TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Kandang

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

TINGKAH LAKU AYAM BROILER DI KANDANG TERTUTUP DENGAN SUHU DAN WARNA CAHAYA BERBEDA SKRIPSI RIDHO ANDISURO

RESPON TINGKAH LAKU AYAM BROILER PADA SUHU KANDANG YANG BERBEDA SKRIPSI ALIF ROKHMAN

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

I. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. Sektor peternakan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sumber daya

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

PERFORMA BROILER PADA SUHU KANDANG DAN WARNA CAHAYA YANG BERBEDA SKRIPSI LISTIANI YUNIAR

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil persilangan antara bangsa ayam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

[Tingkah laku Ternak Unggas]

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Burung Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica)

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Broiler pertama kali ditemukan pada Pada 1950 para ahli perunggasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang relatif singkat (Murtidjo, 2001). Menurut Kartasudjana dan Suprijatna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya gizi

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

TINJAUAN PUSTAKA Kemangi (Ocimum basilicum Linn.) sebagai Tanaman Herbal. Tanaman Kemangi ( Ocimum basilicumlinn.) merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

I. PENDAHULUAN. umur 4 5 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari. modern mencapai di bawah dua (Amrullah, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya (Sudaryani dan Santosa, 2000). Menurut Suharno (2012)

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Aves, ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Galllus, species Gallus gallus, dan subspecies Gallus gallus domesticus. Strain ayam broiler berasal dari persilangan antara White Plymouth Rock dan White Cornish. Gordon dan Charles (2002) menyebutkan bahwa ayam pedaging (broiler) adalah strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakkan oleh perusahaan pembibitan khusus. Ayam broiler memiliki tingkat produktivitas tinggi dengan konversi pakan rendah, masa pemeliharaan relatif singkat, dan pada umur 5-6 minggu sudah bisa dipanen (Suyoto, 1984; Saragih, 2000; Prihatman, 2002), daging berserat lunak dan kandungan protein tinggi (Hardjosworo, 2000). Istilah broiler atau ayam pedaging berasal dari kata kerja to broil (sate) yang sering disinonimkan dengan makna bahasa Inggris Amerika yaitu to grill (memanggang). Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa performa ayam broiler dipengaruhi faktor pemeliharaan. Suhu lingkungan kandang yang nyaman (optimum) dapat meningkatkan performa ayam broiler. Ayam broiler dapat berproduksi secara optimum tanpa harus mengalami cekaman panas ataupun cold shock. Penggunaan warna lampu yang baik dalam pemeliharaan ayam broiler dapat meningkatkan performa ayam broiler. Warna lampu yang baik dapat menghindarkan ayam broiler dari kebutaan dan mengurangi agresivitas sehinggga bobot akhir dapat maksimum. Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menambahkan bahwa kualitas DOC yang dipelihara harus yang terbaik, karena performa yang kurang baik bukan saja dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan tetapi juga oleh kualitas DOC pada saat diterima. Kandang Temperatur dan kelembaban relatif merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup ternak. Ayam sebagai hewan homeotermis, dapat mengatur suhu tubuhnya relatif konstan, sekalipun temperatur lingkungan berubah-ubah. Kondisi suhu lingkungan yang optimal bagi ayam berkisar 15-26 o C (Perry, 2004).

Tingginya kelembaban relatif akan menghambat penguapan panas melalui panting. Ayam tidak dapat menoleransi suhu lingkungan tinggi. Kejadian ini sering terjadi pada cuaca panas yang disertai mendung sehingga meningkatkan kelembaban relatif pada udara (Ilyas, 2004). Menurut Cahyono (2004), kandang hendaknya dibangun sesuai dengan kebutuhan dan sesuai bagi kehidupan ayam yang akan dipelihara agar ayam dapat hidup nyaman, tenang, dan terpelihara kesehatannya sehingga produktivitas ayam dalam menghasilkan daging dapat ditingkatkan. Mulyono (2001) menyatakan bahwa syarat-syarat kandang yang baik, yaitu kandang harus cukup mendapat sinar matahari, kandang harus cukup udara segar, posisi kandang terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang baik, kandang tidak terletak pada lokasi tanah yang sibuk dan gaduh mengingat ayam mudah stres serta ukuran dan luas kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam. Kepadatan kandang yang melebihi batasnya akan berpengaruh negatif terhadap performa unggas, namun biasanya peternak mengabaikan hal ini untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari adanya penghematan areal kandang. Kenyamanan ternak dalam kandang, salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan antara jumlah ternak dan luas kandang. Luasan kandang mempengaruhi tingkat aktivitas ternak (French, 1981). Kandang berfungsi untuk (a) perlindungan dari cuaca buruk; (b) tempat untuk tidur dan beristirahat; (c) perlindungan dari hewan-hewan pemangsa; (d) perlindungan dari pencurian; (e) mencegah hilangnya ternak karena berkeliaran; (f) mempermudah pemeliharaan; (g) mempermudah seleksi; (h) mempermudah panen; (i) membantu pertumbuhan dan perkembangan (Cahyono, 2004). Kandang terbuka untuk pemeliharaan ayam broiler banyak digunakan oleh peternak dalam skala kecil (peternak rakyat). Alasan peternak rakyat menggunakan kandang terbuka adalah karena biaya yang dikeluarkan untuk membangun satu unit kandang terbuka cukup ekonomis. Penggunaan kandang terbuka dalam pemeliharaan ayam broiler memiliki keuntungan lain yaitu cukup mendapat sinar matahari yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler dan mengurangi. Pemeliharaan dengan kandang terbuka juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah suhu lingkungan yang

fluktuatif tidak dapat dikontrol, sehingga peternak harus dapat menyiasati apabila suhu terlalu dingin ataupun terlalu panas untuk ayam broiler. Kandang tertutup (closed house) digunakan oleh peternak-peternak besar atau industri. Penggunaan kandang tertutup dalam pemeliharaan ayam broiler memungkinkan peternak untuk mengatur suhu dalam kandang yang baik untuk pertumbuhan ayam broiler. Kandang tertutup biasanya menggunakan alat pengatur suhu dan sistem peralatan yang lebih canggih (otomatis). Suhu dan Homeostasis Ayam merupakan hewan homeotermi dan memiliki kemampuan homeostasis untuk mempertahankan suhu tubuh tetap stabil walaupun suhu lingkungan berubahubah. Suhu tubuh ayam pedaging berada pada kisaran sempit yang digambarkan oleh batasan rendah atau tinggi ritme circadian di dalam tubuh. Batasan ritme circadian berkisar pada 40,5 ºC (rendah) dan 41,5 ºC (tinggi). Jahja (2000) menyatakan bahwa mekanisme homeostasis berjalan efisien dan normal pada kisaran wilayah suhu netral (thermoneutral zone atau comfort zone). Apabila suhu tubuh ayam broiler lebih rendah daripada suhu lingkungan, maka nutrient yang ada di dalam tubuh sebagian besar digunakan oleh ayam broiler untuk memproduksi panas tubuh (Bruzual et al., 2000). Suhu nyaman untuk mencapai pertumbuhan optimum ayam pedaging berkisar antara 18-22 ºC dan antara 21-29 ºC (Charles, 2002). Untuk ayam broiler umur 3-6 minggu, lingkungan yang panas adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap penyebab stres pada ayam broiler. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi antara suhu udara, kelembaban, sirkulasi panas serta kecepatan udara, dimana suhu lingkungan menjadi faktor yang utama. (European Comission, 2000). Suhu tubuh ayam akan meningkat 1-2 ºC pada lingkungan panas hingga tubuh ayam dapat kembali beradaptasi (Oleyumi dan Robert, 1980). Peningkatan suhu kandang dapat juga disebabkan oleh kepadatan yang tinggi (Jahja, 2000) dan laju kecepatan pertumbuhan (Bonnet et al. 1997). Ayam broiler mengalami seleksi intensif untuk pertumbuhan cepat dengan tingkat konsumsi pakan tinggi yang berimplikasi kepada peningkatan produksi panas tubuh dan peningkatan suhu tubuh

(May dan Lott, 2001). Peningkatan suhu yang melebihi batas adaptasi ayam broiler dapat menyebabkan cekaman panas yang berujung pada kematian ayam broiler. Cahaya Cahaya secara fisik merupakan energi berbentuk gelombang yang bergerak lurus ke semua arah, tidak dapat membelok, dan dapat dipantulkan. Cahaya yang paling banyak digunakan dalam kandang tertutup untuk produksi ayam broiler bersumber dari lampu pijar. Fungsi Cahaya Cahaya berfungsi dalam proses penglihatan. Cahaya merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol pertumbuhan, pendewasaan, reproduksi, dan tingkah laku. Cahaya mengatur ritme harian dan beberapa fungsi penting di dalam tubuh seperti suhu tubuh dan beragam tahapan metabolisme yang terkait dengan pemberian pakan dan pencernaan (Olanrewaju et al., 2006). Mekanisme Rangsangan Cahaya Mekanisme proses fisiologis rangsangan cahaya diawali dengan rangsangan mekanis pada syaraf penglihatan dan selanjutnya secara kimiawi melalui rangsangan hormonal dan mempengaruhi organ-organ tubuh. Cahaya yang mengenai mata ayam akan diterima oleh reseptor pada mata ayam, merangsang syaraf mata dan kemudian rangsangan ini diteruskan ke hiphofisa. Hasil kerja selanjutnya menyebabkan pengeluaran hormon pengendali dari hiphofisa anterior yang berfungsi mengatur pengeluaran kelenjar endokrin. Hormon pengendali tersebut terdiri atas hormon stimulasi tiroid yang meningkatkan stimulasi tiroid dan hormon somatotropik yang berfungsi mengatur pertumbuhan dengan mengendalikan metabolisme asam amino dalam pembentukan protein. Hormon pertumbuhan penting dalam pengendalian pertumbuhan dan aspek lainnya dari metabolisme lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh unggas (Card dan Nesheim, 1972). Intensitas Cahaya Intensitas cahaya dapat dinyatakan dalam satuan lux (lx) atau lumen/m 2, footcandle (fc), lumen (lm), dan W/m 2. Lampu pijar dengan daya 1 Watt

menghasilkan intensitas cahaya sebesar 12,56 lm. Intensitas cahaya yang diberikan pada ayam broiler menurut rekomendasi Renden et al. (1996) adalah 20 lux hingga ayam broiler berumur tujuh hari dan berikutnya adalah 5,0 lux hingga berumur 49 hari. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh luas dan kepadatan kandang (Saputro, 2007). Program pencahayaan pada tahap pertumbuhan awal anak ayam berumur antara satu sampai tujuh hari menggunakan intensitas cahaya minimum 20 lux yang diberikan secara terus menerus. Pemberian cahaya seperti ini bertujuan untuk memastikan anak ayam dapat beadaptasi dengan baik terhadap lingkungannya serta meningkatkan aktivitas sehingga mengurangi kelainan pada cacat kaki. Intensitas cahaya dapat mempengaruhi tingkah laku ayam broiler. Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas ayam untuk berjalan dan berdiri, mengurangi tingkah laku berkelahi antar sesama ayam, serta menurunkan aktivitas mengepakkan sayap dan kanibalisme. Intensitas cahaya yang sangat rendah (< 5 lux) akan menyebabkan kebutaan pada ayam (Olanrewaju et al., 2006). Faktor konversi dari berbagai sumber cahaya dalam W/m 2 (Canham, 1966) disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Radiasi Cahaya dalam W/m 2 untuk Setiap Lux Sumber cahaya Radiasi energi cahaya dalam W/m 2 untuk setiap lux Matahari 4,00 Lampu pijar 500 W 4,16 Lampu pijar 100 W 4,23 Philips : TL-33 (putih) 3,11 TL-55 (cahaya 3,64 siang hari) TL-15 (merah) 14,68 Osram : Putih 3,11 Cahaya siang hari 3,01 Alami 3,47 Sumber : Canham (1966) Warna dan Panjang Gelombang Cahaya

Panjang gelombang yang berbeda-beda diintrepetasikan oleh otak sebagai warna cahaya dan merangsang retina mata yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut dengan pandangan. Penglihatan memerlukan mata yang berfungsi baik dan cahaya yang tampak. Cahaya tampak adalah sebagian dari spektrum yang mempunyai panjang gelombang 400 800 nanometer. Gelombang cahaya di bawah 400 nanometer (ultraviolet) dan di atas 800 nanometer tidak dapat dilihat oleh mata. Indera penglihatan ayam memiliki sensitivitas terhadap warna akibat stimulus warna yang diterima retina mata (Lewis dan Moris, 1998) dan dapat membedakan warna dengan tingkat kepekaan yang berbeda. Cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda mempunyai efek yang berbeda pula pada retina dan dapat mengakibatkan perubahan pada pola tingkah laku yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada ayam (Lewis dan Morris, 2000). Ayam tidak mampu melihat warna yang memiliki panjang gelombang yang pendek, tetapi memiliki kepekaan paling baik terhadap warna kuning dan merah. Cahaya merah akan meningkatkan agresivitas dan aktivitas ayam serta berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi pakan selama periode brooding (Widjaja dan Haerudin, 2006). Penggunaan berbagai macam lampu dengan panjang gelombang yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula dan dapat mempengaruhi tingkah laku yang berdampak pada performa dan produktivitas ayam broiler (Rozenboim et al., 1999a, Rozenboim et al., 1999b, Olanrewaju et. al., 2006). Lama Pencahayaan Cahaya sangat diperlukan oleh ayam broiler terutama pada umur tujuh hari pertama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah total lama pencahayaan bukan merupakan aspek yang penting dalam pengaturan cahaya bagi ayam broiler. Ayam broiler tidak melakukan aktivitas pada Periode gelap (tanpa cahaya) dan memberi kesempatan kepada ayam broiler untuk mencerna makanan secara sempurna (Classen, 1989). Pemberian cahaya pada ayam broiler yang umum dilakukan peternak adalah secara terus-menerus (continous lighting) selama 24 jam dengan intensitas yang semakin menurun pada fase akhir (Classen, 1989). Pencahayaan terus-menerus akan meningkatkan waktu untuk makan, meningkatkan pertambahan bobot badan, dan

meningkatkan pembentukan bulu (Lavergne, 2005) tetapi menyebabkan terjadinya gangguan ritme harian (diurnal), kelainan kaki dan tulang (Sanotra et al., 2002) yang mengakibatkan kesulitan pergerakan ayam broiler untuk mendapatkan pakan dan air minum (Wong-Valle et al., 1993). Ayam broiler yang tetap berada pada posisi ritme harian, mampu mengatur pola tingkah laku seperti makan, tidur, bergerak dan istirahat secara normal (Olanrewaju et al., 2006). Pencahayaan secara bergantian (intermitten lighting) akan mengurangi stres pada ayam broiler dibandingkan dengan ayam broiler yang diberikan cahaya secara terus-menerus yang diukur berdasarkan konsentrasi plasma kortikosteron. Plasma kortikosteron akan meningkat pada ayam broiler yang mengalami stres (Puvadolpirod dan Thaxton, 2000). Pemberian lama pencahayaan selama 16 jam dapat menurunkan stres fisiologis, peningkatan respon kekebalan, peningkatan metabolisme tulang, peningkatan aktivitas total, dan peningkatan kesehatan kaki (Classen et al., 2004). Periode gelap harian diperlukan untuk membentuk pola sekresi hormon melatonin secara normal. Hormon melatonin, secara fisiologis yang disintesis dalam kelenjar pineal dan retina pada unggas, disekresikan selama periode gelap sebagai respon terhadap aktivitas enzim serotonin-n-acetyltranspherase. Enzim ini berfungsi mengkatalisis sintesis melatonin baik pada retina maupun kelenjar pineal dan terlibat dalam proses ritme harian suhu tubuh, beberapa fungsi esensial metabolisme tubuh terkait dengan konsumsi pakan dan pencernaan serta sekresi beberapa limphokines yang terkait dengan sistem kekebalan (Apeldorn et al., 1999). Unggas yang diberikan periode gelap yang cukup akan mengurangi mortalitas, gangguan pada kaki, dan sindrom kematian mendadak (sudden death syndrome) (Moore dan Siopes, 2000). Respon Tingkah laku Menurut Prijono dan Handini (1998), tingkah laku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan akibat pengaruh rangsangan. Rangsangan terbagi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis (cahaya, suhu, dan kelembaban) dan rangsangan kimiawi (hormon dan saraf). Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi (Mukhtar, 1986).

Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies, meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya berupa tingkah laku dasar. Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behaviour), seperti gerakan menjauh atau mendekat akibat perubahan dari stimulus. Perubahan tingkah laku jantan dan betina saat estrus dan kondisi lingkungan dan mekanisme fisiologis (Stanley dan Andrykovitch, 1984). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969). Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik. Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku, yaitu berkurangnya sifat liar dan agresif, musim kawin yang lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangan (Craig, 1981). Tingkah laku merupakan aktivitas yang melibatkan fungsi fisiologis seperti rangsangan melalui pancaindra (mata). Rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf, dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik baik internal maupun eksternal. Kebanyakan tingkah laku untuk tujuan tertentu seperti makan, minum, tidur dan seksual terdiri atas tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut adalah tingkah laku apetitif, konsumatoris, dan refraktoris. Tahap apetitif dapat dipelajari dengan sederhana atau kompleks, sering mencakup mencari dari tingkah laku dasar yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung konsisten dan memperlihatkan perbedaan kecil antara individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instinktif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk member respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Pola tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan tipe tingkah laku, sebagai berikut :

1. Tingkah laku ingestif, yaitu tingkah laku makan dan minum. 2. Tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking), yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya. 3. Tingkah laku agonistic, yaitu tingkah laku persaingan antara dua hewan yang sejenis, umumnya terjadi selama musim kawin. 4. Tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis. 5. Care giving atau epimelitic, yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour). 6. Care soliciting atau et-epimelitic, atau tingkah laku meminta dipelihara yaitu tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa. 7. Tingkah laku eliminative, yaitu tingkah laku membuang kotoran. 8. Tingkah laku allelomimetik, yaitu tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan. 9. Tingkah laku investigative, yaitu tingkah laku memeriksa lingkungannya. Tingkah laku yang ditunjukkan ayam broiler berkaitan erat dengan kebiasaan, habitat, dan lingkungan (suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang). Suhu lingkungan yang berbeda mempengaruhi aktivitas tingkah laku ayam broiler seperti makan, minum, panting, lokomosi, dan istirahat (Jahja, 2000). Cahaya juga merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol tingkah laku dan mengatur ritme harian (Olanrewaju et al., 2006). Pada sistem pemeliharaan intensif, ayam broiler lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Tingkah laku makan tersebut ditunjukkan ayam broiler karena pada pemeliharaan intensif ayam broiler berada dalam suatu kandang yang membatasi aktivitasnya (Mukhtar, 1986). Panting Keadaan suhu lingkungan yang cukup tinggi pada siang hari di daerah tropis menimbulkan cekaman panas di dalam kandang. Pusat respirasi di otak bekerja lebih aktif selama cekaman panas sehingga kebutuhan oksigen meningkat dan memacu kecepatan laju denyut jantung ayam broiler hingga lebih dari 20 kali per menit

(Olanrewaju et al., 2006). Kondisi lingkungan seperti ini dapat menyebabkan perubahan pola tingkah laku ayam broiler. Perubahan pola tingkah laku dengan meningkatnya pelepasan panas melalui evaporasi dari saluran pernafasan (hyperventilation) disebut panting. Tingkah laku panting pada ayam broiler selama pemeliharaan dapat dikurangi dengan cara menurunkan suhu lingkungan kandang pada kandang tertutup atau membuka tirai yang digunakan sebagai penutup di malam hari pada kandang terbuka. Panting biasanya terjadi pada saat suhu lingkungan sekitar 29 ºC atau suhu tubuh mencapai 42 ºC (European Comission, 2000). Makan dan Minum Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat cekaman, suhu lingkungan, dan aktivitas ternak. Pada suhu lingkungan tinggi (cekaman panas) aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan berkurang, dan konsumsi air minum meningkat (Jahja, 2000). Peredaran darah banyak yang menuju organ pernafasan sementara peredaran darah ke organ pencernaan mengalami penurunan sehingga mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Bell dan Weaver, 2002). Suhu lingkungan yang tinggi dapat menurunkan tingkah laku makan pada ayam broiler. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya konsumsi pakan pada ayam broiler yang dipelihara dalam kondisi suhu lingkungan yang tinggi (Austic, 1985; Ain Bazis et al., 1996; Bonnet et al., 1997). Menurunnya konsumsi ransum pada suhu lingkungan tinggi sebagai upaya untuk mengurangi penimbunan panas dalam tubuh dan ditandai dengan berkurangnya bobot badan (Kuczynski, 2002; May dan Lott, 2001) dan laju pertumbuhan (Bonnet et al., 1997). Air merupakan salah satu komponen mendasar dalam kehidupan yang berhubungan erat dengan mekanisme termoregulator dan kemampuan untuk bertahan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum meliputi suhu lingkungan, suhu air, tingkat konsumsi pakan, dan bobot badan ayam (Bailey, 1990; Wandoyo, 1997). Wandoyo (1997) lebih lanjut mengemukakan bahwa konsumsi air minum ayam broiler meningkat pada suhu lingkungan lebih tinggi. Tingkah laku minum yang meningkat pada ayam broiler

dalam kondisi suhu lingkungan tinggi bertujuan untuk menurunkan panas tubuhnya agar tidak mengalami stres yang diakibatkan oleh suhu lingkungan yang tinggi. Ayam broiler yang dipelihara dengan sistem intensif akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk makan. Pemeliharaan dengan sstem intensif mengurangi aktivitas ayam broiler untuk mengekspresikan tingkah laku selain makan dan minum. Tingkah laku makan dan minum pada ayam broiler dalam kondisi pemeliharaan intensif biasanya juga dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan peternak disamping faktor suhu, kelembaban, atau cahaya yang masuk ke dalam kandang. Pemberian cahaya yang terus menerus selama 24 jam akan meningkatkan tingkah laku makan dan minum serta aktivitas lainnya. Ayam broiler adalah makhluk diurnal yang apabila menerima rangsangan cahaya pada malam hari akan memberikan kesempatan ayam broiler untuk makan dan minum. Lokomosi dan Istirahat Intensitas cahaya yang lebih rendah dapat menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri pada ayam (Renden et al., 1996). Cahaya yang masuk melalui retina mata unggas mempengaruhi intensitas lokomosi yang dilakukan oleh unggas tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi seperti cahaya matahari dapat mengurangi tingkah laku istirahat pada unggas. Penggunaan intensitas cahaya yang rendah biasanya diterapkan pada manajemen pemeliharaan ayam untuk mengontrol agresivitas ayam dan mengurangi resiko kanibalisme. Tingkah laku istirahat pada ayam broiler dimanfaatkan oleh peternak dalam manajemen pemeliharaan. Ayam broiler termasuk hewan diurnal yang beraktivitas bila terdapat cahaya yang diterima oleh retina mata. Peternak biasanya mengurangi lama pencahayaan pada umur tertentu di malam hari sehingga ayam broiler lebih banyak melakukan istirahat. Lokomosi yang dilakukan ayam broiler adalah bagian dari ekspresi tingkah laku lainnya seperti saat ayam broiler berada jauh dari tempat pakan maka ayam broiler tersebut akan melakukan tingkah laku lokomosi, yakni berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya, untuk mendapatkan makan ataupun minum. Tingkah laku lokomosi juga dapat dilihat saat ayam broiler bermain dengan ayam broiler lainnya (Pitchard, 1995).