LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG, SUKABUMI. Gian Gardian Sudarman

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian

LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG, SUKABUMI. Gian Gardian Sudarman

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun

III. BAHAN DAN METODE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Lokasi penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI. Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

15. PENETAPAN RETENSI AIR TANAH DI LABORATORIUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PENUNTUN PRAKTIKUM FISIKA TANAH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 April 2014 pada areal lahan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Terminal Betan Subing Tebanggi Besar. Lampung Tengah, pada bulan September - Oktober 2012.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah terdiri atas bahan padat dan ruang pori di antara bahan padat,

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Umum

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

INSTRUKSI KERJA PENGAMBILAN SAMPEL TANAH INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM FISIKA JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN. UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEKTIFITAS SUMUR RESAPAN DALAM MEMPERCEPAT PROSES LAJU INFILTRASI

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Desa Marga Agung, Kecamatan Jati Agung

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

17/02/2013. Matriks Tanah Pori 2 Tanah. Irigasi dan Drainasi TUJUAN PEMBELAJARAN TANAH DAN AIR 1. KOMPONEN TANAH 2. PROFIL TANAH.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2012 pada areal

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

NASKAH SEMINAR EVALUASI NILAI INFILTRASI JENIS PENUTUP LAHAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA INTISARI

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 1 (2016), Hal ISSN :

Pengukuran Nilai Infiltrasi Lapangan dalam Upaya Penerapan Sistem Drainase Berkelanjutan di Kampus UMY

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Studi Campuran Tanah dan Kompos sebagai Media Resapan pada Daerah Genangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

TINJAUAN PUSTAKA. disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air.

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Gadjah Mada

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah lempung yang disubtitusi

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Umum

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE)

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOS PADA TANAH UNTUK MENGURANGI GENANGAN DI KELURAHAN BULAK, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

EROSI DAN SEDIMENTASI

TINJAUAN PUSTAKA. Infiltrasi adalah gerakan air permukaan tanah masuk ke dalam

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

Transkripsi:

LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG, SUKABUMI Gian Gardian Sudarman DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 7

LAJU INFILTRASI PADA LAHAN SAWAH DI MIKRO DAS CIBOJONG, SUKABUMI Gian Gardian Sudarman Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 7

SKRIPSI Judul : Laju Infiltrasi pada Lahan Sawah di Mikro DAS Cibojong, Sukabumi Nama : Gian Gardian Sudarman NRP : G4114 Menyetujui, v Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Daniel Murdiyarso NIP. 138489 Mengetahui, g Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS. NIP. 131473999 Tanggal lulus :

RINGKASAN Gian Gardian Sudarman.Laju Infiltrasi pada Lahan Sawah di mikro DAS Cibojong, Sukabumi. Dibimbing oleh Prof. Dr. Daniel Murdiyarso.. Proses infiltrasi yang merupakan bagian dari siklus hidrologi mempunyai peranan yang besar dalam kelestarian sumberdaya alam khususnya air. Pengukuran infiltrasi yang dilakukan di salah satu sawah terasering yang beririgasi di mikro DAS Cibojong merupakan kelanjutan dari pengukuran infiltrasi sebelumnya yang dilakukan pada tipe penggunaan lahan yang lain, diantaranya hutan. Pengukuran infiltrasi ini adalah salah satu indikator biofisik yang penting untuk DAS Cicatih. Untuk mendapatkan parameter infiltrasi digunakan double ring infiltrometer. Alat ini berupa dua buah panci tak beralas berdinding setinggi 5 cm dengan dua ukuran diameter yang berbeda. Selain mencari parameter infiltrasi, pada lokasi yang sama juga diambil contoh tanah untuk mengetahui sifat fisik yang meliputi berat isi, porositas, permeabilitas, tekstur dan pf. Data sifat fisik tanah ini sebagai data pendukung untuk menentukan lapisan kedap, kondisi air pada saat pengukuran dan pengaruhnya pada proses infiltrasi. Pengukuran di lapangan dilakukan pada empat fase pertumbuhan tanaman padi pada satu musim tanam periode kering di tiga ketinggian lahan (teras atas, tengah dan bawah). Fase 1 pada lahan siap tanam dan lahan dalam keadaan tergenang setelah pengolahan (pembajakan), fase pada lahan yang telah ditanami padi umur hari setelah semai dengan kondisi lahan yang berlumpur, fase 3 umur tanaman padi 49 hari setelah semai dengan biji padi yang telah terbentuk dan kondisi lahan sudah mulai dikeringkan, dan fase 4 pada kondisi lahan setelah panen dimana masih ada sisa-sisa perakaran dan jerami di fase ini lahan langsung diairi agar memudahkan pengolahan lahan untuk musm tanam berikutnya. Kondisi lahan di tiap ketinggian berbeda, untuk teras atas dibawah kedalaman 3 cm lapisan tanah bercampur batuan berukuran sedang dan kerikil, untuk teras tengah dibawah kedalaman 3 cm lapisan tanah di isi oleh batuan-batuan yang padat dan untuk teras bawah semua lapisan berupa tanah. Laju infiltrasi terbesar terjadi pada fase 3 dimana kapasitas infiltrasi awalnya (fo) sebesar 886 mm/jam dan kapasitas infiltrasi konstannya (fc) sebesar 165, mm/jam dengan laju perubahan kecepatan air (parameter tanah/ k ) sebesar,8 dan laju infiltrasi terkecil pada fase dimana tanahnya sudah mencapai kapasitas infiltrasi sehingga fo sama dengan fc sebesar 1,9 mm/jam. Proses infiltrasi yang terjadi pada lahan sawah sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan dan sistem perakaran tanaman padi. Kondisi lahan yang berlumpur dan sudah jenuh air seperti pada fase membuat proses infiltrasi yang terjadi sangat lambat, sebaliknya pada lahan yang sudah dikeringkan seperti pada fase 3 proses infiltrasi cepat. Pada fase ini perakaran tanaman padi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses infiltrasi, perakaran dewasa yang kuat sudah mampu membuka ruang pori dalam tanah sehingga mampu melewatkan air dengan cepat. Pada fase 1 dan 4 kondisi lahan dalam keadaan tergenang dan tanah sudah mencapai kapasitas infiltrasi sehingga laju infiltrasi yang terukur juga lambat seperti pada fase namun nilainya lebih besar dari fase. Sifat fisik tanah yang paling mempengaruhi laju infiltrasi adalah permeabilitas, kelas permeabilitas paling cepat pada fase 3 dan hampir seragam untuk tiap teras sebesar 111,8 mm/jam. Nilai porositas dan tekstur di lapangan tidak memberikan nilai yang signifikan seperti besarnya perubahan nilai infiltrasi, namun pengaruhnya lebih disebabkan oleh sistem perakaran tanaman padi yang membuka ruang pori dan membelah struktur tanah. Sedangkan air tersedia dalam tanah nilainya menurun dari fase 1 sampai fase 4 seiring dengan pertumbuhan tanaman padi, penurunan air tersedia tersebut berkisar antara 1-8 mm untuk tiap teras dan fase. Pada teras bawah ditemukan ciri-ciri lapisan kedap di kedalaman 3-4 cm tapi pada teras atas dan tengah ciri-ciri lapisan kedap tidak terlihat secara nyata. Lapisan kedap ini berperan untuk mengurangi perkolasi namun lapisan kedap ini bisa membuat lahan cepat jenuh dan limpasan permukaan yang besar. Ketersediaan air pada lahan ini lebih dari cukup, resiko cekaman air untuk tanaman sangat kecil. i

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padaherang pada tanggal 11 Mei 1983, dari Ayah dan Ibu yang bernama Tatang Sudarman dan Ika Gartika. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Penulis lulus dari SMUN 1 Banjar pada tahun, pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Program Studi Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Selama studi di IPB penulis aktif di himpunan keprofesian atau organisasi kemahasiswaan (HIMAGRETO) dan pernah menjabat sebagai ketua Masa Pembinaan Departemen tahun (4-5). Penulis juga aktif di keorganisasian kampus, yaitu di Unit Kegiatan Kemahasiswaan Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam Lawalata IPB. Pada tahun 3-7 penulis secara rutin melakukan study kecil di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun yang sekarang telah berganti nama menjadi Taman Nasional Halimun Salak. Pada tahun penulis pernah mengikuti pelatihan Tekhnik Hidup Alam Bebas Tingkat Dasar di Gunung Salak, di tahun 3 penulis melakukan Study Inventarisasi Komodo di Taman Nasional Komodo. Tahun 6 penulis menjabat sebagai Ketua Umum Lawalata IPB, di tahun yang sama penulis mengikuti berbagai pelatihan, diantaranya Pelatihan Dasar Olah Raga Arus Deras yang dilanjutkan dengan pelatihan rescue sungai (River Rescue Basic Trainning) di sungai Cisadane, menjadi tim SAR air dalam Pelatihan Dasar Olahraga Arus Deras yang diselenggarakan oleh Wanadri di sungai Citarum, Rajamandala dan pelatihan Tekhnik Hidup Alam Bebas Tingkat Lanjutan di Kawah Ratu. Masih di tahun 6 penulis menjadi staf teknisi pada penelitian mengenai Pengkajian Kualitas Air (Carbon, nutrient, and water fluxes of river basins) Tujuh Sungai di Pulau Jawa (Cisadane, Ciujung, Citarum, Cimanuk, Citanduy, Serayu, dan Bengawan Solo) kerjasama Laboratorium Hidrometeorologi dan BPPT dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Hidrometeorologi. ii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga laporan hasil penelitian (Skripsi) yang berjudul Laju Infiltrasi pada Lahan sawah di mikro DAS Cibojong, Sukabumi dapat segera diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan di program studi Geofisika dan Meteorologi Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada Allah Yang Maha Esa dan kepada Ayah dan Ibu yang tiada hentinya memberikan dorongan semangat dan motivasi serta yang selalu mendoakan keberhasilan penulis. Teh Vera, Oci, Agil dan Tegar yang menjadi inspirasi penulis, Cici untuk segenap kasih sayangnya. Prof. Daniel Murdiyarso, yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam penelitian ini, dosen penguji serta sebagai guru yang membimbing mahasiswanya dengan penuh kesabaran, Prof. Hidayat Pawitan sebagai pembimbing di laboratorium Hidrometeorologi yang turut serta memberikan semangat kepada setiap mahasiswanya dan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bekerja. Muhammad Taufik asisten peneliti Laboratorium Hidrometeorologi yang telah banyak membantu penulis khususnya masalah finansial pada saat ke lapangan, Sofyan Kurniarto konsultan dari CIFOR yang telah mengajari dan mendampingi penulis baik itu selama mengambil data di lapangan ataupun pada saat pencarian litelatur. Bapak Maspudin dan Kang Saefulloh staf laboratorium Fisika Tanah yang telah membantu penulis menganalisis sampel tanah, Bapak Ahmad guru olahraga SMP Negeri 1 Cidahu yang selalu menerima penulis di rumahnya pada saat ke lapangan, Ibu Wawat yang selalu dengan sigap menyediakan makanan dan siswa SMP Negeri 1 Cidahu yang tanpa pamrih membantu penulis di lokasi pengukuran. Teman-teman satu laboratorium, Lina Handayani, Oktaviana dan Bapak Anwar, Basyar/gollum teman seperjuangan dan atas pinjaman komputernya, Eko Tarso yang mendampingi penulis pada saat penulis membutuhkan bantuan tambahan orang di lapangan, Zainul dan Deni teman satu kontrakan di Pondok Pink yang selalu memberikan semangat dan pendengar setia setiap keluhan penulis, Samba, Sapta dan Dwi teman di Pondok Kambing, Ridwan atas pinjaman motornya, Anton dari pesantren, Wahyu si autis, Aprian si Jambul, La Ode tabib terapi herbal, Mian dan Joko staf Bengkel, Rudi di Gemesis, Hesti dan Nana di Blok Makam, Vivi dan Lupi di Baping, Linda dan Sasat di Tirta, Dwinita si teman misterius, Ani, Yohana dan Ipit si Trio Padang, Misna di asrama aceh, Nida di Geger Bitung, Fiolenta di Badoneng, Kiki di Pangrango dan An-an dengan putri kecilnya. Segenap civitas GEOMET FMIPA, Pa Toro, Bu Indah, Aa Aziz, Pa Jun, Pa Pono, Mba Wanti, Mba Icha, Pa Kaerun, Pa Udin, serta seluruh staf dosen dan pengajar atas bimbingan dan kuliahnya selama ini. Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas semua kebaikan dan dukungan yang telah diberikan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Desember 7 Gian Gardian Sudarman iii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...v DAFTAR GAMBAR...v DAFTAR LAMPIRAN...v I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang...1 1.. Tujuan...1 II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Proses Infiltrasi..... Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan.... 3. Infiltrasi dan Lapisan Kedap pada Lahan Sawah...4 III. METODOLOGI 3. 1. Tempat Penelitian...5 3.. Waktu Penelitian...5 3. 3. Pengolahan Data...6 3. 3. 1. Pengukuran dan Pengambilan Sampel di Lapangan...6 3. 3. 1. 1. Pengukuran Infiltrasi...7 3. 3. 1.. Pengambilan contoh Tanah Utuh...7 3. 3. 1. 3. Pengambilan Contoh Tanah Terganggu...8 3. 3.. Analisis Data dan Sampel Tanah di Laboratorium...8 3. 3.. 1. Infiltrasi...9 3. 3... Berat Isi dan Porositas...9 3. 3.. 3. Permeabilitas...9 3. 3.. 4. Tekstur...1 3. 3.. 5. pf...1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Parameter dan Kurva Infiltrasi...11 4.. Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Laju Infiltrasi...14 4. 3. Berat Isi dan Kedalaman serta Peranan Lapisan Kedap Air...16 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1. Kesimpulan...17 5.. Saran...17 VI. DAFTAR PUSTAKA...17 LAMPIRAN...19 iv

DAFTAR TABEL 1. Tabel 1. Laju infiltrasi pada beberapa jenis vegetasi...3. Tabel. Berat isi dan porositas dengan laju infiltrasi...3 3. Tabel 3. Kelas Permeabilitas...3 4. Tabel 4. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah...3 5. Tabel 5. Laju infiltrasi selama musim hujan 95/96...4 6. Tabel 6. Kriteria laju infiltrasi konstan...4 7. Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian...5 8. Tabel 8. Parameter infiltrasi...11 9. Tabel 9. Kelas infiltrasi konstan rata-rata pada 4 fase...1 1. Tabel 1. Perbandingan kelas infiltrasi dengan kelas permeabilitas...14 11. Tabel 11. Tekstur dan kelas tekstur...14 1. Tabel 1. Kadar air tanah pada berbagai nilai pf (mm)...15 DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1. Proses infiltrasi dalam siklus hidrologi.... Gambar. Peta Lokasi mikro DAS Cibojong...6 3. Gambar 3. Sistem teras di mikro DAS Cibojong...6 4. Gambar 4. Infiltrasi pada fase 1...1 5. Gambar 5. Infiltrasi pada fase...1 6. Gambar 6. Infiltrasi pada fase 3...13 7. Gambar 7. Infiltrasi pada fase 4...13 8. Gambar 8. Kurva pf pada setiap fase...15 9. Gambar 9. Berat isi pada setiap fase...16 DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1. Data sheet pengukuran infiltrasi pada lahan sawah...19. Lampiran. Data hasil pengukuran infiltrasi fase 1... 3. Lampiran 3. Data hasil pengukuran infiltrasi fase... 4. Lampiran 4. Data hasil pengukuran infiltrasi fase 3...3 5. Lampiran 5. Data hasil pengukuran infiltrasi fase 4...8 6. Lampiran 6. Data hasil analisis laboratorium (Berat isi)...3 7. Lampiran 7. Data hasil analisis laboratorium (Porositas)...31 8. Lampiran 8. Data hasil analisis Laboratorium (Permeabilitas)...3 9. Lampiran 9. Data hasil analisis laboratorium (Tekstur)...33 1. Lampiran 1. Data hasil analisis Laboratorium (pf)...34 v

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses infiltrasi yang merupakan bagian dari siklus hidrologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kelestarian sumberdaya alam. Kapasitas infiltrasi tanah rendah, akan menyebabkan sebagian besar curah hujan yang jatuh pada suatu daerah akan mengalir sebagai aliran permukaan dan hanya sebagian kecil yang masuk ke dalam tanah yang menjadi simpanan air tanah. Efeknya pada musim hujan besar kemungkinan terjadi banjir dan pada musim kemarau akan terjadi kekeringan. Sebaliknya kapasitas infiltrasi tanah tinggi akan merugikan karena dapat menurunkan produktivitas lahan pertanian atau perkebunan karena kapasitas infiltrasi yang besar dapat menyebabkan meningkatnya proses pencucian unsur hara tanah. Oleh karenanya nilai kapasitas infiltrasi tanah merupakan informasi penting dan berharga bagi perancangan dan penentuan jenis penggunaan lahan yang cocok untuk berbagai aktivitas kehidupan, seperti untuk bermukim, bertani, berkebun ataupun untuk pembuatan saluran irigasi. Dengan demikian pengukuran untuk mendapatkan nilai infiltrasi merupakan hal yang sangat penting dalam upaya untuk mendapatkan nilai infiltrasi yang bisa dijadikan patokan untuk menghitung dan mengetahui jumlah air hujan yang masuk ke dalam tanah dan yang menjadi limpasan permukaan. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan terinfiltrasi sampai kapasitas tanah untuk menampung air terpenuhi dan berikutnya air hujan itu akan menjadi aliran permukaan. Konsep ini hanya berlaku di daerah yang memiliki intensitas hujan tinggi dimana tanahnya akan baik untuk pertumbuhan tanaman. Pada penelitian ini pengukuran laju infiltrasi akan dilakukan di sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cicatih Hulu (5979 ha), mikro DAS Cibojong (139 ha) pada penutupan lahan sawah. Pengukuran infiltrasi di lahan sawah ini merupakan kelanjutan dari pengukuran infiltrasi yang sudah dilakukan di lahan hutan sebelumnya. Pawitan (6) menyebutkan lahan sawah di mikro DAS Cibojong memiliki persentase luas sekitar 8,71% dari keseluruhan penutupan lahan yang ada dan kedua terbesar setelah hutan. Lahan sawah tersebut tersebar di wilayah mikro DAS Cibojong dengan tipe lahan sawah yang hampir seragam, yaitu berterasering baik untuk daerah perbukitan ataupun daerah yang agak landai. Perbedaan yang mencolok adalah kondisi pengairannya yang tidak sama. Sebagian lahan sawah pengairannya selalu terpenuhi setiap saat dengan sistem irigasi namun sebagian lagi pengairannya mengandalkan air hujan saja, sehingga masa tanam dan panen tidak selalu sama di wilayah ini. Pada penelitian ini lahan sawah dipilih secara acak dan didapatkan pada lahan sawah bertipe terasering yang beririgasi. Pengukuran infiltrasi pada lahan sawah dimaksudkan untuk melihat seberapa besar pengaruh perakaran tanaman padi dan sifat fisik tanahnya serta pengaruh lapisan kedap akibat perlakuan petani pada lahan sawahnya terhadap proses infiltrasi. Pengukurannya akan dilakukan pada satu periode musim tanam yang dibagi dalam 4 fase pengukuran. Untuk mengetahui pengaruh perakarana tanaman padi atau pengaruh sifat fisik tanah terhdap laju infiltrasi pada lahan sawah, digunakan ring infiltrometer ganda (Double Ring Infiltrometer). Metode ini banyak dipakai karena selain mudah dilakukan juga praktis walaupun pelaksanaan dilapangan butuh kesabaran dan ketelitian. Pemakaian metode ini lebih tepat untuk analisis yang bersifat kuantitatif, seperti efek perubahan metode pengolahan tanah pada suatu area dan perubahan tata guna tanah (Haridjaja, 199). Pengukuran infiltrasi di lahan sawah ini merupakan salah satu indikator biofisik yang penting untuk sub DAS Cicatih. 1.. Tujuan 1. Menduga laju infiltrasi di lahan sawah selama satu musim tanam pada masa periode musim kering di bulan Mei sampai dengan September.. Mengetahui hubungan antara sifat fisik tanah (Berat isi (BI), porositas, permeabilitas, pf dan tekstur) dengan infiltrasi. 3. Menduga kedalaman dan mengetahui peranan lapisan kedap air dalam proses infiltrasi. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Proses Infiltrasi Proses masuknya air hujan ke dalam lapisan permukaan tanah dan turun ke permukaan air tanah disebut infiltrasi (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Laju infiltrasi adalah kecepatan masuknya air ke dalam tanah dan kapasitas infiltrasi adalah kemampuan maksimum tanah dalam meresapkan air dalam kondisi tertentu. Baik laju maupun kapasitas memiliki satuan yang sama, yaitu satuan panjang per satuan waktu (mm/jam). Air yang menginfiltrasi itu pertama-tama diabsorbsi untuk meningkatkan kelembaban tanah, selebihnya akan turun ke permukaan air tanah dan mengalir ke samping. Chu and Marino (5) menyebutkan bahwa proses infiltrasi bisa tergantung dari jenis tekstur tanah. Perbedaan lapisan tanah dan susunannya merupakan faktor yang signifikan dalam mempengaruhi infiltrasi. Laju infiltrasi pada tanah liat akan lebih lambat daripada pada tanah berpasir. Dalam Sosrodarsono dan Takeda (1977), lapisan yang dapat dilalui dengan mudah oleh air tanah seperti lapisan pasir atau lapisan kerikil disebut lapisan permeabel. Lapisan yang sulit dilalui air tanah seperti lapisan lempung atau silt disebut lapisan kedap air (aquiclude) dan lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan disebut lapisan kebal air (aquifuge). Kedua jenis lapisan ini disebut lapisan impermeabel. Simpanan air dalam tanah tergantung dari keseimbangan air dalam tanah (Weiler dan McDonnell, 4). Perubahan air di dalam simpanan air akan tergantung dari jumlah air yang masuk dan keluar. Air yang terinfiltrasi ke dalam tanah akan tersimpan sampai kapasitas tanah untuk menampung air terpenuhi kemudian air akan bergerak secara vertikal menuju groundwater melalui perkolasi dan sebagian lagi akan mengalir ke samping menjadi aliran permukaan atau mengalir dibawah permukaan... Laju Infiltrasi pada Berbagai Penggunaan Lahan Laju infiltrasi ditentukan oleh besarnya kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air (Intensitas hujan). Selama intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan. Jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka terjadilah genangan di atas permukaan atau aliran permukaan. Dengan demikian laju infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan variasi intensitas curah hujan. Infiltrasi yang terjadi pada suatu tempat berbeda-beda dengan tempat yang lain dan waktu yang lain, salah satunya ditentukan oleh tipe penggunaan lahan. Tegakan batang dan akar yang keluar permukaan tanah dapat mengurangi laju aliran permukaan sehingga memberikan kesempatan yang lebih lama kepada air untuk masuk ke dalam tanah. Gambar 1. Proses infiltrasi dalam siklus hidrologi Sumber: http://www.lablink.or.id/hidro

Tabel 1. Laju infiltrasi pada beberapa jenis vegetasi Lahan Tipe Tanam / Tanaman Laju infiltrasi (mm/jam) Pertanian Rumput Hutan Pertanian praktis Lahan terasering Cenchrus ciliaris Prosopis juliflora Acacia nilorica Dalbergia sissoo (Sumber: Agnihotri dan Yadav, 1995) 5 1 36 39 7 45 Lahan hutan memiliki laju infiltrasi yang lebih besar diikuti lahan rumput lalu lahan pertanian. Permukaan tanah yang tertutup oleh pohon-pohon dan rumputrumputan akan mempercepat laju infiltrasi. Pohon, rumput dan tumbuhan lainnya bukan hanya melindungi permukaan tanah dari gaya pemampatan curah hujan, tetapi juga lapisan humus, perakaran dan galian-galian serangga yang terjadi membuka ruang pori dalam tanah. Pada lahan pertanian proses infiltrasi akan terganggu diakibatkan oleh pengolahan lahan baik pembajakan dengan mesin atau hewan. Selain tipe penggunaan lahan beberapa sifat fisik tanah juga bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses infiltrasi, seperti berat isi, porositas, permeabilitas, tekstur dan pf. Fungsi tanah adalah sebagai media berpori yang menyediakan lubang pori sebagai jalan masuknya air ke dalam tanah. Efektivitas tanah dalam melewatkan air sangat ditentukan oleh jumlah dan ukuran pori serta bagaimana pori-pori jalan air tersebut dapat dipertahankan. Tabel. Berat isi dan porositas dengan laju infiltrasi Laju Berat Isi Pori infiltrasi Lahan titik (mg/m 3 ) (mm/jam) Pertani an 1 3 1,56 1,5 1,46 Hutan 1 3 1,8 1,3 1,3 (Sumber: Mbagwu, 1997),41,43,45,58,51,48 6 76 7 1986 78 79 Berat isi dan porositas selalu berbanding terbalik. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masukkeluar tanah secara leluasa, berat isi akan kecil karena tanah memiliki rongga yang kecil, sebaliknya jika tanah tidak poreus. Lipiec (6) menyatakan bahwa laju infiltrasi di pengaruhi oleh distribusi ukuran pori. Mbagwu (1997) menunjukkan pengaruh nilai Berat isi dan porositas pada dua tipe lahan dengan laju infiltrasi di Nigeria (Tabel.). Laju infiltrasi terbesar terjadi pada lahan hutan dan berbanding lurus dengan % pori. Permeabilitas adalah kecepatan lajunya air dalam medium massa tanah. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah. Laju infiltrasi pun akan sangat tergantung oleh permeabilitas tanah. Kelas permeabilitas) tertera dalam Tabel 3. Tabel 3. Kelas permeabilitas Permeabilitas Kelas (mm/jam) Sangat lambat < 1,5 Lambat 1,5-5 Agak lambat 5-16 Sedang 16-5 Agak cepat 5-16 Cepat 16-5 Sangat cepat >5 (Sumber: Hanafiah, 5) Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (berukuran mm 5 µm), debu (5 µm µm) dan liat (< µm). Gambaran umum tentang sifat fisik tanah dapat diperkirakan apabila kelas tekstur tanah diketahui. Tabel 4. Proporsi fraksi menurut kelas tekstur tanah Kelas tekstur tanah Pasir >85 Pasir berlempung 7-9 Lempung berpasir 4-87,5 Lempung,5-5,5 Lempung liat berpasir 45-8 Lempung liat berdebu < Lempung berliat -45 Lempung berdebu <47,5 Debu < Liat berpasir 45-6,5 Liat berdebu < Liat <45 (Sumber: Hanafiah, 5) Proporsi (%) fraksi tanah Pasir Debu Liat <15 <3 <5 3-5 <3 4-7 15-5,5 5-87,5 >8 < 4-6 <4 Apabila dikaitkan dengan permeabilitas, maka: 1. Permeabilitas lambat merupakan karakter tanah bertekstur halus atau tanah mengandung minimal 37,5% <1 <15 < 1-3 -37,5 7,5-4 7,5-4 <7,5 <1,5 37,5-57,5 4-6 >4 3

liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.. Permeabilitas sedang merupakan karakter tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari: a. Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berpasir halus. b. Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu atau debu. c. Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat, lempung liat berpasir atau lempung berdebu. 3. Permeabilitas cepat merupakan karakter tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, yaitu tanah yang mengandung minimal 7% pasir atau bertekstur pasir atau pasir berlempung.. 3. Infiltrasi dan Lapisan Kedap pada Lahan Sawah Infiltrasi Lahan sawah merupakan lahan olahan, dimana struktur tanahnya sudah mengalami berbagai perlakuan. Lahannya otomatis merupakan lahan yang terganggu tetapi proses infiltrasinya tetap harus diketahui dan dengan kondisi seadanya pengukuran infiltrasi tetap dilakukan. Purwanto (1994) menunjukkan adanya variabilitas yang tinggi dari rataan infiltrasi pada lahan sawah yang bertipe terasering atau bertingkat pada awal musim hujan dan pertengahan musim hujan di daerah tangkapan air Cikumutuk, Malangbong, Jawa Barat. Hasil pengukurannya tersaji dalam Tabel 5. Pengukurannya dilakukan pada dua level, bagian atas dan bawah. Pada masing-masing level dilakukan pada tiga titik, yaitu bed (bagian dasar petak sawah yang sudah mendatar), riser (bagian petak sawah yang masih miring) dan gutter (bagian pinggir petak sawah dekat dengan tebing bagian atas biasanya merupakan saluran air). Tabel 5. Laju infiltrasi selama musim hujan 95/96 Lokasi n Waktu Laju setelah infiltrasi keadaan akhir setimbang (mm/jam) (menit) Bagian atas Beds Awal musim hujan 1995 9 71±8 8±4 1994 4 497±9 ±6 Gutters Pertengahan musim hujan 1995/1996 3 4±6 6±16 Risers Pertengahan musim hujan 1995/1996 1 atas 734 19 bwh. 16±1 33±14 Bagian bawah Beds Awal musim hujan 1994 16 473±194 6±8 1995 578±78 1±1 Pertengahan musim hujan 1995/1996 1 17 6 Gutters Pertengahan musim hujan 1995/1995 5 34±1 63± Risers Pertengahan musim hujan 1995/1996 1 atas 1 11 bwh. 145±39 37±6 (Sumber: Purwanto, 1994) Namun demikian dalam Booker Agricultural International (BAI) kriteria kapasitas infiltrasi konstan adalah sebagai berikut: Tabel 6. Kriteria laju infiltrasi konstan Laju Kategori Infiltrasi Keteranga Kls Infiltrasi Konstan n (mm/jam) 1 3 4 5 6 7 Sangat lambat Lambat Agak lambat Sedang Agak cepat Cepat Sangat cepat (Sumber: Haridjaja, 199) < 1 1-5 5- -6 6-15 15-5 > 5 Non irigasi Perlakuan khusus Beberapa penelitian menunjukkan laju infiltrasi pada lahan sawah lebih kecil daripada lahan pertanian. 4

Tabel 7. Laju infiltrasi akhir pada beberapa penelitian Lahan Laju Infiltrasi (mm/jam) Referensi Pertanian 6-3 Agnihorti and Yadav (1995) Pertanian 57-1 Navar and Synnot () Sawah,-,15 Liu (1) Sawah.4 Susilowati (4) Keadaan ini karena perlakuan pada lahan sawah lebih keras (pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan) daripada lahan pertanian. Lapisan kedap air Infiltrasi pada lahan sawah selain dipengaruhi oleh sifat fisik tanah juga akan dipengaruhi oleh perlakuan petani terhadap lahan sawahnya seperti pembajakan dan penggaruan baik dengan alat berat, tenaga manusia maupun oleh tenaga hewan. Perlakuan ini membuat lahan sawah akan memiliki lapisan dimana lapisan itu terbentuk dengan sendirinya. Lapisan pada lahan sawah akibat pembajakan biasa disebut dengan lapisan kedap. Situmorang dan Sudadi (1) menyebutkan pembentukan lapisan kedap, yaitu suatu lapisan yang padat, ketebalan 5-1 cm, umumnya pada lahan yang telah disawahkan. Dibandingkan dengan tanah permukaan, lapisan kedap mempunyai bobot isi lebih tinggi dan pori total yang lebih rendah dan permeabilitasnya lebih rendah. Lapisan kedap terbentuk karena beberapa faktor, antara lain: 1. Pemadatan selama pembajakan dalam keadaan basah lapisan olah di atasnya ataupun karena pemadatan lain.. Penghancuran agregat akibat pengolahan tanah di atasnya. 3. Dipengaruhi oleh tekstur dan sifat mengembang dan mengkerut tanah. 4. Tanah berlempung halus optimal untuk pembentukkan tapak bajak. 5. Liat yang terlalu tinggi, tapak bajak kurang nyata. 6. Pada tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau selalu tergenang air, lapisan tapak bajak juga tidak nyata terbentuk. 7. kondisi terbaik untuk pemadatan adalah pada tanah-tanah berlempung halus. Lapisan kedap di satu sisi akan mengganggu, pada musim hujan air yang banyak akan membuat lahan sawah cepat jenuh air dan limpasan permukaan akan cenderung lebih besar namun di sisi lain lapisan kedap ini membantu petani agar perkolasi dapat berkurang khususnya pada saat musim kemarau. Pada lahan sawah, di saat ketersediaan air untuk tanaman berkurang sedangkan tanaman masih membutuhkan air lapisan kedap membantu menahan air dan mencegah air tesedia mendekati keadaan titik layu permanen. Dengan demikian lapisan kedap sangat menguntungkan petani menjaga ketersediaan air untuk tanaman. Susilowati (4) menyatakan bahwa akibat sawah yang tergenang maka pori-pori tanah berangsurangsur terisi butir-butir sedimen halus yang terbawa air. Oleh karenanya semakin tua umur sawah semakin kedap tanahnya. Pada umumnya setelah sawah mencapai umur 4 sampai 5 tahun, kekedapan tanah di sawah makin stabil, karena telah terbentuk lapisan kedap air yang sempurna. III. METODOLOGI 3. 1. Tempat Penelitian Mikro DAS Cibojong yang merupakan bagian dari sub DAS Cicatih Hulu dan bagian dari DAS Cicatih yang secara administratif masuk ke kecamatan Cidahu, Kabupaten sukabumi dengan luas area 139 ha. 5% daerahnya didominasi oleh hutan diikuti persawahan 8,71%, pemukiman 7,53%, semak belukar 6,87%, kebun campuran 5,79%, ladang,94% dan rumput,4%. Dari hasil observasi curah hujan pada tahun 5, daerah ini memiliki curah hujan tertinggi pada bulan Februari sebesar 478 mm dan curah hujan rata-rata bulanannya sebesar 9 mm (Pawitan, 6). 3.. Waktu Penelitian Pengukuran di lapangan berlangsung dari bulan Mei sampai dengan September 6 pada periode musim kering dan pengolahan data dari bulan Oktober sampai dengan November 6. 5

Gambar. Peta lokasi mikro DAS Cibojong Sumber: CIFOR, 5 3. 3. Pengolahan Data Pengolahan data ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu analisis dan pengolahan data. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Sifat Fisik Tanah, Departemen Ilmu Tanah IPB sedangkan pengolahan data di Laboratorium Hidrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. 3. 3. 1. Pengukuran dan Pengambilan Sampel di Lapangan. Pengukuran infiltrasi dan pengambilan sampel tanah untuk analisis sifat fisik tanah yang meliputi Berat isi, pf, permeabilitas dan tekstur dilakukan di petak sawah beririgasi milik petani setempat yang berada di kampung Cikalong, kecamatan Cidahu, kabupaten Sukabumi. Petak sawah yang digunakan meliputi 3 ketinggian, yaitu teras atas, tengah dan bawah. Ketinggian antara teras atas, tengah dan bawah kurang lebih meter. Jumlah petak yang digunakan sebanyak: petak pada teras atas, 1 petak pada teras tengah dan petak pada teras bawah. Pada masingmasing teras pengukuran dan pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 ulangan. kondisi lahan pada tiap teras berbeda. Pada teras atas lapisan bawah didominasi oleh kerikil dan batuan berukuran sedang. teras tengah diisi batuanbatuan yang padat pada lapisan bawahnya dan teras bawah berupa padatan tanah yang licin dan halus. Gambar 3. adalah skema pengukuran di tiga ketinggian. Pemilihan lokasi, penentuan teras di setiap ketinggian dan penempatan titik ulangan didasarkan pada kondisi di lapangan. Pengukuran dan pengambilan sampel dilakukan sebanyak empat kali Air irigasi 1 3 Atas 1 3 Tengah Bawah 1 3 Gambar 3. Sistem teras di mikro DAS Cibojong 6

(fase). Setiap fase menunjukkan kondisi lahan serta tekhnik pemberian air dan menggambarkan pertumbuhan sistem perakaran tanaman padi. Fase 1 di bulan Mei merupakan awal lahan sawah akan ditanami. Pada fase ini akan dilihat proses infiltrasi yang akan terjadi pada lahan yang tergenang/diairi. Fase di pertengahan bulan Juni merupakan fase dimana lahan sawah sudah ditanami padi umur hari setelah semai perakaran tanaman masih sedikit dan lahan sedang dalam masa pelumpuran. Fase 3 di akhir bulan Juli umur padi 49 hari dan biji padi sudah terbentuk dan perakaran tanaman sudah kuat dengan kondisi lahan yang sudah mulai dikeringkan pada fase ini akan dilihat sistem perakaran dan struktur tanah dalam mempengaruhi proses infiltrasi. Fase 4 di pertengahan bulan September adalah fase pada lahan yang sudah melewati masa panen, kondisi lahan tergenang dengan sisa-sisa perakaran dan jerami padi. Penggenangan setelah panen ini untuk memudahkan pengolahan lahan untuk musim tanam berikutnya. 3. 3. 1. 1. Pengukuran Infiltrasi Alat dan perlengkapan a. Ring infiltrometer ganda b. Ember c. Penggaris besi d. Stop Watch e. Bantalan kayu dan palu f. Alat pemotong rumput g. ATK h. Papan jalan/ hard board i. Data sheet Cara kerja a. Membersihkan permukaan tanah dari rumput atau serasah yang akan dimasuki ring. Usahakan tanah tidak terganggu. b. Kemudian memasukan ring bagian dalam ke dalam tanah sekitar 5-1 cm sampai posisi ring stabil. Gunakan bantalan kayu dan palu untuk membantu memasukan ring ke dalam tanah tetapi proses penekanan oleh bantalan kayu dan palu harus hati-hati dan tidak boleh terlalu keras untuk menghindari kerusakan pada ring dan struktur tanah. Begitu pula proses pemasukan ring bagian luar. Lalu tancapkan penggaris besi menempel pada dinding ring dalam. c. Menuangkan air ke dalam ring. Air yang dituangkan ke dalam dua ring tersebut kurang lebih sama dengan kedalamann yang tetap. Ring bagian luar mencegah peresapan keluar dari air dalam ring bagian dalam setelah meresap ke dalam tanah. d. Setelah air dituangkan ke dalam ring, Menentukan ketinggian air awal dan akhir pada penggaris besi. Ketika air sudah mencapai ketinggian awal nyalakan stopwatch dan catat waktunya sebagai to, tunggu air sampai ke ketinggian akhir dan catat waktunya sebagai t1. lakukan prosedur ini sampai kecepatan turunnya air dari ketinggian awal sampai ketinggian akhir konstan. e. Setelah air di ketinggian akhir menuangkan air lagi sampai di ketinggian awal, catat waktunya sebagai t dan tunggu air sampai ketinggian akhir lalu catat waktunya sebagai t3, begitu seterusnya sampai didapat selisih waktu yang konstan untuk setiap kali penuangan air. f. Data sheet pengukuran terlampir. 3. 3. 1.. Pengambilan sampel tanah utuh Alat dan perlengkapan a. Ring berupa tabung silinder dari baja stainless yang tajam bagian bawahnya, berukuran tinggi 5,1 cm, diameter luar 5,3 cm dan diameter dalam 5 cm. setiap tabung bernomor dan dilengkapi dengan tutup plastik atas-bawah. Untuk memudahkan dalam penyimpanan dan pengangkutan dari lapangan ke laboratorium, serta menjamin keutuhan contoh tanah, disediakan peti khusus yang terbuat dari kayu. b. Pisau tipis dan tajam c. Sekop d. Bantalan kayu untuk penekan Cara kerja a. Membersihkan dan meratakan permukaan tanah yang akan diambil contoh tanahnya dari rumput, batu atau kerikil. Letakan ring dengan posisi tegak pada permukaan tanah dengan bagian yang tajam berada di bawah. 7

b. Kemudian menggali tanah di sekeliling tabung dengan sekop/cangkul membentuk parit kecil melingkar, dengan jarak kirakira 5-1 cm dari ring. c. Lalu menekan ring dengan bantalan kayu berada di atasnya sampai ¾ bagian masuk ke dalam tanah, kemudian tumpangkan ring kosong yang lain di atas ring yang pertama dan tekanlah sampai bagian bawah ring kedua ini masuk kira-kira sedalam 1 cm. d. Setelah itu mengangkat dan menggali ring dan tanahnya dengan sekop. e. Selanjutnya memisahkan ring kedua dari ring pertama secara hatihati, kemudian potong kelebihan tanah yang menonjol dari ujungujung ring dengan pisau tajam sehingga rata dengan permukaan ring. Agar pemotongan tanahnya betul-betul sejajar/rata dengan ring dan untuk menjaga agar pori-pori tanah tidak tertutup, kelebihan tanah yang menonjol dicacah terlebih dahulu, baru diiris sedikit demi sedikit dengan pisau dengan arah pisau sejajar ring. f. Apabila telah selesai satu sisi, langsung ditutup agar tanah di dalam ring tidak rontok. Kemudian melakukan pemotongan pada sisi yang kedua, dan segera menutup pula. g. Selanjutnya Menulis label tentang informasi lokasi dan kedalaman pengambilan contoh tanah pada tutup ring, kemudian masukkan contoh tanah ke dalam peti. h. Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan pada tanah dalam kondisi kapasitas lapang. Kalau tanah terlalu kering dapat dilakukan penyiraman dahulu sehari sebelumnya. Apabila tanahnya keras maka ring dimasukan dengan cara: di atas ring diberi bantalan kayu dan dipukul perlahan-lahan. Masukkan ring ke dalam tanah harus tetap tegak lurus dan tidak goncang. 3. 3. 1. 3. Pengambilan Sampel Tanah Terganggu Alat dan Perlengkapan a. Sekop atau cangkul b. Untuk contoh tanah terganggu, contoh tanah dapat langsung dimasukkan ke dalam kantong plastik. Untuk tujuan penetapan kadar air tanah yang sesuai dengan keadaan waktu pengambilan, diperlukan tempat yang dapat tertutup rapat. Cara Kerja a. Menggali tanah sampai kedalaman atau lapisan yang diinginkan. Untuk keperluan tanaman semusim tanah diambil pada kedalaman - cm. b. Mencatat lokasi dan kedalaman pengambilan, beri label pada kantong plastik. 3. 3.. Analisa Data dan Sampel Tanah di Laboratorium Analisis yang dilakukan di laboratorium meliputi: 1. Penentuan Laju infiltrasi (Double Ring Infiltrometer). BI dan porositas (gravimetri) 3. Permeabilitas (bathing - perendaman dan penirisan) 4. Tekstur (hidrometer) 5. pf (presuure plate apparatus dan pressure membrane apparatus) Data infiltrasi yang didapat dari lapang sebanyak 9 data untuk setiap fase pengukuran dan untuk empat fase data yang diperoleh sebanyak 36 data. Penilaian terhadap sifat fisika tanah, merupakan bagian dari evaluasi kesuburan tanah. Untuk mendapatkan data hasil analisis sifat fisika tanah yang akurat, diperlukan contoh tanah yang mewakili areal di lapangan dengan cara pengambilan, pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang benar. Contoh tanah untuk analisis sifat fisika tanah terdiri atas, yaitu: (1) contoh tanah utuh/ tak terganggu (undisturbed soil sample), digunakan untuk analisis berat isi ( pada 5 kedalaman, yaitu -1 cm; 1- cm; -3 cm; 3-4 cm; dan 4-5 cm, pada satu ketinggian akan diambil di 3 titik ). Dan ruang pori total. Kebutuhan ring sampel 8

untuk satu kali pengukuran sebanyak 45 ring; kurva pf (3 kali pengukuran pada kedalaman -3 di tiap-tiap ketinggian). Dibutuhkan 9 ring; dan permebilitas (3 kali pengukuran pada kedalaman -3 di tiaptiap ketinggian). Dibutuhkan 9 ring; () contoh tanah terganggu (disturbed soil samples), untuk analisis tekstur dan kadar air. 3. 3.. 1. Infiltrasi Data infiltrasi yang didapatkan dari pengukuran dengan metode Double Ring Infiltrometer merupakan data laju infiltrasi yang konstan. Nilainya didapat pembagian tinggi muka air dalam mm dibagi dengan waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan tinggi muka air tersebut dalam detik sehingga menghasilkan satuan dalam mm/detik. Selanjutnya satuan tersebut akan dirubah ke mm/jam agar memberikan nilai yang lebih rasional. Persamaan yang digunakan menurut Horton (Bedient dan Huber, ): kt ( f f ) = ( f f ) e c Dimana: f : Kapasitas infiltrasi (mm/jam) fo : Kapasitas infiltrasi awal (mm/jam) fc : Kapasitas infiltrasi konstan (mm/jam) k : Parameter tanah (konstanta) t : Waktu (jam) e : Bilangan alam 3. 3... Berat Isi dan Porositas Berat isi adalah bobot kering satu satuan volume tanah dalam keadaan utuh. Satuan bobot isi tanah biasa dinyatakan dalam g/cm 3. nilai berat isi tanah dapat digunakan untuk menduga bahan penyusun tanah (bahan mineral dan bahan organik) dan kepadatan tanah. Tanah-tanah padat mempunyai berat isi tinggi dan sebaliknya tanah gembur memiliki berat isi yang rendah. Analisis berat isi menggunakan metode gravimetri, berikut tahap pekerjaannya: a. Langkah pertama menimbang contoh tanah utuh dengan ringnya, misal A g. b. Kemudian ambil contoh tanah dari dalam tabung ± g untuk penetapan kadar air. c. Selanjutnya membersihkan ring lalu menimbangnya, misal B g. o c d. Menetapkan kadar air contoh tanah yang diambil (butir ), misal C%. e. Lalu mengukur diameter dalam tabung, misal D cm. f. Diukur juga tinggi tabung, misal T cm. g. Terakhir menghitung berat isi dengan cara berikut: - Hitung bobot tanah lembab = (A-B) g. - Hitung bobot tanah kering dengan rumus: BL BK = KA +1 BK = Bobot tanah kering BL = Bobot tanah lembab KA = Kadar air = C, 1 Jadi: ( A B) BK = ( C /1) + 1 Volume tabung: 3 D ( cm ) = Π T V BK 3 BI = g / cm V BI RPT = 1 1% BJP h. Porositas ditentukan dari persamaan: BI 1 1,65 3. 3.. 3. Permeabilitas Permeabilitas adalah kecepatan air dalam medium massa tanah. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah. Nilai permeabilitas suatu solum tanah ditentukan oleh suatu lapisan tanah yang mempunyai nilai permeabilitas kecil. Tahap pekerjaannya sebagai berikut: a. Mengambil contoh tanah dari lapang dengan tabung kuningan. b. Selanjutnya contoh tanah dengan tabungnya dipasang pada set permeabilitas, kemudian direndam dalam air pada bak peredam sampai 9

setinggi 3 cm dari dasar bak selama 4 jam. Maksud peredaman ialah untuk mengeluarkan semua udara dalam pori-pori tanah, sebab permeabilitas ini ditetapkan dalam keadaan jenuh. Untuk membuat jenuh tanah berat, diperlukan waktu lebih dari 4 jam. c. Setelah peredaman selesai, contoh tanah dengan tabungnya dipindahkan ke alat penetapan permeabilitas, kemudian air dari kran dialirkan ke alat tersebut. d. Jika tanah diletakan pada alat pukul 9 pagi, maka pengukuran pertama dilakukan pada pukul 15 sampai 16, pengukuran kedua pukul 16 sampai 17, pengukuran ketiga pukul 9 sampai 1 hari kedua, pengukuran keempat pada pukul 9 sampai 1 hari ketiga dan pengukuran kelima pada pukul 9 sampai 1 hari keempat. Yang diamati pada setiap pengukuran ialah banyaknya volume air yang keluar setelah melalui massa tanah selama satu jam. e. Setelah selesai kemudian merataratakan nilai kelima pengukuran tadi. f. Terakhir, menghitung nilai permeabilitas menggunakan persamaan Darcy, data-datanyanya diperoleh dari hasil pengukuran. Q L K = t h l A Dimana, K = permeabilitas (cm/jam), Q = banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml), t = waktu pengukuran (jam), L = tebal contoh tanah (cm), h = water head, ialah tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah (cm), A = luas permukaan contoh tanah (cm ). 3. 3.. 4. Tekstur Tekstur adalah susunan relatif dari tiga ukuran butir tanah, yaitu pasir (berukuran mm 5 µm), debu (5 µm µm) dan liat (< µm). Analisis tekstur tanah sangat penting untuk mengetahui laju infiltrasi. Karena masuk tidaknya air ke dalam tanah akan sangat ditentukan oleh tekstur tanah itu sendiri. Tahap pekerjaan sebagai berikut: a. Menimbang 5 gr tanah kering udara yang lolos saringan mm (1 gr bila tanah banyak mengandung pasir), dan dimasukkan ke dalam gelas piala 1 liter. b. Menambahkan 5 ml natrium heksametafosfat 5% dan 1 ml air destilata, aduk rata dan biarkan selama 3 menit. c. Selanjutnya memindahkan secara kuantitatif ke dalam tabung milk shaker dan dikocok selama 15 menit. d. Lalu memindahkan secara kuantitatif ke dalam gelas ukur 1 liter dengan ditambahkan air destilata sampai volume air mencapai 1 liter. e. Gelas ukur selanjutnya dimasukkan ke dalam bak air biarkan dalam beberapa menit agar suhunya sama dengan suhu air bak. f. Lalu mengaduk dengan pengaduk tekstur kali, pada akhir pengadukkan catat waktu dan masukkan hidrometer, setelah 4 detik hidrometer dibaca, catat sebagai pembacaan I (H1). g. Kemudian mengangkat hidrometer, catat suhu dalam bak air (T1). h. Selanjutnya membiarkannya 18 menit, lalu masukkan kembali hidrometer dan baca, catat sebagai pembacaan II (H), angkat hidrometer, catat suhu air bak (T). i. Bacaan I (H1) adalah bobot pasir dan liat dan bacaan II (H) adalah bobot liat. Hasil pengukuran harus dikoreksi dengan standar 68ºF, untuk setiap kenaikkan tiap derajat Fahrenheit harus ditambah, satuan pada bacaan hidrometer, demikian pula sebaliknya untuk setiap penurunanan 1ºF dari 68º harus dikurangi dengan, satuan pada bacaan hidrometer. Hindarkan bekerja pada suhu yang ekstrim (1º F atau 15º F) juga bacaan hidrometer harus dikurangi, satuan untuk kompensasi pengembangan natrium heksametafosfat. Untuk menentukan persen pasir, liat dan debu dipakai persamaan: BKM [ H,( T 68),] 1 1 % = pasir BKM 1% 1

% liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3.. 5. pf pf ialah logaritma dari tegangan air tanah yang dinyatakan dalam sentimeter tinggi kolom air. Pori-pori dalam suatu masa tanah merupakan rongga-rongga diantara partikel-partikel tanah yang dapat berisi air atau udara. Proporsi antara air dan udara dalam pori-pori tanah tergantung dari kadar air tanah. Semakin tinggi kadar air tanah, maka semakin rendah pori-pori yang dapat diisi oleh udara atau sebaliknya. Untuk mengetahui distribusi pori dalam tanah di tetapkan kurva pf, yaitu suatu kurva yang menyatakan hubungan antara kandungan air tanah dengan pf. Tahap pekerjaannya sebagai berikut: a. Mengambil tanah dari lapang dalam ring setebal 1,5 cm di bagian tengah ring b. Kemudian membaginya menjadi 3, masing-masing untuk pf 1 (tekanan 1 cm air), pf (tekanan 1 cm air), dan pf,54 (tekanan 1/3 atm). Untuk pf 4, (tekanan 15 atm) digunakan contoh tanah kering udara berukuran < mm. c. Tanah untuk penetapan pf 1, dan,54 diletakan diatas piringan (plate) dalam pressure plate apparatus, sedangkan tanah untuk penetapan pf 4, diletakan diatas piringan dalam pressure membrane apparatus. d. Memenuhi contoh tanah ini dengan air sampai berlebihan. dibiarkan selama 48 jam. e. Menutup alat rapat-rapat, kemudian diberikan tekanan sesuai dengan pf yang dikehendaki. f. Keseimbangan tercapai setelah kira-kira 48 jam tekanan-tekanan tersebut bekerja. g. Setelah keseimbangan tercapai keluarkan contoh tanah tersebut untuk ditetapkan kadar airnya. h. Terakhir membuat kurva pf pada excel, kandungan air sebagai absis dan pf sebagai ordinat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Parameter dan Kurva Infiltrasi Parameter Infiltrasi Dari hasil pengukuran laju infiltrasi selama 4 fase pertumbuhan tanaman padi, dapat diduga parameter-parameter infiltrasinya (Tabel 8.). Nilai setiap parameter sangat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah sawah terutama permeabilitas, porositas dan tekstur. Pada setiap fase laju infiltrasi juga akan bergantung dari kondisi lahan dan pertumbuhan sistem perakaran tanaman padi. Dari data pengukuran dapat diketahui laju infiltrasi rata-rata terbesar terjadi pada fase 3 di teras tengah sebesar 165, mm/jam (Tabel 8.) kondisi lahan pada fase ini dalam keadaan kering dan umur tanaman padi sudah mencapai 49 hari. Selain lahan yang kering, perakarannya pun sudah cukup untuk membuka ruang pori dalam tanah. Tabel 8. Parameter infiltrasi Fase 1 Teras fo mm/jam fc mm/jam t jam A 537,3 14,7 65173,61 T 15,6 191 B 179, 76, 3383,98 Fase A 3,3 6565 T 1,9 5593 B 16,7 436 Fase 3 A 743, 367, 135,454 T 886, 165, 166,8 B 3,3 1,9 49,784 Fase 4 A 19,3 183 T 7,4,1 91 1,61 B 1,1 1819 Catatan: t adalah waktu pada saat laju infiltrasi konstan. Laju infiltrasi rata-rata terkecil terjadi pada fase sebesar 1,9 mm/jam (Tabel 8.) masih di teras tengah dimana pada fase ini kondisi lahan dalam keadaan tergenang dan dalam masa pelumpuran, pertumbuhan padi masih dalam masa pematangan dan pemanjangan batang. Padi baru berumur ± hari setelah semai. Pada fase ini padi sedang dalam pemupukan. K 11

Dengan adanya pemupukan pori-pori tanah akan terisi oleh pupuk dan terjadi pemampatan tanah oleh pupuk sehingga proses infiltrasi menjadi lebih terganggu dan menghasilkan laju infiltrasi yang kecil dibandingkan dengan fase-fase yang lain. Pada Tabel 8. ada beberapa kolom yang kosong. Kosongnya kolom tersebut dikarenakan infiltrasi sudah dalam keadaan konstan atau sudah mencapai kapasitas infiltrasi, sehingga f = fo = fc. Konstannya nilai infiltrasi disebabkan oleh lahan yang sudah jenuh. Pada saat infiltrasi sudah dalam keadaan konstan, maka dapat ditentukan juga kelas infiltrasinya. Tabel 9. Kelas infiltrasi konstan rata-rata pada 4 fase Laju & Kelas infiltrasi konstan Level (mm/jam) Fase 1 Fase Fase 3 Fase 4 Sangat Agak Cepat Lambat Atas Cepat Lambat Agak Sangat Lambat Sedang Tengah Lambat Cepat Bawah Agak Cepat Agak Lambat Cepat Agak Lambat pelumpuran dan kejenuhan lahan. Di level atas dan bawah pelumpuran tidak begitu dalam, yaitu ± 15 cm pada teras atas dan ± cm pada teras bawah, sedangkan pada infiltrasi (mm/jam) Infiltrasi (mm/jam) 3 1 Teras Atas U1 1 3 4 5 6 7 3 1 waktu (dtk) Teras Tengah U 1 3 4 5 6 7 3 Waktu (dtk) Teras Bawah U3 Liu (1) menyebutkan bahwa laju infiltrasi awal di lahan sawah pada kondisi kering akan lebih besar dan perbedaannya akan signifikan pada saat lahan sawah itu sedang berada dalam kondisi yang lain, seperti penggenangan dan pelumpuran. Kondisi teras yang berbeda pada tiap ketinggian membuat pergerakan air dari teras atas ke teras tengah lalu ke teras bawah tidak terlihat, sehingga laju infiltrasi tiap teras tidak saling berhubungan. Hal ini disebabkan posisi bawah pada masingmasing teras. Posisi bawah di teras atas dan tengah diisi oleh batuan-batuan yang padat membuat pergerakan air di dalam tanah terhambat akibatnya air bergerak ke teras bawah hanya melalui limpasan permukaan. Infiltrasi (mm/jam) Infiltrasi (mm/jam) 1 1 3 4 5 6 7 Waktu (dtk) Gambar 4. Infiltrasi pada fase 1 Teras Atas U 5 5 4 6 8 1 1 Waktu (dtk) Kurva infiltrasi Untuk mengetahui lebih jelas laju infiltrasi di tiap teras dan fase disajikan melalui kurva infiltrasi pada Gambar 4, 5, 6, dan 7. yang mewakili teras dan fasenya. Gambar 4. merupakan kurva infiltrasi terhadap waktu pada fase 1, di tiap teras. Pada fase ini terlihat variasi dari tiap teras, infiltrasi terbesar pada teras atas diikuti teras bawah kemudian teras tengah. Variasi ini disebabkan oleh faktor Infiltrasi (mm/jam) Teras Bawah U3 5 5 4 6 8 1 1 Waktu (dtk) Gambar 5. Infiltrasi pada fase 1

Teras Atas U3 Teras Atas U1 Infiltrasi (m m/j am ) 16 15 14 13 1 11 1 9 8 7 6 5 4 3 1 1 3 4 Waktu (dtk) Infiltrasi (m m /jam ) 5 5 1 3 4 5 6 7 8 9 1 11 Waktu (dtk) Teras Tengah U1 Teras Tengah U3 Infiltrasi (m m/j am ) 16 15 14 13 1 11 1 9 8 7 6 5 4 3 1 1 3 4 Waktu (dtk) Infiltrasi (m m /jam ) 5 5 1 3 4 5 6 7 8 9 1 11 Waktu (dtk) Infiltrasi (m m/j am ) Teras Bawah U1 16 15 14 13 1 11 1 9 8 7 6 5 4 3 1 1 3 4 Waktu (dtk) Infiltrasi (m m /jam ) Teras Bawah U 5 5 1 3 4 5 6 7 8 9 1 11 Waktu (dtk) Gambar 6. Infiltrasi pada Fase 3 teras tengah pelumpuran mencapai 6 cm. Pelumpuran menyebabkan lahan menjadi basah, semakin berlumpur lahan semakin jenuh karena kandungan air pada lahan semakin besar. Pada Gambar 5. infiltrasi yang terukur hanya pada dua teras, yaitu teras atas dan bawah. Pada pengukuran infiltrasi fase, proses pengukuran lebih lama dari proses pengukuran infiltrasi fase 1. Pada fase satu kali ulangan membutuhkan waktu 4-5 jam itupun pemberian air pada ring dalam tidak lebih dari 4 kali. Dari Gambar 5. tidak lebih dari 4 data yang bisa diambil. Hal ini menunjukan tanah sudah mencapai kapasitas infiltrasi. Gambar 7. Infiltrasi pada Fase 4 Pada pengukuran infiltrasi fase 3, padi pada lahan sawah sudah berumur kurang lebih 49 hari setelah semai dimana biji-biji pada tanaman padi sudah terbentuk namun masih hijau dengan jarak tanam padi cm. Data yang dihasilkan dari pengukuran ini terlihat pada Gambar 6. dimana laju infiltrasi terbesar terjadi di teras tengah diikuti teras atas kemudian bawah. Perlakuan pada lahan di teras atas sama dengan teras bawah, yaitu sebagian kering, sebagian basah dan sebagian lagi tergenang. Sedangkan pada teras tengah lahan sebagian besar kering. Secara kebetulan titik-titik pengukuran pada teras atas dan tengah mewakili semua kondisi lahan tapi untuk teras tengah titik pengukuran tepat berada pada lahan yang kering. 13