HUBUNGAN TEBAL LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN USIA AWAL ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

dokumen-dokumen yang mirip
Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

I. PENDAHULUAN. Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia dimana

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

HUBUNGAN POLA ASUPAN MAKANAN PUASA RAMADHAN DENGAN KADAR KOLESTEROL PADA KARYAWAN DENGAN OBESITAS DI PT. TIGA SERANGKAI SKRIPSI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Kota Surakarta.

ABSTRAK. PENGARUH DAN HUBUNGAN BMI (Body Mass Index) DENGAN TLK (TEBAL LIPATAN KULIT) TRICEPS DAN SUBSCAPULA

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

HUBUNGAN INDIKATOR OBESITAS DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SD SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. wanita mengalami menopause. Namun tidak seperti menopause pada

Merokok berperan pada kejadian andropouse. Smoking is a Factor that Occurrence the Andropause

BAB 4 HASIL PENELITIAN

UJI BANDING TERJADINYA ANDROPAUSE ANTARA LAKI-LAKI YANG LINGKAR PINGGANGNYA BESAR DAN NORMAL DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA SKRIPSI

ABSTRAK GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA MENOPAUSE

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perhitungan pengukuran langsung dari 30 responden saat pre-test.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DAN AWITAN MENOPAUSE PADA GURU WANITA DI SMA NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK OLAHRAGA DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA ESTIMASI KAPASITAS CRANIUM DENGAN PRESTASI AKADEMIK PADA SISWA LAKI-LAKI DI SMP NEGERI 19 SURAKARTA SKRIPSI

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN ANDROPAUSE PADA PEKERJA PRIA PT. DANLIRIS, SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia terkomposis atas jaringan lemak yang. relatif sama, namun perbedaan lokasi deposisi jaringan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu Gizi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Gizi. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Juni 2016 dan bertempat

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

PERBANDINGAN PENGUKURAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN SKINFOLD CALIPER DAN BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS (BIA) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

ABSTRAK HUBUNGAN OBESITAS YANG DINILAI BERDASARKAN BMI DAN WHR DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PRIA DEWASA

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang

Tes ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui Indeks Masa Tubuh (IMT). Tes ini meliputi: 1. Pengukuran Tinggi Badan (TB) 2. Pengukuran Berat Badan (BB)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT AKTIVITAS FISIK DAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA DI SMA WARGA KOTA SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS )

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

ABSTRAK. di dunia, tepatnya penyakit kedua terbanyak setelah penyakit kardio vaskular. Salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER ANGKATAN 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

SKRIPSI G Surakarta commit to user

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR KOLESTEROL HDL PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004).

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENGUDAP DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF MAHASISWA PROGAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fase remaja merupakan fase dimana fisik seseorang terus tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN SINDROM PREMENSTRUASI PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI KEDOKTERAN ANGKATAN 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

HUBUNGAN OBESITAS SERTA USIA SETENGAH BAYA DENGAN ANDROPAUSE DI KECAMATAN JEBRES, SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diketahui dan kesimpulan yang ditarik dari hal yang dikenali manusia. tentang pengetahuan tersebut dalam situasi tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

Proporsi pneumonia yang terpajan periodontal 41 OR = = = 0,21 Proporsi tidak pneumonia yang terpajan periodontal 193

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA PADA PASIEN ASMA WANITA YANG MENGGUNAKAN KONTRASEPSI HORMONAL DAN TIDAK SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah

BAB I PENDAHULUAN. perempuan ideal adalah model kurus dan langsing, obesitas dipandang sebagai

HUBUNGAN ASUPAN MAGNESIUM DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI PENDERITA ANEMIA DI SUKOHARJO SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA POSTUR KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA BAGIAN PRESS DRYER UD. ABIOSO, BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lampiran 1. Ethical Clearance

Transkripsi:

HUBUNGAN TEBAL LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN USIA AWAL ANDROPAUSE SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran LINTANG SEKAR GUMILAR G0007206 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Hubungan Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold) Dengan Usia Awal Andropause Lintang Sekar Gumilar, NIM : G0007206, Tahun : 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Pembimbing Utama Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Selasa, Tanggal 21 Desember Tahun 2010 Nama : Yoseph Indrayanto, dr., MS., Sp. And., SH NIP : 19560815 198403 1 001 Pembimbing Pendamping Nama : Budiyanti Wiboworini, dr., M. Kes., Sp.GK NIP : 19650715 199702 2 001 Penguji Utama Nama : Slamet Riyadi, dr., M.Kes NIP : 19600418 199203 1 001 Anggota Penguji Nama : Indriyati, Dra NIP : 19581201 198601 2 001 Surakarta,... Ketua Tim Skripsi Dekan Fakultas Kedokteran UNS Muthmainah, dr., M.Kes. Prof. Dr. H. A. A. Subijanto, dr., MS NIP : 19660702 199802 2 001 NIP : 19481107 197310 1 003

PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta,... Lintang Sekar Gumilar NIM. G0007206

ABSTRAK LINTANG SEKAR GUMILAR, G0007206, 2010. HUBUNGAN TEBAL LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN USIA AWAL ANDROPAUSE Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan studi penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dengan teknik purposive sampling yang dilakukan pada bulan Oktober 2010. Besar sampel yang digunakan adalah 30 orang yang bekerja di Fakultas Kedokteran UNS sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran secara langsung dan pengisian kuesioner Androgen Deficiency in Ageing Male (ADAM) Test dan Ageing Male s Symptomps (AMS) Test. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji korelasi non-parametrik Spearman menggunakan SPSS.16 for Windows. Hasil Penelitian: Diperoleh nilai signifikansi p = 0,027 (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa korelasi antara Tebal Lemak Bawah Kulit dengan Usia Awal Andropause adalah bermakna. Hasil uji korelasi non-parametrik Spearman didapatkan nilai r = 0,405 menunjukkan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah. Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause pada karyawan di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Kata Kunci: Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold); Andropause; Obesitas

ABSTRACT LINTANG SEKAR GUMILAR, G0007206, 2010. THE RELATION BETWEEN SKINFOLD THICKNESS WITH THE BEGINNING AGE OF ANDROPAUSE Objective: The objective of this research was to know the relation between skinfold thickness with beginning age of andropause in Faculty of Medicine Sebelas Maret University, Surakarta. Methods: This research used analytical observational research study with Cross Sectional approach by using purposive sampling technique which had been done in October 2010. The size of sample which had been taken was 30 people, who worked in School of Medicine Sebelas Maret University, Surakarta, who were appropriate to the required inclusion criteria. The data was collected direct measuring of skinfold thickness and answering the Androgen Deficiency in Ageing Male (ADAM) Test and Ageing Male s Symptomps (AMS) Test questionnaire. The data as a result was analysed statistically by Spearman analysis by using SPSS.16 for Windows. Result: The significancy value was p = 0,027 (p < 0,05) showed the relation between skinfold thickness with beginning age of andropause was significant. The result of Spearman was r = 0,405 proved positive correlation with weak correlation s potency. Conclusion: There was a relation between skinfold thickness with the beginning age of andropause in Faculty of Medicine Sebelas Maret University s workers, Surakarta. Keywords: Skinfold Thickness; Andropause; Obesity

PRAKATA Alhamdulilllahirabbil alamin, segala puji dan syukur senantiasa peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Usia Awal Andropause. Penyelesaian skripsi ini tak lepas dari bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., M. S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2. Muthmainah, dr., M. Kes. selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 3. Yoseph Indrayanto, dr., MS., Sp. And., SH. selaku Pembimbing Utama atas semua bimbingan, saran, motivasi, dan masukan dalam penyusunan skripsi. 4. Budiyanti Wiboworini, dr., M. Kes., Sp.GK selaku Pembimbing Pendamping atas semua bimbingan, saran, motivasi, dan masukan dalam penyusunan skripsi. 5. Slamet Riyadi, dr., M.Kes. selaku Penguji Utama atas saran dan masukan dalam penyusunan skripsi. 6. Indriyati, Dra. selaku Anggota Penguji atas saran dan masukan dalam penyusunan skripsi. 7. Tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan pelayanan dan kemudahan dalam pelaksanaan skripsi. 8. Sugeng Santoso dan Siti Hajar sebagai orang tua terbaik yang tidak akan pernah tergantikan. Tando Linggar Bumi yang telah memberikan doa dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Keluarga dan Bayu Perkasa yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi. 10. Sahabat sahabatku yang telah mendukung dalam penyusunan skripsi ini. 11. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga selesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kesempurnaan hanya milik Allah, dari Allah-lah segala sesuatu bermula dan kepada-nya pula segalanya bermuara. Penulis menyadari skripsi ini tidak terlepas dari banyak kekurangan. Untuk itu saran dan kritik dari berbagai pihak yang membangun sangat peneliti harapkan untuk perbaikan di masa datang. Akhir kata, penulis berharap semoga apa yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Surakarta, 2010 Lintang Sekar Gumilar

DAFTAR ISI halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A.... Latar Belakang Masalah... 1 B.... Perumus an Masalah... 4 C.... Tujuan Penelitian... 4 D.... Manfaat Penelitian... 4 1.... Manfaat Teoritis... 4 2.... Manfaat Praktis... 5 BAB II LANDASAN TEORI... 6 A.... Tinjaua n Pustaka... 6 1.... Obesitas... 6 2.... Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold)... 11 3.... Andropa use... 13 1)... Hormon Testosteron... 16 2)... Gejala dan Tanda Andropause... 17

3)... Diagnos is Andropause... 18 4.... Hubung an Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold) terhadap Andropause 19 B.... Kerangk a Pemikiran... 21 C.... Hipotesi s... 21 BAB III METODE PENELITIAN... 22 A.... Jenis Penelitian... 22 B.... Lokasi Penelitian... 22 C.... Subjek Penelitian... 22 D.... Besar Sampel... 23 E.... Teknik Sampling... 23 F.... Rancang an Penelitian... 24 G.... Identifik asi Variabel Penelitian... 25 H.... Definisi Operasional Variabel... 25 I.... Alat dan Bahan Penelitian... 28 J.... Pelaksa naan Penelitian... 28 K.... Teknik Analisis Data... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN... 31 BAB V PEMBAHASAN... 37 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... 41 A.... Simpula n... 41 B.... Saran 41 DAFTAR PUSTAKA... 42 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL halaman Tabel 1. Perubahan Hormonal Yang Terjadi Pada Pria Andropause... 15 Tabel 2. Intrepretasi Nilai R... 30 Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia... 32 Tabel 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold) 32 Tabel 5. Uji Normalitas... 34 Tabel 6. Uji Korelasi Non-Parametrik Spearman antara Persentase Lemak Tubuh dengan Usia Awal Andropause... 35

DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Target Organ Hormon Testosteron... 17 Gambar 2. Sintesis Hormon Steroid... 20 Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran.... 21 Gambar 4. Skema Rancangan Penelitian.... 24 Gambar 5. Grafik Perbedaan Usia Awal Andropause Berdasarkan Klasifikasi 33

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Tabel persentase lemak tubuh standar Lampiran 2 ADAM test dan AMS test Lampiran 3 Kuesioner penelitian Lampiran 4 Data primer hasil penelitian Lampiran 5 Uji Normalitas Lampiran 6 Hasil Perhitungan Analisis Data Menggunakan SPSS 16.0 Lampiran 7 Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Sampel di FK UNS, Surakarta. Lampiran 8 Ethical Clearence dalam Penelitian

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kondisi sosial beberapa dekade ini menyebabkan makin banyak orang yang mencapai umur panjang. Di Amerika Serikat, tercatat 3 juta orang berusia di atas 85 tahun dan diperkirakan jumlah ini meningkat dua kali lipat pada tahun 2020. Anita dan Moeloek (2002) mengungkapkan bahwa di Indonesia, orang berusia di atas 64 tahun pada tahun 1990 berjumlah 7.099.358 orang. Angka ini diperkirakan meningkat hampir tiga kali pada tahun 2020. Penuaan adalah proses fisiologis yang akan dialami oleh seluruh makhluk hidup. Dalam memasuki usia tua, seorang pria seringkali mengalami berbagai gejala, tanda dan keluhan (sindroma) mirip dengan wanita menopause. Sindroma pada pria menua sering dinamai Andropause. Secara klinis sindroma ini dipresipitasi oleh penurunan hormon tubuh yang relatif cepat yang berinteraksi dengan faktor psiko-sosial yang terjadi dalam perjalanan hidupnya (Wibowo, 2002). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa variasi saat timbulnya andropause dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya obesitas (Muller et al., 2003; Allan et al., 2006). Pria gemuk cenderung lebih cepat mengalami andropause daripada pria bertubuh sedang. Hal ini berkaitan dengan lemak berlebih yang terdapat dalam tubuhnya dapat menurunkan kadar testosteron 1

2 melalui peningkatan proses aromatisasi testosteron menjadi estrogen (Allan et al., 2006) Pada umumnya setiap orang mendambakan berat badan yang ideal, tidak sedikit yang memiliki masalah dengan kelebihan berat badan, yaitu overweight dan untuk tingkat yang lebih parah dikenal dengan istilah obesitas. Obesitas merupakan masalah yang mendunia, tidak terkecuali di Indonesia. Angka obesitas terus meningkat dari tahun ke tahun. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003 menyebutkan, di dunia lebih dari 300 juta orang dewasa menderita obesitas. Bahkan, di Amerika Serikat, sebanyak 280.000 orang meninggal setiap tahunnya karena obesitas (Waturangi, 2007). Jean Vague (2006) merupakan ilmuwan pertama yang mengemukakan adanya hubungan erat antara perbedaan morfologi tubuh atau tipe distribusi lemak tubuh dengan gangguan kesehatan yang berkaitan dengan faktor risiko obesitas. Dalam sebuah studi prospektif diungkapkan bahwa obesitas tubuh bagian atas berhubungan lebih kuat dengan intoleransi glukosa / diabetes mellitus, hiperinsulinemia, hipertensi, hipertrigliseridemia, dan gout dibandingkan obesitas tubuh bagian bawah (Boivin et al., 2007; Tchernof., 2007; Semiardji, 2004; Widjaya et al., 2004). Pada orang dewasa kelebihan berat badan ditunjukkan dengan adanya penumpukan lemak tubuh. Penyimpanan (deposit) lemak tubuh secara garis besar terdiri dalam dua bentuk, yaitu berupa essential lipid dan penyimpanan lemak tubuh (fat storage). Fat storage terdiri dari lemak intermuscular, lemak di sekitar organ-organ gastrointestinal tract dan lemak di bawah kulit

3 (subcutaneous fat). Sepertiga dari total lemak tubuh dapat didekati dengan cara pengukuran lemak tubuh (subkutan). Lemak tubuh dapat diukur dalam bentuk absolut (kg) sebagai berat dari total lemak tubuh atau berupa persentase dari berat badan total. Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan alat ukur skinfold caliper (mm) untuk mengukur triceps skinfold. Pengukuran lemak tubuh (subkutan) dengan pengukuran triceps skinfold merupakan pendekatan cara pengukuran yang tidak langsung dari lemak tubuh yang disimpan yang pada akhirnya dapat pula mengestimasi total lemak tubuh. Diketahui pula bahwa pada orang yang sangat kurus mempunyai proporsi lemak tubuh (subkutan) yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang obese (Fadila, 2001). Selama ini untuk menilai tingkat obesitas pada orang dewasa digunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT). Hal ini dapat menimbulkan misklasifikasi karena dimungkinkan terjadi pada orang yang overweight tetapi tidak kelebihan lemak (misalnya para atlit) atau sebaliknya pada orang underweight, tetapi kelebihan lemak tubuh. Berdasarkan hal tersebut maka pengukuran komposisi lemak tubuh (subkutan) dengan cara pengukuran triceps, biceps, subscapula dan suprailiaca skinfold pada kelompok populasi tertentu dicoba dilakukan dengan menghubungkan faktor-faktor yang terkait (Fadila, 2001). Menurut sepengetahuan peneliti, di Kotamadya Surakarta khususnya Universitas Sebelas Maret belum ada peneitian mengenai hal tersebut. Maka dari itu, berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui apakah

4 benar terdapat hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause. B. Perumusan Masalah Apakah terdapat hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause pada pria usia 40-60 tahun. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini memberikan informasi mengenai hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause demi pengembangan ilmu kedokteran dan penelitian selanjutnya.

5 2. Manfaat Praktis Penelitian ini memberikan informasi dan solusi kepada masyarakat, terutama pria tentang tebal lemak bawah kulit dan andropause, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam menghadapi andropause.

6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Obesitas Obesitas berasal dari bahasa latin mempunyai arti makna berlebihan, tetapi saat ini obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Penderita obesitas yaitu orang yang mempunyai berat badan sangat berlebihan, secara umum dapat didiagnosa hanya dengan melihat secara fisik. Namun perlu diwaspadai bahwa masalah obesitas tidak hanya sekedar mempengaruhi penampilan seseorang. Masalah obesitas biasanya juga disertai masalah kesehatan lain seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner dan hipertensi, kanker, penyakit ginjal, dan penyakit hati yang dapat menyebabkan kematian (Azwar, 2004). Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidak seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor eksogen/nutrisional (obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik hanya sekitar 10% (Hidayati et al, 2006). 6

7 Kegemukan atau obesitas terjadi karena mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Bila kelebihan ini terjadi dalam jangka waktu lama, dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang cukup untuk membakar kelebihan energi, lambat laun kelebihan energi tersebut akan diubah menjadi lemak dan ditimbun didalam sel lemak dibawah kulit. Akibatnya orang tersebut akan menjadi gemuk. Pada awalnya ditandai dengan peningkatan berat badan, Pada wanita penumpukan jaringan lemak, biasanya berada di sekitar pinggul, paha, lengan, punggung dan perut, baru meluas keseluruh tubuh sampai ke wajah. Sedangkan pada laki-laki, penumpukan jaringan lemak umumnya terjadi di bagian perut (Azwar, 2004). Ada dua tipe kegemukan berdasarkan distribusinya dalam tubuh yaitu : (Wirakusumah, 2000) a. Tipe Android (Tipe Buah Apel) Kegemukan tipe ini ditandai dengan penumpukan lemak yang berlebihan di bagian tubuh sebelah atas yaitu di sekitar dada, pundak, leher, dan muka. Umumnya tipe ini terjadi pada pria dan wanita yang sudah menopause. Lemak yang menumpuk pada tipe android lebih banyak terdiri atas lemak jenuh yang mengandung sel-sel lemak yang besar. Penelitian Vague, seorang peneliti dari Perancis, menunjukkan bahwa tipe android ini potensial dan berisiko lebih tinggi menderita penyakit yang berhubungan dengan metabolisme lemak dan glukosa seperti diabetes mellitus, penyakit

8 jantung koroner, stroke, pendarahan otak, tekanan darah tinggi, dan kemungkinan untuk terserang kanker payudara 6 kali lebih besar dibandingkan dengan yang mempunyai berat badan normal. Tetapi, ada segi yang menguntungkannya dari tipe ini yaitu lebih mudah menurunkan berat badan dibanding tipe ginecoid asal diikuti dengan diet dan olah raga yang tepat. b. Tipe Ginecoid (Tipe Buah Pear) Pada tipe ini, lemak tertimbun di bagian tubuh sebelah bawah yaitu sekitar perut, pinggul, paha, pantat, dan umumnya ditemui pada wanita. Lemak tersebut terdiri atas lemak tidak jenuh, sel lemak kecil dan lembek. Tipe ginecoid lebih aman bila dibandingkan dengan tipe android karena lebih kecil kemungkinan mengalami risiko terkena penyakit, tetapi lebih sukar untuk menurunkan berat badan (Wirakusumah, 2000). Faktor-faktor Penyebab Obesitas : (Hidayati et al, 2006). a. Faktor Genetik. Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Obesitas dapat menurun dalam keluarga tetapi mekanismenya sampai saat ini masih belum jelas, walaupun dalam anggota keluarga secara genetik dapat mengalami kelebihan berat badan. Hal ini dimungkinkan karena banyak gen yang terlibat dalam proses pengeluaran dan pemasukan energi. Penelitian yang

9 dilakukan pada tahun 1994 terhadap gen obesitas pada tikus telah membuka wawasan mengenai bidang ini. Gen obese ini merupakan suatu protein yang dikenal dengan nama leptin dan diproduksi oleh sel-sel lemak (adipositas) yang disekresikan ke dalam darah. Leptin ini berfungsi sebagai suatu duta (messenger) dari jaringan adiposa yang memberikan informasi ke otak mengenai ukuran massa lemak. Salah satu efek utamanya adalah sebagai penghambat sintesa dan pelepasan neuropeptida Y, dengan cara meningkatkan asupan makanan, menurunkan termogenesis dan meningkatkan kadar insulin. Leptin memberitahukan otak mengenai jumlah lemak yang tersedia, tetapi pada orang obesitas proses ini tidak berjalan. b. Faktor lingkungan. 1) Aktifitas fisik. Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar 5 kg. Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah pada kelompok yang mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan dengan jogging, aerobik,

10 tetapi untuk olah raga tim dan tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan. 2) Faktor nutrisi. Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak. Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan. Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino diregulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan dioksidasi. Karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat diregulasi sangat ketat

11 dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak. 3) Faktor sosial ekonomi. Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas. 2. Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold) Antropometri merupakan ukuran dari berbagai dimensi fisik dan komposisi tubuh manusia yang dibedakan menurut umur dan tingkat gizi. Indeks antropometri terdiri dari berbagai macam, baik tunggal (misalnya berat/umur), maupun kombinasi (berat/tinggi, triceps skinfold dan midupper-arm circumference). Pengukuran antropometri antara lain dapat

12 dilakukan dengan menggunakan pengukuran indeks massa tubuh (IMT), skinfold thickness serta rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) (Fadila., 2001; Gibson., 2005). Keunggulan metode antropometri adalah prosedur sederhana, aman, non-invasif, tidak butuh tenaga ahli, ekonomis, mudah dimengerti awam dan ekonomis. Kelemahannya adalah pada alatnya (diatasi dengan peneraan berkala), pemeriksa (observer error) dalam pendataan dan pencatatan, dan butuh data umur yang tepat (Suyatno, 2009). Pada orang dewasa kelebihan berat badan ditunjukkan dengan adanya penumpukan lemak tubuh. Sepertiga dari total lemak tubuh dapat didekati dengan cara pengukuran lemak tubuh (subkutan). Lemak tubuh dapat diukur dalam bentuk absolut (kg) sebagai berat total lemak tubuh atau berupa persentase dari berat badan total. Ketebalan dari lemak tubuh subkutan pada beberapa bagian tubuh dapat diestimasi dengan menggunakan alat ukur skinfold caliper. Pada orang yang obes terjadi kesulitan pengukuran sehingga meningkatkan error, sedangkan pada orang yang menderita oedema, umumnya terjadi overestimate (Fadila, 2001). Untuk mengetahui jumlah persentase lemak tubuh dilakukan dengan mengukur ketebalan lemak pada bagian tubuh tertentu. Cara yang sering dikerjakan adalah mengukur 4 tempat, yakni : triceps, biceps, suprailliaca, dan subscapula menggunakan pencepit lemak (skinfold caliper). Pengukuran dengan skinfold calipers ini lebih praktis untuk memperoleh hasil yang sesuai (Hasanah, 2006).

13 Pengukuran lemak tubuh pada triceps, biceps, suprailliaca, dan subscapula diukur dalam satuan millimeter (mm), dan dijumlahkan sehingga didapat total lemak (mm). Untuk mendapatkan persentase lemak tubuh, total lemak dalam persentase dikalikan dengan berat badan probandus (kg) (Lampiran 1) (Sukmaniah, 2009). 3. Andropause Andropause adalah kondisi pria di atas umur pertengahan atau tengah baya yang mempunyai kumpulan gejala, tanda dan keluhan mirip dengan menopause pada wanita. Karena itu andropause sering disebut menopause pada pria. Akan tetapi istilah andropause merupakan istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan kondisi keluhan-keluhan tersebut. Pada andropause, meskipun keluhannya mirip keluhan menopause, tetapi hal ini tidak berarti bahwa kondisi dan keluhannya akan sama persis dengan wanita (Setiawati dan Juwono, 2006). Pada wanita menopause, produksi sel telur, hormon estrogen, dan siklus haid akan terhenti dengan cara yang relatif mendadak. Sedangkan pada pria di atas umur tengah baya, produksi spermatozoa dan hormon testosteron, dan hormon-hormon lainnya turun secara perlahan/bertahap (Soewondo, 2006). Andropause pada umumnya terjadi pada usia sekitar 40-60 tahun, tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan keluhan yang mirip dengan menopause ini, antara lain : (Susilo, 2002)

14 a. Klimakterium pada pria b. Viropause c. PADAM (Partial Androgen Deficiency in Aging Men) d. PTDAM (Partial Testosteron Deficiency in Aging Men) e. Andropause (untuk defisiensi testosteron) f. Adrenapouse (untuk defisiensi dehydoepiandrosteron (DHEA) dan dehydoepiandrosteron sulphate (DHEAS), g. Somatopause (untuk defisiensi Growth Hormone (GH) dan Insulin like Growth Factor-I (IGF-1)), h. Low Testosteron Syndrome Andropause dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : (Susilo, 2002) a. Faktor lingkungan Faktor lingkungan yang berperan dalam terjadinya andropause ialah adanya pencemaran lingkungan yang bersifat fisik, psikogenik, dan faktor diet atau makanan. Faktor yang bersifat fisik yaitu pengaruh bahan kimia yang bersifat estrogenik (menjadi kearah wanita). Bahan kimia tersebut antara lain dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT), asam sulfur, difocol, pestisida, insektisida, herbisida, dan pupuk kimia. Efek estrogenik yang ditimbulkan dari bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan penurunan hormon testosteron. Sedangkan faktor psikogenik yang

15 berperan yaitu tujuan hidup yang tidak realistik atau terlalu tinggi untuk dicapai, pensiun, stress tubuh/fisik. Karena berbagai gangguan psikologis tersebut dapat menurunkan kadar testosteron dalam darah perifer. Gaya hidup tidak sehat misalkan kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, suka begadang dan pola makan yang tidak seimbang dapat menjadi salah satu faktor penyebab. b. Faktor organik Faktor organik yang berperan dalam terjadinya andropause yaitu adanya perubahan hormonal. Pada pria yang telah mengalami penuaan, perubahan hormonal yang terjadi antara lain : Tabel 1. Perubahan Hormonal Yang Terjadi Pada Pria Andropause Hormon Testosteron Luteinizing Hormone (LH) Follicle Stimulating Hormone (FSH) Dyhydrotestosteron (DHT) Estradiol Dehydroepiandrosterone (DHEA) bentuk sulfatnya (DHEAS) Growth Hormone (GH)/Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) Thyroid Stimulating Hormone (TSH) T3 (Triiodothyronine) Insulin (Sumber : Susilo, 2002) Perubahan Turun Naik Naik Tidak Tidak Turun Turun Turun Turun Turun 1) Hormon Testosteron Testosteron adalah zat androgen utama yang tidak hanya diproduksi oleh testis, tapi juga oleh ovarium pada wanita dan kelenjar adrenal. Sel Leydig pada testis distimulasi oleh LH untuk menghasilkan testosteron sebanyak 25-11 mg sehari, sedangkan

16 kelenjar adrenal dan ovarium membentuk hanya 0,5-2 mg. Dalam darah dan kebanyakan jaringan tujuan testosteron, terdapat enzim 5-αreduktase yang akan mengubah testosteron menjadi DHT yang lebih aktif, dimana DHT bertanggung jawab atas kebanyakan aktivitas androgen. Sedangkan estradiol merupakan metaboliseme dari DHT, yang mempunyai efek memperkuat atau memperlemah beberapa efek androgen dan produksi estradiol yang berlebihan dapat mengakibatkan efek feminisasi pada pria (Tan dan Kirana, 2002). Testosteron diproduksi melalui aksis hypothalamus-hipofisistestis. Dalam tubuh, testosteron didistribusikan dan terikat dengan protein transport. Pada pria, 44% testosteron terikat pada Sex Hormone Binding Globulin (SHBG), 50 % terikat albumin, dan sisanya dalam bentuk testosteron bebas. Afinitas testosteron sangat tinggi sehingga hanya testosteron terikat albumin dan testosteron bebas yang menunjukkan bioavailibilitas aktif (Allan et al, 2006; Apter, 2008).

17 Kondisi yang dapat mempengaruhi penurunan kadar hormon testosteron ialah penuaan, keturunan, peningkatan Body Mass Index (BMI), stress fisik maupun psikis, gangguan hormon Corticotropic Releasing Factor, inhibisi Opiodergic dari Hypotalamic Gonadotropin Releasing Hormone yang bersifat pulsatif, dan atrofi testis akibat trauma, orchitis, serta varikokel (Susilo, 2002). Gambar 1. Target Organ Hormon Testosteron (Yusnia, 2009) 2) Gejala dan Tanda Andropause Berbagai gejala dan tanda yang diakibatkan karena andropause antara lain : (Anita dan Moeloek, 2002)

18 a. Gangguan Vasomotor Tubuh terasa panas, berkeringat, insomnia, gelisah dan takut. b. Gangguan Fungsi Kognitif dan Suasana Hati Mudah lelah, menurunnya konsentrasi, berkurangnya ketajaman mental/intuisi. Keluhan depresi, dan hilangnya rasa percaya diri. c. Gangguan Virilitas Menurunnya kekuatan dan berkurangnya tenaga, dan massa otot, kehilangan rambut tubuh, penumpukan lemak dan osteoporosis. d. Gangguan Seksual Menurunnya minat terhadap seksual/libido, perubahan tingkah laku dan aktifitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi atau disfungsi ereksi, berkurangnya kemampuan dan volume ejakulasi. 3) Diagnosis Andropause Pemeriksaan screening menggunakan kuesioner ADAM (Androgen Deficiency in Aging Men) test memuat 10 pertanyaan ya/tidak tentang gejala hipoandrogen. Bila menjawab ya untuk pertanyaan 1 atau 7 atau 3 jawaban ya selain nomor tersebut, maka pria tersebut mengalami gejala andropause. Selain ADAM test, dapat juga digunakan AMS (Ageing Male s Symptomps) test berisi 17 pertanyaan mencakup gangguan psikologis,

19 somatis dan seksual (Gunadarma 2005; Setiawati dan Juwono, 2006; Claplauch et al., 2008) Pemeriksaan screening ini dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar hormon untuk mendapatkan diagnosis pasti andropause. Perubahan hormonal sebagai diagnosa pasti diukur dengan pemeriksaan laboratorium yaitu mengukur kadar testosteron serum, total testosteron, total testosteron bebas, SHBG, DHEA, DHEAS, dan lain-lain (Allan et al, 2006). 4. Hubungan Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold) terhadap Andropause Dalam keadaan normal, lemak, dalam hal ini kolesterol, merupakan cikal bakal terbentuknya hormon testosteron. Testosteron selanjutnya akan diubah menjadi bentuk yang lebih poten yaitu dehidrotestosteron (DHT) yang konversinya terjadi di luar testis. Testosteron, dalam batas normal, juga diubah menjadi estradiol lewat aromatisasi (Murray et al, 2000). Reaksi aromatisasi adalah proses perubahan testosteron menjadi estrogen dengan bantuan enzim aromatase (Nieschlag an Bechre, 2004).

20 Gambar 2. Sintesis Hormon Steroid (Nieschlag an Bechre, 2004) Penelitian oleh Muller et al., (2003) dan Allan et al., (2006), menunjukkan salah satu faktor yang mempercepat andropause adalah obesitas karena terjadi penumpukan lemak, sehingga dapat meningkatkan aromatisasi. Aromatisasi dominan di jaringan perifer daripada di testis (Apter, 2008). Berdasarkan 2 penelitian tersebut, disimpulkan bahwa pertambahan usia telah mengakibatkan penurunan testosteron akibat penurunan fungsi testis itu sendiri. Bila kejadian ini diikuti dengan obesitas, penurunan hormon testosteron akan semakin drastis karena penurunannya diperberat dengan penurunan testosteron akibat aromatisasi yang terjadi di jaringan perifer (jaringan lemak) sehingga manifestasi gejala penurunan testosteron akan muncul lebih awal.

21 B. Kerangka Pemikiran Faktor Hormonal Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold) Usia 40-60 tahun Persentase Lemak Tubuh berlebih Obesitas Faktor Organik Penimbunan lemak meningkat Aromatisasi meningkat Andropause Testosteron menurun Mempengaruhi tetapi tidak diteliti Faktor Lingkungan : Kebiasaan Merokok Pengkonsumsi Alkohol Faktor Psikogenik Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran C. Hipotesis Terdapat hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause.

22 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. B. Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). C. Subjek penelitian 1. Kriteria inklusi : - Pria usia 40-60 tahun : Pria mulai mengalami penuaan sehingga berpengaruh terhadap faktor organik dan terjadi perubahan hormonal. - Bekerja di UNS. - Bersedia menjadi subjek penelitian dan menjalani penelitian dengan sukarela. 2. Kriteria eksklusi : - Mempunyai kebiasaan merokok : Kriteria minimal perokok ringan, yaitu merokok 1-10 batang per hari. - Mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol : Kriteria minimal pengkonsumsi rata rata 1 ons alkohol perhari atau sama dengan 28,35 gram perhari. 22

23 - Riwayat penyakit (diabetes mellitus ; kardiovaskuler : penyakit jantung koroner, hipertensi) : berdasarkan riwayat penyakit pasien yang diketahui dari lembar kuesioner. - Memiliki kelainan pada testisnya (atropi testis, prostatis kronis) D. Besar sampel Rumus ukuran sampel untuk analisis bivariat dibuat berdasarkan kebutuhan minimal sampel pada masing-masing strata, agar data dalam masing-masing strata secara statistik memadai untuk dianalisis. Menurut patokan umum disebut rule of thumb, setiap penelitian yang datanya akan dianalisis secara statistik dengan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subjek penelitian (Murti, 2010). Jumlah sampel minimal untuk penelitian ini adalah 60 orang dengan perincian kelompok andropause berjumlah 30 orang dan kelompok bukan andropause 30 orang. Untuk menguji hipotesis antara usia awal andropause dengan tebal lemak bawah kulit, data dianalisis hanya pada pria yang sudah mengalami andropause saja. E. Teknik sampling Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling karena pengambilan sampling berdasarkan kriteria tertentu, yaitu kriteria inklusi dan eksklusi.

24 F. Rancangan Penelitian Karyawan UNS Kuesioner ADAM test AMS test Andropause Tidak Andropause Pengukuran Antropometri (Tebal Lemak Bawah Kulit) Usia Awal Persentase Lemak Tubuh Uji Normalitas Uji Korelasi Non- Parametrik Spearman Gambar 4. Skema Rancangan Penelitian

25 G. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel Bebas : Tebal Lemak Bawah Kulit Variabel Terikat : Usia Awal Andropause Variabel Pengganggu : Faktor organik, Faktor lingkungan. H. Definisi Operasional Variabel 1. Tebal lemak bawah kulit (skinfold) Tebal lemak bawah kulit adalah gambaran persentase lemak tubuh yang diukur dari ketebalan lemak triceps, biceps, subscapular dan suprailiaca, dengan menggunakan alat yang disebut skinfold caliper. Hasil pengukuran dalam satuan millimeter (mm), dijumlahkan sehingga didapat total lemak (mm). Cara Pengukuran : a. Lipatan kulit triceps diukur dari pertengahan lengan atas bagian belakang. Subjek berdiri dengan lengan rileks dan palmar menghadap ke bagian lateral paha, palpasi ujung dari acromion dan olecranon. Tandai titik tepat ditengah antara kedua titik tersebut. Pengukuran tebal kulit dilakukan di daerah yang ditandai pada bagian posterior otot triceps, dengan menarik kulit pada arah vertikal sejajar dengan axis panjang. (Gibson., 2005; Kurniawan., 2009) b. Lipatan kulit biceps diukur dari ketebalan lipatan kulit secara vertikal pada bagian depan pertengahan lengan atas, tepat di

26 atas pertengahan fossa cubiti, sejajar dengan lipatan kulit triceps. (Gibson, 2005) c. Lipatan kulit subscapular diukur di bawah dan di sebelah lateral dari sudut puncak bahu, dalam keadaan bahu dan lengan relaksasi. Meletakkan tangan probandus di belakang dapat membantu mengidentifikasi letak daerah yang diukur. Lipatan kulit harus bersudut 45 dari posisi horizontal, sejajar dengan perbatasan dari scapula (Gibson, 2005). d. Lipatan kulit suprailiaca diukur dari garis pertengahan axillaris, sedikit lebih tinggi dari puncak iliac. Lipatan kulit diambil secara oblique di belakang garis pertengahan axillaris sampai garis belahan iliaka (Gibson, 2005). Setelah didapatkan jumlah total lemak tubuh, untuk mengetahui kelompok persentase lemak tubuh, total lemak dalam persentase dikalikan dengan berat badan probandus (kg). (Lampiran 1) Data Pengukuran berskala rasio. 2. Usia Awal Andropause Andropause adalah kondisi biologis tertentu disertai tanda, gejala, dan timbulnya keluhan disebabkan oleh perubahan hormone serta biokimiawi tubuh tertentu. Yang biasanya timbul setelah usia tengah baya. Andropause ditetapkan berdasarkan kuesioner baku ADAM test dan AMS test (Lampiran 2).

27 Bila menjawab ya untuk pertanyaan (a) atau (g) atau 3 jawaban ya selain nomor tersebut, maka pria tersebut telah mengalami gejala andropause. Kuosioner ini telah diujicobakan pada 316 laki-laki berusia 40-62 tahun dan dikorelasikan dengan kadar testosterone bioactive serum. Alat skrining ini mempunyai spesifisitas 60% dan sensitivitas 80%. AMS test memuat 17 pertanyaan yang mencakup ranah somatic (no 1-5, 10, 13), psikologis (no 6-9 dan 11), dan seksual (no.12-14 dan 17). Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui gejala-gejala penuaan pada pria dalam berbagai kondisi untuk mengevaluasi beratnya gejala dan perubahan sebelum dan sesudah terapi androgen. AMS test mempunyai sensitivitas 73,6% dan spesifisitas 70,4%. Skor AMS 27 dapat dikorelasikan dengan kadar testosterone bebas 400 mg/dl. Interpretasi AMS test berdasarkan skor total yang diperoleh dari kuesioner. Skor total 27 menunjukkan sampel mengalami gejala andropause. Sampel diminta menuliskan usia yang bersangkutan (dalam tahun) saat mulai timbul gejala-gejala seperti tercantum dalam kuesioner. Data pengukuran berskala rasio. 3. Variabel pengganggu - Faktor organik Faktor organik yang berperan dalam terjadinya andropause yaitu adanya perubahan hormonal. Pada pria yang telah mengalami penuaan, perubahan hormonal yang terjadi antara lain : perubahan

28 hormon testosteron, LH, FSH, DHT, Estradiol, DHEA, DHEAS, Growth Hormone (GH), TSH, T3, dan Insulin (Susilo, 2002). Merupakan faktor yang berpengaruh terhadap andropause, dalam penelitian ini faktor tersebut tidak diukur. - Faktor lingkungan adalah faktor-faktor yang ada di luar tubuh seseorang misalnya kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi alkohol serta faktor psikogenik. I. Alat dan Bahan Penelitian Penelitian menggunakan media kuesioner dan pengukuran langsung terhadap tebal lemak bawah kulit (skinfold) menggunakan skinfold caliper, microtoise dan menggunakan timbangan berat badan dengan ketelitian 0,1 cm. J. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan terhadap 60 orang pria, karyawan FK UNS pada bulan Oktober 2010. Subyek mengisi kuesioner baku ADAM test dan AMS test. Setelah itu subyek diukur tebal lemak bawah kulit (skinfold) dengan menggunakan skinfold caliper dengan ketelitian 0,1 cm. hasil pengukuran dicatat pada halaman yang tersedia. Didapatkan 30 orang andropause yang memenuhi syarat menjadi sampel penelitian. Data tebal lemak bawah kulit tersebut dihitung untuk mendapatkan hasil persentase lemak tubuh, kemudian sampel diolah dengan uji statistik non-parametrik Spearman untuk dilihat hubungannya dengan usia awal andropause.

29 K. Teknik Analisis Data Data diuji secara statistik menggunakan SPSS.16 for Windows, dan didapatkan nilai p (probabilitas untuk menentukan kesimpulan salah). Untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas agar terpenuhi syarat uji parametrik. Didapatkan sebaran data tidak normal, dengan hasil koefisien varian 10 %, dimana seharusnya nilai koefisien varian > 30 %. Pada uji Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov, skor umur mempunyai nilai p = 0,038. Oleh karena nilai p < 0.05, maka data dapat diambil kesimpulan mempunyai sebaran tidak normal, atau tidak memenuhi syarat uji parametrik. Maka data akan diolah dengan uji korelasi non-parametrik Spearman. a. Penyusunan Hipotesis Ho : Tidak ada hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause, berarti r = 0 H 1 : Ada hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause, jadi r 0 (Budi, 2006) b. Dasar Pengambilan Keputusan Berdasarkan Uji Korelasi Non-Parametrik Spearman untuk data rasio, berdasarkan probabilitas Ho diterima jika probabilitas > 0,05 Ho ditolak jika probabilitas < 0,05 (Budi, 2006)

30 c. Nilai r Nilai r terbesar adalah +1 dan r terkecil adalah 1. r = +1 menunjukkan hubungan positif sempurna, sedangkan r = -1 menunjukkan hubungan negatif sempurna. Tabel 2. Intrepretasi Nilai R r Interpretasi 0 Tidak berkorelasi 0,01-0,20 Korelasi Sangat rendah 0,21-0,40 Rendah 0,41-0,60 Agak rendah 0,61-0,80 Cukup 0,81-0,99 Tinggi 1 Sangat tinggi (Sumber : Usman, 2000)

31 BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 di Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Subjek penelitian adalah pria usia 40-60 tahun, bekerja di UNS, dan bersedia mengikuti penelitian dengan sukarela. Data diperoleh dari kuesioner dan pengukuran terhadap Tebal Lemak Bawah Kulit (Skinfold) secara langsung. Populasi pria usia 40-60 tahun di Fakultas Kedokteran UNS sebanyak 71 orang. Dari populasi tersebut terdapat total 9 orang perokok, 3 orang diantaranya mempunyai riwayat penyakit jantung, 4 orang berpenyakit diabetes mellitus (DM). 2 orang tidak bersedia menjadi subjek penelitian. Total terdapat 11 orang yang tidak diikutsertakan sebagai sampel karena tidak memenuhi kriteria inklusi, sehingga jumlah sampel adalah 60 orang. Untuk menguji hipotesis antara usia awal andropause dengan tebal lemak bawah kulit, data dianalisis hanya pada pria yang sudah mengalami andropause saja, yang berjumlah 30 orang. Data penelitian diperoleh dari kuesioner dan pengukuran tebal lemak bawah kulit (skinfold) dan indeks massa tubuh (IMT). Hasil penelitian sebagai berikut : 31

32 Tabel 3. Distribusi sampel berdasarkan usia Usia (tahun) Jumlah (%) 40 45 11 (36.67 %) 46 50 8 (26.67 %) 51 55 7 (23.33 %) 56 60 4 (13.33 %) Jumlah ( ) 30 (100 %) (Sumber : data primer penelitian, 2010) Sampel yang memenuhi kriteria diukur tebal lemak bawah kulit (skinfold) untuk menentukan persentase lemak tubuh, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan tebal lemak bawah kulit (skinfold) Klasifikasi Jumlah Persentase Berat Badan Normal (< 17) 8 26.67 Berat Badan Berlebih ( 17) 22 73.33 Jumlah ( ) 30 100 (Sumber : data primer penelitian, 2010) Tabel 2 memaparkan distribusi sampel berdasarkan tebal lemak bawah kulit (skinfold) pada probandus yang sudah mengalami andropause. Sampel yang memenuhi kriteria (30 orang) diukur tebal lemak bawah kulit (skinfold) untuk mendapatkan hasil persentase lemak tubuh. Pengukuran ini menghasilkan jumlah data sampel Berat Badan Berlebih lebih banyak daripada Berat Badan Normal.

33 Mean : 47,59 Mean : 49,50 Gambar 5. Grafik Perbedaan Usia Awal Andropause Berdasarkan Klasifikasi Grafik di atas menunjukkan dengan lebih jelas perbedaan usia andropause berdasarkan klasifikasi yang didapat dari pengukuran tebal lemak bawah kulit (skinfold) dan didapatkan nilai persentase lemak tubuh. Gambar tersebut memberikan informasi bahwa rata-rata usia awal andropause lebih cepat pada pria dengan berat badan berlebih. Untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas agar terpenuhi syarat uji parametrik, dengan data sebagai berikut :

34 Tabel 5. Uji Normalitas Descriptives Statistic Std. Error Umur Mean 49.03.946 95% Confidence Lower Bound 47.10 Interval for Mean Upper Bound 50.97 5% Trimmed Mean 49.07 Median 48.00 Variance 26.861 Std. Deviation 5.183 Minimum 40 Maximum 57 Range 17 Interquartile Range 9 Skewness.083.427 Kurtosis -1.294.833 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Umur Statistic df Sig..164 30.038 a. Lilliefors Significance Correction (Sumber: SPSS.16 for Windows) Tabel 3 memaparkan uji normalitas pada usia probandus untuk mengetahui data memiliki sebaran data normal atau tidak. Didapatkan Koefisien varian 10 %, dimana seharusnya nilai koefisien varian > 30 %. Pada uji Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov, skor umur mempunyai nilai p = 0,038. Oleh karena nilai p < 0.05, maka data dapat diambil kesimpulan mempunyai sebaran tidak normal, atau tidak memenuhi syarat uji parametrik. Maka data akan diolah dengan uji korelasi non-parametrik Spearman.

35 Tabel 6. Uji Korelasi Non-Parametrik Spearman antara Persentase Lemak Tubuh dengan Usia Awal Andropause Correlations Umur Tebal Lemak Bawah Kulit Spearman's rho Umur Correlation 1.000.405 * Coefficient Sig. (2-tailed).027 N 30 30 Tebal Lemak Correlation.405 * 1.000 Bawah Kulit Coefficient Sig. (2-tailed).027 N 30 30 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). (Sumber: SPSS.16 for Windows) Kemudian, menggunakan sistem SPSS.16 for Windows, data hasil penelitian diuji secara statistik dengan Uji Korelasi Non-Parametrik Spearman. Uji statistik dengan taraf keyakinan = 95 %, diperoleh nilai signifikansi 0,027 yang menunjukkan bahwa korelasi antara Tebal Lemak Bawah Kulit dengan Usia Awal Andropause adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,405 menunjukkan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang lemah. a. Penyusunan Hipotesis Ho : Tidak ada hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause, berarti r = 0 H 1 : Ada hubungan antara tebal lemak bawah kulit dengan usia awal andropause, jadi r 0 (Budi, 2006)

36 b. Dasar Pengambilan Keputusan Berdasarkan Uji Korelasi Non-Parametrik Spearman untuk data rasio, berdasarkan probabilitas Ho diterima jika probabilitas > 0,05 Ho ditolak jika probabilitas < 0,05 (Budi, 2006) Dengan demikian hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (H 1 ) diterima pada taraf signifikansi 5 % atau sebesar 0,05 %. Artinya, terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara tebal lemak bawah kulit (skinfold) dengan usia awal andropause di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

37 BAB V PEMBAHASAN Penuaan adalah proses fisiologis yang akan dialami oleh seluruh makhluk hidup. Dalam memasuki usia tua, seorang pria seringkali mengalami berbagai gejala, tanda dan keluhan (sindroma) mirip dengan wanita menopause. Sindroma pada pria menua sering dinamai Andropause. Secara klinis sindroma ini dipresipitasi oleh penurunan hormon tubuh yang relatif cepat yang berinteraksi dengan faktor psiko-sosial yang terjadi dalam perjalanan hidupnya (Wibowo, 2002). Andropause dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya obesitas (Muller et al., 2003; Allan et al, 2006). Faktor ini erat kaitannya dengan peningkatan massa lemak dalam tubuh. Pengukuran komposisi lemak tubuh (subkutan) dengan cara pengukuran triceps, biceps, subscapula dan suprailiaca skinfold pada kelompok populasi tertentu dicoba dilakukan dalam studi ini. Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan pria berusia 40-60 tahun. Sebelumnya Muller et al., (2003) dan Allan et al., (2006) juga melakukan penelitian serupa. Penelitian mereka menyatakan penurunan kadar hormon testosteron dimulai pada usia sekitar 40 tahun. Batas usia sampel dalam penelitian ini 60 tahun, karena pada usia 60 tahun sebagian besar pria telah mengalami andropause lanjut sehingga akan sulit menentukan usia awal munculnya gejalagejala andropause. 37

38 Penulis juga menemukan bahwa hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian sebelumnya mengenai perubahan lemak tubuh terhadap kadar testosteron terhadap pria tua di Masachusetts. Dan semakin rendahnya usia andropause seiring makin tingginya persentase lemak tubuh (Mohr et al, 2006). Adanya peningkatan reaksi aromatisasi pada pria dengan persentase lemak tubuh berlebih mengakibatkan semakin banyak hormon testosteron yang diubah menjadi estrogen, sehingga dapat mempercepat usia awal gejala andropause (Abate et al, 2002). Adanya riwayat penyakit jantung, diabetes mellitus, merokok disingkirkan oleh penulis dari daftar sampel karena hal-hal tersebut dapat mempercepat timbulnya andropause (Anita dan Moeloek, 2002). Karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, kriteria inklusi dan eksklusi hanya dinilai dari kuesioner. Jumlah sampel berjumlah 30 orang pria berusia 40-60 tahun. Data dianalisis pada pria andropause berjumlah 30 orang untuk menguji hipotesis, dengan penjabaran : Berat Badan Normal berjumlah 8 orang (26.67 %) ; Berat Badan Berlebih 22 orang (73.33 %). Bila dibandingkan persentase pria dengan berat badan berlebih (73.33 %) lebih banyak daripada pria dengan berat badan normal (26.67 %). Hal ini membuktikan bahwa terdapat kecenderungan besar bila nilai Tebal Lemak Bawah Kulit (skinfold) semakin tinggi, yang berhubungan langsung dengan kelebihan berat badan seseorang, maka semakin cepat juga pria tersebut mengalami andropause. Berdasarkan hasil uji statistik (Spearman) didapatkan perbedaan yang signifikan dimana nilai probabilitas 0.027 (p < 0,05). Hasil penelitian yang

39 diperoleh sesuai dengan hipotesis, yang lebih jelasnya lagi bahwa ada hubungan antara tebal lemak bawah kulit (skinfold) dengan usia awal andropause. Hal ini sesuai dengan tinjauan teori yang telah diungkapkan sebelumnya mengenai tebal lemak bawah kulit (skinfold) yang berpengaruh terhadap persentase lemak tubuh, dan berpengaruh terhadap obesitas atau tidaknya seseorang. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang dikemukakan, bahwa terdapat hubungan antara Tebal Lemak Bawah Kulit (skinfold) dengan usia awal andropause. Semakin tinggi nilai tebal lemak bawah kulit, sehingga menyebabkan tingginya persentase lemak tubuh, semakin awal timbulnya gejala andropause. Aromatisasi dominan di jaringan perifer daripada di testis (Apter, 2008). Ketika seseorang mengkonsumsi makanan secara berlebihan, timbunan jaringan lemak perifer semakin banyak. Aromatisasi yang memang sewajarnya lebih dominan di perifer juga akan semakin meningkat. Hormon testosteron secara fisiologis menurun seiring berjalannya usia pria. Obesitas merupakan faktor yang akan meningkatkan konversi testosteron menjadi estrogen. Munculnya kedua faktor tersebut (usia dan obesitas) akan menyebabkan penurunan kadar hormon testosteron semakin drastis. Dengan demikian, gejalagejala andropause akan muncul lebih cepat. Penelitian ini menggunakan kuesioner baku ADAM test dan AMS test. Dalam penelitian ini, penulis menemukan masalah yaitu hasil yang diperoleh dari kuesioner ADAM test dan AMS test tidak selalu positif bersamaan pada sampel yang sama. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sampel menjawab pertanyaan kuesioner secara serampangan (asal-asalan), seperti sampel yang datang tidak