LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II. SEDIAAN INJEKSI RINGER LAKTAT R~en~L. Di susun oleh: : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Injeksi Atropin Sulfas

1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan.

Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian

I. SYARAT-SYARAT PEMBAWA/PELARUT HARUS INERT SECARA FARMAKOLOGI DAPAT DITERIMA DAN DISERAP DENGAN BAIK OLEH TUBUH TIDAK TOKSIS DALAM JUMLAH YANG DISUN

PENGENALAN PERBEKALAN STERIL

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana praformulasi injeksi Difenhidramin HCl? Bagaimana formulasi injeksi Difenhidramin HCl?

Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan.

Nama Alat Fungsi Cara Kerja Alat Cara Membersihkan 1. Labu Ukur Untuk mengencerkan suatu larutan.

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

BAB 3: UJI SEDIAAN OBAT

Makalah Praktikum. Teknologi Formulasi Grup A. Sediaan Steril. Injeksi Aminofillin 2,4%

SEDIAAN OBAT MATA PENDAHULUAN

FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

LAPORAN PRATIKUM FISIKA FARMASI PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

Pengertian Persiapan:

II. LANDASAN TEORI II.1

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI

BAB I PENDAHULUAN. 2. TUJUAN Mampu memeriksa kadar Nitrat dalam air.

BAB III METODOLOGI. Universitas Sumatera Utara

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis Penelitian ini adalah penelitian analitik. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analis Kesehatan

LAPORAN PRATIKUM FISIKA FARMASI PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN IX PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT (REKRISTALISASI, SUBLIMASI, DAN TITIK LELEH)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Percobaan 1 PENGGUNAAN ALAT DASAR LABORATORIUM

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI LARUTAN NaOH

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS :

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi

BAB III. METODE PENELITIAN

MATERIA MEDIKA INDONESIA

PANDUAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI KLINIK DAN LINGKUNGAN

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

III. TANGGUNG JAWAB 1...yang bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur tetap ini. 2.. selaku supervisor dalam pelaksanaan prosedur tetap ini.

SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL)

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :

JURNAL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PERTANIAN. PENGENALAN ALAT Dan STERILISASI ALAT : MHD FADLI NST NIM : : AGROEKOTEKNOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENENTUAN TITIK LEBUR UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 PENENTUAN TITIK LEBUR

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan

ISONIAZID Nama resmi : Isoniazidum Sinonim : Isoniazid, isonicotinic acid hydrazide; isonicotinoylhydrazin, isonicotinylhydrazine RM / BM : C 6 H 7

10); Pengayak granul ukuran 12 dan 14 mesh; Almari pengenng; Stopwatch;

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAGAIMANA HUBUNGAN ANTARA SIFAT BAHAN KIMIA SEHARI-HARI DENGAN STRUKTUR PARTIKEL PENYUSUNNYA? Kegiatan 2.1. Terdiri dari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia dan

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

1. Werthein E, A Laboratory Guide for Organic Chemistry, University of Arkansas, 3 rd edition, London 1953, page 51 52

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer

Suspensi. ALUMiNII HYDROXYDUM COLLOIDALE. Aluminium Hidroksida Koloidal. Alukol

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Jahe untuk bahan baku obat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mouthwash dari Daun Sirih (Piper betle L.)

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Titik Leleh dan Titik Didih

BAB 3. BAHAN dan METODE. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah : 1. KCKT. 5. Erlenmeyer 250 ml. 6. Labu ukur 10 ml, 20 ml, 1000 ml

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih

BAB III METODELOGI PENELITIAN

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 2 PENENTUAN KADAR KLORIDA. Senin, 21 April Disusun Oleh: MA WAH SHOFWAH KELOMPOK 1

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II KLOROKUIN FOSFAT

Transkripsi:

LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4% Di susun oleh: Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Tgl. Pratikum : 28 Oktober-4 November 2010 LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG 2010

SEDIAAN STERIL INJEKSI AMINOPHILIN 2,4 % I. TUJUAN Mahasiswa memahami pengertian sediaan injeksi, Mahasiswa mengetahui macam sediaan steril, Mahasiswa mengetahui syarat sediaan injeksi, Mahasiswa memahami prosedur pembuatan sediaan injeksi, Mahasiswa mengetahui dan memahami uji kualitas yang perlu dilakukan terhadap sediaan injeksi. II. DASAR TEORI Aminophilin : Butir atau serbuk putih atau agak kekuningan, bau amonia lemah, rasa pahit. Jika di biarkan di udara terbuka, perlahan-lahan kehilangan etilenadiamina dan menyerap karbondioksida dengan melepaskan teophilin. Larutan bersifat basa terhadap kertas lakmus. Tidak larut dalam etanol dan dalam eter. Larutan 1 gr dalam 25 ml air menghasilkan larutan jernih, larutan 1 gr dalam 5 ml air menghablur jika didiamkan dan larut kembali jika ditambah sedikit etilendiamina (Anonim, 1995). Injeksi Aminophyllin mengandung Teophylina, C 7 H 5 N 4 O 2, tidak kurang dari 73.5% dan tidak lebih dari 88.25% dari jumlah yang tertera pada etiket. Penetapan kadar Teophylina sejumlah volume injeksi yang diukur seksama setara dengan lebih kurang 300 mg aminofilina, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml, tambahkan air secukupnya hingga lebih kurang 40 ml, kemudian ammonia encer P, lanjutkan penetapan teopylina menurut cara yang tertera aminophyllinum, mulai dari tambahkan 20 ml perak nitrat 0.1 N, 1 ml perak nitrat 0.1 N setara dengan 3.005 mg C 2 H 8 N 2. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda, sebaiknya dalam wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya (Anonim, 1979).

Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007). - Pembuatan Produk Parenteral Bila formula suatu produk parenteral telah ditentukan, meliputi pemilihan pelarut atau pembawa dan zat penambah yang tepat, ahli farmasi pembuat harus mengikuti prosedur aseptis dengan ketat dalam pembuatan produk yang disuntikkan. Di sebagian besar pabrik daerah di mana produk parenteral dibuat dipertahankan bebas dari bakteri dengan cara menggunakan sinar ultra violet, penyaringan udara yang masuk, peralatan produksi yang steril seperti labu-labu, pipa-pipa penghubung, saringan-saringan dan pakaian pekerja disterilkan (Ansel, 1989). - Pengemasan, Pemberian Etiket dan Penyimpanan Obat Suntik Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan di dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda. Menurut definisi wadah dosis tunggal (Ansel,1989). Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat

dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi sampul dapat dihisap ke dalam alat suntik dengan jarum hipodermis. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup kembali dan digunakan lagi untuk suatu waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus. Jenis gelas untuk wadah produk parenteral telah ditentukan di Bab 5 dan sebaliknya diingat kembali. Jenis I, II, III adalah jenis yang untuk produk parenteral. Jenis yang paling tahan terhadap zat kimia adalah jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan sebagai wadah obat suntik tertentu dinyatakan dalam masing-masing monograf sediaan (Ansel, 1989). Satu persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah kejernihan. Sediaan itu harus jernih berkilauan dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu semua yang bergerak, senyawa yang tidak larut, yang tanpa disengaja ada. Termasuk pengotoran-pengotoran seperti debu, serat-serat baju, serpihan-serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas atau plastik atau tutup atau zat lain yang mungkin ditemui, yang masuk ke dalam produk selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemberian (Ansel,1989). Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam produk parenteral, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan selama pembuatan dan penyimpanan. Misalnya, larutan parenteral umumnya pada akhirnya disaring sebelum dimasukkan ke dalam wadah. Wadah harus dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan yang akan dimasukkan dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam larutan. Telah diakui, kadang-kadang ditemui beberapa zat tertentu dalam produk parenteral yang berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila wadah telah dipilih untuk dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat asing. Selama pengisian wadah, harus diperhatikan dengan sungguhsungguh proses pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran lain ke dalam wadah. Persyaratan penyaringan dan petunjuk aliran udara pada daerah produksi berguna dalam menurunkan kemungkinan pengotoran (Ansel, 1989).

III. ALAT DAN BAHAN Alat : Autoklaf Timbangan analitik Kertas saring Glassware Kertas saring Ampul Api bunsen / lampu spiritus Crussentang Bahan : Aminophilin Etilendiamin Aqua p.i. Karbo adsorben 0,1% IV. FORMULA R/ Aminophilin 2,4 Etildiamin 0,5 Aqua p.i. ad 100,0 ml V. PERHITUNGAN Perhitungan tonisitas berdasarkan penurunan titik beku : Rumus : B = 0.52 b1. C b2

Keterangan : B = jumlah bahan pembantu yang diperlukan (gr per 100 ml larutan) 0.25 = titik beku cairan badan / mata b1 = penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% b/v zat berkhasiat b2 = penurunan titik beku air yang disebabkan oleh penambahan 1% b/v zat tambahan C = kadar zat berkhasiat dalam % b/v Perhitungan tonisitas : B = 0.52 0.098 x 2.4 0.576 = 0.52 0,2352 = 0.494 g/100 ml 0.576 Jumlah bahan : Overmat = 150 + 15 ml = 165 ml - Aminophilin = 165/100 x 2,4 g = 3,96 g - NaCl = 165/100 x 0.494 g = 0,8151 g => 0,815 g - Carbo Adsorben = 165/100 x 0,1 g = 0,165 g - Aqua p.i. = ad 165 VI. CARA KERJA Hitung tonisitas larutan Buat aqua bebas CO 2 Timbang Aminophyllin Larutkan dengan sebagian aqua bebas CO 2 ph larutan antara 9,5 9,6

Timbang karbo adsorben Aktifkan karbo adsorben selama 5 10 menit Gojok larutan dengan karbo adsorben, diamkan Saring dengan kertas saring, diamkan hingga jernih Masukan larutan kedalam ampul 1 per 1 Tutup, sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 o C selama 20 menit Setelah dingin lakukan pengujian Beri etiket biru VII. PEMBAHASAN Pada saat pembuatan, banyak larutan yang menempel pada wadah atau kertas penyaring, maka dari itu diperlukan penambahan overmat yang cukup agar jumlah larutan mencukupi. Namun demikian saat dilakukan filling atau pengisian, sering terjadi kekurangan bahan, hal ini sering disebabkan karena banyak larutan yang menempel pada wadah, atau seringnya berpindah-pindah wadah sehingga banyak larutan yang hilang, Pada saat melakukan pengujian banyak terjadi penyimpangan. Yang pertama adalah penyimpangan volume hasil. Banyak ampul yang memiliki volume kurang dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena pengisian yang kurang tepat volumenya, atau larutan yang telah diisikan menguap pada waktu sealing. Penyimpangan yang kedua adalah banyak terjadi kebocoran pada ampul. Hal ini disebabkan karena sealing yang kurang tepat, atau karena ujung ampul yang pada umumnya tajam sering patah sehingga menyebabkan ampul bocor. Atau mungkin juga karena pengaruh panas pada waktu sealing sehingga kaca ampul pecah.

Fungsi penambahan carbo adsorben pada pembuatan larutan adalah untuk menyerap kotoran-kotoran yang masih ada dalam larutan. Carbo absorben hanya akan menyerap kotoran tanpa menyebabkan penurunan kadar zat aktif dalam larutan. IX. KESIMPULAN 1. Pada waktu melakukan praktikum terutama praktikum yang mengutamakan sterilitas, wajib menggunakan masker dan sarung tangan untuk mengurangi resiko kontaminasi. 2. Pada melakukan sealing sebaiknya diperhatikan posisi ampul sehingga mengurangi resiko kehilangan volume dan juga pecahnya ampul. 3. Pada waktu melakukan penyaringan sebaiknya dilakukan dua kali atau lebih, hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa partikel-partikel dapat tersaring dengan sempurna.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed ke 4, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama, Yogyakarta. Semarang, November 2010 Praktikan Linus Seta Adi Nugraha