OPTIMASI HASIL BIODISEL BERBAHA BAKU LIMBAH KRIMER DITIJAU DARI ETRALISASI DA KOSETRASI KATALIS Dennis Fernaldes Suhendar 1, A. Ign. Kristijanto 1, Sri Hartini 1 1 Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Dipenogoro 52-60, Salatiga, 50711 dennisfernaldes@gmail.com ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk memperoleh optimasi hasil biodisel ditinjau dari CaCO 3, proses netralisasi, dan perbandingan nisbah mol metanol dengan minyak. Limbah krimer diperoleh dari pabrik krimer di Salatiga melalui kombinasi proses netralisasi dan metanolisis dengan menggunakan katalis. Data penelitian dianalisis dengan rancangan perlakuan faktorial 2X3X2 dengan rancangan dasar RAK, 3 ulangan. Pengujian antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda yata Jujur(BJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil biodisel berbahan baku krimer sebesar 24,29±1,94% dicapai dengan proses netralisasi. Hasil biodisel sebesar 22,14±2,08% dan 22,33±2,65% diperoleh dari penambahan 1% dan 2%. Optimasi hasil biodisel sebesar 26,68±2,06% dicapai dengan proses netralisasi dan 1%. Kata kunci : biodisel, katalis, krimer, metanolisis, netralisasi PEDAHULUA minyak tumbuhan, lemak binatang atau Berbagai upaya telah dilakukan untuk minyak bekas melalui transesterifikasi menghadapi krisis energi, dengan adanya dengan alkohol. Biodisel memberikan sedikit kenaikan harga BBM yang tinggi dan polusi dibandingkan bahan bakar petroleum, ketersediaan bahan bakar minyak bumi yang selain itu, biodisel dapat digunakan tanpa makin menipis serta masalah lain yang modifikasi ulang mesin diesel. menyangkut BBM (Rachmaniah et al., 2012). Konversi dalam industri minyak Bahan bakar minyak adalah sumber nabati menjadi metil ester asam-asam lemak energi dengan konsumsi yang terbesar di dan gliserol dicapai dengan proses seluruh dunia untuk saat ini jika transesterifikasi katalitik trigliserida dibandingkan dengan sumber energi lainnya. (komponen utama minyak nabati) dengan Tetapi saat ini dunia mengalami krisis bahan metanol karena itu reaksinya disebut juga bakar minyak. Banyak negara, terutama metanolisis. Metanolisis trigliserida dapat Indonesia, mengalami masalah kekurangan dikatalisis dengan basa dalam fasa homogen, bahan bakar minyak (dari bahan bakar fosil) misal aoh, atrium Metoksida, dan KOH. untuk negaranya sendiri. Indonesia, Akan tetapi, pemisahan katalis dari produk khususnya, telah mengimpor bahan bakar reaksinya cukup rumit karena sisa katalis minyak (terutama bahan bakar diesel/solar) basa dapat mengganggu pengolahan lebih untuk memenuhi kebutuhannya dalam jumlah lanjut metil ester asam lemak. Menurut yang cukup besar. Stok minyak mentah yang Peterson & Scarrah (1984) hasil penelitian berasal dari fosil ini terus menurun sedangkan menunjukkan bahwa K 2 CO 3 merupakan jumlah konsumsinya terus meningkat setiap katalis yang aktif dalam metanolisis. tahunnya, sehingga perlu dicari alternatif Penggunaan katalis K 2 CO 3 yang telah bahan bakar lain, terutama dari bahan yang dipijarkan (pada suhu 600 o C selama 10 jam) terbarukan. Salah satu alternatifnya adalah dalam reaksi metanolisis stearin ternyata biodisel, untuk menggantikan solar menghasilkan metil ester asam lemak yang (Handayani, 2010). cukup tinggi (Zahrina dan Tatang, 2000). Menurut Mardiah dkk. (2006) K 2 CO 3 merupakan katalis heterogen dalam biodisel merupakan bahan bakar alternatif reaksi metanolisis dan pemisahan katalis yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari heterogen ini dari produk reaksi dapat 410
dilakukan dengan mudah (Herman dan Zahrina, 2006). Dalam penelitian ini digunakan katalis kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang juga merupakan katalis heterogen. asikin dkk. (2004) melaporkan bahwa Crude Palm Oil (CPO) tanpa netralisasi menghasilkan hasil metil ester (biodisel) sebesar 48,53% dan yang dinetralisasi menghasilkan metil ester (biodisel) sebesar 71,37%. Lebih lanjut CPO tanpa pra-esterifikasi menghasilkan metil ester (biodisel) sebesar 80,09% dan yang dipra-esterifikasi menghasilkan metil ester (biodisel) sebesar 83,26%. Hasil penelitian Padil dkk. (2009) menunjukkan bahwa biodisel dari minyak kelapa dengan katalis CaCO 3 2% dan perbandingan nisbah mol metanol-minyak kelapa sebesar 8:1 menghasilkan biodisel sebesar 75,02%. Salah satu industri yang ada di Salatiga adalah industri krimmer dan limbah produksi yang dihasilkan mengandung minyak/lemak (40%) yang berpotensi menjadi bahan baku dalam pembuatan biodisel untuk menjawab tantangan krisis energi. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penelitian adalah memperoleh hasil biodisel ditinjau dari proses netralisasi, nisbah mol metanol minyak, dan konsentrasi katalis CaCO 3, serta interaksinya. BAHA DA METODE Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah industri krimer. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol, Calsium Karbonat (CaCO 3 ) yang telah dipijarkan pada suhu 900 o C selama 1,5 jam, asam sulfat, a 2 CO 3 jenuh 2,35 M dan akuades. Piranti yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu berleher tiga 500 ml, termometer, kondenser, pemanas, corong pisah, buret, statif dan klem. Metode Ekstraksi Minyak/Lemak dari Limbah Industri Krimer (Hartati komunikasi pribadi, 2012) Limbah industri krimer dengan perbandingan 1:1 (b/b) dilarutkan dalam akuades dengan cara dididihkan. Selanjutnya, campuran larutan disaring dengan kapas untuk memisahkan air dan minyak dari pengotor. Campuran air dan minyak yang didapat lalu dimasukkan ke dalam corong pisah untuk dilakukan pemisahan minyak dari air. Penghilangan Kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) (asikin dkk., 2004) Penetralan minyak dilakukan dengan menggunakan larutan a 2 CO 3 jenuh sebesar 2,35M (dihitung berdasarkan nilai Ksp a 2 CO 3.10H 2 O pada suhu 26 o C). Untuk menetralkan 200 gram minyak digunakan 40 ml a 2 CO 3 jenuh. Proses netralisasi dengan cara a 2 CO 3 diteteskan ke dalam minyak dengan laju alir sekecil mungkin dan dilakukan pengadukan pada suhu 90 o C dan sabun yang terbentuk dipisahkan dari minyak netral. Sebaliknya untuk proses tanpa netralisasi dilakukan dengan proses preesterifikasi terlebih dahulu. Esterifikasi ALB dalam minyak dilakukan dengan penambahan metanol (perbandingan mol metanol dengan minyak 6:1) dan katalis asam sulfat (1% bobot) pada suhu 65 o C.Pemisahan hasil reaksi, yaitu fase alkohol yang mengandung katalis asam dan sebagian air yang dihasilkan, serta fase minyak dilakukan dengan corong pisah. Pembuatan Biodisel (Padil dkk., 2009) 50 gr minyak dimasukkan kedalam labu berleher tiga, lalu dipanaskan hingga di atas titik didih air ± 105 o C selama 1 jam. Ke dalam wadah lainnya dilakukan pencampuran metanol (nisbah mol metanol/minyak yang digunakan adalah 10:1) dan katalis CaCO 3 (1% dan 2%) pada suhu kamar. Setelah 1 jam, suhu minyak di dalam labu berleher tiga diturunkan hingga mendekati suhu reaksi. Air pendingin pada kondenser dialirkan, lalu campuran metanol dan katalis dimasukkan kedalam labu berleher tiga yang berisi minyak. Pemanas dihidupkan hingga dicapai suhu reaksi (60 o C). Reaksi metanolisis dijaga pada suhu 60 o C selama 1,5 jam setelah reaksi metanolisis selesai, maka hasil reaksi disaring dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan katalis. Filtrat ditampung di dalam corong pisah lalu didiamkan selama 24 jam untuk memisahkan crude biodisel dari gliserol secara gravitasi. Setelah didiamkan selama 24 jam, di dalam corong pisah akan terbentuk dua lapisan. Lapisan atas yang berwarna 411
terang adalah crude biodisel, sedangkan lapisan bawah yang berwarna lebih gelap adalah gliserol. Gliserol dipisahkan dari crude biodisel dengan membuka katup corong pisah secara perlahan-lahan. Selanjutnya crude biodisel dicuci dengan menggunakan air hangat (50-60 o C) dengan perbandingan biodisel/air pencuci = 1:1. Campuran kemudian dikocok selama ± 5 menit untuk melarutkan metanol dan sabun yang terdapat dalam crude biodisel, kemudian didiamkan selama 24 jam. Akan terbentuk dua lapisan, lapisan atas yang berwarna terang adalah biodisel sedangkan lapisan bawah yang berwarna putih susu adalah emulsi yang merupakan sabun dan metanol yang bercampur air pencuci. Biodisel dipisah dan sebagai hasilnya adalah yield biodisel. HASIL DA DISKUSI Hasil biodisel ditinjau dari proses netralisasi dan tanpa netralisasi Purata hasil biodisel(dalam %±SE) ditinjau dari proses netralisasi dan tanpa netralisasi(tabel 1). Tabel 1. Purata Hasil biodisel ditinjau dari proses netralisasi dan tanpa netralisasi Metode esterifikasi Hasil biodisel hasil biodisel (%) 30 25 20 15 10 5 0 T metode esterifikasi Gambar 1. Diagram purata hasil biodisel ditinjau proses netralisasi dan tanpa netralisasi Hal ini disebabkan karena asam lemak bebas sudah banyak terbuang. Sedangkan tanpa proses netralisasi asam lemak bebas tidak terbuang menjadi sabun (asikin dkk., 2004) oleh karena itu dengan adanya proses netralisasi asam lemak bebas yang dapat mengganggu proses esterifikasi biodisel sudah terbuang dengan adanya proses netralisasi sehingga hasil biodisel meningkat. Hasil biodisel ditinjau dari konsentrasi katalis Purata hasil biodisel (dalam %±SE) ditinjau dari (Tabel 2). T 20,19±2,47%(a) 24,29±1,94%(b) Tabel 2. Purata hasil biodisel ditinjau dari Konsentrasi katalis hasil biodisel Keterangan: *T = Tanpa etralisasi; = etralisasi Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama baik pada lajur maupun baris yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna, sedangkan angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. Keterangan ini berlaku juga untuk Tabel 2 dan 3. BJ5%:W = 0,57 antar proses netralisasi dan tanpa netralisasi Dari Tabel 1 terlihat bahwa dengan proses netralisasi hasil biodisel yang diperoleh meningkat daripada tanpa netralisasi (Gambar 1) 1% 22,14±2,08%(a) 2% 22,33±2,65%(a) Keterangan : BJ 5%:W = 0,674, antar. Dari Tabel 2 terlihat bahwa dengan 1% dan 2% tidak terlihat ada beda nyata (Gambar 2). 412
22,14 22,33 hasil biodisel (%) 1% 2% 1 2 Gambar 2. Diagram purata hasil biodisel ditinjau dari hasil biodisel (%) 30 25 20 15 10 5 0 1% 2% Gambar 3. Diagram purata hasil biodisel ditinjau dari dalam proses netralisasi dan tanpa netralisasi. T metoda esterifikasi Perolehan hasil biodisel dengan penambahan 1% dan katalis 2% tidak ada beda nyata, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penambahan 1% dan 2% tidak mempengaruhi biodisel yang dihasilkan. Hasil biodisel ditinjau dari interaksi antar proses netralisasi dengan konsentrasi katalis Purata hasil biodisel (dalam %±SE) ditinjau dari interaksi antar konsentrasi katalis dengan proses netralisasi dan tanpa netralisasi berkisar antara 19,14±2,31% sampai 26,68±2,06% (Tabel 3). Tabel 3. Purata hasil biodisel ditinjau dari interaksi antar proses netralisasi dengan Metode Konsentrasi katalis Ekstraksi 1% 2% T 18,48±2,21%(a) 21,9±4,5% (b) (a) (a) 25,8±1,97%(b) 22,77±3,36%(a) (b) (a) Keterangan : *T = Tanpa etralisasi; = etralisasi BJ 5%:W = 1,13 antar proses netralisasi dan tanpa netralisasi dalam BJ 5%:W = 1,13 antar dalam proses netralisasi dan tanpa netralisasi Dari table 3 terlihat bahwa tanpa proses netralisasi mengalami peningkatan dari 1% ke konsentrasi kalatis 2%, sebaliknya pada proses netralisasi hasil biodisel mengalami penurunan dari konsentrasi kalatis 1% menuju konsentrasi katalis 2% (Gambar 3) 413 Terjadinya penurunan dari konsentrasi kalatis 1% ke 2% pada proses netralisasi disebabkan oleh asam lemak banyak terbuang pada saat proses netralisasi, sehingga menyebabkan penggunaan katalis pada konsentrasi 2% menjadi berlebih. Penggunaan katalis yang berlebihan akan menyebabkan terbentuknya emulsi berlebihan akibat reaksi penyabunan, sehingga menyebabkan penurunan hasil biodisel (Padil dkk., 2009). Ditinjau dari proses netralisasi dan tanpa netralisasi dalam maka terlihat bahwa pada konsentralis katalis 1 % terjadi peningkatan dari tanpa proses netralisasi ke proses netralisasi, sedangkan pada 2% hasil biodisel yang diperoleh dengan proses netralisasi maupun tanpa netralisasi tidak berbeda jauh (Gambar 4). hasil biodisel (%) 30 25 20 15 10 5 0 T metoda esterifikasi Gambar 4. Diagram purata hasil biodisel ditinjau dari proses netralisasi dan tanpa netralisasi dalam. Peningkatan hasil biodisel pada 1% disebabkan oleh asam lemak bebas sudah banyak terbuang pada proses netralisasi sehingga dengan 1% 2% konsentras i katalis
penambahan konsentrasi 1% mempercepat proses terbentuknya biodisel dari asam lemak, sedangkan tanpa adanya netralisasi asam lemak bebas masih banyak terkandung dalam minyak sehingga 1% tidak cukup mengubah seluruh asam lemak yang terkandung dalam minyak menjadi biodisel. KESIMPULA Proses netralisasi menghasilkan biodisel lebih banyak yaitu 24,29±1,94% dibandingkan tanpa proses netralisasi 20,19±2,47% Penambahan 1% dan 2% tidak memperngaruhi biodisel yang dihasilkan Hasil biodisel sebesar 25,8±1,97% diperoleh dengan proses netralisasi dan 1% DAFTAR PUSTAKA [1] Handayani, S, P. 2010. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Ikan dengan Radiasi Gelombang Mikro. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. Surakarta. [2] Herman, S. dan I, Zahrina. 2006. Kinetika reaksi metanolisis minyak sawit Menggunakan katalis Heterogen. Jurnal Sains dan Teknologi. 5(2): 1412-6257. Fakultas Teknik Universitas Riau. Pekanbaru. [3] Mardiah. A, Widodo. E, Trisningwati. dan A, Purijatmiko. 2006. Pengaruh Asam Lemak dan Konsentrasi Katalis Asam Terhadap Karakteristik dan Konversi Biodiesel Pada Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak Padi. [4] asikin, M. W, urhayanti. dan Sukirno. 2004. Penggunaan metode netralisasi dan pre-esterifikasi untuk mengurangi asam lemak bebas pada CPO (Crude Palm Oil) dan Pengaruhnya terhadap Yield Metilester. Jurnal Teknologi o. 1, Tahun XVIII. [5] Padil. S, Wahyuningsih. dan A, Awaluddin. 2009. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa melalui Reaksi Metanolisis Menggunakan Katalis CaCO3 yang dipijarkan. Jurnal atur Indonesia 13(1). [6] Peterson,G,R. and W.P, Scarrah 1984. Rapeseed oil transesterification by heterogeneous catalyst. Journal American Oil Chemist Society. 61: 1593-1597. [7] Rachmaniah Orchidea, Y, Ju, S. R, Vali. H, Jeng. & C, Lei. 2012. Biodiesel berbahan Baku Minyak Mentah Dedak Padi. [8] Zahrina, I dan H. S, Tatang. 2000. Konversi stearin menjadi biodiesel menggunakan katalis abu tandan. 414
ama Penanya : Dian Yudha Instansi Pertanyaan : : LAPA Watukosek 1. Kira- kira biodisel ini seperti jenis apa? 2. Kebanyakan memakai tumbuhan jarak, VCO apakah sudah diproduksi? Jawaban : 1. Seperti bio solar 2. Belum hanya sampai riset ama Penanya : Hizkia Instansi Pertanyaan : : UKSW 1. Apakah hasilnya sudah diuji coba? Jawaban : 1. Belum, masih dalam proses 415