November 2013 telah terjadi 709 kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian. Dari angka kekerasan tersebut 4.569 warga sipil menjadi korban, ini merupakan jumlah yang cukup besar khususnya jika dibandingkan dengan angka yang terjadi pada 2012 sebanyak 448 kasus kekerasan dan 2011 sebanyak 112 kekerasan (Zulfikar, 2013). Hal ini mengindikasikan semakin bertambahnya tahun agresivitas para polisi semakin meningkat. Menurut Buss and Perry agresivitas memiliki empat dimensi. Pertama adalah Physical Aggression yaitu kecenderungan untuk melukai orang lain dengan melakukan tindakan fisik seperti memukul. Kedua adalah Verbal Aggression yaitu menyakiti atau merugikan orang lain merupakan komponen motor dalam perilaku. Ketiga ada Anger yang melibatkan dorongan fisiologis dan persiapan dalam agresi merupakan komponen emosional dan afeksi perilaku. Serta keempat Hostillity yaitu perasaan sakit atau ketidakadilan merupakan komponen kognitif perilaku (Buss and Perry,1992). Dari penjelasan yang telah dijabarkan dalam paragraf-paragraf sebelumnya, peneliti berasumsi bahwa ada hubungan antara persepsi stres dengan agresivitas pada

anggota kepolisian reskrim di Jakarta, dilihat dari fenomena yang terjadi dan keterkaitan dengan teori-teori yang sesuai dengan fenomena yang ada. 1.2 Rumusan Masalah Adakah hubungan antara persepsi stres dengan agresivitas anggota kepolisian reskrim di Jakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk melihat bagaimana persepsi stres yang dialami oleh anggota kepolisian reskrim saat mengalami tekanan ketika sedang menjalani tugasnya, serta melihat bagaimana tingkat agresivitas yang dimiliki oleh anggota kepolisian reskrim dan juga ingin melihat hubungan antara persepsi stres dengan tingkat agresivitas yang dimiliki anggota kepolisian reskrim di Jakarta.