BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah perkotaan mempunyai sifat yang sangat dinamis, berkembang sangat cepat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan daerah perkotaan dapat secara nyata dilihat dari perkembangan fisik kota, pembangunan demi pembangunan telah mengubah bentukan kota dari waktu ke waktu. Perubahan daerah perkotaan yang relatif cepat membutuhkan pengelolaan, penanganan, dan pemecahan masalah yang ditimbulkannya dengan cepat pula. Semarang merupakan Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, sehingga secara langsung kota ini merupakan pusat berbagai macam kegiatan perkotaan yang tidak menutup kemungkinan bakal terjadi banyak permasalahan daerah perkotaan seperti pada umumnya. Kota Semarang menjadi salah satu kota yang dikenal sebagai kota industri karena terdapat banyak sekali industri yang berdiri di kota ini. Keberadaan industri-industri ini mempunyai efek positif dan juga negatif. Efek positif yang ditimbulkan adalah terjadi pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di sekitar kota ini. Pertumbuhan kawasan perindustrian yang semakin tinggi sebanding dengan turut terbukanya banyak lapangan pekerjaan dibidang ini, sehingga hal ini menyebabkan banyak sekali terjadi migrasi penduduk baik dari daerah sekitar Kota Semarang maupun banyak daerah lain di Indonesia (Tamim, 1997). Migrasi penduduk yang terjadi menyebabkan jumlah penduduk di kota ini semakin bertambah jumlahnya. Seperti terlihat pada Tabel 1.1, tercatat dari tahun 2008 sampai tahun 2013 penduduk Kota Semarang terus mengalami peningkatan jumlah. Pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Semarang tercatat 1.481.640 jiwa, sementara pada tahun 2013 jumlah penduduk kota ini sudah mencapai 1.572.105 jiwa. Berdasarkan jumlah tersebut, dalam kurun waktu 5 tahun jumlah penduduk kota ini bertambah sekitar 90 ribu jiwa. Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan terjadinya peningkatan pergerakan penduduk itu sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. 1
Tabel 1.1. Jumlah penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kota Semarang tahun 2008-2013 Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Luas Wilayah (km2) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Mijen 57887 57,55 1006 Gunungpati 75885 54,11 1402 Banyumanik 130494 25,69 5080 Gajah Mungkur 63599 9,07 7012 Semarang Selatan 82293 5,93 13877 Candisari 79706 6,54 12187 Tembalang 147564 44,2 3339 Pendurungan 177143 20,72 8549 Genuk 93439 27,39 3411 Gayamsari 73745 6,18 11933 Semarang Timur 78622 7,7 10211 Semarang Utara 128026 10,97 11671 Semarang Tengah 71200 6,14 11596 Semarang Barat 158668 21,74 7298 Tugu 31279 31,78 984 Ngaliyan 122555 37,99 3226 Jumlah 2013 1572105 373,7 4207 2012 1559198 373,7 4172 2011 1544358 373,7 4133 2010 1527433 373,7 4087 2009 1506924 373,7 4032 2008 1481640 373,7 3968 Sumber : BPS Kota Semarang dan Bapeda Kota Semarang, dalam Semarang Dalam Angka 2013 Jumlah penduduk yang terus meningkat di setiap tahunnya berbanding lurus dengan tingkat pergerakan penduduk itu sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan mobilitas penduduk di perkotaan berbanding lurus dengan peningkatan kepemilikan kendaraan pribadi (Tabel 1.2). Kepemilikan kendaraan pribadi baik mobil maupun sepeda motor dirasa sangat menguntungkan dan akan meningkatkan kesempatan seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitasnya dengan lebih leluasa 2
dan tentunya dirasa lebih nyaman jika dibandingkan dengan menggunkan sarana transportasi umum yang ada bagi sebagian besar penduduk di perkotaan dengan perekonomian yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan beban volume kendaraan menjadi meningkat. Contoh peningkatan beban volume kendaraan dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.2. Jumlah kendaraan bermotor di Kota Semarang tahun 2009 sampai tahun 2012 Kecamatan Jumlah Kendaraan Bus Truk Taksi Mikrolet Mobil Dinas/ Pribadi Sepeda Motor Mijen 21 53 0 22 598 6938 Gunungpati 5 77 0 3 584 9009 Banyumanik 0 7 455 402 1501 3342 Gajah Mungkur 52 10 129 171 896 2599 Semarang Selatan 0 18 81 163 1939 6800 Candisari 12 30 203 96 1262 5046 Tembalang 33 122 78 49 5199 10740 Pendurungan 71 156 150 151 4302 25413 Genuk 62 534 41 112 848 8189 Gayamsari 76 42 0 0 1742 6930 Semarang Timur 14 111 16 24 1377 8873 Semarang Utara 75 94 197 89 3942 11835 Semarang Tengah 0 70 200 0 2381 9990 Semarang Barat 11 56 225 67 3237 15554 Tugu 0 10 0 6 208 3654 Ngaliyan 13 84 249 0 3507 16374 2013 445 1474 2024 1355 33523 192118 2012 445 1474 2024 1355 33523 192118 Jumlah 2011 443 913 1265 859 44660 169169 2010 443 913 1265 859 44660 169169 2009 467 1019 1040 813 34625 123527 Sumber : BPS Kota Semarang dan Bapeda Kota Semarang, dalam Semarang Dalam Angka 2013 3
Tabel 1.3. Beban Volume Kendaraan tahun 2008 dan 2014. Beban Volume Kendaraan Nama Jalan Tahun 2011 Tahun 2014 Brigjend Sudiarto 6089 6506 Ahmad Yani 4321 4963 Soekarno Hatta 4690 5312 Pandanaran 5720 4753 Pahlawan 4539 4603 Sumber : Dinas Perhubungan Kota Semarang tahun 2011 dan Survei lapangan tahun 2014. Meningkatnya jumlah kendaraan pribadi yang tidak diimbangi dengan peningkatan sarana maupun prasarana transportasi yang memadai akan menimbulkan kemacetan lalu lintas. Tamim (1997) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan pergerakan yang sangat tinggi tidak mungkin dihambat, sementara sarana dan prasarana transportasi sangat terbatas, mengakibatkan aksesibilitas dan mobilitas menjadi terganggu. Pembangunan prasarana jalan raya seperti penambahan panjang jalan maupun lebar jalan pada daerah perkotakan menjadi semakin sulit diupayakan. Sementara untuk dilakukan program pembangunan jalan dengan pembebasan lahan milik penduduk di daerah perkotaan ini tentu saja membutuhkan biaya yang sangat banyak. Besarnya biaya yang dikeluarkan baik untuk peningkatan kapasitas jalan maupun upaya rekayasa dan manajemen lalulintas tetap saja tidak mampu mengurai kemacetan dan tundaan. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan akan transportasi yang terus berkembang pesat sementara perkembangan penyediaan fasilitas transportasi sangat rendah sehingga tidak bisa mengikutinya. 4
Tabel 1.4. Panjang jalan di Kota Semarang th 2009-2013 Kondisi Jalan Negara/Nasional Status Jalan (Km) Propinsi Kab/ Kota/ Lokal Jumlah % Tahun 2009 Baik 41,83 23,11 1157,65 1222,59 44,01 Sedang 10,76 4,33 907,44 922,53 33,20 Rusak 7,17 1,45 624,55 633,17 22,79 Rusak berat 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 TOTAL 59,76 28,89 2689,64 2778,29 100,00 Tahun 2010 Baik 68,12 27,16 1154,88 1250,16 44,92 Sedang 0,00 0,00 907,00 907,00 32,59 Rusak 0,00 0,00 626,12 626,12 22,50 Rusak berat 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 TOTAL 68,12 27,16 2688,00 2783,28 100,00 Tahun 2011 Baik 68,12 27,12 1160,88 1256,12 45,07 Sedang 0,00 0,00 905,00 905,00 32,47 Rusak 0,00 0,00 626,00 626,00 22,46 Rusak berat 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 TOTAL 68,12 27,12 2691,88 2787,12 100,00 Tahun 2012 Baik 62,12 27,12 1.16 1.255,24 45,05 Sedang 0 0 905 905 32,48 Rusak 0 0 626 626 22,47 Rusak berat 0 0 0 0 0,00 TOTAL 62,12 27,12 1531 2.786,24 100,00 Tahun 2013 Baik 68,12 27,16 1433 1528,28 Sedang 0 0 767 767 Rusak 0 0 351 351 Rusak berat 0 0 139 139 TOTAL 68,12 27,16 2690 2785,28 Sumber : Bina Marga Kota Semarang, dalam Semarang Dalam Angka 2013 Keberadaan sarana transportasi seperti jaringan transporasi darat baik jalur kerata api dan jalan, transportasi udara, dan keberadaan pelabuhan sangat mendukung keberadaan kota ini sebagai simpul transportasi Regional Jawa Tengah. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan fisik perkotaan terjadi secara pesat dan menyulitkan upaya perbaikan dan pembangunan jaringan jalan baru untuk mengimbangi lonjakan jumlah pengguna jalan. Tabel 1.3. menunjukkan panjang 5
jalan di Kota Semarang tahun 2009-2013 yang dikelaskan berdasarkan kondisi jalan dimana perubahan panjang jalan di kota ini tidak terjadi secara signifikan. Sebagian besar ruas jalan raya di Kota Semarang mempunyai tingkat kemacetan yang tinggi. Selain volume lalu lintas yang terus meningkat, bentuk penggunaan lahan juga merupakan salah satu faktor yang turut menyebabkan terjadinya kemacetan, bentuk penggunaan tersebut terutama yang digunakan untuk kegiatan jasa maupun sosial ekonomi. Peristiwa kemacetan lalu lintas tidak dapat dibiarkan berlarut-larut dan harus segera mendapat penanganan dan solusi terbaik agak kemacetan yang terjadi dapat diminimalisis atau bahkan dapat terhindari. Karena pertumbuhan fisik kota dan pertambahan jumlah kendaraan pribadi bersifat sangat dinamis jika dibandingkan dengan penambahan dan perkembangan sarana prasana jalan raya maka masalah kemacetan perlu sesegera mungkin diatasi. Salah satu cara mengatasi kemacetan lalu lintas adalah dengan melakukan pemetaan tingkat kemacetan pada tiap ruas jalan untuk inventarisasi data spasial sehingga dapat digunakan sebagai acuan dan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan maupun keputusan bagi pihak yang berwenang. Pemetaan tingkat kemacetan di Kota Semarang sebagai langkah awal dalam penanganan masalah perkotaan tentu saja membutuhkan data yang akurat dan up to date. Salah satu data yang cukup akurat dan up to date adalah data penginderaan jauh yang dipadukan dengan survei lapangan menggunakan teknik sampling. Penggunaan data penginderaan jauh dan survei lapangan dirasa cukup efisien, cepat, dan akurat dilakukan untuk penanganan dan pemecahan masalah kemacetan lalu lintas di Kota Semarang. Penggunaan citra penginderaan jauh resolusi tinggi seperti Citra Quickbird dapat digunakan untuk menyadap informasi geometrik jalan dan penggunaan lahan sebagai bagian dari parameter penentuan kemacetan lalu lintas. Kajian pemanfaatkan Citra Quickbird telah banyak dimanfaatkan pada penelitian serupa dimana hasil dari interpretasi mempunyai nilai keakurasian yang tinggi jika dibandingkan dengan kondisi asli dilapangan. Sementara Sistem Informasi Geografi digunakan untuk pengolahan data spasial menjadi informasi. Selain untuk pengolahan data penentuan tingkat pelayanan dan mengidentifikasi 6
kemacetan, Sistem Informasi Geografi juga digunakan dalam pemodelan spasial penentuan rute alternatif dengan mempertimbangkan potensi tingkat kemacetan lalu lintas. Parameter penentu kemacetan lalu lintas terdiri dari tingkat pelayanan jalan, bentuk persimpangan jalan, kondisi perparkiran, kondisi trotoar, ketersediaan rambu-rambu lalu lintas, dan penggunaan lahan. Analisis tingkat kemacetan lalu lintas di Kota Semarang dilakukan berdasarkan perbandingan antara volume kendaraan lalu lintas per jam dengan kapasistas praktis dari jalan tersebut atau sering disebut V/C ratio, hal tersebut dikemukakan oleh Endang Saraswati (dalam Susanti, 2009). 1.2 Rumusan Masalah Perubahan dan perkembangan daerah perkotaan yang cepat membutuhkan perencanaan dan kebijakan-kebijakan yang tepat dan cepat agar mampu menekan permasalahan-permasalahan yang muncul pada daerah perkotaan. Salah satu permasalahannya adalah kemacetan dimana kondisi lalu lintas harian yang semakin padat tidak diimbangin oleh peningkatan sarana dan prasarana jalan dari tahun ke tahun di Kota Semarang. Daerah rawan kemacetan lalulintas umumnya merupakan daerah dengan intensitas kegiatan tinggi sehingga bentuk penggunaan lahan juga mempunyai andil yang besar sebagai pemicu terjadinya kemacetan. Bentuk penggunaan lahan yang dimaksud bisa saja merupakan sekolah, pabrik, maupun pasar. Selain itu, dikemukakan juga bahwa kebiasaan pengguna jalan yang kurang mematuhi peraturan seperti halnya angkutan umum yang berhenti sembarangan turut menyebabkan ternyajinya kemacetan. Pemecahan permasalahan lalu lintas di Kota Semarang dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan pengolahan data spasial menggunaan sistem informasi geografis agar mampu memperkecil biaya, tenaga, maupun waktu. Citra Quickbird dengan resolusi tinggi mampu menyajikan data spasial geometrik jalan dan penggunaan lahan yang digunakan sebagai parameter dalam menganalisis masalah kemacetan lalu lintas di 7
Kota Semarang. Penggunaan Citra Quickbird sudah banyak diterapkan dalam penelitian serupa karena mempunyai nilai akurasi yang tinggi pada setiap data yang diinterpretasi. Sistem Informasi Geospasial akan digunakan untuk pengolahan data menjadi informasi yang digunakan untuk studi kemacetan yaitu untuk penentuan tingkat pelayanan dan mengindentifikasi kemacetan, serta digunakan juga untuk melakukan pemodelan spasial yaitu penentuan rute alternatif. Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan pertanyaan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Seberapa besar tingkat efektifitas Citra Quickbird dalam menyadap parameter tingkat kemacetan lalu lintas? 2. Bagaimana persebaran tingkat kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Semarang Bagian Tengah? 3. Bagaimana rute alternatif dalam bentuk media cetak untuk mengatasi kemacetan lalu lintas? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui efektifitas Citra Quickbird dalam menyadap parameter tingkat kemacetan lalu lintas. 2. Mengetahui persebaran tingkat kemacetan lalu lintas yang ada di Kota Semarang bagian tengah. 3. Menyusun peta rute alternatif untuk menghindari kemacetan lalu lintas di Kota Semarang bagian tengah. 1.4 Kegunaan Penelitian Dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dalam hal : 1. Pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang penginderaan jauh untuk studi perkotaan. 2. Sebagai rekomendasi dalam penentuan kebijakan lalu lintas baik untuk memanajemen jalur alternatif dalam upaya mengatasi masalah kemacetan lalu lintas. 8