BAB I PENDAHULUAN. hubungan manusia dan dunia sekitarnya (Sudaryanto, 1990:65 via Hidayati, 2004:1).

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 1. Pendahuluan. Menurut Kridalaksana dalam Kushartanti (2005:3), di dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. (Kridalaksana, 1983:3). Dalam bahasa Jepang, adjektiva disebut keiyoushi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Wihartini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. termasuk ke dalam kategori ini bermacam-macam, seperti : ukemi (bentuk pasif),

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat utama yang digunakan dalam komunikasi. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kepada responden, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Kemampuan mahasiswa tingkat III dalam menggunakan kakujoshi no

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menguasai bahasa dan setiap elemen-elemen dalam bahasa, seperti. keinginan kepada orang lain (Dedi Sutedi 2011: 2).

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem

PENGAJARAN TATA BAHASA BAHASA JEPANG TINGKAT MADYA DENGAN PENDEKATAN ALAMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perkembangan bahasa (Putrayana, 2008: 1). Bahasa digunakan

UNGKAPAN MAKNA VERBA SHIKARU DAN OKORU SEBAGAI SINONIM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki aturan gramatikal yang memuat kaidah-kaidah

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga berguna untuk membangun jaringan internasional. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. makna apabila melekat pada kelas kata lain dalam suatu kalimat. Joshi dalam bahasa Jepang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Oleh karena itu, bahasa adalah alat yang digunakan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB I PENDAHULUAN. pula ada bahasa tanpa masyarakat, karena bahasa merupakan alat penghubung

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

ELIPSIS PARTIKEL (JOSHI) DALAM BAHASA JEPANG PADA DIALOG FILM BOKURA GA ITA PART I KARYA TAKAHIRU MIKI SKRIPSI

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

VERBAL CLAUSAL STRUCTURE IN INDONESIAN AND JAPANESE: CONTRASTIVE ANALYSIS

BAB III METODE PENELITIAN. permasalahan. Sedangkan metode dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang

BENTUK DAN PERBEDAAN MAKNA [UCHI NI], [AIDA NI], DAN [KAGIRI] YANG BERFUNGSI SEBAGAI SETSUZOKUSHI DALAM NOVEL RYOMA GA YUKU KARYA RYŌTARŌ SHIBA.

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menguasai suatu bahasa asing dengan baik, salah satu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. kelompok sosial, untuk berkerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang yang dapat berdiri sendiri dan dipakai untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengolahan data, sampai pada tahap pengambilan kesimpulan, disesuaikan

2015 ANALISIS MAKNA ASPEKTUAL HOJODOUSHI TE IKU DAN TE KURU

BAB I PENDAHULUAN. Latin lingua bahasa (Verhaar, 1996: 3). Cabang-cabang linguistik di antaranya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah dan Permasalahan. Sintaksis adalah studi adanya aturan-aturan dari hubungan kata-kata satu sama

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel Jumlah Pembelajar Bahasa Jepang (2012) Sumber: Japan Foundation (2012)

PENDAHULUAN. dari pada makhluk lain dimuka bumi ini. Bahasa memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membedakannya dengan bahasa lain. Sehingga tidaklah mengherankan jika

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan komunikasi (Sutedi:2003). Modalitas merupakan kata keterangan yang

BAB I PENDAHULUAN. lengkap (Chaer, 2007:240). Menurut Widjono (2005:141) kalimat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

KEMAMPUAN PENGGUNAAN VERBA MEMBERI DAN MENERIMA DALAM BAHASA JEPANG OLEH MAHASISWA PRODI BAHASA JEPANG STBA HAJI AGUS SALIM BUKIT TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. selalu akan ditemukan peraturan-peraturan berbahasa yang disebut juga dengan tata

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan kesalahpahaman dalam memaknai kalimat bahasa Inggris adalah

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan kembali kepada orang-orang lain sebagai bahan komunikasi.

PENERJEMAHAN KONJUNGTOR TOKORO SEBAGAI PENANDA KLAUSA KONSESIF DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jepang seperti layaknya bahasa lain pada umumnya, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Kalimat- kalimat bahasa sebagai ungkapan sikap, perasaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jepang adalah salah satu bahasa di dunia yang memiliki ciri dan

PENERJEMAHAN KONJUNGTOR TOKORO SEBAGAI PENANDA KLAUSA KONSESIF DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik tertentu seperti huruf yang dipakainya, kosakata, sistem pengucapan,

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

RELASI TEMPORAL ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT PADA WACANA KUMPULAN CERPEN DARI SITUS SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

BAB I PENDAHULUAN. settougo atau setsuji. Di dalam settougo pun terdapat beberapa macam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. penelitian yang relevan digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat mendampingi numeralia atau preposisi dalam kalimat. Adverbia dalam

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. maupun tulisan. Oleh karena itu, memahami kosakata adalah hal yang terpenting

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi satu dengan yang lain. Dengan adanya bahasa, manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2003:2). Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kelas kata dalam bahasa Jepang (hinshi bunrui) diklasifikasikan ke dalam 10

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik memiliki tataran tertinggi yang lebih luas cakupannya dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam tataran komunikasi, makna merupakan objek tuturan yang disampaikan

BAB I PENDAHULUAN. Jodoushi dantei terdiri dari dua buah kata yaitu jodoushi dan dantei. Sudjianto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

no ni digunakan untuk menunjukkan tujuan kegunaan, cara penggunaan,dll. Memiliki arti "memiliki kegunaan untuk...".

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasikan diri (KBBI, 2001: 85). Sehingga dapat dikatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. klausa bukanlah kalimat karena klausa harus tergabung dengan klausa lainnya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia lainnya, baik sebagai makhluk individu maupun mahluk sosial,

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muthi Afifah,2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalimat sebagai salah satu satuan bahasa dapat digunakan untuk menyatakan ide atau pengalaman kita tentang proses, orang, objek, kualitas keadaan, dan hubungan manusia dan dunia sekitarnya (Sudaryanto, 1990:65 via Hidayati, 2004:1). Kalimat adalah konstruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu, dan dapat berdiri sendiri sebagai satu satuan (Krisdalaksana, 1993: 92). Sedangkan kalimat menurut klausa pembentuknya dapat dibagi menjadi kalimat tunggal, yaitu kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas dan kalimat majemuk, yaitu kalimat yang terjadi dari beberapa klausa (Kridalaksana, 1993:94-95). Karakteristik kalimat ditentukan oleh konstruksi gramatikal berupa tata urutan segmen-segmen tuturan. Secara umum tata urutan segmen tuturan tersebut dapat dibagi menjadi susunan OV (objek-verba) dan VO (verba-objek) (Verhaar, 1999: 261). Bahasa Jepang termasuk ke dalam bahasa yang berkonstruksi gramatikal OV dan karenanya bahasa Jepang mempunyai karakteristik sendiri dalam pembentukan kalimatnya. Kalimat dalam bahasa Jepang (bun) juga terdiri dari kalimat tunggal (tanbun) dan kalimat majemuk (fukubun). Istilah fukubun yang berarti kalimat majemuk bahasa Jepang ini digunakan oleh Teramura Hideo, Tamura Fumio, dan 1

2 lain-lain. Secara umum fukubun terbagi menjadi tiga yaitu juubun, goubun, dan juuzokubun. Juubun adalah kalimat majemuk yang terdiri atas dua kalimat yang setara. Goubun adalah kalimat majemuk yang anak kalimatnya merupakan klausa kondisional, konsesif, dan kausal (Ogawa & Hayashi, 1989:160 via Yusuf, 2003:11). Sedangkan juuzokubun adalah anak kalimat yang berisi klausa relatif, waktu, syarat, tujuan / maksud, derajat, perlawanan dan sebagainya (Masuoka & Takubou, 1993:189). Di dalam kalimat majemuk bahasa Jepang terdapat banyak predikat dalam klausa anak yang bentuk awalnya adalah verba yang dinegasikan seperti: -o sezu, -o tabezu, -o towazu, dan -mo kamawazu. Dalam lingkup verba yang dinegasikan tersebut, terdapat empat bentuk yang memiliki makna yang sama, yaitu setsuzokugo klausa mukankei. Mukankei yang penulis maksud adalah klausa anak tidak memiliki keterkaitan secara langsung terhadap verba yang dilakukan oleh subjek di dalam klausa inti pada suatu kalimat majemuk. Setsuzokugo yang menunjukkan mukankei atau ketidakterkaitan adalah -o towazu, -ni kakawarazu, -mo kamawazu, dan -o monotomosezu (ni) yang menjadi predikat di klausa anak. Kalimat yang menyatakan ketidakterkaitan tersebut dapat dilihat sebagai berikut: 1 kono atari wa wakamono ni ninki ga aru machi de sekitar sini remaja terkenal kota sekitar sini adalah kota yang terkenal di kalangan chuuya o towazu itsumo nigawatteiru tak menghiraukan siang malam selalu ramai anak muda dan selalu ramai tanpa mengenal siang malam

3 (DDNH: 106) 2 kono depaato wa youbi ni kakawarazu itsumo kondeiru departement store ini tanpa mengenal hari selalu ramai department store ini selalu ramai tanpa mengenal hari libur (DDNH:106) 3 saikin wa densha no naka de hitome mo kamawazu akhir-akhir ini di dalam kereta tanpa menghiraukan pandangan orang akhir-akhir ini sering melihat wanita yang berdandan di dalam kereta kesshou shiteiru onna no hito o yoku mikakemasu berdandan perempuan sering melihat tanpa menghiraukan pandangan umum 4 yamada senshu wa hiza no kega o monotomosezu atlet yamada cedera lutut tanpa mempedulikan tanpa mempedulikan luka di lututnya, atlet Yamada kesshousen ni demashita pertandingan final keluar bermain di pertandingan final (DDNH:107) (DDNH:108) Kata -o towazu, -ni kakawarazu, -mo kamawazu, dan -o monotomosezu (ni) di atas dapat diartikan menjadi tanpa mengenal, tanpa mempedulikan, dan tanpa menghiraukan. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan masing-masing setsuzokugo, penulis mensubstitusi penanda satu dengan penanda lain dan meminta bantuan seorang mahasiswa Jepang untuk mengecek kegramatikalan masing-masing kalimat. Dan hasilnya, ada setsuzokugo yang dapat menggantikan posisi setsuzokugo lain dan setsuzokugo yang tidak dapat menggantikan setsuzokugo lain seperti pada contoh di bawah ini.

4 (1a) Kono atari wa wakamono ni ninki ga aru machi de, chuuya ni kakawarazu itsumo nigiwatteiru. (1b) *Kono atari wa wakamono ni ninki ga aru machi de, chuuya mo kamawazu itsumo nigiwatteiru. (1c) *Kono atari wa wakamono ni ninki ga aru machi de, chuuya o monotomosezu itsumo nigiwatteiru. (2a) Kono depaato wa youbi o towazu, itsumo konde iru. (2b) *Kono depaato wa youbi mo kamawazu, itsumo konde iru. (2c) *Kono depaato wa youbi o monotomozesu, itsumo konde iru. (3a) Saikin wa densha no naka de hitome o towazu kesshou shite iru onna no hito o yoku mikakemasu. (3b) *Saikin wa densha no naka de hitome ni kakawarazu kesshou shite iru onna no hito o yoku mikakemasu. (3c)?Saikin wa densha no naka de hitome o monotomosezu kesshou shite iru onna no hito o yoku mikakemasu. (4a) *Yamada senshu wa hiza no kega o towazu kesshousen ni demashita. (4b) Yamada senshu wa hiza no kega ni kakawarazu kesshousen ni demashita. (4c) *Yamada senshu wa hiza no kega mo kamawazu kesshousen ni demashita. Contoh di atas membuat penulis berasumsi bahwa walaupun setsuzokugo tersebut memiliki arti yang hampir sama, ada beberapa kata yang dapat saling menggantikan, ada pula kata yang tidak bisa digantikan oleh kata yang lain. Misal pada kalimat (1a) -o towazu dapat digantikan oleh -ni kakawarazu sedangkan (1b) menunjukkan bahwa -o towazu tidak dapat digantikan oleh -mo kamawazu. Adanya

5 kata yang tidak bisa digantikan oleh kata lain ini menunjukkan adanya perbedaan pada setiap kata. Hal ini sejalan dengan anggapan dasar bahwa setiap bentuk (lingual) yang berbeda senantiasa menggambarkan perbedaan (sekalipun perbedaan itu hanya nuansa semata) (Tadjudin, 2002:86 via Hidayati, 2004:6). Kemudian, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja, karena tidak ada sinonim yang semuanya sama persis, dalam konteks tertentu pasti akan ditemukan suatu perbedaan meskipun kecil (Sutedi, 2003:115). 1.2 Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang yang ada, masalah pokok yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana hubungan setsuzokugo yang menerangkan ketidakterkaitan atau ketidakhubungan yang dinyatakan oleh -o towazu, -ni kakawarazu, -mo kamawazu, dan -o monotomosezu (ni) ditinjau dari syarat pembentukan kalimatnya dan bagaimana syarat substitusi masing-masing setsuzokugo. 1.3 Tujuan Penulisan Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan sampai sejauh mana kesamaan dan ketidaksamaan atau hubungan setsuzokugo yang menerangkan ketidakterkaitan atau ketidakhubungan, yaitu: -o towazu, -ni kakawarazu, -mo

6 kamawazu, dan -o monotomosezu (ni). Kesamaan dan ketidaksamaan tersebut kemudian penulis paparkan menjadi syarat pembentukan dan syarat substitusi. Hasil analisis ini diharapkan dapat membantu pembelajaran bahasa Jepang khususnya yang berkaitan dengan klausa yang menerangkan ketidakterkaitan atau ketidakhubungan. 1.4 Ruang Lingkup Dalam penulisan skripsi ini penulis mengaji secara semantis sintaksis konjungsi -o towazu, -ni kakawarazu, -mo kamawazu, dan -o monotomosezu (ni) khususnya syarat pembentukan kalimat dengan menggunakan masing-masing setsuzokugo ditinjau dari subjek dan predikat. Pembatasan ini dimaksudkan agar penelitian lebih fokus sehingga penjelasan dapat disampaikan secara sistematis. 1.5 Metodologi Penelitian Untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini, terdapat tiga upaya strategis yang berurutan: penyediaan data, penganalisaan data yang telah disediakan itu, dan penyajian hasil analisis data yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:5). Penyediaan data dilakukan dengan metode pengumpulan data dan metode simak atau penyimakan. Data yang dikumpulkan adalah kalimat majemuk bertingkat yang menggunakan kata -o towazu, -ni kakawarazu, -mo kamawazu, dan -o

7 monotomosezu (ni) sebagai setsuzokugo-nya. Data dikumpulkan dari buku-buku referensi dan artikel koran. Setelah data terkumpul, kemudian diklasifikasikan dan dianalisis. Analisis data dilakukan metode agih. Metode agih adalah metode analisis bahasa yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang dianalisis (Sudaryanto, 1993:15). Kemudian, dari metode agih, teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan kata -o towazu, -ni kakawarazu, -mo kamawazu, dan -o monotomosezu (ni) adalah teknik substitusi atau teknik ganti. Teknik substitusi adalah teknik penggantian unsur satuan lingual data (Sudaryanto, 1993:48). Substitusi dilakukan untuk mengetahui kegramatikalan dari masing-masing bentuk yaitu -o towazu, -ni kakawarazu, -mo kamawazu, dan -o monotomosezu (ni). Kemudian, dilanjutkan dengan menganalisis substitusi syarat pembentukan ditinjau dari subjek, predikat, dan kata yang melekat sebelum masing-masing setsuzokugo. 1.6 Landasan Teori Pada penelitian kali ini yang meneliti mengenai setsuzokugo klausa mukankei atau ketidakterkaitan dalam majemuk bertingkat, teori fukubun atau kalimat majemuk dan teori semantik dan sintaksis dijadikan landasan dalam penelitian ini. Fukubun atau kalimat majemuk adalah kalimat yang tersusun dari beberapa predikat (Masuoka & Takubou, 1993:4).

8 Selain itu penelitian ini juga menggunakan teori semantik dan sintaksis untuk mencari hubungan kesamaan dan ketidaksamaan dan syarat pembentukan kalimat dari masing-masing konjungsi ditinjau dari subjek dan predikatnya. Semantik adalah cabang linguistk yang membahas arti atau makna (Verhaar, 2010: 385). Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan (Verhaar, 2010:161). 1.7 Tinjauan Pustaka Pembahasan mengenai -o towazu, -ni kakawarazu / -ni kakawarinaku, -mo kamawazu, -o monotomisezu ni sebelumnya pernah dilakukan oleh Etsuko Tomomatsu, Jun Miyamoto dan Masaoka Wakuri dalam buku Donna Toki Dou Tsukau Nihongo Hyougen Bunpou. Buku tersebut menjelaskan masing-masing arti -o towazu, -ni kakawarazu / -ni kakawarinaku, -mo kamawazu, -o monotomosezu ni secara garis besar dan belum ada analisis langsung mengenai empat satuan lingual tersebut secara terperinci. Mereka menyebutkan bahwa -o towazu dan -ni kakawarazu memiliki arti yang sama yaitu -ni kankeinaku atau tidak ada hubungannya dengandan menyatakan bahwa kedua bentuk tersebut dapat digunakan dengan arti yang sama dan keduanya pun banyak diikuti kata yang menunjukkan hubungan biner seperti chuuya (siang malam). Kemudian -mo kamawazu berarti tanpa mempedulikan- dan -o monotomosezu (ni) berarti bangkit tanpa menyerah pada- (Tomomatsu, Miyamoto & Wakuri, 1996:106-109).

9 Kemudian, di dalam Kyoushi to Ryuugakusha no tame no Nihongo Bunkei Jiten tertulis bahwa towazu menunjukkan arti: (i) tidak berhubungan dengan hal itu; (ii) tanpa mempermasalahkan hal itu, kakawarazu menunjukkan arti tidak peduli dengan perbedaan itu; tanpa mempermasalahkan perbedaan itu, dan banyak mengikuti kata benda yang mengandung keberagaman seperti tenkou (cuaca), seibetsu (jenis kelamin), nenrei (usia), kemudian mo kamawazu menunjukkan arti tanpa menghiraukan atau tanpa mengkhawatirkan, sedangkan -o monotomosezu berarti bangkit tanpa menghiraukan kondisi yang keras. Walaupun di dalamnya tertulis arti dari masing-masing setsuzokugo dengan lebih detil, belum ada analisis atau perbandingan secara langsung keempat setsuzokugo tersebut. Penilitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena pada penelitian ini, keempat setsuzokugo tersebut akan dianalisis secara langsung dan dibandingkan satu dengan yang lainnya untuk mengetahui sejauh mana kesamaan dan seperti apakah syarat pembentukan dan syarat substitusi keempat setsuzokugo tersebut. 1.8 Sistematika Penyajian Dalam penulisan skripsi ini terbagi menjadi empat bab yang terdiri dari: Bab I pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penyajian. Bab II landasan teori terdiri atas kalimat majemuk bahasa Jepang, teori analisis semantik,

10 sintaksis, dan sinonimi. Bab III pembahasan berisi analisis semantis dan sintaksis -o towazu, -ni kakawarazu, -mo kamawazu, dan -o monotomosezu. Bab IV penutup yang terdiri dari kesimpulan yang diikuti daftar pustaka dan lampiran-lampiran.