BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diambil adalah Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah termasuk didalamnya sumber penerimaan asli pada penerimaan PAD

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif dan komparatif. Dalam penelitian ini langkah pertama yang akan

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

Rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Kemandirian Fiskal adalah:

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB III METODE PENELITIAN. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar.

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Kota di Jawa Tengah)

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

: Shella Vida Aprilianty NPM : Fakultas /Jurusan : Ekonomi /Akuntansi Dosen Pembimbing : Dr. Masodah Wibisono SE.,MMSI

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017

BAB II KAJIAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. yang bukan merupakan negara kapitalis maupun sosialis, melainkan negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERTANYAAN PENELITIAN. 1. Tinjauan tentang Akuntansi Pemerintahan. a. Pengertian Akuntansi Pemerintahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan sesuatu melalui sebuah penelitian (Ulum dan Juanda, 2016).

BAB III METODE PENELITIAN. dan ringkasan anggaran. Sampel adalah sebagian dari elemen-elemen populasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLORA (STUDI KASUS PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN BLORA TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU. Afriyanto 1, Weni Astuti 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

Disusun Oleh B PROGRAM

EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH SE KARESIDENAN PEKALONGAN TAHUN

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PADA TAHUN

ANALISIS PERKEMBANGAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA PADANG

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mengatur, memanfaatkan serta menggali sumber-sumber. berpotensi yang ada di daerah masing-masing. Undang-undang yang

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut menggunakan rasio keuangan. Antara lain untuk kinerja keuangan

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. daerah otonomi di Provinsi Sulawesi Utara. Ibu kota Kabupaten

KINERJA KEUANGAN DAERAH PASCA PERALIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

Referensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI JAWA TENGAH (Periode Anggaran )

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

IV. KONDISI FISKAL PEMERINTAH DAERAH

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. 1 kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan data realisasi

Transkripsi:

54 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ini berbentuk studi pustaka dengan data sekunder yang mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang dipublikasikan instansi yang terkait dengan penelitian ini di Kabupaten Brebes dan Pemalang. Data tersebut meliputi data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Tahun 2010 hingga 2014 Kabupaten Brebes dan Pemalang B. Jenis Dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder mengenai APBD dari tahun 2010 hingga 2014 pada Kabupaten Brebes dan Pemalang. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain: 1. Data Rincian Realisasi APBD Provinsi di Indonesia dan Jawa Tengah Tahun 2013 diperoleh dari DJPK Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2. Data Realisasi PAD diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang. 3. Data Realisasi TPD diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang. 4. Data Realisasi Dana Perimbangan diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang.

55 5. Data Realisasi Belanja Langsung diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang. 6. Data Realisasi Belanja Tidak Langsung diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang. 7. Data Realisasi Total Belanja diperoleh dari instansi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes dan Pemalang. C. Teknik pengumpulan data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian pustaka yang merupakan teknik pengumpulan data melalui teks-teks tertulis maupun soft copy seperti buku e-book artikel-artikel dalam jurnal, laporan, makalah, tesis dan skripsi yang dipublikasikan pemerintah dan lain-lain. Bahan pustaka yang berupa soft copy tersebut biasanya diperoleh dari sumber-sumber internet yang dapat diakses secara online. Pengumpulan data melalui studi pustaka menjadi bagian yang penting dalam penelitian ketika peneliti menuliskan untuk melakukan kajian pustaka dalam menjawab rumusan masalahnya. Pendekatan studi pustaka sangat umum dilakukan dalam penelitian karena peneliti tidak perlu mencari data dengan terjun langsung ke lapangan tetapi cukup dengan mengumpulkan dan menganalisis data yang tersedia dalam pustaka. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu dengan cara mengutip atau mencatat dari dokumen-dokumen yang berupa data statistik, arsip, gambar, maupun grafik dari Pemerintah Daerah, perusahaan ataupun sumber lainnya yang valid, seperti Laporan Realisasi Anggaran,

56 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota, dan sebagainya. Dokumen yang dipilih harus memiliki kredibiltas yang tinggi. D. Definisi Operasional Variabel 1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu realisasi atau rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun (dalam satuan rupiah). 2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah (dalam satuan rupiah). 3. Transfer Dana Perimbangan adalah salah satu sumber penerimaan daerah, yang dicatat dan dikelola dalam APBD yang berasal dari pemerintah pusat maupun provinsi (dalam jutaan rupiah). 4. Pendapatan Lain-lain yang Sah merupakan seluruh pendapatan yang diterima pemerintah daerah selain dari Dana Perimbangan (dalam satuan rupiah). 5. Total Penerimaan Daerah adalah jumlah keseluruhan penerimaan daerah yang terdiri daeri sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, pendapatan asli daerah, pendapatan yang berasal dari Pemerintah pemerintah pusat dan provinsi, pinjaman pemerintah daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah (dalam satuan rupiah). 6. Belanja tidak langsung adalah pengeluaran yang dialokasikan untuk gaji pegawai dan belanja barang (dalam satuan rupiah).

57 7. Belanja langsung adalah pengeluaran yang dialokasikan untuk sektorsektor pos pengeluaran pembangunan sektoral, antara lain untuk sektor transportasi, lingkungan hidup, dan pendidikan (dalam satuan rupiah). 8. Total Realisasi Belanja adalah keseluruhan realisasi pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah untuk belanja tidak langsung dan belanja langsung (dalam satuan rupiah). E. Metode Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi kemampuan keuangan daerah di Kabupaten Brebes dan Pemalang serta mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan keuangan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) serta menggunakan uji beda dua rata-rata. Indeks kemampuan keuangan (IKK) berupa rasio keuangan daerah yang diukur dengan menggunakan beberapa rasio yang termasuk dalam analisis deskriptif. Kemudian pengujian secara kuantitatif yang menggunakan one sample t test. 1. Analisis Deskriptif Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan indeks kemampuan keuangan berupa rasio keuangan daerah yang diukur menggunakan rasio kemandirian daerah, derajat desentralisasi fiskal, indeks kemampuan rutin, rasio keserasian, serta rasio pertumbuhan. Berikut ini lebih jelasnya mengenai rasio-rasio yang digunakan untuk menganalisis data secara deskriptif:

58 a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah dibandingkan dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (pihak ekstern) antara lain : Bagi hasil pajak, Bagi hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat dan Dana Pinjaman (Widodo, 2001 : 262, dalam Rahman, 2014). Berikut ini adalah formulasi perhitungan rasio kemandirian daerah: Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bantuan Pemerintah Pusat/Provinsi + Pinjaman x 100% (3.1) Ada empat macam pola yang memperkenalkan hubungan Situasional yang dapat digunakan dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama pelaksanaan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah pusat dan Daerah, antara lain (Tomboto dkk, 2014):

59 a) Pola hubungan instruktif, peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah). b) Pola hubungan konsultatif, campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi. c) Pola hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi daerah. d) Pola hubungan delegatif, campur tangan pemerintah pusat tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Tabel 3.1 Skala Interval Rasio Kemandirian Keuangan Daerah No. RKKD Kemampuan Keuangan Daerah Pola Hubungan 1. 0,00% - 25,00% Rendah Sekali Instruktif 2. 25,01% - 50,00% Rendah Konsultatif 3. 50,01% - 75,00% Sedang Partisipatif 4. 75,01% - 100% Tinggi Delegatif Sumber: Tomboto dkk, 2014 Rasio kemandirian daerah menunjukan ketergantungan daerah terhadap pihak eksternal. Semakin tinggi resiko kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap

60 bantuan pihak ekstern semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi. b. Derajat Desentralisasi Fiskal daerah yaitu: Derajat Desentralisasi Fiskal antara pemerintah pusat dan DDF PADt x 100%... (3.2) TPDt Dimana: DDF = Derajat Desentralisasi Fiskal PADt = Total PAD tahun t TPDt = total Penerimaan Daerah tahun t Berdasarkan hasil perhitungan rumus diatas, maka digunakan skala interval untuk mengetahui kemampuan keuangan dalam tabel 3.2. berikut ini: Tabel 3.2. No. Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal DDF Kemampuan Keuangan Daerah

61 1. 0,00-10,00 Sangat Kurang 2. 10,01-20,00 Kurang 3. 20,01-30,00 Cukup 4. 30,01-40,00 Sedang 5. 40,01-50,00 Baik 6. >50,00 Sangat Baik Sumber: Rahman dkk, 2014 Semakin tinggi kemandirian suatu daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Apabila dipadukan dengan derajat desentralisasi fiskal yang digunakan untuk melihat konstribusi PAD terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan, maka akan terlihat kinerja keuangan daerah secara utuh. c. Indeks Kemampuan Rutin Indeks Kemampuan Rutin (IKR) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: IKR = PAD Total Belanja Tidak Langsung x 100%. (3.3) Tabel 3.3. Skala Interval Indeks Kemampuan Rutin No. IKR Kemampuan Keuangan Daerah 1. 0,00-20,00 Sangat Kurang 2. 20,01-40,00 Kurang 3. 40,01-60,00 Cukup 4. 60,01-80,00 Baik 5. 80,01-100 Sangat Baik

62 Sumber : Rahman dkk, 2014 Dalam penelitian ini, pengeluaran rutin diperoleh dari bagian belanja operasi dan menjadi belanja tidak langsung, hal ini dikarenakan adanya perubahan peraturan mengenai kelompok belanja dalan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2005, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 21 Tahun 2011. d. Rasio Keserasian Rasio Keserasian ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja tidak langsung dan belanja langsung secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja tidak langsung berarti presentase belanja langsung yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana rasio keserasian ini dapat diformulasikan sebagai berikut: Rasio Belanja Tidak Langsung = Total Belanja tidak langsung Total Belanja APBD. (3.4) Rasio Belanja Langsung = Total Belanja Langsung Total Belanja APBD. (3. 5) Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2005, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 21 Tahun 2011 menetapkan

63 bahwa belanja rutin dan belanja pembangunan diperoleh dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. e. Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan menggambarkan seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang dicapai dari periode ke periode lainnya. Pertumbuhan APBD dilihat dari berbagai komponen penyusun APBD yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Total Pendapatan Daerah, Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung (Widodo dalam Rahman, 2014): r = Pn Po Po x 100%. (3.6) Dimana: n Po r = Data yang dihutung pada tahun ke-n = Data yang dihitung pada tahun ke-0 = Pertumbuhan Suatu daerah yang menunjukan hasil pertumbuhan yang positif artinya bahwa daerah yang bersangkutan telah mampu mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode satu ke periode yang berikutnya. Jika suatu daerah menunjukan hasil pertumbuhan yang negatif, artinya bahwa daerah yang bersangkutan belum mampu mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode yang satu ke periode yang berikutnya.

64 2. Analisis Kuantitatif Dalam penelitian ini selain menggunakan analisis deskriptif, juga menggunakan analisis kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan keuangan Kabupaten Brebes dan Pemalang tahun 2010 hingga 2014 dengan rata-rata kemampuan keuanganya. Dalam teknik analisis ini yang diuji adalah Uji signifikansi t (Uji t). Uji signifikansi t (Uji t) dilakukan untuk menguji apakah terdapat perbedaan kelompok data yang digunakan dalam penelitian ini dengan ratarata kelompok data tersebut. Uji signifikansi t dilakukan dengan cara membandingkan nilai signifikansi t dari hasil pengujian dengan nilai signifikansi yang digunakan dalam penelitian. berikut: Langkah-langkah dalam melakukan uji T ini adalah sebagai 1) Menentukan hipotesis Ho : tidak ada perbedaan kemampuan keuangan kabupaten Brebes dan kabupaten Pemalang tahun 2010-2014 dengan rata-rata kemampuan keuangan. Ha : terdapat perbedaan kemampuan keuangan antara kabupaten Brebes dan kabupaten Pemalang tahun 2010-2014 dengan rata-rata kemampuan keuangan. 2) Menentukan nilai α 3) Melakukan perhitungan

65 T= D S D N..... (3.8) Dimana D = mean dari harga-harga D i S D N = deviasi standar dari harga-harga D i = banyaknya pasangan 4) Kriteria pengujian Jika probabilitas < α (0,10), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jika probabilitas > α (0,10), maka Ho diterima dan Ha ditolak. 5) Kesimpulan Ho ditolak ketika nilai signifikansi t hasil pengujian lebih kecil dari nilai signifikansi yang digunakan (10%), artinya bahwa kedua sampel memang berbeda. Ho diterima ketika nilai signifikansi t hasil pengujian lebih besar dari nilai signifikansi yang digunakan (10%), artinya bahwa kedua sampel adalah sama.