BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menjelaskan skizofrenia sebagai suatu sindrom klinis dengan variasi

dokumen-dokumen yang mirip
A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB II TINJAUAN TEORETIS. dan mencapai tujuan yang telah ditentukan (Herujito, 2001). mengandung arti control yang diterjemahkan ke dalam bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk

PERENCANAAN PASIEN PULANG (DISCHARGE PLANNING) Mira Asmirajanti, SKp, MKep

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

Definisi & Deskripsi Skizofrenia DSM-5. Gilbert Richard Sulivan Tapilatu FK UKI

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

SKIZOFRENIA. Ns. Wahyu Ekowati, MKep., Sp.J. Materi Kuliah Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman (unsoed)

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Koping individu tidak efektif

BAB II TINJAUAN TEORISTIS

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan C. Manfaat

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB II TINJAUAN TEORI

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Wahid, dkk, 2006).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

1. Bab II Landasan Teori

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. utuh sebagai manusia. Melalui pendekatan proses keperawatan untuk

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

KONSEP DASAR KEPERAWATAN JIWA

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB V PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN. pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun. komunitas, dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa

BAB II TINJAUAN TEORITIS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan mental (jiwa) yang sekarang banyak dialami masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Skizofrenia 1.1 Pengertian Skizofrenia Luana (2007) dalam Simposium Sehari Kesehatan Jiwa IDI Jakarta Barat, menjelaskan skizofrenia sebagai suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi. 1.2 Gambaran Klinis Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa dalam hitungan minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.

Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial), dan kewaspadaan (Luana, 2007). 1.3 Gejala Skizofrenia Gejala-gejala skizofrenia dibagi dalam dua kategori utama yaitu gejala positif atau gejala nyata dan gejala negatif atau gejala samar (Videback, 2008). a. Gejala positif 1. Halusinasi, yaitu persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas 2. Waham, yaitu keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki dasar dalam realitas 3. Ekopraksia, yaitu peniruan gerakan dan gestur orang lain yang diamati klien 4. Flight of ideas, yaitu aliran verbalisasi yang terus menerus saat individu melompat dari satu topik ke topik lain dengan cepat 5. Perseverasi, yaitu terus menerus membicarakan satu topik atau gagasan dan menolak untuk mengubah topik tersebut 6. Asosiasi longgar, yaitu pikiran atau gagasan yang terpecah-pecah atau buruk

7. Gagasan rujukan, yaitu kesan yang salah bahwa pesan eksternal memiliki makna khusus bagi individu 8. Ambivalensi, yaitu mempertahankan keyakinan atau perasaan yang tampak kontradiktif tentang individu, peristiwa, atau situasi yang sama b. Gejala negatif 1. Apati, yaitu perasaan tidak peduli terhadap individu, aktivitas, dan peristiwa 2. Alogia, yaitu kecenderungan berbicara sangat sedikit atau menyampaikan sedikit substansi makna 3. Afek datar, yaitu tidak ada ekspresi wajah yang akan menunjukkan emosi atau mood 4. Afek tumpul, yaitu rentang keadaan perasaan emosional atau mood yang terbatas 5. Anhedonia, yaitu merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani hidup, aktivitas, atau hubungan 6. Katatonia, yaitu imobilitas karena faktor psikologis, kadangkala ditandai oleh periode agitasi atau gembira, klien tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah sadar 7. Tidak adanya keinginan, ambisi, atau dorongan untuk bertindak atau melakukan tugas-tugas

1.4 Tipe-tipe Skizofrenia Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR 2000 dimana diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan (Videback, 2008): a. Skizofrenia tipe paranoid ditandai dengan waham kejar (rasa menjadi) korban atau dimata-matai atau waham kebesaran, halusinasi, dan kadang-kadang keagamaan yang berlebihan, atau perilaku agresif dan bermusuhan. b. Skizofrenia tipe tidak terorganisasi, ditandai dengan afek datar yang tidak sesuai secara nyata, inkoherensi, asosiasi longgar dan disorganisasi perilaku yang ekstrim. c. Skizofrenia tipe katatonik ditandai dengan gangguan psikomotor yang nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan atau aktivitas motorik yang berlebihan, negativisme yang ekstrim, mutisme, gerakan volunter yang aneh, ekolalia, atau ekopraksia. d. Skizofrenia tipe residual ditandai dengan setidaknya satu episode skizofrenia sebelumnya, menarik diri dari masyarakat, afek datar, serta asosiasi longgar. Efek dari skizofrenia pada klien dapat sangat besar mencakup semua aspek kehidupan klien: interaksi sosial, kesehatan emosional, dan kemampuan bekerja dan melakukan fungsi di masyarakat. Karena itu, skizofrenia membutuhkan strategi penanganan jangka panjang dan keterampilan koping. Dalam hal ini, perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien sesuai dengan kondisi klien.

2. Peran Perawat Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Indarwati, 2009). Peran perawat menurut Hidayat (2000) merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang konstan. Sedangkan menurut Ali (2001), peran perawat adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain (dalam hal ini adalah perawat) untuk berproses dalam sistem sebagai berikut: a. Pemberi asuhan keperawatan b. Pembela pasien c. Pendidik tenaga perawat dan masyarakat d. Koordinator dalam pelayanan pasien e. Kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain dan sejawat f. Konsultan/penasihat pada tenaga kerja dan klien g. Pembaharu sistem, metodologi, dan sikap Peran perawat menurut Lokakarya Nasional 1983 dalam Ali (2001) antara lain: a. Pelaksana pelayanan keperawatan b. Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan c. Pendidik dalam keperawatan d. Peneliti dan pengembangan keperawatan

2.1 Peran Pelaksana Peran pelaksana dari perawat mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perawat ketika ia mengemban tanggung jawab yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan dan kebutuhan keperawatan pasien secara individu, keluarga mereka, dan orang terdekat pasien (Smeltzer & Bare, 2001). Peran ini merupakan peran yang dominan dari perawat dalam lingkungan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier. Perawat psikiatri memberi pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa kepada individu, keluarga, dan komunitas. Dalam menjalankan perannya, perawat menggunakan konsep perilaku manusia, perkembangan kepribadian dan konsep kesehatan jiwa serta gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, dan komunitas. Perawat melaksanankan pendekatan proses keperawatan jiwa yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Suliswati et al, 2005). 2.2 Peran Pembela Pasien Sebagai pelindung perawat membantu mempertahankan lingkungan klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan. Dalam menjalankan perannya sebagai advokat, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum, serta membantu pasien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan (Potter & Perry, 2005).

2.3 Peran Penyuluh Sebagai penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan datadata tentang kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai apakah pasien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran. Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain misalnya keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya (Potter & Perry, 2005). 2.4 Peran Kepemimpinan Peran kepemimpinan dari perawat mencakup tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh perawat saat ia mengemban tanggung jawab untuk mempengaruhi tindakan orang lain yang ditujukan untuk menentukan dan mencapai tujuan (Smeltzer & Bare,2001). Menurut Suliswati et al (2005), perawat kesehatan jiwa harus menunujukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa. Dalam melaksanakan perannya ini, perawat psikiatri : 1. Menerapkan teori manajemen dan kepemimipinan dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa 2. Menggunakan strategi perubahan yang diperlukan dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa

3. Berperan serta dalam aktivitas pengelolaan kasus seperti mengorganisasi, koordinasi, dan mengintegrasikan pelayanan serta perbaikan bagi individu maupun keluarga 4. Mengorganisasikan pelaksanaan berbagai terapi modalitas keperawatan. Perawat juga berkoordinasi dengan pelayanan kesehatan yang dapat mendukung perawatan pasien dan bekerja sama dengan keluarga dalam perencanaan pelayanan keperawatan. 2.5 Peran Peneliti Penelitian keperawatan bertujuan untuk memberikan kontribusi pada dasar ilmiah praktik keperawatan. Kajian dibutuhkan untuk menentukan keefektifan intervensi dan asuhan keperawatan. Dengan demikian ilmu keperawatan akan berkembang dan rasional yang didasarkan secara ilmiah untuk membuat perubahan dalam praktik keperawatan akan tercipta (Smeltzer & Bare,2001). Perawat psikiatri berperan dalam mengidentifikasi masalah dalam bidang keperawatan jiwa dan menggunakan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa (Suliswati et al, 2005). 2.6 Peran Pembuat Keputusan Klinis Untuk membuat perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliaannya berpikir kritis melalui proses keperawatan. Sebelum mengambil tindakan keperawatan, perawat menyusun rencana tindakan dengan melakukan

pendekatan terbaik bagi tiap pasien. Perawat membuat keputusan sendiri atau bekerja sama dengan klien dan keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja sama dan berkonsultasi dengan pemberi perawatan kesehatan professional lainnya (Potter & Perry, 2005). 2.7 Manajer Kasus Sebagai manajer kasus, perawat mengoordinasikan aktivitas anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik dalam memberi perawatan kepada pasien. Selain itu, perawat dapat mengatur waktu kerja dan sumber kerja di tempat kerjanya (Potter & Perry, 2005). 2.8 Peran Rehabilitator Rehabilitasi merupakan proses dimana individu kembali ke tingkat fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan lainnya. Pasien dapat mengalami gangguan yang mengubah kehidupan mereka dan perawat membantu mereka beradaptasi semaksimal mungkin dengan keadaan tersebut (Potter & Perry, 2005). 2.9 Peran Pendidik Perawat psikiatri memberi pendidikan kesehatan jiwa kepada individu, keluarga, dan komunitas agar mampu melakukan perawatan pada diri sendiri, anggota keluarga, dan anggota masyarakat lainnya sehingga setiap anggota masyarakat bertanggung jawab atas kesehatan jiwa (Suliswati et al, 2005).

3. Perencanaan Pemulangan Pasien 3.1 Pengertian Perencanaan Pemulangan Perawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilanjutkan dengan perawatan di rumah. Untuk itu, perlu dilakukan persiapan pulang di rumah sakit sesegera mungkin setelah dirawat serta diintegrasikan dalam proses keperawatan. Perencanaan pemulangan adalah proses dimana pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya (Pemila, 2009). Sedangkan menurut Yosep (2007), perencanaan pulang merupakan komponen yang terkait dengan rentang perawatan atau sering disebut perawatan yang berkelanjutan. Rentang perawatan (continuum of care) adalah integrasi sistem perawatan yang terfokus pada klien terdiri dari mekanisme pelayanan perawatan yang membimbing dan mengarahkan klien sepanjang waktu kehidupan melalui perencanaan yang komprehensif yaitu pelayanan yang meliputi kesehatan mental, sosial dalam rentang semua tingkat perawatan (Yose, 2007 dikutip dari Chasca, 1990). Perencanaan pulang ini akan membantu proses transisi klien dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain (Potter & Perry, 2005). 3.2 Tujuan dan Prinsip Tujuan perencanaan pemulangan adalah meningkatkan kontinuitas perawatan, meningkatkan kualitas perawatan dan memaksimalkan manfaat sumber pelayanan kesehatan. Perencanaan pemulangan juga dapat mengurangi

hari rawatan pasien, mencegah kekambuhan, meningkatkan perkembangan kondisi kesehatan pasien dan menurunkan beban perawatan pada keluarga (Pemila,2009 dikutip dari Naylor, 1999). Menurut Stuart (2001), perencanaan pemulangan pasien yang baik dapat mendorong fungsi kemandirian pasien serta mendorong pasien untuk memiliki kemampuan koping yang adaptif. Selain itu, dengan adanya perencanaan pemulangan pasien dapat meningkatkan kemajuan pasien, membantu pasien untuk mencapai kualitas hidup optimum sebelum dipulangkan. Perencanaan pemulangan pasien yang baik juga akan memberikan efek yang penting dalam menurunkan komplikasi penyakit, pencegahan kekambuhan dan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas (Pemila, 2009) Menurut Yosep (2007), prinsip-prinsip dalam perencanaan pemulangan pasien adalah: a. Klien sebagai fokus dalam perencanaan pulang. Nilai, keinginan, dan kebutuhan klien perlu dikaji dan dievaluasi sehingga dapat dimasukkan dalam perencanaan pulang klien. b. Kebutuhan klien diidentifikasi saat masuk, dirawat sampai sebelum pulang. Kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul setelah pulang sehingga rencana antisipasi masalah dapat dianut untuk dilaksanakan setelah pulang. c. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang adalah proses multidisiplin dan tergantung pada kerja sama yang jelas dan komunikasi lisan atau tertulis di antara peserta tim.

d. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang tersedia. e. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap tatanan pelayanan. Pengembangan perencanaan pemulangan yang komprehensif membutuhkan kolaborasi dengan professional dari lembaga yang melakukan rujukan dan lembaga pelayanan masyarakat atau kesehatan masyarakat. Proses ini termasuk mengidentifikasi kebutuhan pasien dan menyusun rencana yang menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan ini (Smeltzer & Bare, 2001). Dalam hal ini, perawat psikiatri dapat memfasilitasi perencanaan pemulangan ini dengan adanya pengkajian melalui observasi dan interaksi dengan klien seperti respon pasien terhadap pengobatan, pola perilaku klien, intervensi yang efektif dalam proses perawatan klien, kepercayaan klien, dan lain-lain (Stuart, 2001). Menurut Potter dan Perry (2005), hasil yang diperoleh harus ditujukan untuk keberhasilan perencanaan pulang dimana : a. Pasien dan keluarga memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi, obatobatan dan tindakan pengobatan untuk kepulangan, antisipasi perawatan tingkat lanjut, dan respon yang diambil pada kondisi kedaruratan. b. Pendidikan khusus diberikan kepada pasien dan keluarga untuk memastikan perawatan yang tepat setelah klien pulang. c. Sistem pendukung di masyarakat dikoordinasikan agar memungkinkan pasien untuk kembali ke rumahnya dan untuk membantu klien dan

keluarga membuat koping terhadap perubahan dalam status kesehatan pasien. d. Melakukan relokasi klien dan koordinasi sistem pendukung atau memindahkan klien ke tempat pelayanan kesehatan lain. 3.3 Perencanaan pemulangan pasien skizofrenia Menurut Worret (2003), kriteria pemulangan harus disesuaikan untuk menemukan kebutuhan klien dan area masalah yang berfokus terhadap reintegrasi ke dalam keluarga dan komunitas. Berikut ini adalah dasar kriteria yang dapat dimodifikasi ataupun dikembangkan untuk perencanaan pemulangan yang tepat bagi pasien : a. Pasien menunjukkan tidak adanya atau berkurangnya halusinasi dan perubahan sensori lainnya b. Mengidentifikasi stressor, situasi, atau kejadian yang dapat memicu halusinasi c. Mengenali dan mendiskusikan hubungan antara peningkatan ansietas dan manajemen stress d. Mendeskripsikan teknik-teknik untuk menurunkan ansietas dan manajemen stress e. Mengidentifikasi keluarga dan orang terdekat lainnya sebagai sistem pendukung f. Komunikasi dengan ahli fisiologi, ahli terapi, dan lembaga lain untuk mendiskusikan kebutuhan pasien

g. Mendeskripsikan pentingnya pengobatan secara teratur dan kontiniu, dosis, frekuensi, efek samping, dan efek yang diharapkan h. Mendeskripsikan rencana untuk mengikuti kelompok sosial pendukung ataupun pusat rehabilitasi dalam batasan waktu tertentu Yosep (2007) menyatakan bahwa perencanaan pemulangan pasien dengan skizofrenia juga memiliki standar pengkajian dimana data yang dikaji meliputi : a. Aktivitas hidup sehari-hari 1. Makan dan minum (penggunaan alat, cara makan dan minum, pola makan) 2. Eliminasi ( kebiasaan, pola, dan kemampuan eliminasi) 3. Personal hygiene (kemampuan, frekuensi, dan kebiasaan) 4. Berpakaian dan kerapian diri 5. Aktivitas 6. Istirahat (pola, lamanya, dan kesulitan memulai tidur) 7. Keagaamaan (kegiatan yang dilakukan) b. Tingkat kebutuhan perawatan klien 1. Kondisi pasien yang membutuhkan perawatan intensif 2. Kondisi pasien yang memerlukan modifikasi perawatan intensif 3. Kondisi pasien yang memerlukan perawatan transisi 4. Kondisi pasien yang memerlukan perawatan minimal c. Pengetahuan dan kemampuan keluarga tentang : 1. Penyakit pasien (tanda dan gejala, stressor pencetus, cara penanganan) 2. Pengobatan (manfaat, efek samping, waktu pemberian)

d. Hubungan interpersonal dalam keluarga e. Kemampuan dan kemauan pasien dan keluarga dalam penerimaan tindakan keperawatan f. Sumber dan sistem pendukung di masyarakat g. Sumber finansial dan pekerjaan Menurut Keliat (1999), kebutuhan persiapan pulang bagi pasien skizofrenia mencakup : a. Makan 1. Observasi dan tanyakan tentang : jumlah, frekuensi, variasi, macam, dan cara makan 2. Observasi kemampuan pasien dalam menyiapkan dan memberikan alat makan b. BAB / BAK Observasi kemampuan pasien untuk BAB /BAK seperti pergi dan menggunakan WC, membersihkan diri, dan merapikan pakaian. c. Mandi 1. Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci rambut, gunting kuku, dan cukur. 2. Observasi kebersihan tubuh dan bau badan d. Berpakaian 1. Observasi kemapuan pasien dalam mengambil, memilih, dan mengenakan pakaian. 2. Observasi penampilan dandanan pasien.

3. Tanyakan dan observasi frekuensi ganti pakaian. 4. Nilai kemampuan yang harus dimiliki pasien : mengambil, memilih, dan mengenakan pakaian. e. Istirahat dan tidur Observasi dan tanyakan tentang lama dan waktu tidur, persiapan sebelum tidur (sikat gigi, cuci kaki, dan berdoa), aktivitas sesudah tidur seperti merapikan tempat tidur, mandi, cuci muka dan sikat gigi. f. Penggunaan obat Observasi dan tanyakan pada pasien dan keluarga tentang : 1. Penggunaan obat : frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan cara pemberian 2. Reaksi obat g. Pemeliharaan kesehatan Tanyakan pada pasien dan keluarga tentang : 1. Apa, kapan, dan kemana perawatan lanjut 2. Siapa saja sistem pendukung yang dimiliki (keluarga, teman, institusi, dan lembaga pelayanan kesehatan) dan cara penggunaannya. h. Aktivitas di dalam rumah i. Aktivitas di luar rumah, mencakup apa saja yang dapat dikerjakan oleh pasien secara mandiri di luar rumah. Menurut Keliat (1996), beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalam persiapan pulang adalah : a. Pendidikan (edukasi, reedukasi, dan reorientasi) untuk mencegah kekambuhan dan mengurangi dampak gangguan jiwa bagi klien.

Program yang dapat dilakukan adalah : 1. Keterampilan khusus: ADL, perilaku adaptif, aturan makan obat, penataan rumah tangga, identifikasi gejala kambuh, pemecahan masalah. 2. Keterampilan umum: komunikasi efektif, ekspresi emosi yang konstruktif, relaksasi, pengelolaan stress. b. Program pulang bertahap Setelah klien mempunyai kemampuan dan keterampilan mandiri maka klien dapat mengikuti program pulang bertahap. Tujuannya adalah untuk melatih klien kembali ke keluarga dan masyarakat. Yang dipersiapkan adalah apa yang harus dilakukan klien di rumah dan apa yang harus dilakukan keluarga untuk membantu adaptasi. Kegiatan yang dilakukan klien dan keluarga di rumah dapat dibuatkan daftar dan dievaluasi keberhasilannya sebagai data untuk rencana berikut. Lamanya pulang (cuti) ditentukan secara bertahap, misalnya dimulai dari satu kali seminggu (week end live), ditingkatkan dua kali seminggu, kemudian cuti seminggu. Setelah mengikutinya, klien dapat dipulangkan kembali ke komunitasnya. c. Rujukan Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai hubungan langsung dengan Rumah Sakit Jiwa.

Menurut Yosep (2007), standar evaluasi klien yang dapat pindah dari ruang intermediate ke ruang perawatan minimal / persiapan pulang adalah : a. Mampu berkomunikasi secara verbal dan non verbal, verbal dan nonverbal sesuai. b. Mampu berinteraksi dengan orang lain / lingkungan konstruktif c. Mampu melakukan kegiatan harian yang terprogram. d. Mampu melaksanakan kegiatan harian dengan kontrol minimal. e. Derajat ketergantungan pada perawat rendah / minim. f. Kegiatan harian dan pengisian waktu luang baik. g. Mampu mengungkapkan perasaan dengan orang lain secara asertif. Sedangkan kondisi klien yang dapat pulang memiliki standar evaluasi sebagai berikut: a. Mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara mandiri b. Mempunyai jadwal kegiatan sehari-hari serta penggunaan waktu luang dengan kegiatan yang positif c. Komunikasi verbal dan nonverbal sesuai d. Klien sanggup mengatasi stressor pencetus dengan cara-cara penanganan yang konstruktif e. Klien dan keluarga mengetahui sistem pendukung yang ada di masyarakat : Puskesmas, Balai Latihan Kerja, dan perawat komunitas.

Menurut Fortinash dan Worret (2003), hal-hal yang perlu diajarkan oleh perawat dalam perencanaan pemulangan kepada pasien dan keluarganya adalah: a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa skizofrenia adalah gangguan kronik dengan gejala-gejala yang mempengaruhi proses berpikir pasien, mood, dan fungsi sosial pasien. b. Ajarkan pasien dan keluarga tentang gejala primer dari skizofrenia, delusi dan halusinasi, dan bagaimana mengatasinya jika membahayakan pasien ataupun keluarganya c. Menjelaskan pasien dan keluarga bagian-bagian dari skizofrenia, psikosis tidak selalu muncul, dan fungsi pasien semakin baik jika tidak ada psikosis. d. Menolong keluarga mengembangkan rencana untuk selalu berinteraksi/berhubungan dengan pasien selama tanda-tanda akut muncul untuk mencegah hospitalisasi kembali. e. Menginstruksikan pasien/ keluarga untuk mengenali gejala kambuh dan untuk menghubungi sistem pelayanan kesehatan darurat ketika pasien mulai membahayakan dirinya maupun orang lain. f. Mengajarkan keluarga dan pasien tentang pentingnya pengobatan/medikasi dan efek terapeutik serta non terapeutik pengobatan antipsikotik. g. Mengatakan kepada keluarga bahwa pasien tidak selalu memiliki motivasi untuk bergabung dalam aktivitas sosial dan keluarga karena proses penyakit dan efek sedatif dari pengobatan.

h. Menginstruksikan keluarga untuk tetap bersabar dalam merawat pasien terutama saat pasien dalam keadaan stress pikiran. i. Menginformasikan kepada keluarga bahwa pasien akan lebih responsif dalam periode tertentu seperti ketika obat mulai bekerja. j. Menjelaskan aspek hukum dari pengobatan yang dijalankan, hak-hak pasien, dan suatu perjanjian sebagai jaminan. k. Meminta klien dan keluarga untuk mengulangi apa yang sudah dijelaskan perawat sehingga perawat mengetahui apa yang dibutuhkan oleh pasien dan hal-hal apa yang perlu ditegaskan. l. Menggunakan metode yang berbeda untuk mengajarkan pasien karena beberapa pasien memiliki defisit kognitif sehingga membutuhkan teknik alternatif yang lebih bermanfaat. m. Mengajarkan pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi stressor psikososial dan keluarga yang dapat memicu gejala-gejala gangguan jiwa, serta mengajarkan metode untuk mencegahnya. n. Menekankan kepada keluarga tentang pentingnya proses pengobatan yang kontinu setelah pemulangan dan untuk melaporkan efeknya. o. Menolong anggota keluarga mengenali keterbatasan yang mereka miliki dalam merawat pasien dengan skizofrenia. p. Menginformasikan kepada keluarga tentang pelayanan kesehatan komunitas dan sumber-sumber yang dapat mendukung dan menolong pasien memanajemen kegiatan harian, mencari pekerjaan, dan meningkatkan fungsi sosialnya.

q. Mengajarkan pasien dan keluarga untuk mencari tahu pendidikan kesehatan mental terbaru atau sumber-sumber terapeutik dari internet dan komunitas. Selain itu menurut Isaacs (2004), hal-hal yang perlu diajarkan kepada keluarga meliputi: a. Pengertian skizofrenia, penyebabnya, dan gejala-gejalanya. b. Obat-obat antipsikotik yang digunakan dan efek samping yang mungkin muncul. c. Tindak lanjut perawatan dengan ahli terapi atau manajer perawatan. d. Cara mengatasi gejala-gejala yang muncul pada klien dengan : 1. Mengidentifikasi kejadian yang dapat mengecewakan pasien dan berikan bantuan ekstra sesuai kebutuhan 2. Mencatat kapan saja pasien menjadi marah 3. Melakukan tindakan-tindakan yang mengurangi ansietas seperti istirahat, teknik relaksasi, keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, dan diet yang tepat. 4. Tidak menyetujui pernyataan pasien mengenai halusinasinya dan memberi tahu tentang realitas e. Informasi tambahan meliputi : 1. Mengajarkan keluarga dan pasien tentang perawatan diri 2. Menganjurkan keluarga untuk mengungkapkan kekhawatiran mereka dengan penyedia layanan kesehatan

3. Menganjurkan keluarga untuk mempertimbangkan bergabung dengan kelompok pendukung atau bantuan masyarakat seperti National Alliance for Mental Ill (NAMI).