ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK BALITA Asriati*, M. Zamrud **, Dewi Febrianty Kalenggo***

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: ISPA, Pengetahuan Ibu, ASI Eksklusif, Merokok, Jenis Bahan Bakar Memasak

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

Kata Kunci: anak, ISPA, status gizi, merokok, ASI, kepadatan hunian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

Putri E G Damanik 1, Mhd Arifin Siregar 2, Evawany Y Aritonang 3

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TUA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG KABUPATEN PURBALINGGA 2012

Castanea Cintya Dewi. Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

HUBUNGAN ANTARA KRITERIA PEROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA KECAMATAN PRAMBANAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ROKOK DAN TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI DUSUN PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PAPARAN ROKOK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI SUKARAJA BANDAR LAMPUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hubungan Paparan Asap Rumah Tangga dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Bagian Atas pada Balita di Puskesmas Tegal Sari-Medan Tahun 2014

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT ( ISPA) PADA BALITADI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK (RSIA) HARAPAN BUNDATAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

Endah Retnani Wismaningsih Oktovina Rizky Indrasari Rully Andriani Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

ABSTRAK. Ika Dewi Wiyanti, 2016; Pembimbing I : dr. Dani, M.kes Pembimbing II : dr.frecillia Regina,Sp.A

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1. Pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan. Oleh :

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATISAMPURNA KOTA BEKASI

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Indramayu

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PNEMONIA PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUDIANG KOTA MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

HUBUNGAN PENCAHAYAAN ALAMI TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI DAN ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN TAHUN 2011

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

ABSTRACT. Keywords: Toddlers, Smoking, Immunization Status, Exclusive Breastfeeding, vitamin A, kitchen smoke, ARI Pneumonia

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

Healthy Tadulako Journal (Enggar: 57-63) 57

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK BALITA Asriati*, M. Zamrud **, Dewi Febrianty Kalenggo*** *Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UHO **Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan FK UHO ***Program Studi Pendidikan Dokter FK UHO ABSTRACT Acute Respiratory Infections (ARI) is one of health problems that exist in developing and developed countries, and a major cause of morbidity and mortality in toddlers. The existence of ARI is influenced by environmental conditions, the availability and effectiveness of health care and preventive measures to prevent the spread of infection, host factor (such as age, smoking habits, ability infectious host, immunity status, nutritional status, prior infection or simultaneous infections caused by others pathogen, general health conditions) and the characteristics of pathogen. The aim of this research is to identify and analyze the risk factor of ARI in toddlers at working area of Public Health Center Jati Raya In Kendari Municipality 2012. This research is an analytic observational with case control design. The sample in the research were 68 case respondents and 68 control respondents taken by using purposive sampling, the respondent is the toddler s mother. Data is collected from August to October 2012 at working area of Public Health Center Jati Raya In Kendari Municipality by conducting interview through questionnaire. Data is analyzed by using odds ratio statistic test and presented in form of univariate and bivariate table. The result of this research show that the density of dwelling house (OR=3,596) and smoke exposure (OR=7,8) are the risk factor for the existence of ARI in toddlers, while exclusive breastfeeding is a protective factor for the existence of ARI in toddlers.from these result it could be concluded that the density of dwelling house and smoke exposure are the risk factor exclusive breastfeeding is a protective factor for the existence of ARI in toddlers at working area of Public Health Center Jati Raya In Kendari Municipality 2012. Key Words: ARI, density of dwelling house, smoke exposure, exclusive breastfeeding PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, terutama pada bayi dan balita. Pneumonia di Amerika menempati peringkat ke-6 dari semua penyebab kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi (Permatasari, 2009). Studi mortalitas pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa proporsi kematian pada bayi (post neonatal) karena pneumonia sebesar 23,8% dan pada anak balita sebesar 15,5% (Depkes RI, 2011). Data Profil Tahunan Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2011 menunjukkan terdapat 4.768 penderita pneumonia balita, dari jumlah tersebut sebesar 21,14% penderita ditangani. Data Dinas Kesehatan Kota Kendari tahun 2012 tercatat bahwa realisasi penemuan penderita ISPA pada balita tahun 2011 berjumlah 23.469 orang, 163 diantaranya adalah pneumonia. Realisasi penemuan penderita ISPA di Puskesmas Jati Raya tahun 2010 berjumlah 709 orang, 1 orang diantaranya adalah pneumonia. Penemuan penderita ISPA tahun 2011 berjumlah 1.059 orang, dua orang diantaranya adalah pneumonia. Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor, yaitu antara lain: kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan hunian rumah), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur); ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi); faktor pejamu, seperti usia, kebiasaan merokok, 57

kemampuan pejamu menularkan infeksi, status kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain, kondisi kesehatan umum; dan karakteristik patogen, seperti cara penularan, daya tular, faktor virulensi (misalnya, gen penyandi toksin), dan jumlah atau dosis mikroba (ukuran inokulum) (WHO, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani dkk (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Cambai tahun 2010. Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 3,131 dengan 95% CI artinya responden yang kepadatan hunian rumahnya tidak memenuhi syarat kesehatan berpeluang 3,131 kali lebih besar untuk balitanya terkena ISPA dibandingkan responden yang kepadatan hunian rumahnya memenuhi syarat kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Winarni dkk (2010) melaporkan bahwa semakin tinggi perilaku merokok responden maka akan semakin tinggi angka kejadian ISPA pada balita dan semakin kurang perilaku merokok responden maka kejadian ISPA akan semakin kecil. Penelitian yang dilakukan oleh Prameswari (2009) melaporkan bahwa semakin lama pemberian ASI secara ekslusif maka frekuensi kejadian ISPA dalam 1 bulan terkahir akan semakin kecil. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang faktor risiko kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari tahun 2012. Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa faktor risiko kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari tahun 2012. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko kepadatan hunian rumah, paparan asap dan pemberian ASI ekslusif terhadap kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari tahun 2012. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, menjadi informasi dan masukan bagi Puskesmas tempat penelitian, Dinas Kesehatan Kota Kendari dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, serta dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian selanjutnya. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan case control. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2012 di Wilayah Kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari pada bulan Januari sampai Oktober Tahun 2012. Sampel kasus dalam penelitian ini adalah balita yang pernah menderita ISPA terdiagnosa oleh dokter dan tercatat dalam buku register Puskesmas Jati Raya. Sedangkan respondennya adalah ibu balita, pengambilan sampel dilakukan secara purposive Sampling. Besar sampel kasus dibuat berdasarkan rumus Lameshow sebanyak 68. Sampel kontrol adalah balita yang tidak pernah menderita ISPA, berada di wilayah kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari sebanyak 68. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan meteran merek Stanley sebagai alat bantu untuk mengukur luas lantai rumah. Data primer dikumpulkan dengan cara melakukan kunjungan rumah kemudian melakukan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan 58

Tabel 1. Analisis faktor risiko kepadatan hunian rumah terhadap kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Jati Raya Kota Kendari tahun 2012 Kepadatan Kejadian ISPA Total Hunian Kasus Kontrol OR 95% CI Rumah n % n % n % Upper Lower Padat 46 33,8 25 18,4 71 52,2 Tidak Padat 22 16,2 43 31,6 65 47,8 3,596 1,772 7,3 Total 68 50 68 50 136 100 Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2013 Tabel 2. Analisis faktor risiko paparan asap terhadap kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Jati Raya Kota Kendari tahun 2012 Kejadian ISPA Total Paparan Asap Kasus Kontrol OR 95% CI n % n % n % Upper Lower Terpapar 63 46,3 42 30,9 105 77,2 Tidak terpapar 5 3,7 26 19,1 65 22,8 7,8 2,774 21,929 Total 68 50 68 50 136 100 Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2013 kuesioner dan melakukan observasi langsung di rumah yang dilengkapi dengan data dokumentasi. Data sekunder diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan di Puskesmas Jati Raya, Dinas Kesehatan Kota Kendari, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara dan instansi terkait lainnya tahun 2012. Data hasil wawancara berdasarkan kuesioner dan observasi dianalisis dengan cara: 1) Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dari masing-masing variabel dengan tabel distribusi frekuensi disertai penjelasan; 2) Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel dependent dan independent. Karena rancangan penelitian ini adalah case control, hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen digunakan uji statistik Odds Ratio (OR) tabel kontigensi 2x2 dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). HASIL Tabel 1 Menunjukkan balita yang tinggal di rumah dengan penghuni padat berjumlah 71 anak yaitu 46 balita pada kasus dan 25 balita pada kontrol, sedangkan yang tinggal di rumah dengan penghuni tidak padat berjumlah 65 balita yaitu 22 balita pada kasus dan 43 balita pada kontrol. Tabel 2 Menunjukkan balita yang terpapar asap berjumlah 105 anak yaitu 63 balita pada kasus dan 42 balita pada kontrol, sedangkan balita yang tidak terpapar asap berjumlah 31 yaitu 5 balita pada kasus dan 25 balita pada kontrol. Hal ini menunjukkan balita yang terpapar asap pada kasus (46,3%) lebih banyak persentasenya dibanding pada kontrol (30,9%). Kategori terpapar asap terdiri dari paparan asap rokok dan paparan asap dapur, jumlah balita yang terpapar asap rokok adalah 69 anak dan yang terpapar asap dapur adalah 36 anak, jadi balita yang terpapar asap rokok lebih banyak jumlahnya daripada yang terpapar asap dapur. Hasil analisis bivariat dengan 59

Tabel 3. Analisis faktor risiko paparan asap terhadap kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Jati Raya Kota Kendari tahun 2012 Kejadian ISPA Pemberian ASI Total 95% CI OR Eksklusif Kasus Kontrol n % n % n % Upper Lower ASI eksklusif 3 2,2 17 12,5 20 14,7 bukan ASI eksklusif 65 47,8 51 37,5 116 85,3 0,138 0,038 0,498 Total 68 50 68 50 136 100 Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2013 menggunakan Odds Ratio bermakna secara statistik (95% Confidence Interval) diperoleh nilai OR hitung = 7,8 (nilai OR > 1). Tabel 3 Menunjukkan balita dengan status ASI ekslusif berjumlah 20 anak yaitu 3 balita pada kasus dan 17 balita pada kontrol, sedangkan balita dengan status bukan ASI ekslusif berjumlah 116 anak yaitu 65 balita pada kasus dan 51 balita pada kontrol. Hal ini menunjukkan balita dengan status bukan ASI ekslusif pada kasus (47,8%) lebih banyak persentasenya dibanding pada kontrol (37,5%). Berdasarkan analisis bivariat 0,138 (nilai OR<1). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis bivariat 3,596 (nilai OR > 1), artinya balita yang tinggal di rumah dengan penghuni padat mempunyai risiko 3,596 kali untuk menderita ISPA dibanding dengan balita yang tinggal di rumah dengan penghuni tidak padat. Hal ini menunjukkan bahwa kepadatan hunian rumah merupakan faktor risiko kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari Tahun 2012. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani dkk (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Cambai tahun 2010. Hasil analisis hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita, diperoleh dari 40 responden yang kepadatan hunian rumahnya memenuhi syarat kesehatan terdapat 31(77,5%) anak balita yang menderita ISPA. Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 3,131 dengan 95% CI artinya responden yang kepadatan hunian rumahnya tidak memenuhi syarat kesehatan berpeluang 3,131 kali lebih besar untuk balitanya terkena ISPA dibandingkan responden yang kepadatan hunian rumahnya memenuhi syarat kesehatan. Jumlah orang yang tinggal dalan satu rumah dapat mempengaruhi penyebaran penyakit menular dalam kecepatan transmisi mikroorganisme. Hasil penelitian ini menunjukkan balita yang tinggal di rumah yang kepadatan tidak baik (<10 m 2 /orang) banyak menderita penyakit ISPA. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh oleh kondisi kesehatan penghuni rumah yang lain yang dapat menyebabkan balita mudah tertular penyakit ISPA. Luas rumah yang sempit dengan jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan rasio penghuni dengan luas rumah tidak seimbang yang memungkinkan bakteri maupun virus dapat menular melalui pernapasan dari penghuni rumah satu ke penghuni rumah lainnya. Kepadatan hunian dapat meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan diikuti peningkatan CO 2 60

ruangan, kadar oksigen menurun yang berdampak pada penurunan kualitas udara dalam rumah sehingga daya tahan tubuh penghuninya menurun dan memudahkan terjadinya pencemaran gas atau bakteri kemudian cepat menimbulkan penyakit saluran pernapasan seperti ISPA. Berdasarkan hasil analisis bivariat 7,800 (nilai OR > 1), artinya balita yang terpapar asap mempunyai risiko 7,8 kali untuk menderita ISPA dibanding balita yang tidak terpapar asap. Hal ini menunjukkan bahwa paparan asap merupakan faktor risiko kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari Tahun 2012. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Winarni dkk (2010) dengan menggunakan desain cross sectional diperoleh hasil uji statistik dengan uji chi square untuk mengetahui korelasi antara perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan kejadian ISPA pada balita diperoleh nilai x 2 = 47.845, dan p = 0,000 (<0,05), OR = 37.71, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kurang atau buruk perilaku merokok responden maka akan semakin tinggi angka kejadian ISPA pada balita dan semakin baik perilaku merokok responden maka kejadian ISPA akan semakin kecil. Asap rokok dikeluarkan oleh seorang perokok mengandung bahan pencemar dan partikulat berbahaya, bahaya rokok ini bukan saja pada perokoknya tetapi juga berbahaya bagi orang yang menghisap asapnya (perokok pasif). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan adanya perokok dalam rumah lebih rentan terserang penyakit ISPA. Banyaknya jumlah perokok akan sebanding dengan banyaknya penderita gangguan kesehatan. Asap rokok tersebut akan meningkatkan risiko pada balita untuk mendapat serangan ISPA. Asap rokok bukan hanya menjadi penyebab langsung kejadian ISPA pada balita, tetapi menjadi faktor tidak langsung yang diantaranya dapat melemahkan daya tahan tubuh balita. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri. Asap rokok juga diketahui dapat merusak ketahanan lokal paru, seperti kemampuan pembersihan mukosiliaris. Maka adanya anggota keluarga yang merokok terbukti merupakan faktor risiko yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan pada anak balita. Salah satu faktor terjadinya ISPA adalah dapur yang terletak di dalam rumah bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Terjadinya ISPA pada balita bila paparan polutan yang lebih lama sehingga dosis pencemaran menjadi tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan masih banyak Ibu balita yang menggunakan bahan bakar kayu/arang untuk memasak. Efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernapasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan. Kesulitan bernapas akibat benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan. Keadaan tersebut akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan. Berdasarkan hasil analisis bivariat 0,138 (nilai OR < 1), hal ini menunjukkan bahwa pemberian ASI ekslusif merupakan faktor protektif kejadian ISPA pada anak 61

balita di wilayah kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari Tahun 2012. Pada penelitian ini diperoleh data bahwa di wilayah kerja puskesmas Jati Raya sekitar 85,3% respoden (ibu balita) tidak memberikan ASI secara ekslusif kepada anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak balita yang kurang mendapatkan manfaat dari ASI tersebut, sehingga hal tersebut dapat memberi dampak kurangnya efek protektif balita terhadap penyakit ISPA. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abbas dan Haryati (2012), diperoleh hasil uji hubungan antara pemberian ASI ekslusif terhadap infeksi saluran pernapsan akut pada bayi 0-12 bulan dengan menggunakan uji Chi-Square Test menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI ekslusif terhadap kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada anak 12 bulan p = 0,000 (p<0,05). Pemberian ASI terbukti efektif dalam mencegah infeksi pada pernapasan dan pencernaan. Hal ini sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh Softic dkk (2008). Penelitian dilakukan dengan mengobservasi anak yang berusia 6 bulan yang ketika lahir memiliki BBLR dan usia kelahiran kurang dari 37 minggu. Sebanyak 612 kuesioner dibagikan dan didapat sebanyak 493 responden yang bersedia mengisi kuesioner. Dari hasil kuesioner didapatkan sebanyak 395 anak mengkonsumsi ASI ekslusif dan 98 anak mengkonsumsi susu formula. Dan anak yang mengkonsumsi susu formula lebih rentan mengalami infeksi pernapasan dan pencernaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ASI ekslusif merupakan faktor protektif kejadian ISPA pada balita. Hal ini dikarenakan ASI mengandung kolostrum yang banyak mengandung antibodi yang salah satunya adalah BALT yang menghasilkan antibodi terhadap infeksi pernapasan dan sel darah putih, serta vitamin A yang dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi dan alergi (Depkes RI, 2005). SIMPULAN Kepadatan hunian rumah merupakan faktor risiko kejadian penyakit ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari Tahun 2012 dengan besar risiko (OR) = 3,596. Paparan asap merupakan faktor risiko kejadian penyakit ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari Tahun 2012 dengan besar risiko (OR) = 7,8. Pemberian ASI ekslusif merupakan faktor protektif kejadian penyakit ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Jati Raya Kota Kendari Tahun 2012 dengan nilai OR = 0,138. SARAN Bagi pihak pemerintah dalam hal ini Dinas kesehatan diharapkan agar tetap meningkatkan peran puskesmas serta masyarakat dalam mendukung kebiasaan untuk hidup sehat sehingga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat, salah satunya dengan lebih berperan dalam program PHBS. Bagi puskesmas diharapkan dalam penanggulangan penyakit ISPA pada anak balita melakukan program pengobatan dan pencegahan secara sinergis, terutama memberikan penyuluhan tentang PHBS dan ASI ekslusif kepada seluruh masyarakat. Bagi masyarakat diharapkan agar memperhatikan kesehatan balita, dengan menghindari faktor risiko penyakit ISPA, khususnya agar rumah tidak padat penghuni dan terhindar dari paparan asap. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengembangkan penelitian ini lebih mendalam mengenai faktor-faktor risiko kejadian penyakit ISPA yang sudah diteliti maupun yang belum diteliti, khususnya membedakan faktor risiko paparan asap rokok dan paparan asap dapur. 62

DAFTAR PUSTAKA Abbas, P., Haryati, A.S. 2012. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Bayi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultas Agung, Vol 1 No. 126. Depkes RI. 2005. Manajemen Laktasi. Jakarta Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta, 2011. Dinkes Kota Kendari. 2012. Rekapitulasi Laporan P2 ISPA Tahun 2011. Dinas Kesehatan Kendari. Dinkes Prov. Sultra. 2011. Profil Tahunan Dinkes Prov. Sultra. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Oktaviani, D., Fajar, N. A., dan Purba. I. G. 2010. Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dan Perilaku Keluarga Terhadap Kejadian Ispa Pada Balita Di Kelurahan Cambai Kota Prabumulih Tahun 2010. Jurnal Pembangunan Manusia. Vol.4 No.12. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya. Permatasari, C.A.E. 2009. Faktor Risiko Gejala ISPA Ringan pada Baduta di Rangkapan Jaya Baru Kota Depok 2008. Universitas Indonesia. Depok, Available at http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/12 6838-S-5827-Faktor% 20risiko- Pendahuluan.pdf. [Access on June 28, 2012]. Prameswari, G. N. 2009. Hubungan Lama Pemberian ASI Secara Ekslusif dengan Frekuensi Kejadian ISPA. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Softic, Atic, Tahirovic. 2008. Pemberian ASI ekslusif pada penyakit infeksi pencernaan dan pernapasan selama 6 bulan pertama. Bosnia: Univerzitetski klinicki centar Tuzla. WHO. 2007. Infection Prevention and Control of Epidemic and Pandemic Prone Acute Respiratory Diseases in Health Care. Genewa: WHO Interim Guidelines. Winarni, Ummah, B. A., dan Salim, S. A. N. 2010. Hubungan Antara Perilaku Merokok Orang Tua Dan Anggota Keluarga Yang Tinggal Dalam Satu Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sempor II Kabuupaten Kebumen Tahun 2009. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat. Vol. 6. No. 1. Stikes Muhammadiyah Gombong 63