BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Demam sekitar 39?C. Batuk. Lemas. Sakit tenggorokan. Sakit kepala. Tidak nafsu makan. Muntah. Nyeri perut. Nyeri sendi

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi mengenai flu burung berikut ini diperoleh dari :

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet

INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)?

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY :

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA

Proses Penyakit Menular

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

PENANGANAN INFLUENZA DI MASYARAKAT (SARS, H5N1, H1N1, H7N9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

UPAYA MANDIRI PENCEGAHAN PENULARAN FLU BURUNG KE MANUSIA Oleh: dr. Kartika Ratna Pertiwi Staf Pengajar FMIPA UNY Pendahuluan Di awal tahun 2007,

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

Mengapa disebut sebagai flu babi?

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular. Salah satu contohnya adalah virus flu burung (Avian Influenza),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

Bab I. Pendahuluan. Model Penyebaran Avian Flu Hendra Mairides

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae.

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Analisis Kestabilan Model Matematika Penyebaran Infeksi Penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dengan Faktor Host dan Vaksinasi

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh penyuluhan..., Sufyan Suri, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Buletin ini dapat memantau tujuan khusus SIBI antara lain :

PEDOMAN KEWASPADAAN UNIVERSAL BAGI PETUGAS KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA,

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Maret 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Sistem Kekebalan Tubuh Pada Unggas

BULETIN SURVEILANS ISPA BERAT DI INDONESIA (SIBI) : Januari 2014 Data masih bersifat sementara dan dapat berubah seiring dengan penerimaan laporan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan tanda-tanda tertentu dan disebarkan melalui gigitan

RUMUSAN ROUNDTABLE DISCUSSION: ARAH PENELITIAN MENDUKUNG RENCANA BEBAS PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS TAHUN Bogor, Kamis, 5 Desember 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. tanda-tanda awal berupa salesma disertai konjungtivitis, sedangkan tanda khas

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

BAB I PENDAHULUAN. Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus atau biasa disingkat MERS-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan zaman saat ini yang terus maju, diperlukan suatu

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi di Itali lebih dari 100 tahun yang lalu, kini muncul di seluruh dunia. Seluruh unggas diketahui rentan terhadap infeksi avian influenza, walaupun beberapa spesies lebih tahan terhadap virus ini dibandingkan yang lain. Infeksi ini menyebabkan spektrum gejala yang sangat luas pada unggas-unggas, mulai dari gejala yang ringan hingga ke penularan yang sangat tinggi dan cepat menjadi penyakit yang fatal sehingga menghasilkan epidemi yang berat. (Aditama TY., 2004) Laporan dari WHO bertanggal 18 Februari 2004 menyebutkan bahwa Influenza A (H5N1) telah menyebabkan wabah Avian influenza di Thailand, Vietnam, China, Jepang, Korea, Kamboja, Laos dan Indonesia. Bahkan di Thailand flu burung sudah menulari manusia dengan jumlah kasus 9 orang, 7 diantaranya meninggal dunia. Vietnam yang lebih parah terserang wabah ini melaporkan adanya 22 kasus pada manusia, 15 diantaranya meninggal dunia. Jelas bahwa wabah flu burung ini bukan hanya menyebabkan kematian pada hewan tetapi juga pada manusia. (WHO., 2004) Pada Januari 2004, di beberapa provinsi di Indonesia, terutama di Bali, Lombok, Jabotabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat, dilaporkan adanya kasus-kasus kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut diduga disebabkan karena virus New Castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung atau Avian Influenza (AI).

Walaupun sampai saat ini di Indonesia masih belum ada laporan terjadinya penularan manusia ke manusia, tetapi kewaspadaan harus selalu ditingkatkan oleh karena sifat virus influenza ini yang dapat berubah menjadi ganas dalam waktu yang relatif cepat. (Depkes., 2005) Tabel 2.1. Distribusi kasus flu burung yang telah dikonfirmasi (referensi lab WHO) & Case Fatality Rate (CFR) menurut daerah di Indonesia. No Propinsi/Kabupaten/Kota Kasus Meninggal Case Fatality Rate (CFR; %) 1 Banten 4 3 75 Tanggerang 4 3 75 2 DKI Jakarta 9 8 87.5 Jakarta Selatan 3 2 66.6 Jakarta Timur 4 4 100 Jakarta Utara 1 1 100 Jakarta Pusat 0 0 0 Jakarta Barat 1 1 100 3 Lampung 3 0 0 Tanggamus 3 0 0 4 Jawa Barat 10 8 80 Bekasi 3 3 100 Bogor 1 1 100

Sumedang 1 0 0 Indramayu 3 2 66.6 Padalarang (Bandung) 1 1 100 Depok 1 1 100 5 Jawa Tengah 1 0 0 Magelang 1 0 0 Total 27 19 70.3 Sumber : Posko Flu Burung, tanggal 23 Februari 2006 Tabel 2.2. Jumlah kasus yang dikonfirmasi (Confirmed Case) Flu Burung dan CFR di dunia. No Negara Kasus Meninggal Case Fatality Rate (CFR; %) 1 Kamboja 4 4 100 2 Irak 1 1 100 3 Indonesia 27 19 70.3 4 Republik Cina 12 8 66.6 5 Thailand 22 14 63 6 Vietnam 93 42 45.2 7 Turki 12 4 33.3 Total 171 92 53.8

2.2. Virus Influenza Virus influenza terdiri dari tipe A, B dan C. Lima belas subtipe dari virus influenza diketahui dapat menginfeksi unggas-unggas, hingga saat ini, seluruh wabah dari bentuk influenza yang sangat patogenik berasal dari virus-virus influenza tipe A dengan subtipe (Hemaglutinin) H5 dan H7. Jenis subtipe influenza A juga dilihat dari Neuraminidase, saat ini ada 9 Jenis subtipe berdasarkan Neuramanidase. Virus Avian influenza yang saat yang saat ini bersirkulasi di Asia dan menyebabkan banyak kematian pada unggas adalah H5N1. Unggas yang menderita influenza H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlah yang besar dalam kotorannya. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22º C dan lebih dari 30 hari dalam suhu 30ºC. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi akan mati pada pemanasan 60ºC selama 30 menit. (Suharyono Wuryadi, 2004) Penelitian pada saat ini telah menemukan bahwa virus-virus influenza yang tadinya tidak patogen, setelah bersirkulasi beberapa saat pada populasi peternakan, dapat bermutasi menjadi virus-virus yang sangat menular. Selama epidemi di Amerika pada tahun 1983-1984, awalnya virus H5N2 menyebabkan kematian dalam jumlah yang sedikit, namun dalam enam bulan berikutnya berubah menjadi sangat menular, dengan tingkat mortalitas mendekati 90%. Tingkat pencegahan wabah menghasilkan depopulasi terhadap 17 juta unggas dengan biaya hampir 65 juta US$. Selama epidemi di Itali tahun 1999-2001, virus H7N1, mulanya tidak terlalu menular, tetapi dalam waktu 9 bulan virus bermutasi menjadi sangat menular. Menyebabkan 13 juta unggas mati atau dimusnahkan. (Suharyono Wuryadi, 2004)

2.3. Reservoir dan cara penularan Penyakit ini dibawa oleh segala jenis unggas, yaitu ayam, itik, angsa, burung dll. Avian influenza (H5N1) dapat menyebar dengan cepat diantara populasi unggas dalam satu peternakan dan menimbulkan kematian yang sangat cepat dan tinggi. Bahkan menyebar antar peternakan dari suatu daerah ke daerah lain. Penyakit ini juga dapat menyerang manusia melalui udara yang tercemar oleh virus tersebut, yang berasal dari sekret atau tinja unggas yang menderita flu burung tersebut. Sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan secara tepat adanya penularan dari manusia ke manusia. Orang yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular adalah orang-orang yang sering berhubungan langsung (kontak langsung) dengan unggas, misalnya pekerja di peternakan ayam, pemotong ayam dan penjamah produk unggas lainnya. Unggas air yang bermigrasi seperti belibis, bangau dan bebek liar (hanya ada di negara empat musim) adalah reservoir alamiah dari virus avian influenza, burungburung ini lebih tahan terhadap infeksi. Ternak domestik, termasuk ayam dan kalkun, adalah yang paling mudah terkena dampak fatal dengan cepat dari epidemi influenza. (WHO., 2004) 2.4. Variasi antigen virus Influenza Semua virus influenza tipe A, termasuk yang menyebabkan epidemi musiman pada manusia, secara genetic sangat labil dan dapat beradaptasi dengan cepat menghindari mekanisme pertahanan tubuh (antibody) sipenjamu (host). Virus-virus influenza kurang mempunyai mekanisme untuk proofreading atau memperbaiki kerusakan struktur dan memperbaiki kecacatan/perbedaan yang muncul selama replikasi. Sebagai hasil dari perbedaan yang tidak diperbaiki, maka komposisi genetik virus berubah ketika virus bereplikasi di manusia dan hewan, dan strain sebelumnya tergantikan dengan antigenik varian baru. Perubahan kecil yang bersifat konstan dan

permanen dalam komposisi antigenik virus influenza A dikenal sebagai antigenic drift. Antigenik drift ini dapat terjadi pada virus influenza tipe A dan B. (Priyanti Z Soepandi, 2004) Kecenderungan virus-virus influenza mengalami perubahan antigenik yang permanen dan cukup sering ini menyebabkan WHO memonitor situasi influenza di dunia dalam programnya WHO Global Influenza Programme dimulai sejak tahun 1947. Setiap tahun setelah melakukan pemantauan pada 4 pusat penelitian kolaborasi WHO yang mendapat data dari 112 institusi dari 83 negara. WHO memberikan suatu acuan kepada para produsen vaksin influenza untuk membuat vaksin yang tepat dengan subtipe-subtipe virus influenza yang bersirkulasi di dunia. (Rekomendasi vaksin influenza) Virus influenza mempunyai karakteristik kedua yang memicu keprihatinan yang amat sangat dari kesehatan masyarakat. Virus influenza tipe A, termasuk subtipe-subtipe dari spesies yang berbeda (Avian maupun manusia), dapat berubah atau materi-materi genetiknya dapat bertukaran dan tersusun baru reassort. Proses dari penyusunan ulang materi genetic ini dikenal sebagai antigenic shift. Antigenik shift ini akan menghasilkan jenis subtipe yang baru yang berbeda dari kedua induknya. Oleh karena populasi manusia tidak mempunyai imunitas terhadap subtipe baru, dan tidak ada vaksin yang tersedia untuk memberikan proteksi, antigenic shift dalam sejarah menghasilkan pandemi (wabah raya) yang sangat mematikan. Hal ini terutama akan muncul, bila subtipe baru mempunyai gen dari virus influenza manusia sehingga dapat menular dari orang ke orang pada periode yang terus menerus. Kondisi yang memungkinkan munculnya antigenic shift telah lama diketahui melibatkan manusia yang hidup atau tinggal dekat ternak domestik dan babi. Oleh karena babi mudah terkena infeksi baik dari avian maupun dari virus-virus mamalia termasuk virus influenza manusia, maka babi dapat bertindak sebagai media pencampur mixing vessel untuk mengaduk materi genetic dari virus manusia dan

avian, yang menghasilkan munculnya virus subtipe baru. Data-data yang baru mengidentifikasikan kemungkinan kedua. Bukti-bukti yang dipelajari bahwa, paling tidak beberapa dari 15 jenis virus influenza avian yang bersirkulasi di populasi unggas dapat menginfeksi manusia dan manusia dapat menjadi media pencampur mixing vessel juga. (Aditama TY., 2004) 2.5. Infeksi virus avian influenza pada manusia Virus avian influenza secara normal tidak menginfeksi diluar spesies unggas dan babi. Kasus pertama infeksi avian influenza pada manusia muncul di Hongkong pada tahun 1997. Pada waktu itu strain H5N1 menyebabkan penyakit pernapasan yang berat pada 18 pasien, yang mana 6 diantaranya meninggal. Infeksi pada manusia merupakan koinsidensi dari epidemi Avian influenza yang sangat menular (H5N1) yang terjadi pada hewan-hewan ternak. Investigasi yang ekstensif dari wabah mencerminkan bahwa kontak yang dekat dengan ternak hidup yang terinfeksi merupakan sumber infeksi pada manusia. Studi pada tingkat genetik lebih lanjut mencerminkan bahwa pindahnya virus dari unggas ke manusia. Penularan pada beberapa pekerja kesehatan (terbatas) muncul, tetapi tidak menyebabkan kasus penyakit yang berat. (Thomas Suroso, 2004) 2.6. Gejala klinis dan diagnosis avian influenza pada manusia Gejala klinis flu burung pada manusia adalah seperti gejala flu pada umumnya, yaitu demam (>38ºC), sakit tenggorokan, batuk, pilek (beringus), nyeri otot, sakit kepala, dan dalam waktu singkat dapat menjadi lebih berat dengan munculnya radang paruparu (pneumonia) dan apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat dapat menyebabkan kematian. Gejala klinis dari 10 kasus Avian influenza pada manusia di Vietnam adalah sebagai berikut: Demam lebih dari 38ºC, sulit bernapas dan batuk

adalah gambaran utama. Seluruh pasien mengalami limfopenia dan gambaran abnormalitas foto toraks. Tidak ada pasien yang terlihat sakit leher, konjungtivitis, hidung kemerahan dan berair. Diare dengan feses cair terlihat pada setengah dari kasus. Delapan pasien meninggal, dan dua sembuh. (Berita Buana, 2004) Diagnosis kasus flu burung pada manusia yang dipastikan oleh WHO adalah seperti: a) Kultur virus influenza subtipe A (H5 N1) positif, atau b) PCR influenza (H5) positif, atau c) Peningkatan titer antibodi H5 sebesar 4 kali. (WHO., 2004) 2.7. Pentingnya vaksinasi Avian Influenza menurut WHO Meskipun vaksin yang digunakan sekarang tidak efektif untuk melindungi terhadap virus avian H5N1, tapi akan mengurangi resiko co-infeksi dan genetic reassortment / penyusunan ulang materi genetik dari virus influenza manusia dan burung dalam tubuh manusia, dengan kata lain mencegah terbentuknya tipe baru virus influenza yang lebih ganas. Selain itu, vaksin juga melindungi terhadap epidemik influenza manusia yang memang selalu terjadi sepanjang tahun di daerah tropis dan subtropik. Meskipun ambang proteksi vaksin baru terlihat setelah dua minggu sejak terima vaksinasi, namun diyakini bahwa ini tetap bermanfaat meskipun mereka terpapar dalam waktu dua minggu tersebut. (WHO., 2006)

2.8. Kelompok individu yang dianjurkan vaksinasi oleh WHO: Semua orang yang kontak dengan ternak atau peternakan yang dicurigai atau diketahui terkena avian influenza (H5N1), khususnya orang yang melakukan pemusnahan hewan ternak yang terjangkit/mati akibat avian influenza, dan orangorang yang tinggal dan bekerja pada peternakan dimana dilaporkan atau dicurigai terkena dampak avian influenza atau ditempat dimana pemusnahan dilakukan. Para pekerja kesehatan yang setiap hari berhubungan dengan pasien yang diketahui atau dikonfirmasi menderita influenza H5N1 juga dianjurkan vaksinasi. Dalam hal jumlah vaksin yang memadai, maka para pekerja kesehatan dalam unit gawat darurat di area yang terjangkit H5N1 pada unggas dapat diberikan. (WHO., 2006) 2.9. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut menjadi panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga, perilaku dalam bentuk pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila perilaku didasari pengetahuan, kesadatran dan sikap positif maka perilaku tersebuat akan bersifat langgeng (long tasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni:

1. Tahu (Know). Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. 2. Memahami (Compression). Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Application). Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). 4. Analisis (Analysis). Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya antara satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu suatu criteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan kuisioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden yang dipilih.