SERIAL PEDOMAN TEKNIS

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes.

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

Paparan Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah

Strategi Pemecahan Masalah pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut :

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PROGRAM PEMBANGUNAN YANG BERKEADILAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Latar Belakang. Tujuan setiap warga negara terhadap kehidupannya adalah

PENCAPAIAN TARGET MDGs DALAM RPJMN

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

LATAR BELAKANG DAN KONDISI UMUM

Metadata untuk Penyusunan Rencana Aksi yang Partisipatif

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA AKSI PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN MDGs DI DAERAH (RAD MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Renstra BPM, KB dan Ketahanan Pangan Kota Madiun I - 1

Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah

Nina Sardjunani. Disampaikan pada Acara Bedah Buku MDGs Sebentar Lagi. Reuni Akbar Alumni ITB 75, Jakarta, 31 Januari 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Aplikasi System Dynamic pada Model Perhitungan Indikator Millennium Development Goals (MDGs)

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Selaku SEKRETARIS TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA SURAKARTA

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs): Refleksi dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 37 TAHUN 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SERIAL PEDOMAN TEKNIS Penyusunan Rencana Aksi Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs di Daerah

CAPAIAN MDGs. provinsi KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL TAHUN

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

3.2 Pencapaian Millenium Development Goals Berdasarkan Data Sektor Tingkat Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar Tahun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

Dr.dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK

Dari MDGs Menuju SDGs: Pembelajaran dan Tantangan Implementasi

Studi Efektifitas CSR 6 Desa Binaan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, dengan Pendekatan MDGs dan Lima Pilar Pembangunan Nasional

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN STRATEGIS PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

STUDI EMPIRIS CAPAIAN MDGS DI PROVINSI RIAU

2017, No Indonesia Nomor 5360); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indones

LAMPUNG LAMPIRAN : PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan

RKPD Tahun 2015 Pendahuluan I -1

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun Latar Belakang

MDGs. Kebijakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan. dalam. Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional September 2007

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. strategi pembangunan daerah mulai dari RPJPD , RPJMD ,

NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

KONSEPTUAL RPJMN BIDANG KESEHATAN TAHUN KEPALA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN Drg. Tini Suryanti Suhandi, M.Kes

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

BAB I P E N D A H U L U A N

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA KEDIRI TAHUN

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAEAH KOTA BINJAI TAHUN LATAR BELAKANG

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) RKPD KABUPATEN BERAU TAHUN 2013 BAB I - 1

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

PERENCANAAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN BERBASIS-DATA MEMPERTAJAM INTERVENSI KEBIJAKAN

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN

SINKRONISASI DAN HARMONISASI PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

SERIAL PEDOMAN TEKNIS PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF BAGI DAERAH UNTUK MENDUKUNG PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN MDGs DI PROVINSI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2013 i

ii

Kata Pengantar Upaya pencapaian tujuan, target, dan indikator Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen bangsa Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang juga merupakan komitmen global. Untuk mencapai tujuan tersebut target dan indikator MDGs telah diintegrasikan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, sedangkan di tingkat daerah diharapkan telah diintegrasikan kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di masing-masing provinsi, kabupaten dan kota. Untuk mempercepat pencapaian tujuan, target, dan indikator MDGs telah ditetapkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 tahun 2010. Sebagai tidak lanjut dari Inpres tersebut, ditingkat Pusat telah disusun Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) di Indonesia tahun 2010-2015, sedangkan di tingkat daerah telah disusun Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs tahun 2011-2015. Berdasarkan Laporan Nasional Pencapaian MDGs tahun 2011, beberapa indikator MDGs telah dicapai sebelum tahun 2015, sebagian indikator akan dapat dicapai pada tahun 2015, sedangkan sebagian lagi memerlukan upaya keras untuk dapat mencapainya. Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pencapaian MDGs adalah masih lebarnya disparitas pencapaian tujuan, target, dan indikator MDGs antar provinsi. Untuk itu, diperlukan upaya strategis guna mengurangi lebarnya disparitas antar provinsi, antara lain melalui pemberian insentif MDGs bagi daerah. Diharapkan dengan adanya insentif MDGs bagi daerah, maka akan terjadi peningkatan komitmen Pemerintah Daerah dalam upaya mempercepat pencapaian tujuan MDGs. Agar pemberian insentif dapat dilakukan dengan terencana dan terlaksana melalui penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), maka diperlukan Pedoman Pemberian Insentif MDGs Bagi Daerah Untuk Mendukung Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs. Buku pedoman ini, mengatur tentang pemberian insentif MDGs bagi Daerah yang meliputi dasar hukum, kriteria pemberian insentif, penerima insentif, bentuk pemberian insentif, sumber pendanaan insentif, waktu pemberian insentif, cara penyaluran insentif dan penggunaan insentif. Diharapkan dengan adanya pedoman ini terdapat kejelasan tentang mekanisme pemberian insentif bagi berbagai pihak yang terkait. Terima kasih. Jakarta, 2013 Dra. Nina Sardjunani, MA Deputi Menteri PPN/Bappenas Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan iii

DAFTAR ISI Kata Pengantar iii Daftar Isi iv I. Pendahuluan 1 II. Tujuan.. 2 III. Dasar Hukum 2 IV. Kebijakan Pemberian Insentif MDGs.. 4 A. Kriteria Pemberian Insentif 4 B. Penerima Insentif.... 5 C. Bentuk Pemberian Insentif. 5 D. Waktu Pelaksanaan Pemberian Insentif 5 E. Sumber Dana Pemberian Insentif.. 6 F. Penggunaan Dana Insentif.. 6 V. Mekanisme Pemberian Insentif MDGs. 7 VI. Penutup.. 9 VII. Lampiran. 10 A. Indikator Yang Digunakan 11 B. Cara Perhitungan Insentif 16 C. Formula Yang Digunakan 17 D. Jenis Insentif Fiskal 18 E. Total Insentif Fiskal 19 F. Besaran Insentif 19 G. Insentif Non Fiskal 19 iv

I. PENDAHULUAN Pada bulan September 2000, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebanyak 189 negara anggota PBB sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium yang kemudian dijabarkan dalam kerangka praktis Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). MDGs yang menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus, memiliki tenggat waktu (2015) dan indikator kemajuan yang terukur. Saat ini, tersisa waktu sekitar dua setengah tahun bagi negara berkembang anggota PBB untuk menyelesaikan dan mengupayakan pencapaian delapan Tujuan Pembangunan Milenium terkait pengurangan kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar, kesetaraan gender, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, pengurangan prevalensi penyakit menular, pelestarian lingkungan hidup, dan kerjasama global. MDGs yang didasarkan pada konsensus dan kemitraan global ini, juga menekankan kewajiban negara maju untuk mendukung penuh upaya tersebut. Berdasarkan Laporan Pencapaian MDGs tahun 2011, beberapa indikator MDGs telah tercapai, sebagian besar indikator dapat dicapai, sedangkan sebagian lagi memerlukan kerja keras agar sasaran dapat tercapai pada tahun 2015. Namun masih terlihat disparitas yang lebar antar provinsi. Beberapa provinsi menunjukkan kinerja pencapaian indikator MDGs diatas rata-rata Nasional, sedangkan provinsi lainnya menunjukkan kinerja yang lebih rendah dari rata-rata Nasional. Komitmen Indonesia untuk mencapai MDGs merupakan cerminan komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. Karena itu, MDGs merupakan acuan penting dalam penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional. Pemerintah Indonesia telah mengarus-utamakan MDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005-2025), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2005-2009 dan 2010-2014), Rencana Kerja Pemerintah (RKP), serta dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk mempercepat pencapaian MDGs, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan khususnya yang berkaitan dengan pencapaian tujuan MDGs. Berdasarkan 1

Instruksi tersebut, di tingkat Pusat telah disusun Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) di Indonesia tahun 2010-2015, sedangkan di tingkat daerah telah disusun 33 Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs provinsi tahun 2011-2015. Selain itu, Presiden menginstruksikan untuk menyusun mekanisme pendanaan insentif MDGs bagi daerah yang mencapai kinerja MDGs yang baik. Untuk melaksanakan instruksi tersebut setiap tahun didalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) perlu dirumuskan tentang pemberian insentif bagi daerah. Untuk mengimplementasikan Inpres No. 3 Tahun 2010 dalam menjamin kelancaran dan transparansi pemberian insentif MDGs bagi daerah diperlukan Pedoman Pemberian Insentif Bagi Daerah Untuk Mendukung Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs Di Provinsi. Buku Pedoman ini berisi tentang tujuan, dasar hukum, kebijakan pemberian insentif dan mekanisme pemberian insentif. II. TUJUAN Pedoman ini digunakan sebagai panduan dalam penetapan dan pelaksanaan pemberian insentif kepada daerah yang memiliki kinerja baik dalam upaya pencapaian tujuan MDGs. III. DASAR HUKUM Dasar hukum pemberian insentif MDGs kepada Daerah mengacu kepada beberapa payung hukum sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). a. Pasal 4 ayat (2): RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif; 2

b. Pasal 5 ayat (2): RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. 2. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 Pasal 2 ayat 3: RPJM Nasional berfungsi sebagai: a. Pedoman bagi Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga; b. Bahan penyusunan dan perbaikan RPJM Daerah dengan memperhatikan tugas pemerintah daerah dalam mencapai sasaran Nasional yang termuat dalam RPJM Nasional; c. Pedoman Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP). 3. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan a. Instruksi Pertama: Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan, sebagaimana termuat dalam Lampiran Instruksi Presiden, yang meliputi: 1) Pro rakyat; 2) Keadilan untuk semua (justice for all); 3) Pencapaian tujuan pembangunan milenium (Millennium Development Goals MDGs). b. Instruksi Kedua poin 3: Untuk program pencapaian tujuan pembangunan Milenium, memfokuskan pada:(a) program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan; (b) program pencapaian pendidikan dasar untuk semua; (c) program pencapaian 3

kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (d) program penurunan angka kematian anak; (e) program kesehatan ibu; (f) program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; (g) program penjaminan kelestarian lingkungan hidup; dan (h) program pendukung percepatan pencapaian tujuan milenium. c. Rencana tindak upaya pencapaian tujuan pembangunan milenium (MDGs); Program Pendukung Percepatan Pencapaian MDGs; Tindakan (3) Peningkatan dukungan pembiayaan untuk percepatan pencapaian MDGs; dan Keluaran (5) Tersusunnya mekanisme pendanaan untuk insentif daerah yang mencapai kinerja MDGs yang baik 4. Undang-Undang APBN yang ditetapkan setiap tahun oleh DPR dan pemerintah 5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 112/PMK.02/2012 tentang Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara 6. Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor Kep. 47/M.PPN/Hk/03/2011 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Nasional Percepatan Pencapaian MDGs 2011-2015 IV. KEBIJAKAN PEMBERIAN INSENTIF MDGs Pemberian insentif MDGs bagi daerah ditetapkan melalui mekanisme yang bersifat transparan, akuntabel serta berkeadilan. Kebijakan mengenai pemberian insentif ini meliputi beberapa aspek sebagai berikut: A. Kriteria Pemberian Insentif Untuk menetapkan pemberian insentif MDGs bagi daerah, ditetapkan kriteria pemberian insentif yaitu sebagai berikut: 1. Insentif diberikan kepada semua provinsi. 2. Besarnya insentif untuk setiap provinsi tergantung dari kinerja pencapaian MDGs. 3. Ketentuan tentang pemberian insentif ditetapkan dengan menggunakan formula seperti dalam lampiran. 4

4. Tim Penilai Pemberian Insentif MDGs adalah Tim MDGs Nasional yang dikoordinasikan oleh BAPPENAS dan dibantu oleh Tim Independen MDGs 5. Sumber data untuk menilai kinerja pencapaian MDGs utamanya berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). 6. Perhitungan kinerja pencapaian sasaran MDGs dilakukan dengan mengamati kecenderungan selama 3 (tiga) tahun INSENTIF TAHUN PENGAMATAN 2013 2009 s/d 2011 2014 2010 s/d 2012 2015 2011 s/d 2013 2016 2012 s/d 2014 B. Penerima Insentif Penerima insentif MDGs adalah pemerintah provinsi yang diwakili oleh Gubernur. C. Bentuk Pemberian Insentif Pemberian insentif diberikan dalam dua bentuk yaitu insentif fiskal dan insentif non fiskal. 1. Insentif fiskal Insentif fiskal berupa pemberian dana yang bersumber dari APBN melalui transfer daerah yang jumlahnya ditetapkan dengan surat keputusan Menteri Keuangan. 2. Insentif non fiskal Insentif non fiskal diberikan dalam bentuk plakat/piagam atau bentuk lainnya yang diberikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, selaku penanggung jawab Tim MDGs Nasional. D. Waktu Pelaksanaan Pemberian Insentif Proses pemberian insentif setiap tahun ditetapkan dengan kerangka sebagai berikut: 1. Implementasi program dan kegiatan untuk mencapai sasaran MDGs dilaksanakan setiap tahun. 2. Implementasi program diamati selama 3 tahun untuk melihat kecenderungan pencapaian sasaran MDGs. 5

3. Exercise perhitungan pencapaian kinerja dilakukan 1 tahun sebelum penetapan. E. Sumber Dana Pemberian Insentif Sumber dana insentif berasal dari APBN dan tata cara pengalokasian serta penggunaannya disesuaikan dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. F. Penggunaan Dana Pemberian Insentif Dana insentif dipergunakan untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Memperkuat ketersediaan data MDGs di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. 2. Mendukung program-program yang bertujuan untuk percepatan pencapaian MDGs. 3. Membantu kabupaten/kota yang pencapaian sasaran MDGs berada dibawah ratarata provinsi. 4. Meningkatkan koordinasi perencanaan dan penganggaran MDGs antara provinsi dengan kabupaten/kota. 5. Memperkuat pemantauan dan evaluasi MDGs di provinsi dan kabupaten/kota 6. Melakukan advokasi kepada seluruh pemangku kepentingan untuk percepatan pencapaian MDGs 7. Melakukan pelatihan untuk peningkatan kapasitas penyusunan perencanaan, penganggaran dan pemantauan evaluasi yang terkait dengan pencapaian sasaran MDGs. 8. Menyusun laporan MDGs tahunan 9. Dana insentif ini tidak dipergunakan untuk: a) Bantuan Sosial kecuali untuk Penyediaan Air Minum yang berbasis pemberdayaan masyarakat (PAMSIMAS) b) Pembangunan kantor c) Pengadaan kendaraan operasional kantor. d) Pemberian honor untuk tambahan tenaga baru. 10. Untuk tercapainya penggunaan dana insentif sesuai dengan sasaran no 1 sampai dengan 9 mengacu pada petunjuk penyusunan RAPBD tahunan yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri. 6

11. Akuntabilitas penggunaan dana insentif MDGs akan dilakukan pengawasan oleh aparat pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku V. MEKANISME PEMBERIAN INSENTIF MDGs A. Mekanisme Pemberian Insentif Non Fiskal Mekanisme pemberian insentif Non Fiskal kepada Daerah adalah sebagai berikut: 1. Tim MDGs Nasional melakukan analisa dan menetapkan kinerja pencapaian MDGs ditingkat provinsi. 2. Tim MDGs Nasional membahas dan menetapkan pemberian insentif non fiskal berdasarkan kriteria yang ditetapkan. 3. Tim MDGs Nasional menyampaikan hasil penilaian pencapaian MDGs kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas. 4. Menteri PPN/ Kepala Bappenas menginformasikan laporan kinerja pencapaian MDGs ditingkat provinsi kepada Presiden 5. Menteri PPN/Kepala Bappenas memberikan insentif non fiskal kepada Gubernur pada saat Musrenbangnas. B. Mekanisme Pemberian Insentif Fiskal Mekanisme pemberian insentif MDGs Fiskal adalah sebagai berikut: 1. Tim MDGs Nasional melakukan analisa dan menetapkan kinerja pencapaian MDGs ditingkat Provinsi. 2. Tim MDGs Nasional membahas dan menetapkan besaran alokasi dana insentif MDGs berdasarkan kriteria yang ditetapkan. 3. Menteri PPN/ Kepala Bappenas melaporkan kinerja pencapaian MDGs di tingkat Provinsi kepada Presiden 4. Menteri PPN/ Kepala Bappenas menyampaikan usulan penetapan besaran dana insentif MDGs kepada Menteri Keuangan. 5. Kementerian Keuangan mengusulkan dana insentif MDGs kepada DPR melalui mekanisme pembahasan RAPBN. 6. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membahas dan menyetujui usulan pemerintah tentang besaran dana insentif. 7

7. Menteri Keuangan mengalokasikan dana insentif MDGs sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 8. Gubernur menggunakan dana insentif MDGs sesuai dengan pedoman pemberian insentif. 9. Gubernur melaporkan penggunaan dana insentif MDGs kepada Menteri PPN/ Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. Mekanisme Pemberian Insentif MDGs bagi Daerah Tim MDGs Nasional melakukan analisa dan menetapkan kinerja pencapaian MDGs ditingkat provinsi Tim MDGs membahas dan menetapkan pemberian insentif fiskal dan non fiskal yang akan diterima provinsi Menteri PPN/ Kepala Bappenas menyampaika n usulan penetapan besaran insentif MDGs kepada Menteri Keuangan Kementerian Keuangan mengusulkan dana insentif MDGs kepada DPR Atas persetujuan DPR,insentif MDGs dapat diberikan dan dialokasikan melalui Menkeu Tim MDGs Nasional menyampaikan hasil penilaian pencapaian MDGs kepada MenPPN Menteri Keuangan mengalokasikan dana insentif MDGs sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Menteri PPN menginformasikan laporan kinerja pencapaian MDGs ditingkat provinsi kepada Presiden Gubernur menggunakan dana insentif MDGs sesuai dengan pedoman pemberian insentif. Men PPN memberikan insentif non fiskal kepada Gubernur pada saat Musrenbangnas 8

VI. Penutup Pedoman ini merupakan salah satu penjabaran dari Inpres No.3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang berkeadilan khususnya tentang Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Buku Pedoman ini merupakan panduan bagi pemerintah provinsi dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberian insentif MDGs bagi Daerah. Dengan adanya Pedoman ini, maka diharapkan dapat membantu kelancaran pelaksanaan pemberian incentive MDGs bagi daerah guna untuk mempercepat pencapaian tujuan, target dan indikator MDGs. 9

LAMPIRAN 10

A. INDIKATOR YANG DIGUNAKAN Indikator yang akan di pergunakan dalam menentukan pemberian insentif bagi daerah adalah menggunakan indikator yang terdapat dalam dokumen Serial Pedoman Teknis DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR MDGs yang di terbitkan oleh Kementerian PPN / BAPPENAS dan BADAN PUSAT STATISTIK tahun 2011 yang merujuk pada indikator MDGs Internasional. Pemilihan 12 indikator merujuk pada indikator MDGs yang memiliki serangkaian tujuan (goals) yang tercantum dalam Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs provinsi. Pemilihan indikator tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan data secara teratur (dalam 3 tahun), dapat dipercaya (reliable), berasal dari sumber data yang sahih (valid), dan diperoleh dari survey oleh lembaga independen (BPS). Dalam hal tidak tersedia data dari BPS, digunakan data dari Kementerian/Lembaga yang kesahihannya telah diverifikasi. Tabel berikut ini merupakan daftar indikator terpilih yang akan digunakan dalam menilai kinerja pencapaian sasaran MDGs: Tabel Indikator MDGs yang digunakan dalam pemberian insentif MDGs Indikator SUMBER GOAL INDIKATOR MDGs DATA Goal 1 1.1 1 Prosentase Penduduk Miskin BPS 1.2 2 Indeks Kedalaman Kemiskinan BPS 1.9 3 Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum (<1400 kkal) BPS Goal 2 2.1 4 Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs BPS Goal 3 3.1 5 Rasio APM Perempuan/Laki-laki di Sekolah Menengah (SMP/MTs) 3.2 6 Kontribusi perempuan dalam pekerja upahan di sektor non pertanian (KPPNP) BPS BPS Goal 4 4.3 7 Persentasi anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak BPS Goal 5 5.2 8 Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih 5.3 9 Angka Pemakaian kontrasepsi/cpr bagi perempuan menikah 15-49, cara modern BPS BPS 11

Goal 6 6.9 10 Case Detection Rate (CDR) TB Laporan KemenKes Goal 7 7.8 11 Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak, 7.9 12 Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar BPS BPS 1. INDIKATOR 1.1 - Prosentase Penduduk Miskin Indikator ini untuk mengukur persentase penduduk miskin (mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan) terhadap total penduduk di suatu provinsi melalui penetapan garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah batasan biaya (rupiah) yang diperlukan agar penduduk dapat hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan kebutuhan minimum pangan dan non pangan esensial. Tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kemiskinan adalah lawan dari kesejahteraan sehingga harus dikurangi dari waktu ke waktu atau bahkan dihapuskan. Indikator ini berguna untuk keperluan perencanaan dan pemantauan kinerja pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. INDIKATOR 1.2 Indeks Kedalaman Kemiskinan Indikator ini untuk mengukur rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan dan memberi petunjuk kepada pengambil kebijakan seberapa besar anggaran yang diperlukan untuk mengangkat mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan keluar dari kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. 3. INDIKATOR 1.9 Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum (<1400 kkal) Indikator ini untuk mengukur persentase penduduk dengan asupan kalori di bawah 1400 kkal per kapita per hari (70% dari Angka Kecukupan Gizi-AKG) di suatu wilayah/provinsi, yang menunjukkan terjadinya kekurangan pangan dan gizi kronis. Semakin tinggi proporsinya maka semakin buruk kondisi kesejahteraan penduduk di propinsi tersebut. 12

4. INDIKATOR 2.1 Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs Salah satu Indikator MDGs untuk bidang pendidikan adalah APM SD/MI. Mengingat APM SD/Mi sudah mencapai sasaran MDGs (universal), maka yang dipilih adalah indikator APM SMP/MTs, yang merupakan indikator untuk pencapaian program wajib belajar 9 tahun di Indonesia. Data APM SMP/MTs bersumber dari BPS, dalam data tersebut sudah termasuk partisipasi pendidikan melalui paket B, tapi belum mencakup data partisipasi pendidikan melalui pesantren salafiyah. 5. INDIKATOR 3.1 Rasio APM Perempuan/Laki-laki di Sekolah Menengah (SMP/MTs) Rasio APM SMP/MTs adalah perbandingan APM perempuan terhadap laki-laki. Mengingat bahwa program pemerintah dibidang pendidikan adalah program wajib belajar 9 tahun dengan melihat pendidikan ditingkat ini dapat dilihat kesetaraan gender dibidang pendidikan. Dengan memperoleh pendidikan dasar yang sama diharapkan perempuan dapat memperoleh kesempatan kerja yang setara dalam bidang ketenagakerjaan dan pengambilan keputusan publik. 6. INDIKATOR 3.2 Kontribusi perempuan dalam pekerja upahan di sektor non pertanian (KPPNP) Sektor non pertanian biasanya akan menyerap tenaga kerja yang mempunyai kualifikasi lebih tinggi daripada sektor pertanian. Kontribusi yang seimbang antara laki-laki dengan perempuan dalam wage employment/pekerja upahan merupakan gambaran kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. 7. INDIKATOR 4.3 Persentasi anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak Indikator ini merupakan ukuran pemantauan untuk cakupan imunisasi dasar. Karena imunisasi campak diberikan pada usia 9-11 bulan, sehingga indikator ini dapat menunjukkan kelengkapan imunisasi anak. Disamping itu imunisasi campak yang diberikan kepada anak dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit campak, yang dapat memberikan dampak terhadap penurunan angka kematian balita. Cakupan imunisasi campak dipengaruhi 13

oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan tenaga kesehatan berkompeten, kualitas sistem pelayanan kesehatan anak dan partisipasi masyarakat di suatu wilayah. 8. INDIKATOR 5.2 - Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih Proporsi pertolongan persalinan tenaga kesehatan terlatih adalah perbandingan antara persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, seperti dokter, bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya dengan jumlah persalinan seluruhnya, dan dinyatakan dalam persentase. Mengukur kematian ibu secara akurat tergolong sulit, kecuali tersedia data registrasi yang sempurna tentang kematian dan penyebab kematian. Oleh karena itu sebagai proksi indikator digunakan proporsi pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan terlatih. 9. INDIKATOR 5.3 - Angka Pemakaian kontrasepsi/cpr bagi perempuan menikah 15-49, cara modern Angka pemakaian kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) adalah perbandingan antara pasangan usia subur (PUS) yang menjadi peserta KB aktif (peserta KB yang saat ini menggunakan salah satu alat kontrasepsi) dengan jumlah PUS, dinyatakan dalam persentase. Indikator ini berguna untuk mengukur perbaikan kesehatan ibu melalui pengaturan kelahiran, untuk mencegah kelahiran oleh ibu yang terlalu tua/muda, memperjarang kelahiran dan mengatur jumlah kelahiran. Indikator ini juga digunakan sebagai proksi untuk mengukur akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang esensial. 10. INDIKATOR 6.9 - Case Detection Rate (CDR) TB Pemantauan kejadian dan prevalensi TB atau Case Detection Rate (CDR) TB diperlukan untuk mengetahui penyebaran kasus baru TB dan semua kasus TB di masyarakat. Angka tersebut dapat menggambarkan kondisi masyarakat termasuk kemiskinan, ketimpangan pendapatan, akses terhadap layanan kesehatan, gaya hidup dan buruknya sanitasi lingkungan. WHO menetapkan target pencapaian CDR TB bagi Negara anggota sebesar 70%. 14

11. INDIKATOR 7.8 - Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak Proporsi penduduk atau rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak adalah perbandingan antara penduduk atau rumah tangga dengan akses terhadap sumber air minum berkualitas layak dengan penduduk atau rumah tangga seluruhnya, dinyatakan dalam persentase. Indikator ini digunakan untuk memantau akses penduduk terhadap sumber air berkualitas berdasarkan asumsi bahwa sumber air berkualitas menyediakan air yang aman untuk diminum bagi masyarakat. Air yang tidak berkualitas adalah penyebab langsung berbagai sumber penyakit. Dengan peningkatan akses terhadap air minum yang layak diharapkan berkurangnya penggunaan sumber-sumber air yang dapat mengancam kelestarian lingkungan. 12. INDIKATOR 7.9 - Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar Proporsi penduduk atau rumah tangga dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak adalah perbandingan antara penduduk atau rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak dengan penduduk atau rumah tangga seluruhnya, dinyatakan dalam persentase. Sanitasi yang layak penting bagi penduduk atau rumah tangga didaerah perkotaan maupun pedesaan. Indikator ini menggambarkan tingkat kesejahteraan rakyat dari aspek kesehatan. Dengan peningkatan akses terhadap sanitasi yang layak diharapkan berkurangnya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sanitasi yang buruk. 15

B. CARA PERHITUNGAN INSENTIF Langkah-langkah perhitungannya adalah: 1. Perhitungan laju penurunan/peningkatan (kota-desa) 1. Data Indikator dipilah menurut kota dan desa 2. Perhitungan Laju Penurunan atau Peningkatan Kota 3. Perhitungan Laju Penurunan atau Peningkatan Desa 4. Perhitungan Laju Penurunan atau Peningkatan rata-rata (Kota+Desa) 5. Standarisasi dari Laju Penurunan atau Peningkatan rata-rata (Kota+Desa) 2. Perhitungan laju penurunan/peningkatan (kaya-miskin) 1. Data Indikator dipilah menurut kaya dan miskin 2. Perhitungan Laju Penurunan atau Peningkatan Kaya 3. Perhitungan Laju Penurunan atau Peningkatan Miskin 4. Perhitungan Laju Penurunan atau Peningkatan rata-rata (Kaya+Miskin) 5. Standarisasi dari Laju Penurunan atau Peningkatan rata-rata (Kaya+Miskin) 3. Perhitungan perbedaan rata-rata pencapaian antara kota dan desa 1. Data Indikator dipilah menurut kota dan desa 2. Perhitungan rata-rata pencapaian indikator perkotaan 3. Perhitungan rata-rata pencapaian indikator perdesaan 4. Perhitungan perbedaan antara rata-rata pencapaian perkotaan dengan perdesaan 5. Standarisasi nilai perbedaan antara rata-rata pencapaian perkotaan dengan perdesaan 4. Perhitungan perbedaan rata-rata pencapaian antara kelompok kaya dan miskin 1. Data Indikator dipilah menurut kelompok kaya dan kelompok miskin 2. Perhitungan rata-rata pencapaian indikator kelompok kaya 3. Perhitungan rata-rata pencapaian indikator kelompok miskin 4. Perhitungan perbedaan rata-rata pencapaian antara kelompok kaya dan kelompok miskin 16

5. Standarisasi nilai perbedaan antara rata-rata pencapaian kelompok kaya dan kelompok miskin 5. Penggabungan 1. Perhitungan nilai rata-rata dari A, B, C dan D 6. Penentuan peringkat 5 terbaik 1. Dipilih 5 provinsi terbaik dari hasil penggabungan Catatan: 1. Untuk indikator (1.1), (1.3) dan (3.2) menggunakan langkah A dan C serta penggabungannya menjadikan nilai rata-rata. 2. Untuk perhitungan pada indikator 1.2 (Indeks kedalaman Kemiskinan) karena sudah memperhitungkan variasi desa kota, langkah berikutnya menggunakan langkah perhitungan A. 3. Untuk perhitungan indikator 3.1 (Rasio APM SMP/MTs perempuan terhadap laki-laki) mempunyai nilai ideal 100 persen. Penilaian pada indikator ini dilihat berdasarkan kedekatan dengan nilai 100%. Cara perhitungannya mengikuti langkah perhitungan A,B,C dan D. C. FORMULA YANG DIGUNAKAN 1. Formula perhitungan laju penurunan/peningkatan: LPI = Y 1 Y 0 Y 0 LPI = Laju Pencapaian Indikator Y 1 = Nilai indikator pada tahun terakhir Y 0 = Nilai indikator pada tahun 17

2. Formula Standard Deviasi: X i X 2 σ = n 1 σ = standard deviasi Xi = nilai indikator provinsi i x = nilai rata-rata N = jumlah provinsi 3. Formulai standarisasi: Z = X-X )/ X Z = Nilai standarisasi X = Nilai indikator x = Nilai rata-rata X = standard deviasi D. JENIS INSENTIF FISKAL 1. INSENTIF DASAR (ID) 1. Insentif dasar (ID) diberikan kepada seluruh provinsi. 2. Insentif dasar diberikan dalam rangka mendukung upaya pembangunan yang terus dilakukan oleh semua pihak di daerah dalam percepatan pencapaian sasaran MDGs. 2. INSENTIF LAJU PENCAPAIAN (ILP) 1. Insentif laju pencapaian (ILP) diberikan kepada 5 provinsi yang mempunyai peringkat tertinggi pencapaian MDGs di setiap indikator. 2. Jumlah dana ILP yang diberikan sesuai dengan jumlah indikator terbaik dikalikan dengan satuan biaya ILP. 3. INSENTIF PENCAPAIAN TERBAIK (IPT) 1. Insentif pencapaian terbaik (IPT) diberikan untuk memberi penghargaan kepada 5 provinsi tertinggi yang mencapai sasaran MDGs tertinggi dibandingkan dengan provinsi lain pada tahun terakhir di setiap indicator. 18

2. Jumlah dana IPT yang diberikan sesuai dengan jumlah indikator terbaik dikalikan dengan satuan biaya IPT. 4. INSENTIF PENGURANGAN KEDALAMAN KEMISKINAN (IPKK) 1. Insentif pengurangan kedalaman kemiskinan (IPKK) diberikan kepada provinsi yang telah berhasil memperkecil rasio kesenjangan kemiskinan selama tiga tahun pengamatan. 2. Indikator ini dipilih secara khusus karena indikator kemiskinan merupakan indikator yang sangat berpengaruh bagi pencapaian indikator MDGs lainnya. 3. Penetapan 3 provinsi terbaik berdasarkan pada laju penurunan indikator 1.2 (Indeks Kedalaman Kemiskinan). E. TOTAL INSENTIF FISKAL Perhitungan total insentif fiskal yang akan diberikan kepada setiap provinsi menggunakan formula sebagai berikut : TOTAL INSENTIF = ID + ILP + IPT + IPKK ID = INSENTIF DASAR ILP = INSENTIF LAJU PENCAPAIAN IPT = INSENTIF PENCAPAIAN TERBAIK IPKK = INSENTIF PENGURANGAN KEDALAMAN KEMISKINAN F. BESARAN INSENTIF Besaran insentif untuk ID, ILP, IPT dan IPKK didasarkan atas formula perhitungan pedoman pemberian insentif MDGs dan ketersediaan dana APBN. G. INSENTIF NON FISKAL 1. Insentif non fiskal berupa piagam/plakat atau penghargaan dalam bentuk lainnya. 2. Insentif non fiskal diberikan kepada 3 provinsi terbaik yang memperoleh: a. jumlah indikator ILP yang terbanyak b. jumlah IPT yang terbanyak c. jumlah IPKK yang terbanyak 3. Piagam/plakat atau penghargaan dalam bentuk lainnya diberikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas pada saat Musrenbangnas dan disaksikan oleh Presiden. 19

20

21

22