PERAN PUST AKA WAN INTERMEDIARY DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN INFORMASI PEMAKAI

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 1. KONSEP DASAR SISTEM TEMU KEMBALI INFORMASI

PERANAN INTERMEDIARY DALAM SISTEM TEMU BALIK INFORMASI *

Definisi. Company Logo

Penelusuran Informasi Ilmiah Secara Online: Perlakuan terhadap Seorang Pencari Informasi sebagai Real User

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SISTEM PEMBINAAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI DAN PERMASALAHANNYA. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sistem Temu Kembali Informasi pada Dokumen Teks Menggunakan Metode Term Frequency Inverse Document Frequency (TF-IDF)

KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI STAF PENGAJAR POLITEKNIK NEGERI SEMARANG DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN. dengan melampirkan tabel data precision dan recall serta diagram-diagramnya Precision Recall Interpolasi

EFEKTIVITAS OPAC PERPUSTAKAAN UMUM KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2013 (TINJAUAN RECALL DAN PRECISION)

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW

Sistem Temu Kembali Informasi/ Information Retrieval IRS VS SI LAIN

Tugas Makalah. Sistem Temu Kembali Informasi (STKI) TI Implementasi Metode Generalized Vector Space Model Pada Information Retrieval System

TEMU KEMBALI INFORMASI DARI SUDUT PANDANG PENDEKATAN BERORIENTASI PEMAKAI*)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW

Seleksi Koleksi : Langkah Pengembangan Menuju Kualitas Layanan Perpustakaan Akademik. Abstrak. Kata Kunci : Seleksi, Pengembangan Koleksi

BAB I PENDAHULUAN. informasi

PENGGUNAAN BAHASA ALAMIAH DAN KOSA KATA TERKONTROL DALAM SISTEM TEMU KEMBALI INFORMASI BERBASIS TEKS

Universitas Gadjah Mada, Jalan Grafika No. 2 Yogyakarta 1), 2),

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

Tugas Makalah. Sistem Temu Kembali Informasi (STKI) TI Implementasi Metode Generalized Vector Space Model Pada Information Retrieval System

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR. Bab ini akan membahas tentang tinjauan literatur yang digunakan didalam

QUERY EXPANSION DENGAN MENGGABUNGKAN METODE RUANG VEKTOR DAN WORDNET PADA SISTEM INFORMATION RETRIEVAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang 1.2 Perumusan masalah

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN. Kesimpulan dari penelitian mengenai efektivitas penerapan program

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. macam hal dan tujuan awal pembuatan website tersebut, bahkan ada yang

AUDIT SISTEM INFORMASI & PROSEDUR. DOSEN : Ir. I. JOKO DEWANTO., MM H. FEBRIANA HENDIONO, SE, MM

DAFTAR PUSTAKA. Aji. (2008). Mengoptimumkan Pengembangan Koleksi.

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR. sebuah perpustakaan di lingkungan pendidikan tinggi (akademi, universitas,

EVALUASI EFEKTIFITAS METODE MACHINE-LEARNING PADA SEARCH-ENGINE

KOMPETENSI PUSTAKA WAN KHUSUS DI ABAD KE-21 PENGANTAR

PENDAHULUAN. Teknologi informasi (TI) termasuk salah satu teknologi yang sedang

Indexing dan Bahasa Penelusuran

ABSTRAK. Kata kunci : Pemerolehan Informasi, TF-IDF, Inverted Index, document to document

KETERAMPILAN MAHASISWA BARU DALAM MENGGUNAKAN PERPUSTAKAAN

PROSES PERANCANGAN DATABASE

BAB II KAJIAN TEORITIS

Sistem Rekomendasi Hasil Pencarian Artikel Menggunakan Metode Jaccard s Coefficient

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu basis data, pendekatan model data relasional masih banyak dimanfaatkan untuk penyimpanan data dan informasi terhadap

Sistem Informasi Tugas Akhir Menggunakan Model Ruang Vektor (Studi Kasus: Jurusan Sistem Informasi)

ABSTRAK. Kata kunci : Information Retrieval system, Generalized Vector Space Model. Universitas Kristen Maranatha

Penerapan Model Information Retrieval Untuk Pencarian Konten Pada Perpustakaan Digital

DAFTAR PERTANYAAN. 1. Apakah kebutuhan pemakai / end-user (dalam kasus ini divisi penjualan) telah

PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEBAGAI SUMBER INFORMASI ILMIAH THE USE OF LIBRARY AS THE SOURCE OF SCIENTIFIC INFORMATION

Decision Support System (DSS)

STRATEGI PENELUSURAN INFORMASI PADA CD-ROM TEEAL: Studi Kasus pada Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian

Penggunaan Metode Pemrograman Berorientasi Objek Dalam Sistem Informasi Akademik Pada SMP Negeri 1 Pengadegan

BAB I PENDAHULUAN! 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

TEKNIK EVALUASI BIDANG STUDI ILMU PERPUSTAKAAN. Oleh: Gatot Subrata, S.Kom

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PERUSAHAAN

ANALISIS SUBJEK VERBAL

DAFTAR ISI. SKRIPSI... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam mendefinisikan istilah bimbingan, para ahli bidang bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIS

TEKNOLOGIINFORMASI UNTUK JARINGAN INFORMASI STUDIISLAM

KAJIAN ON-LINE PUBLIC ACCESS CATALOGUE (OPAC) DALAM PELAYANAN PERPUSTAKAAN DAN PENYEBARAN TEKNOLOGI PERTANIAN

PERSETUJUAI\ ARTIKEL ILMIAH. Mashar Eka Putra Dai. S1-Sistem Informasi. Teknik Informatika. Teknik. Penerapan Metode Document Frequency

BAB I Pendahuluan. menyamai perangkat komputer yang sudah ada terlebih dahulu. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang disampaikan dapat lebih cepat dan efektif. Pada tempat observasi penelitian, penyampaian informasi melalui layanan

PENGEMBANGAN SISTEM DALAM SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem kumpulan dari elemen-elemen atau komponen-komponen atau subsistem-subsistem.

KONSEP DASAR MANAJEMEN PERPUSTAKAAN DALAM MEWUJUDKAN MUTU LAYANAN PRIMA DENGAN SISTEM TEMU KEMBALI INFORMASI BERBASIS DIGITAL

BAB I PENDAHULUAN. Informasi berperan penting dalam memperbaiki kualitas suatu Instansi.

BAB II LANDASAN TEORI. skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin berharganya nilai sebuah informasi dan semakin

PENELUSURAN PANG KALAN DATA TEKS BIDANG BIOLOGI

BAB II ONLINE PUBLIC ACCESS CATALOG (OPAC)

BAB III LANDASAN TEORI. ada berkaitan dengan sistem yang akan dibuat. Tujuannya adalah agar aplikasi ini

APLIKASI SEARCH ENGINE PAPER/KARYA ILMIAH BERBASIS WEB DENGAN METODE FUZZY RELATION ABSTRAK: Banyaknya jumlah paper yang dikoleksi sebuah lembaga

PENGUKURAN TINGKAT MATURITY TATA KELOLA SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT DENGAN MENGGUNAKAN FRAMEWORK COBIT VERSI 4.1 (Studi Kasus : Rumah Sakit A )

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

EVALUASI KEMAMPUAN LITERASI INFORMASI PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN PUSAT UNIVERSITAS WARMADEWA

STRATEGI PENELUSURAN LITERATUR BAGI SIVITAS AKADEMIKA UNS Oleh : Bambang Hermanto ( Pustakawan Madya UNS ) 1

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia menjadi sebuah fenomena yang sangat mengejutkan dalam satu abad

3. METODOLOGI. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap utama : Persiapan, Evaluasi

BAB I PENDAHULUAN. oleh perpustakaan. Ketersediaan Online Public Access Catalog (OPAC)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Nama : Rendi Setiawan Nim :

Jurnal Bianglala Informatika Vol 3 No 1 Maret 2015 lppm3.bsi.ac.id/jurnal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI PENCARIAN INFORMASI BEASISWA DENGAN MENGGUNAKAN COSINE SIMILARITY

OPAC Perpustakaan ITS Surabaya SKRIPSI

EVALUASI KINERJA SLiMS SEBAGAI SARANA TEMU KEMBALI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN DPR RI

TINJAUAN TENTANG PENGGUNAAN OPAC DI PERPUSTAKAAN POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

BIMBINGAN PEMUSTAKA UNTUK MAHASISWA BARU STMIK SURABAYA DI ERA DIGITAL. Deasy Kumalawati Perpustakaan STMIK Surabaya

Information Retrieval

Transkripsi:

Peran Pustakawan /11termediary dalam Memeuulti... : Agus Rifai 13 PERAN PUST AKA WAN INTERMEDIARY DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN INFORMASI PEMAKAI Agus Rifai Pustakawan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Abstrak Dalam berbagai kegiatan ilmiah, kebutuhan akan sumber-sumber informasi merupakan hal yang niscaya. Seorang peneliti maupun akademisi memerlukan sumber-sumber informasi untuk keper/uan kegiatan akademis atau kegiatan penelitian. Akan tetapi, dalam kenyataannya tidak semua peneliti maupun akademisi dapat menemukan sumber-sumber tersebut karena berbagai alasan. Keterbatasan pengetahuan dalam menelusur informasi merupakan salah satu kendala dalam menemukan sumber-sumber informasi yang diperlukan. Dalam hal demikian, dibutuhkan seseorang yang diharapkan dapat mengatasi keterbatasannya dalam melakukan penelusuran. Seorang intermediary merupakan 'profil' yang diharapkan dapat membantu menemukan informasi yang diperlukan. Pustakawan adalah seorang intermediary, akan tetapi tidak semua pustakawan dapat melakukannya. Untuk menjadi seorang intermedia diperlukan kemampuan khusus terutama dalam melakukan penelusuran dan kemampuan meni/ai relevansi suatu dokumen dengan permintaan. Pendahuluan Setiap manusia memerlukan informasi. Seorang akademisi, ilmuwan, peneliti dan masayarakat pada umumnya memerlukan informasi. lnformasi diperlukan manusia untuk membantu memecahkan masalah yang dihadapinya. Mahasiswa dan dosen membutuhkan informasi untuk keperluan tugas-tugas akademiknya, ilmuwan dan peneliti memerlukan informsi untuk memperkaya pembahasan terhadap masalah yang sedang atau akan diteliti. Demikian pula masyarakat pacta umumnya memerlukan informasi untuk keperluannya yang lain sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan informasinya, seorang biasanya mendatangi pusat-pusat informasi seperti perpustakaan, pusat dokumentasi, lembaga arsip, dan lain-lain. Melalui pusatpusat informasi itulah diharapkan kegutuhan informasi dapat terpenuhi melalui kegiatan penelusuran sumber-sumber informasi. Sumber-sumber informasi

14 AI-Maktabah, Vol. 4, No.I, Apri/2002: 13-22 adalah media-media yang digunakan untuk menyimpan dan menyebarkan informasi, baik tercetak maupun tidak. Pemakai informasi adalah masyarakat yang memerlukan informasi untuk kebutuhan hidupnya, baik untuk kegiatan akademis, penelitian, bisnis, atau untuk keperluan yang bersifat pribadi. Karena berbagai alasan hubungan antara pemakai dengan sumbersumber informasi biasanya bersifat terbatas. Masyarakat baik secara individual maupun kelompok sering kali tidak mengetahui atau kurang menguasai bagaimana mendapatkan informasi yang diperlukan. Oleh karena itu terkadang mereka membutuhkan sarana 'penghubung' dalam memenuhi kebutuhan informasi. Perpustakaan dalam batas-batas tertentu berfungsi sebagai sarana penghubung antara sumber-sumber informasi dengan masyarakat pemakai. Akan tetapi dalam kenyataannya, bukan perpustakaan yang berperan langsung menghubungkan antara masyarakat dengan sumber-sumber informasi, tetapi 'pustakawan'-lah yang bertindak sebagai penghubung. Pustakawan merupakan seorang penghubung (intermediary) yang akan membantu pemakai perpustakaan dalam mendapatkan informasi yang diinginkannya. Menurut Lancester, kegiatan penelusuran informasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melakukan penelusuran langsung atau melakukan penelusuran dengan meminta bantuan kepada petugas. Cara kedua ini sering disebut sebagai kegiatan penelusuran yang didelegasikan. Dalam hal ini petugas informasi memiliki peran yang strategis dalam memenuhi kebutuhan informasi pemakai atau pengguna pusat informasi. Petugas informasi dalam hal ini bertindak sebagai 'penghubung' atau intermediary antara pemakai informasi dengan sumber-sumber informasi. Dengan kemampuannya merumuskan strategi penelusuran, penghubung atau intermediary diharapkan dapat membantu menemukan sumber-sumber informasi yang diperlukan pemakai (real use!). Kebutuhan lnformasi Menurut Lancaster, dalam suatu siklus transfer informasi paling tidak ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak sumber-sumber informasi dan pihak pemakai informasi. Sumber-sumber informasi adalah media-media yang digunakan untuk menyimpan dan menyebarkan informasi, baik tercetak maupun non cetak. Pemakai informasi adalah masyarakat dalam arti luas yang memerlukan informasi untuk berbagai keperluan. Dalam kerangka ini informasi merupakan sesuatu yang dibutuhkan. Meskipun demikian, sangat sulit untuk mendefinisikan kebutuhan informasi tersebut. Bahkan bagi orang yang bersangkutan, kebutuhan informasi itu sendiri terkadang tidak jelas/sulit dikemukakan secara tepat. lni karena pada dasarnya kebutuhan informasi merupakan sesuatu yang sulit didefinisikan dan diukur karena melibatkan proses

Perau Pustakawan I11termediary dalam Memenuhi... : Agus Rifai 15 kognitif yang beroperasi di tingkat kesadaran yang berbeda-beda (Crawford, 1978). Sebagaimana kebutuhan lainnya, informasi merupakan sesuatu yang dianggap mempunyai makna bagi seseorang dalam kehidupannya. Seperti makan-minum, rumah, kendaraan, seks, dan lain-lain, informasi juga dipandang sebagai sesuatu yang harus dipenuhi untuk memecahkan suatu persoalan. Mengapa seseorang membutuhkan informasi? Dervin dan Nilan (1986) menyebutkan bahwa seseorang mencari informasi karena mereka sadar bahwa telah terjadi kesenjangan (gap) di dalam dirinya, yaitu antar pengetahuan dengan situasi yang melingkupinya. Untuk mengatasi kesenjangan ini, manusia melakukan make sense dengan kenyataan yang dihadapinya. Kesenjangan ini -seperti dijelaskan Pannen (1996) digambarkan adanya jurang yang memisahkan seseorang dengan situasi yang diinginkannya. Dalam keadaan seperti inilah seseorang memerlukan informasi untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi. Dalam hal ini seseorang menciptakan sense baru yang sesuai dengan kenyataan internalnya. Senada dengan pendapat Dervin, Kuhltau ( 1993) mengemukakan bahwa kebutuhan informasi terjadi karena adanya keadaan yang sudah tidak menentu dan akibat terjadinya kesenjangan dalam diri manusia, yaitu antara pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan yang dibutuhkan. Baik Dervin maupun Kuhltau, keduanya sepakat bahwa kebutuhan informasi dimulai dari individu, dan oleh karena itu ia tergerak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam hal ini harus dipahami bahwa individu adalah seseorang yang aktif mencari informasi. lndividu tidak semata-mata penerima informasi yang pasif atau sebagai obyek informasi. lndividu dengan demikian merupakan bagian dari suatu sistem sosial yang aktif berinteraksi dengan lingkungannya secara menyeluruh. Manusia adalah individu yang produktif. Menurut Diao (1996), pendapat yang dikemukakan oleh kedua tokoh tersebut di atas, telah menandai adanya suatu pergeseran dalam memahami kebutuhan dan prilaku pencarian informasi. Pandangan lama terhadap kebutuhan dan prilaku pencarian informasi berorientasi pada sistem informasi. Munculnya pandangan baru yang dikemukakan oleh Dervin dan Kuhltau dipandang sebagai suatu paradigms baru, yaitu berorientasi pada pemakai. Menurut Diao (1996) pandangan baru terhadap kebutuhan infonmasi ini mengindikasikan tiga hal pokok, yaitu (1) adanya situasi problematik pemakai; (2) adanya usaha memahami oleh pemakai akan pentingnya data atau informasi untuk memecahkan masalah ; dan (3) bagaimana pengetahuan tentang (1) dan (2) dapat dikaitkan dengan sistem informasi. Menurut M. Voigt seperti dikutip Hartono (1983), jenis-jenis informasi yang diperlukan seseorang pad a dasarnya dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu:

16 AI-Maktabalt, Vol. 4, No. I, April ZOOZ: 13-ZZ a) Kebutuhan informasi tentang hasil-hasil, baik di bidang sendiri maupun di bidang-bidang lain, b) Kebutuhan informasi untuk pekerjaan sehari-hari yang berupa gambargambar, metode-metode dan rancangan-rancangan c) Kebutuhan informasi untuk memulai proyek atau permasalahan baru melalui suatu penelusuran Adanya kebutuhan informasi dan jenis-jenisnya tersebut berpengaruh terhadap usaha atau kegiatan seseorang dalam memenuhi kebutuhan informasinya. Pengaruh ini ditunjukkan dalam prilaku seseorang dalam memenuhi kebutuhan informasinya. Temu Kembali lnformasi Temu kembali atau temu balik informasi (information retrieva~ sering digunakan dalam arti kegiatan pencarian atau penelusuran informasi. Menurut Lancaster (1979), temu balik informasi adalah proses penelusuran koleksi dokumen (dalam arti seluas-luasnya) untuk mengidentifikasi dokumen mengenai subyek tertentu. Setiap sistem yang dirancang untuk keperluan kegiatan penelusuran informasi dapat disebut sebagai sistem temu kembali informasi. Ingwersen (1992) mengatakan bahwa sistem temu kembali informasi merupakan sistem yang dibangun melalui proses antara obyek sistem, sistem setting, dan situasi yang memungkinkan terjadinya penelusuran dan ditemukannya informasi potensial yang diinginkan oleh penelusur informasi. Sistem temu kembali informasi didesain untuk menemukan kembali dokumen atau informasi yang dibutuhkan oleh kelompok pemakai. Adanya sistem!emu kembali informasi dengan demikian didesain tidak semata-mata didasarkan alas kebutuhan mengumpulkan dokumen atau informasi, akan tetapi juga upaya pengorganisasian dokumen atau informasi untuk disajikan dan diakses oleh pemakai secara mudah dan cepat. Belkin seperti dikutip Chowdhury (1999) melukiskan kondisi yang menjelaskan tujuan sistem temu kembali informasi sebagai berikut : a) Seorang pengarang (penulis) mengungkapkan serangkaian idenya dalam suatu dokumen dengan menggunakan seperangkat konsep b) Ada pemakai di sisi lain yang membutuhkan ide-ide pengarang tersebut, tetapi tidak bisa mengidentifikasikan ide-ide pengarang. Dengan perkataan lain, ada orang yang tidak memiliki ide, kemudian mengambil ide pengarang dalam karyanya, c) Sistem!emu kembali informasi melayani kegiatan pencocokan (match) ide pengarang yang dinyatakan dalam dokumen dengan kebutuhan pemakai

Peran Pustakawa11 Intermediary tlalam Memenulti... : Agus Rifai 17 akan dokumen tersebut. Dengan demikian sistem temu kembali informasi berusaha menjembatani kesenjangan antara pengarang dengan pemakai. Sistem temu kembali informasi seperti digambarkan tersebut pada dasarnya merupakan sarana yang akan menjembatani sumber-sumber informasi dengan pemakai yang memerlukannya. Oleh karenanya suatu sistem temu kembali informasi harus memperhatikan keduanya. Sumber-sumber informasi dalam suatu sistem harus dianalisis dengan mempertimbangkan kebutuhan pemakai, mencocokkan dengan permintaan (query) pemakai untuk menemukan (to retrieve) informasi yang relevan dari suatu database. Chowdhury (1999) menyebutkan beberapa kegiatan yang dilakukan oleh suatu sistem untuk keperluan temu kembali informasi, yaitu sebagai berikut a) Mengidentifikasi sumber-sumber informasi (dokumen) yang relevan dengan minat pemakai b) Melakukan analisis isi dokumen c) Mewakili isi dari suatu sumber-sumber informasi (dokumen) yang dianlisis dalam suatu cara yang sesuai untuk mencocokkan pertanyaan pemakai d) Melakukan analisis terhadap pertanyaan pemakai dan mewakilinya dalam bentuk yang cocok agar matching dengan database e) Mencocokkan istilah penelusuran dengan database penyimpanan informasi D Menemukan kembali informasi yang relevan g) Melakukan hal-hal yang perlu disesuaikan dalam sistem berdasarkan tanggapan balik (feedback) dari pemakai. Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Doyle (1975) dalam suatu siklus transfer informasi. Menurutnya, dalam suatu sistem informasi terdapat dua tahapan kegiatan, yaitu tahap kegiatan masukan (input) dan tahap kegiatan luaran (output). Dalam tahap masukan, dokumen yang masuk dalam suatu sistem akan mengalami tahap analisis. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap analisis adalah pencatatan ciri-ciri penting dokumen (karakterisasi) dan pengorganisasiannya berdasarkan ciri-ciri yang dibuat, sedangkan dalam tahap luaran, pemakai dokumen melakukan kegiatan penelusuran dokumen (informasi). Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah pencocokan (matching) antara permintaan pemakai dengan suatu sistem, dan kegiatan penyerahan (delivery) dokumen kepada pemakai. Dalam kegiatan penelusuran atau temu kembali informasi, terkadang pemakai tidak melakukannya secara langsung, tetapi didelegasikan kepada staf atau pegawai perpustakaan (pustakawan). Pustakawan kemudian menyiapkan strategi penelusuran untuk memenuhi permintaan pemakai.

18 A/-Maktaba!J, Vol. 4, No.J,Apri/2002: 13-22 Peran Intermediary dalam Penelusuran lnformasi Berkaitan dengan kegiatan dalam temu kembali informasi, Lancaster seperti dikutip Chowdhury (1 999) mengemukakan en am (6) komponen subsistem yang terlibat dalam suatu sistem, yaitu (1) subsistem dokumen (sumber informasi); (2) subsistem indexing; (3) subsistem kosakata; (4) subsistem penelusuran; (5) subsistem antar muka (interface) pemakai dengan sistem; dan (6) subsistem pencocokkan. Hasibuan (1996) merangkum komponen-komponen sistem temu kembali informasi ke dalam tiga komponen, yaitu pemakai (user), dokumen, dan mesin pencocok (matcher machine). Setiap dokumen dan permintaan (query) pemakai direpresentasikan oleh kata-kata indeks. Kedua bentuk representasi tersebut kemudian dipertemukan dalam suatu sistem untuk me-retrieve dokumen yang relevan dalam suatu database yang berisi koleksi dokumen. Proses 'mempertemukan' tersebut disebut sebagai strategi penelusuran. Strategi penelusuran yang dipilih oleh pemakai atau pustakawan yang menerima delegasi sangat mempengaruhi hasil penelusuran, baik perolehan maupun ketepatannya. Harter (1986) menyebutkan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemakai atau seorang penelusur sebegai berikut : 1) Memahami kebutuhan informasi 2) Merumuskan tujuan penelusuran 3) Memilih satu atau lebih database 4) Melakukan identifikasi terhadap konsep-konsep utama, dan hubungan an tar konsep 5) Memilih pendekatan atau strategi untuk memecahkan masalah yang mungkin muncul dalam penelusuran 6) Melakukan identifikasi car-cara untuk menyatakan konsep dalam kata-kata, frase, simbol, dan lain-lain 7) Mengidentifikasi cakupan subyek dalam database yang akan ditelusur 8) Menerjemahkan keputusan yang dibuat pada langkah (2) - (7) ke dalam pernyataan formal yang dinyatakan dalam bahasa perintah sistem penelusuran 9) Untuk tiap-tiap langkah (2) - (7), pertimbangkan dan rencanakan alternatif dalam kasus yang dicoba yang tidak sesuai dengan tujuan penelusuran 10) Masuk ke dalam pilihan sistem penelusuran, dan memasukan istilah penelusuran yang diformulasikan pada langkah ke (8) 11) Mengevaluasi hasil penelusuran dengan tujuan 12) Mengulangi penelusuran lagi. Hal ini didasarkan atas hasil evaluasi yang dicapai pada langkah ke (11), dan mempertimbangkan pilihan-pilihan yang direncanakan pada langkah ke (9) sekaligus memeprtimbangkan ide-ide

Pera11 Pustakawau lntermedimy dalam l~jemenulti... : Agus Rifai 19 baru yang diperoleh melalui umpan balik sistem untuk menentukan apakah akan mencetak hasil penelusuran kemudian berhenti, atau kembali meneruskan penelusuran. Jika diputuskan untuk kembali mengulangi, maka langkah-langkah tersebut harus dilalui hingga mendapatkan hasil yang diinginkan. Dalam penelusuran yang didelegasikan, seorang pustakawan intermediary harus memilih dan menentukan strategi penelusuran yang akan digunakan secara tepat sesuai dengan permintaan pemakai. Oleh karena itu seorang pustakawan harus terlebih dahulu melakukan interview dengan pemakai sebelum melakukan kegiatan penelusuran (Mokros, dkk, 1995). Dalam hal ini seorang pustakawan intermediary harus melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Melakukan klarifikasi permintaan (query) pemakai 2) Mengidentifikasi sistem informasi atau database yang akan digunakan 3) Menerjemahkan pertanyaan pemakai ke dalam istilah penelusuran yang dapat diterima oleh suatu sistem. Mengingat pentingnya kegiatan interview dalam penelusuran yang didelegasikan, maka seorang pustakawan intermediary harus mempunyai ketrampilan pre-search interview yang mencakup; (a) ketrampilan berkomunikasi personal; (b) memiliki kemampuan konseptual; (c) memiliki kemampuan analisis; (d) memiliki pengetahuan tentang organisasi file; (e) memahami kebijakan pengindeksan dan kosakata terkendali; dan (D pengetahuan tentang subyek (Chowdhury, 1999). Di samping berbagai kegiatan dan kemampuan yang harus dimiliki pada tahap pra interview, seorang pustakawan intermediary juga harus mampu melakukan tugas-tugas dalam penelusuran informasi. Tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut : Melakukan evaluasi kelengkapan dan relevansi informasi yang dihasilkan melalui istilah penelusuran yang digunakan Memilih database baru dan I atau mengulangi istilah penelusuran atau mempertanyakan hasil dari istilah penelusuran yang digunakan Memutuskan kapan akan mengakhiri kegiatan penelusuran Sebagaimana dikemukakan di atas, perumusan atau penyspenelusuran akan mempengaruhi hasil penelusuran. Lancaster (1979) memandang strategi penelusuran ini sebagai suatu kegiatan yang terdiri dari kegiatan analisis dan kegiatan penerjemahan. Kegiatan analisis adalah menentukan query untuk memastikan apa yang sesungguhnya dikehendaki pemakai, sedangkan kegiatan penerjemahan merupakan kegiatan menerjemahkan hasil analisis konseptual ke dalam kosa kata sistem. Analisis konseptual permintaan yang telah

20 Al-Maktabalt, Vol. 4, No.1, Apri/2002 ; IJ~ZZ diterjemahkan ke dalam kosa kala indeks merupakan 'strategi penelusuran' yang dapat dianggap sebagai wakil permintaan. Selanjutnya wakil permintaan ini dicocokkan dengan database yang berisi dokumen. Dalam menerapkan strategi penelusuran ini terutama pada sistem penelusuran on-line, pemakai sistem dapat menggunakan sarana bantu berupa operator boolean logic (AND, OR, NOT), dan atau operator lain untuk memperluas atau mempersempit penelusuran. Dokumen yang cocok dengan query dikeluarkan dan diserahkan kepada pemakai untuk dicocokkan dengan kebutuhannya. Proses pencocokkan ini terkadang perlu diulangi berkali-kali hingga pemakai merasa puas dengan hasil penelusuran. Dalam penelusuran yang didelegasikan kepada seorang intermediary, pemakai yang mengajukan permintaan akan melakukan penilaian terhadap hasil penelusuran ; apakah relevan, kurang relevan, atau tidak relevan. Jika dokumen yang diterima kurang atau tidak relevan, pemakai dapat mengajukan permintaan kembali kepada intermediary sesuai dengan rumusan kebutuhanya. Dalam hal ini, seorang intermediary kemudian menganalisis kembali query yang telah dirumuskan untuk kemudian melakukan strategi penelusuran yang lebih tepat. Selanjutnya berkaitan dengan penilaian relevansi suatu dokumen, McJunkin (1995) memberikan bobot suatu dokumen yang berhasil ditemu kembali sesuai dengan kegunaannya. Bobot tersebut mencakup kriteria sebagai berikut: Relevan penuh 100 Relevan sedang (moderate) 0.50 Relevan kurang (marginal) 0.25 Tidak relevan 0.00 Di samping penilaian terhadap relevansi dokumen, penilaian juga dilakukan terhadap kemampuan sistem yang digunakan untuk!emu kembali. Dalam hal ini Chowdhury ( 1999) menjelaskan konsep recall dan precision. Rumus yang digunakan untuk menghitung recall dan precision adalah sebagai berikut: Jumlah dokumen relevan yang ditemu kembali Recall :--------------------------------------------------------------------X 100 Jumlah dokumen relevan yang ada dalam database Jumlah dokumen relevan yang ditemu kembali Precision : ------ ---- -------------------------------------------------------- X 100 Jumlah dokumen yang ditemu kembali dalam penelusuran

Peran Pustakawa11 Intermediary dalam Memenu!ti... : Agus Rifai 21 ldealnya jumlah recall dan precision adalah sama-sama 100 % dalam suatu sistem temu kembali informasi, akan tetapi hal itu sulit terjadi. Dalam suatu sistem temu kembali informasi, jika jumlah recall meningkat maka jumlah precision cenderung menurun. Demikian pula sebaliknya. Kesimpulan lnformasi merupakan suatu kebutuhan yang memerlukan pemenuhan. Untuk memenuhi kebutuhan informasi, masyarakat sebagai pemakai informasi mendatangi unit-unit informasi. Perpustakaan merupakan salah satu lembaga yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. Dalam kegiatan ilmiah seperti penelitian, pemakai membutuhkan informasi yang relevan dengan kegiatan penelitian yang sedang dilakukannya, dan umumnya mereka mengunjungi unit-unit informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Meskipun demikian, sering kali pemakai tidak dapat melakukan penelusuran informasi yang dibutuhkan, dan oleh karena itu ia meminta petugas (intermediary) untuk melakukan penelusuran (penelusruran yang didelegasikan). Intermediary kemudian melakukan penelusuran melalui berbagai database yang tersedia. DAFT AR PUST AKA Chowdhury, G.G. Introduction to information retrieval. London : Library Association Publishing, 1999 Crawford, S. "Information needs and uses". Annual reviews of information science and technology, 21 (1978): 3-33 Dervin, Brenda dan Michael Nilan. Information need and uses. Annual review and Information Science Technology (ARIST) 21 (1986): 3-31 Diao Ai Lin. "Metode penelitian kualitatif dalam penelitian tentang kebutuhan dan perilaku pemakai informasi". Presiding Seminar Sehari "Layanan pusdokinfo berorientasi pemakai di era informasi : pandangan akademisi dan praktist'. Depok: 16 Maret 1996. Doyle, Lauren B. Information retrieval and processing. Los Angeles: Melville Publishing, 1975

22 Al-Maktabalz, Vol. 4, No.I, Apri/2002: 13-22 Harter, Stephen P. Online information retrieval : concept, principles, and techniques. Harcourt: Academic Press, 1986. Hartono, Bambang. Sistem dan pelayanan informasi. Jakarta: Arga Kencana Abadi, 1986. Ingwersen, Peter. "Information and information science in contexf'. Libri, 42, 2 ( 1992) : 99-135 Ingwersen, Peter. Information retrieval interaction. London: Taylor Graham, 1992. Lancaster, F.W. Information retrieval system : characteristics, testing and evaluation. Secon edition. New York: Wiley: 1979. McJunkin, Mcnica Cahill. "Precision and recall in title keyword searches". Information Technology and Libraries 14,3 (1995): 161-171 Mokros, Hartmut B... [et.al]. Practice and personhood in professional interaction : social identities and information needs". Library and Information Science Research 17,3 (1995): 239-257. Pannen, Pauline. Sense-making sebagai pendekatan kognitif dalam perancangan dan pemanfaatan jasa pusdokinfo". Presiding Seminar Sehari "Layanan pusdokinfo berorientasi pemakai di era informasi pandangan akademisi dan'praktisl'. Depok: 16 Maret 1996.