HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KONTAMINASI BAKTERI COLIFORM PADA AIR MINUM ISI ULANG DI KECAMATAN SEBERANG ULU 1 KOTA PALEMBANG TAHUN 2015 SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 dalam

KUESIONER PENELITIAN PELAKSANAAN HYGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG DI KECAMATAN TANJUNGPINANG BARAT TAHUN 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERSYARATAN TEKNIS DEPOT AIR MINUM DAN PERDAGANGANNYA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

KUESIONER PENELITIAN PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN HYGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM DI KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2010

BAB 1 : PENDAHULUAN. oleh makhluk lain misalnya hewan dan tumbuhan. Bagi manusia, air diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM

BAB II KAJIAN PUSTAKA. manusia maupun binatang dan tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu air adalah

Total Coliform Dalam Air Bersih Dan Escherichia coli Dalam Air Minum Pada Depot Air Minum Isi Ulang

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

BAB I PENDAHULUAN. disebut molekul. Setiap tetes air yang terkandung di dalamnya bermilyar-milyar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air minum isi ulang merupakan suatu jawaban akan kebutuhan masyarakat.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

Karakteristik Responden 1. Nama : 2. Jenis Kelamin : 2. Umur : 3. Pendidikan Terakhir : a. Tamat SD. b. Tamat SMP c. Tamat SMA d.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh serta kelangsungan hidup. Dengan demikian menyediakan air

HIGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG DI KECAMATAN TANJUNG REDEP KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010,

HIGIENE SANITASI DAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM PADA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG (DAMIU) DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO TAHUN

HIGIENE SANITASI DAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM PADA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG (DAMIU) DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. untuk keperluan hidup manusia sehari-harinya berbeda pada setiap tempat dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HIGIENE DENGAN JUMLAH BAKTERI Escherichia coli PADA DAMIU DI KAWASAN UNIVERSITAS DIPONEGOROTEMBALANG

- 3 - MEMUTUSKAN : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG HIGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM.

KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM ISI ULANG PADA TINGKAT PRODUSEN DI KABUPATEN BADUNG

HIGIENE SANITASI DAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM PADA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG (DAMIU) DI KOTA TOMOHON TAHUN 2015

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dimasak, kini masyarakat mengkonsumsi air minum isi ulang (AMIU).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan kualitas yang baik. Kehidupan tidak akan berlangsung tanpa air.

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

ASPEK KUALITAS AIR DAN HYGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG (DAMIU) DI KECAMATAN KOTA UTARA KOTA GORONTALO TAHUN 2012

Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana sanitasi berhubungan langsung dengan:

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

Studi Kualitas Bakteriologis Peralatan Makan Pada Rumah Makan di Kota Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN. hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum

BAB I PENDAHULUAN. dapat bertahan hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air. Air juga digunakan untuk

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Sanitation and Drinking Water Quality on Drinking Water Station. Sanitasi dan Kualitas Air Minum pada Depot Air Minum (DAM)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

KESMAS, Vol.10, No.2, September 2016, pp. ~ ISSN:

Kata Kunci: Analisis Kuantitatif, Bakteri E. Coli, Air Minum Isi Ulang

KAJIAN KUALITAS AIR MINUM YANG DIPRODUKSI DEPOT AIR MINUM ISI ULANG DI KABUPATEN BANJARNEGARA BERDASARKAN PERSYARATAN MIKROBIOLOGIS TAHUN 2014

Departemen Kesehatan Lingkungan Indonesia. Sumatera Utara. Medan Indonesia Abstract

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi air minum sehari-hari. Berkurangnya air bersih disebabkan karena

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di DAMIU Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo.

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

Mahasiswa Program Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP 2. Dosen Program Magister Kesehatan Lingkungan, UNDIP 3. Dosen Program Doktor Ilmu Lingkungan, UNDIP

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air sangat diperlukan oleh tubuh manusia seperti halnya udara dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Air dalam keadaan murni merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja (Fathonah, 2005). Faktorfaktor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik, agar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

*Fakultas Kesehatan Masyarat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulamgi Manado

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap

PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN KOLAM RENANG DAN PEMANDIAN UMUM NO KOMPONEN BOBOT NILAI SKOR

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

BAB 1 PENDAHULUAN. selama hidupnya selalu memerlukan air. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air.

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

RENCANA TINDAK LANJUT

HIGIENE SANITASI DAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM PADA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG (DAMIU) DI KECAMATAN SARIO KOTA MANADO TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

Sanitasi Penyedia Makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

Transkripsi:

HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KONTAMINASI BAKTERI COLIFORM PADA AIR MINUM ISI ULANG DI KECAMATAN SEBERANG ULU 1 KOTA PALEMBANG TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM Oleh : EFRI MALISA DWI PUTRI 1111101000131 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Efri Malisa Dwi Putri, NIM : 1111101000131 Hubungan Hygiene Sanitasi dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 xii+ 69 halaman, 13 tabel, 2 bagan, 1 gambar, 7 lampiran ABSTRAK Air merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling penting, agar tetap sehat air minum harus memenuhi persyaratan biologis sesuai PERMENKES No.492/MENKES/PER/IV/2010. Untuk memenuhi kebutuhan air minum masyarakat, pemilihan air minum isi ulang menjadi salah satu alternatif karena harganya murah. Depot sebagai penyedia air minum, harus memenuhi standar hygiene sanitasi dan air minum harus terbebas dari bakteri. Berdasarkan survei lapangan diketahui bahwa depot air minum tidak terdaftar di Dinas Kesehatan sehingga kemungkinan besar dapat terjadi pencemaran bakteri seperti coliform karena tidak ada pengawasan dari pihak terkait. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang. Metode penelitian cross sectional dengan sampel sebesar 30 depot dan teknik pengambilan sampel adalah total sampling. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan pemeriksaan laboratorium mengenai ada tidaknya bakteri coliform pada air minum isi ulang. Berdasarkan uji laboratorium di dapatkan 76,7% depot air minum isi ulang yang tidak memenuhi syarat dan ditemukan bakteri coliform. Setelah dilakukan analisis diperoleh faktor yang berhubungan dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang yaitu akses terhadap fasilitas sanitasi (p = 0,002), sarana pengolahan air minum (p = 0,038), hygiene proses pelayanan konsumen (p = 0,036) dan perilaku mencuci tangan sebelum dan sesudah melayani konsumen (p = 0,000). Saran yang diberikan yaitu bagi pemerintah daerah untuk mendata ulang depot yang tidak terdaftar di dinas kesehatan, mewajibkan setiap depot memiliki sertifikat mengenai kualitas air minum, dan dinas kesehatan melakukan penyuluhan kepada setiap depot. Saran bagi pengelola/pekerja depot yaitu harus menerapkan hygiene sanitasi, melakukan pemeriksaan kualitas air minum secara berkala dan melakukan pelaporan ke Dinas Kesehatan setempat, lebih meningkat personal hygiene dan pengelola depot lebih memperhatikan masa berlaku alat-alat yang digunakan.

STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA SYARIF HIDAYATULLAH FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Undergraduated Thesis, October 2015 Efri Malisa Dwi Putri, NIM : 1111101000131 The Relationship Of Hygiene Sanitation With Coliform Bactery Contamination In Refillable Drinking Water At Seberang Ulu Subdistrict, Palembang, 2015 (xii+ 69 pages, 13 tables, 2 diagrams, 1 picture, 7 appendix) ABSTRACT Water is one of the most important human needs, in order to keep being healthy, a drinking water must fulfilling a biological conditions as written in PERMENKES No.492/MENKES/PER/IV/2010. To fulfill the needs of community s drinking water, a selection of refillable drinking water becoming to be one of the alternative because of its cheap price. The water depot as a drinking water provider, must fulfilling the standard of hygiene sanitation and the drinking water must free from bacteries. Based on a field survey it is known that a drinking water depot is not listed in the Health Department so it is most likely to contained bacteries, such as coliform because there is no monitoring from a concerned party. The purpose of this research is to knowing the relationship of hygiene sanitation with colliform bactery contamination in refillable drinking water in Seberang Ulu 1 Subdistrict, Palembang. The methode of this research is a cross sectional study with 30 water depot samples and the extraction samples is total sampling. Data collected by an observation, an interview and a laboratory examination whether the colliform bactery is exist or not in drinking water. Based on laboratory examination, it is known that 76,7% refillable drinking water depot does not fulfill the conditions and colliform bactery was found. After analysis, it is known that factors that related to colliform bactery contamination in refillable drinking water is the access to sanitation facility (p=0,002), the drinking water manufactur facility (p=0,038), the hygiene of consumers serving process (p=0,036) and the behavior of washing hands before and after serving consumers (p=0,000). A suggestion for local government is to record the water depot that does not listed in health department, oblige every depot to has a certificate of drinking water quality, and the health department should do a counseling to every water depot. And a suggestion for a worker/organizer of water depot is that they must applying a hygiene sanitation, doing a drinking water quality check up regularly and reporting to the local Health Department, increasing the personal hygiene and the water depot organizer must looking out for validity date of every machines. Reference : 54 (1996-2015) Keyword : Coliform, hygiene sanitation, xxx

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatu Segala Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-nya atas segala keberanian, kelancaran, kekuatan, kesabaran, serta ketenangan yang Engkau berikan. Terimakasih Rabb atas kasih sayang-mu yang selalu terpancarkan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Hygiene Sanitasi Dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam Rasullah SAW beserta keluarganya dan sahabat-sahabatnya yang telah membawa umatnya menuju pintu pencerahan dan peradaban serta jalan yang di ridhai oleh Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesulitan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph. D, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat dan selaku Pembimbing kedua yang telah banyak memberikan masukan dan saran perbaikan selama penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku pembimbing pertama yang telah banyak memberikan masukan dan saran perbaikan selama penyusunan skripsi ini. 4. Dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Peminatan Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

5. Kedua orang tua (Rustam, S.Pd.I dan Dra. Maimun) serta ketiga saudara/i penulis (Novi Widia Eka Sari, A.Md, Uwais Alqurnil Haq dan Mutiara Nilam Sari) yang selalu mendoakan, memberikan nasihat dan kasih sayang serta dukungan moril dan material setiap kegiatan demi kelancaran penyusunan skripsi ini. 6. Puspita Selviani, sahabat yang sangat berperan dan banyak memberikan bantuan, semangat serta dukungan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Balerina Fam s (Ajeng, Aqmarina, Dwi, Kartika, Lidya) sahabat yang telah memberikan dukungan, semangat kepada penulis. Terimakasih atas kebersamaan dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman merantau seperjuangan Santri Jadi Dokter Sumatera Selatan (SJD-SS) 2011 yang terus saling memberikan motivasi dan semangatnya. 9. Dukungan-dukungan teman-teman seperjuangan Kesling 2011 (alifia, almen, awal, ayu, betti, chandra, cepol, eka, feela, fiya, hari, inu, ika, ila, manyun, niken, pewe, rahmatika, rois, sarah, sarjeng, shela, tika). 10. Teman-teman PAMI Nasional yang telah memberikan semangat kepada Penulis. 11. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu secara keseluruhan. Terakhir, skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan untuk itu penulis harapkan adanya kritik dan saran dari para pembaca semua yang sifatnya membangun demi untuk perbaikan bagi penulisan penulis dimasa yang akan datang. Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatu Jakarta, September 2015 Penulis

ix DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii CURRICULUM VITAE... iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR BAGAN... xiv DAFTAR GAMBAR... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3 Pertanyaan Penelitian... 5 1.4 Tujuan... 6 1.5 Manfaat... 8 1.6 Ruang Lingkup... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10 2.1 Air Minum... 11 2.1.1 Urgensi Kasus Keracunan Air Minum... 11 2.1.2 Keracunan Air Minum oleh Bakteri... 12 2.1.3 Potensi Dampak Kesehatan... 13 2.1.4 Penyakit yang Dapat di Tularkan Melalui Air... 13 2.1.5 Syarat Kualitas Air Minum... 15 2.2 Depot Air Minum... 17 2.2.1 Pengertian Depot Air Minum... 17 2.2.2 Pengawasan Depot Air Minum... 19 2.2.3 Proses Produksi Pengolahan Air Minum... 20 2.3 Hygiene Sanitasi... 23 2.3.1 Pengertian Hygiene Sanitasi... 23

x 2.3.2 Hygiene Sanitasi pada Depot Air Minum... 24 2.4 Personal Hygiene Penjamah pada Depot Air Minum... 33 2.5 Kerangka Teori... 36 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 39 3.1 Kerangka Konsep... 39 3.2 Definisi Operasional... 41 3.3 Hipotesis... 43 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN... 44 4.1 Desain Studi... 44 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 44 4.3 Populasi dan Sampel... 44 4.3.1 Populasi... 44 4.3.2 Sampel... 44 4.3.3 Besar Sampel... 45 4.4 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data... 46 4.4.1 Pengumpulan Data... 46 4.4.2 Pengolahan Data... 47 4.5 Teknik dan Analisa Data... 48 4.5.1 Univariat... 48 4.5.2 Bivariat... 48 4.6 Metode Laboratorium Uji MPN... 49 4.6.1 Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium... 49 4.6.2 Peralatan dan Bahan... 49 4.6.3 Cara Pemeriksaan Laboratorium... 50 BAB V HASIL PENELITIAN... 52 5.1 Gambaran Jumlah Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang... 52 5.2 Gambaran Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi... 53 5.3 Gambaran Sarana Pengolahan Air Minum... 53 5.4 Gambaran Air Baku... 54 5.5 Gambaran Hygiene Proses Pelayanan Konsumen... 54

xi 5.6 Gambaran Perilaku Mencuci Tangan... 54 5.7 Hubungan Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang... 55 5.8 Hubungan Sarana Pengolahan Air Minum dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang... 55 5.9 Hubungan Air Baku dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang... 56 5.10 Hubungan Hygiene Proses Pelayanan Konsumen dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang... 56 5.11 Hubungan Perilaku Mencuci Tangan dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang... 57 BAB VI PEMBAHASAN... 58 6.1 Keterbatasan Penelitian... 58 6.2 Gambaran Jumlah Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang... 58 6.3 Gambaran Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi dan Hubungannya dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang... 61 6.4 Gambaran Sarana Pengolahan Air Minum dan Hubungannya dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang... 62 6.5 Gambaran Air Baku dan Hubungannya dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang... 64 6.6 Gambaran Hygiene Proses Pelayanan Konsumen dan Hubungannya dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang... 66 6.7 Gambaran Perilaku Mencuci Tangan dan Hubungannya dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang... 67 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 69 7.1 Kesimpulan... 69 7.2 Saran... 70 DAFTAR PUSTAKA... 71

xii DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional... 41 Tabel 4.1 Daftar Coding... 47 Tabel 5.1 Jumlah Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015... 52 Tabel 5.2 Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015... 53 Tabel 5.3 Sarana Pengolahan Air Minum pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015... 53 Tabel 5.4 Air Baku pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015... 54 Tabel 5.5 Hygiene Proses Pelayanan Konsumen pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015... 54 Tabel 5.6 Perilaku Mencuci Tangan pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015... 55 Tabel 5.7 Hubungan Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015... 55 Tabel 5.8 Hubungan Sarana Pengolahan Air Minum dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015... 56 Tabel 5.9 Hubungan Air Baku dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015... 56

xiii Tabel 5.10 Hubungan Hygiene Proses Pelayanan Konsumen dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015... 57 Tabel 5.11 Hubungan Perilaku Mencuci Tangan dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015... 57

xiv DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Kerangka Teori... 38 Bagan 3.1 Kerangka Konsep... 40 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Distribusi Kasus Keracunan Nasional yang Terjadi di Tahun 2014 Berdasarkan Kelompok Penyebab... 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan salah satu gejala yang di timbulkan akibat kontaminasi bakteri coliform dan escerichia coli dan juga diare menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Ada sekitar 2 milyar kasus diare diseluruh dunia setiap tahun, dan 1,9 juta anak lebih muda dari 5 tahun meninggal akibat diare. Dari semua kematian anak akibat diare, 78% terjadi di Afrika dan Kawasan Asia Tenggara (WGO, 2012). Sampai saat ini kasus diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/1000 penduduk, sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 Kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian (CFR 1,74%) (Kemenkes, 2011). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Palembang (2014) penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama dan tergolong dalam penyakit lima besar setelah ISPA dan penyakit kulit. Jumlah penderita diare pada tahun 2014 sebanyak 325.986 orang. Berdasarkan data tersebut Kecamatan Seberang Ulu 1 merupakan penderita diare tertinggi di Kota Palembang dengan jumlah 36.353 penderita (11,2%) dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Ilir Timur II sebanyak 34.976 penderita (10,7%) dan Kecamatan Ilir Barat I sebanyak 28.101 penderita 1

2 (8,6%). Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya diare di Indonesia yaitu salah satunya diakibatkan oleh kontaminasi bakteri, diantaranya adalah coliform. Berdasarkan data Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) terjadi kasus keracunan tingkat nasional dimana BPOM mengelompokkan 13 penyebab dan minuman termasuk dalam peringkat tiga. Pada kasus keracunan yang diakibatkan oleh minuman berjumlah 515 data, tetapi tidak dijelaskan secara rinci penyebab dari keracunan dari minuman tersebut apakah dari bakteri atau bahan kimia (BPOM, 2014). Namun, secara teori bakteri coliform juga menyebabkan kontaminasi makanan dan minuman, yang menyebabkan salah satu gejalanya yaitu diare. Air minum merupakan air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Kemenkes, 2010). Dalam data BPOM (2014) bahwa tingginya kasus keracunan penyebab minuman, kemungkinan dapat disebabkan oleh bakteri coliform, namun belum banyak diungkap dalam penelitian serta datadata yang ditemukan. Air minum merupakan sumber konsumsi utama pada keluarga, yang mana salah satunya yaitu air minum isi ulang karena secara harga tentunya dirasakan manfaat ekonomis bagi keluarga yang ekonomi kelas menegah ke bawah. Namun, tidak semua depot air minum memberikan jaminan kualitas yang baik terhadap produk yang dihasilkannya. Dalam kajian pemetaan yang dilakukan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (2013) terkait kualitas air minum isi ulang di Kota Palembang,

3 didapatkan bahwa hampir semua sampel memenuhi syarat kimiawi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010. Sedangkan untuk pemeriksaan secara biologi didapatkan hasil bahwa ada enam sampel yang tidak memenuhi syarat sesuai baku mutu. Dalam penelitian Jayadisastra (2013) di Ciputat Timur menyebutkan bahwa ada hubungan antara keberadaan bakteriologi Escherichia coli pada air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang. Berdasarkan penelitian Wandrivel (2012) terdapat 55,6% sampel tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010. Dari sampel yang didapatkan dua mengandung bakteri coliform dan tiga sampel lainnya tercemar bakteri Escherichia coli. Hal tersebut diakibatkan karena buruknya kualitas mutu produk air minum isi ulang yang dihasilkan. Karena bakteri tersebut secara alami terdapat di lingkungan pada feses manusia dan binatang. Hal tersebut dapat terjadi karena higiene sanitasi pada depot air minum isi ulang masih kurang baik yang dapat menyebabkan pencemaran pada air minum. Penelitian yang dilakukan Indirawati (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara higiene sanitasi dengan kualitas mikrobiologi air minum isi ulang di mana nilai p = 0,00. Penelitian Novita (2004) dikota Palembang juga menunjukkan hasil yang sama untuk higiene sanitasi berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan higiene sanitasi depot mempunyai hubungan yang bermakna dengan kualitas air minum dengan nilai p=0,039. Hal tersebut akibat dari buruknya kondisi lingkungan

4 membuat masyarakat khawatir untuk mengonsumsi air tanah. Namun, sayangnya pemilihan depot air minum isi ulang sebagai alternatif air minum menjadi risiko yang dapat membahayakan kesehatan jika kualitas depot air minum isi ulang masih diragukan, terlebih jika konsumen tidak memperhatikan keamanannya. Dilihat dari segi kualitasnya, masyarakat masih meragukannya karena belum ada informasi yang jelas dari segi proses maupun peraturan tentang peredaran dan pengawasannya. Bila ditinjau dari harganya, air minum isi ulang lebih murah dari air minum dalam kemasan, bahkan ada yang mematok harga hingga 1/4 dari harga air minum dalam kemasan. Air minum dalam kemasan lebih mahal karena distribusinya tidak tersebar secara merata di Kota Palembang khususnya Kecamatan Seberang Ulu 1. Berdasarkan penjelasan diatas, higiene sanitasi merupakan faktor penyebab kontaminasi bakteri, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan higiene sanitasi dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang tahun 2015. 1.2 Rumusan Masalah Air minum merupakan komponen utama dalam tubuh sehingga kebutuhan air merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Sebagai penyedia air minum, depot air minum isi ulang harus memenuhi standar sanitasi higiene dan kualitas air salah satunya adalah kualitas air secara mikrobiologis. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan pada latar belakang

5 yaitu higiene sanitasi penyelenggaraan depot air minum di Kota Palembang yang belum berjalan dengan baik, sedangkan depot air minum di kecamatan Seberang Ulu 1 memberikan pelayanan yang cukup tinggi pada tingkat konsumsi air minum isi ulang. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Palembang jumlah penderita diare paling banyak yaitu pada kecamatan Seberang Ulu 1 sebesar (11,2%). Melihat keadaan tersebut maka perlu dilakukan penelitian higiene sanitasi dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran jumlah bakteri coliform pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1? 2. Bagaimana gambaran akses terhadap fasilitas sanitasi pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1? 3. Bagaimana gambaran sarana pengolahan air minum pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1? 4. Bagaimana gambaran kualitas air baku pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1? 5. Bagaimana gambaran higiene proses pelayanan konsumen pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1? 6. Bagaimana gambaran perilaku mencuci tangan pekerja pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1?

6 7. Apakah ada hubungan antara akses terhadap fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang? 8. Apakah ada hubungan antara sarana pengolahan air minum dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang? 9. Apakah ada hubungan antara kualitas air baku dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang? 10. Apakah ada hubungan antara higiene proses pelayanan konsumen dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang? 11. Apakah ada hubungan antara perilaku mencuci tangan dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang? 1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan higiene sanitasi dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang tahun 2015.

7 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran jumlah bakteri coliform pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1. 2. Untuk mengetahui gambaran akses terhadap fasilitas sanitasi pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1. 3. Untuk mengetahui gambaran sarana pengolahan air minum pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1. 4. Untuk mengetahui gambaran kualitas air baku pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1. 5. Untuk mengetahui gambaran higiene proses pelayanan konsumen pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1. 6. Untuk mengetahui gambaran perilaku mencuci tangan pekerja pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1. 7. Ada hubungan antara akses terhadap fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu1. 8. Ada hubungan antara sarana pengolahan air minum dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1. 9. Ada hubungan antara kualitas air baku dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1.

8 10. Ada hubungan antara higiene proses pelayanan konsumen dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1. 11. Ada hubungan antara perilaku mencuci tangan dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1. 1.5 Manfaat 1.5.1 Bagi Pemerintah Daerah Meningkatkan peranan Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan dalam pembinaan dan pengawasan kualitas air yang digunakan pada Depot Air Minum Isi Ulang. 1.5.2 Bagi Pengelola DAMIU dan Sumber Air Baku Pengelola Depot Air Minum Isi Ulang mengetahui kualitas air baku dan air minum yang diproduksi, serta kondisi lingkungan yang perlu diperbaiki, sehingga dapat mencegah kejadian penyakit atau gangguan kesehatan akibat terpapar oleh agent atau faktor-faktor resiko yang berada di dalam lingkungannya. Pengelola sumber air baku mengetahui kualitas air bakunya dan kondisi lingkungan yang perlu diperbaiki. 1.5.3 Peneliti Selanjutnya Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya dapat meneliti semua poin dari higiene sanitasi depot.

9 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini ingin mengetahui higiene sanitasi depot dan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan higiene sanitasi dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang tahun 2015. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari- Juni 2015. Sasaran penelitian ini adalah depot air minum isi ulang yang berada di Kecamatan Seberang ulu 1 yang bersedia untuk menjadi subjek penelitian. Desain studi penelitian ini menggunakan cross sectional. Untuk uji laboratorium menggunakan metode MPN (Most Probable Number) untuk mengetahui keberadaan bakteri coliform dan membandingkan Peraturan Menteri Kesehatan No 43 Tahun 2014.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Minum Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 2.1.1 Kontaminasi Bakteri pada Air Minum Bakteri merupakan salah satu penyebab terjadinya kontaminasi pada air minum, salah satunya yaitu bakteri coliform. Bakteri coliform merupakan bakteri patogen yang hadir di lingkungan berasal dari kotoran hewan dan manusia. Bakteri coliform ada dalam jumlah besar di usus dan tinja manusia serta hewan berdarah panas lainnya. Bakteri coliform memiliki kemungkinan kecil untuk menyebabkan penyakit. Namun, kehadiran bakteri coliform dalam air minum merupakan indikasi kuat dari kontaminasi limbah atau kotoran hewan (DOH, 2011). Kontaminasi bakteri coliform tidak dapat dideteksi oleh penglihatan, penciuman, atau rasa. Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah pasokan air mengandung bakteri yaitu diuji oleh laboratorium. Semua air memiliki bakteri coliform. Kehadiran bakteri coliform tidak berarti air tidak aman untuk diminum. Bakteri yang 10

11 dapat menyebabkan penyakit yang dikenal yaitu bakteri patogen (Skipton dkk., 2014) Air minum harus terbebas dari coliform agar meyakinkan aman untuk dikonsumsi. Apabila air minum mengandung coliform dalam jumlah besar hal tersebut dapat menyebabkan penyakit bagi konsumen. Secara teori bakteri juga dapat menjadi penyebab keracunan pada minuman terutama bakteri coliform yang merupakan bakteri patogen dan menjadi indikator kebersihan air, pengolahan makanan atau kebersihan diri (Indrati dan Gardjito, 2014). 2.1.2 Potensi Dampak Kesehatan Bakteri Total coliform pada umumnya tidak berbahaya. Coliform Fecal dan bakteri Escherichia coli dalam air minum menunjukkan bahwa air minum terkontaminasi dengan kotoran manusia atau hewan, dan mungkin mikroba tambahan yang terkait dengan kotoran. Beberapa mikroba ini dapat menyebabkan efek jangka pendek, seperti diare, kram, mual, sakit kepala, atau gejala lainnya. Bayi, anak-anak, beberapa orang tua dan orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang terganggu mungkin lebih rentan daripada masyarakat umum. mikroba lainnya dapat menyebabkan sakit yang lebih parah, termasuk infeksi intestinal, hepatitis, demam tifoid, dan kolera (Skipton dkk., 2014).

12 2.1.3 Penyakit yang Dapat di Tularkan Melalui Air Menurut Chandra (2007), dilihat dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena penyediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit dibagi menjadi empat, antara lain : 1. Water Borne Disease Kuman patogen yang berada dalam air dapat menyebabkan penyakit pada manusia yang ditularkan melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tipoid, hepatitis viral, disentri basiller, dan poliomyelitis. 2. Water Washed Disease Penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Dalam hal ini terjadi tiga cara penularan, yaitu : a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak, berjangkitnya penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kurangnya ketersediaan air untuk makan, minum, dan memasak serta kebersihan alat-alat makan. b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma, berjangkitnya penyakit ini sangat erat kaitannya dengan

13 kurangnya ketersediaan air bersih untuk higiene perorangan (mandi dan cuci) c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis, berjangkitnya penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kurangnya ketersediaan air untuk higiene perorangan yang ditujukan untuk mencegah investasi insekta parasit pada tubuh dan pakaian. 3. Water Based Disease Penyakit yang ditularkan dengan cara ini memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya dalam tubuh vektor atau sebagai intermediat host yang hidup didalam air, contohnya Schistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus medinensis. Badan air yang potensial terhadap berjangkitnya jenis penyakit ini adalah badan air yang terdapat di alam, yang berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari seperti menangkap ikan, mandi, cuci dan sebagainya. 4. Water-related insect vector Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Air merupakan salah satu unsur alam yang harus ada dalam lingkungan dan manusia merupakan media yang baik bagi insekta untuk berkembang biak. Contoh penyakit melalui cara ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.

14. 2.1.4 Syarat Kualitas Air Minum Air bersih harus memenuhi standar kualitas dan kuantitasnya. Untuk pengelolaan air minum, kualitas airnya harus dilakukan pemeriksaan sebelum didistribusikan kepada masyarakat. Sebab, air baku belum tentu memenuhi standar, sehingga sering dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standar air minum. Kualitas air yang digunakan sebagai air minum sebaiknya memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, meliputi: a. Parameter wajib 1) Persyaratan Fisik Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan fisik yaitu, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna (maksimal 15 TCU), suhu udara maksimum ± 3ºC, dan tidak keruh (maksimum 5 NTU) 2) Persyaratan mikrobiologi Syarat mutu air minum sangat ditentukan oleh kontaminasi kuman Escherichia coli dan Total Bakteri Coliform, sebab keberadaan bakteri Escherichia coli merupakan indikator terjadinya pencemaran tinja dalam air. Standar kandungan Escherichia coli dan Total Bakteri Coliform dalam air minum 0 per 100 ml sampel.

15 b. Parameter Tambahan 1) Persyaratan Kimia Air minum yang akan dikonsumsi tidak mengandung bahanbahan kimia (organik, anorganik, pestisida dan desinfektan) melebihi ambang batas yang telah ditetapkan, sebab akan menimbulkan efek kesehatan bagi tubuh konsumen. 2) Persyaratan Radioaktivitas Kadar maksimum cemaran radioaktivitas dalam air minum tidak boleh melebihi batas maksimum yang diperbolehkan. 2.2 Depot Air Minum 2.2.1 Pengertian Depot Air Minum Depot Air Minum adalah usaha industri yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada konsumen (Kepmenperindag, 2004). Kualitas air produksi depot air minum isi ulang akhir-akhir ini semakin menurun, dengan permasalahan secara umum antara lain pada peralatan DAM yang tidak dilengkapi alat sterilisasi, atau mempunyai daya bunuh rendah terhadap bakteri, atau pengusaha belum mengetahui peralatan DAM yang baik dan cara pemeliharaannya. Dasar pelaksanaan penyehatan depot air minum adalah keputusan menteri kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.

16 Keputusan Menteri Kesehatan tersebut dalam kaitan dengan depot air minum ini antara lain mengatur: Pasal 2: Jenis air minum meliputi (harus memenuhi syarat kesehatan air minum): a. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga; b. Air yang didistribusikan melalui tangki air; c. Air kemasan; d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang disajikan kepada masyarakat Pasal 6: Pemeriksaan sampel air minum dilaksanakan di laboratorium pemeriksaan kualitas air yang ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pasal 9: Pengelola penyediaan air minum harus: a. Menjamin air minum yang diproduksinya memenuhi syarat kesehatan dengan melaksanakan pemeriksaan secara berkala memeriksa kualitas air yang diproduksi mulai dari: 1) pemeriksaan instalasi pengolahan air; 2) pemeriksaan pada jaringan pipa distribusi; 3) pemeriksaan pada pipa sambungan ke konsumen; 4) pemeriksaan pada proses isi ulang dan kemasan;

17 b. Melakukan pengamanan terhadap sumber air baku yang dikelolanya dari segala bentuk pencemaran berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. 2.2.2 Pengawasan Depot Air Minum Untuk menjamin kualitas air minum yang diproduksi memenuhi persyaratan, dalam peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum, depot air minum wajib melaksanakan pengawasan eksternal dan internal terhadap kualitas air yang siap dimasukkan ke dalam galon/wadah air minum. a. Pengawasan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan terhadap air minum untuk tujuan komersial dan bukan komersial oleh Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten. b. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan terhadap air minum untuk tujuan komersial dan bukan komersial oleh penyelenggara air minum. Dalam rangka pengawasan kualitas air minum Pemerintah Provinsi/Kota bertanggungjawab: a. Menetapkan laboratorium penguji kualitas air minum. b. Menetapkan parameter tambahan persyaratan kualitas air minum dengan mengacu pada daftar parameter tambahan. c. Menyelenggarakan pengawasan kualitas air minum di wilayahnya.

18 d. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengawasan kualitas air minum di wilayahnya. e. Dalam kondisi khusus dan kondisi darurat mengambil langkah antisipasi/pengamanan terhadap air minum di wilayahnya. 2.2.3 Proses Produksi Pengolahan Air Minum Urutan proses produksi di Depot Air Minum Isi Ulang menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 651/MPP/Kep/10/2004 tentang persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya, yaitu : a. Penampungan air baku dan syarat bak penampung Air baku yang diambil dari sumbernya diangkut dengan menggunakan tangki dan selanjutnya ditampung dalam bak atau tangki penampung (reservoir). Bak penampung harus dibuat dari bahan tara pangan (food grade) seperti stainless stell, poly carbonat atau poly vinyl carbonat, harus bebas dari bahan-bahan yang dapat mencemari air. Tangki pengangkutan mempunyai persyaratan yang terdiri atas : 1) Khusus digunakan untuk air minum 2) Mudah dibersihkan serta di desinfektan dan diberi pengaman 3) Harus mempunyai manhole 4) Pengisian dan pengeluaran air harus melalui keran

19 5) Selang dan pompa yang dipakai untuk bongkar muat air baku harus diberi penutup yang baik, disimpan dengan aman dan dilindungi dari kemungkinan kontaminasi. Tangki galang, pompa dan sambungan harus terbuat dari bahan tara pangan (food grade) seperti stainless stell, poly carbonat atau poly vinyl carbonat, tahan korosi dan bahan kimia yang dapat mencemari air. Tangki pengangkutan harus dibersihkan dan desinfeksi bagian luar minimal tiga bulan sekali. Air baku harus diambil sampelnya, yang jumlahnya cukup mewakili untuk diperiksa terhadap standar mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. b. Penyaringan bertahap terdiri dari : 1) Saringan berasal dari pasir atau saringan lain yang efektif dengan fungsi yang sama. Fungsi saringan pasir adalah menyaring pertikel-partikel yang kasar. Bahan yang dipakai adalah butir-butir silica (SiO2) minimal 80 %. 2) Saringan karbon aktif yang berasal dari batu bara atau batok kelapa berfungsi sebagai penyerap bau, rasa, warna, sisa klor dan bahan organik. Daya serap terhadap Iodine (I 2 ) minimal 75%. 3) Saringan/Filter lainnya yang berfungsi sebagai saringan halus berukuran maksimal 10 mikron.

20 c. Desinfeksi Desinfeksi dimaksudkan untuk membunuh kuman patogen. Proses desinfeksi dengan menggunakan ozon (O 3 ) berlangsung dalam tangki atau alat pencampur ozon lainnya dengan konsentrasi ozon minimal 0,1 ppm dan residu ozon sesaat setelah pengisian berkisar antara 0,06-0,1 ppm. Tindakan desinfeksi selain menggunakan ozon, dapat dilakukan dengan cara penyinaran Ultra Violet (UV) dengan panjang gelombang 254 nm atau kekuatan 25370 A dengan intensitas minimum 10.000 mw detik per cm2. 1) Pembilasan, Pencucian dan Sterilisasi Wadah Wadah yang dapat digunakan adalah wadah yang terbuat dari bahan tara pangan (food grade) seperti stainless stell, poly carbonat atau poly vinyl carbonat dan bersih. Depot air minum wajib memeriksa wadah yang dibawa konsumen, dan menolak wadah yang dianggap tidak layak untuk digunakan sebagai tempat air minum. Wadah yang akan diisi harus di sanitasi dengan menggunakan ozon (O 3 ) atau air ozon (air yang mengandung ozon). Bilamana dilakukan pencucian maka harus dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis deterjen tara pangan (food grade) dan air bersih dengan suhu berkisar 60-85 0 C, kemudian dibilas dengan air minum atau air produk secukupnya untuk menghilangkan sisa-sisa deterjen yang dipergunakan untuk mencuci.

21 2) Pengisian Pengisian wadah dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin serta dilakukan dalam tempat pengisian yang higienis 3) Penutupan Penutupan wadah dapat dilakukan dengan tutup yang dibawa konsumen atau yang disediakan oleh Depot Air Minum. Dalam penelitian Rahayu dkk. (2013) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kualitas disenfeksi dengan kualitas mikrobiologi air produk depot air minum isi ulang dengan nilai p=0,000. Hal tersebut juga terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh Novita (2004) menunjukkan bahwa proses desinfeksi mempunyai hubungan yang bermakna dengan kualitas air minum dengan nilai p=0,027. 2.3 Higiene Sanitasi Depot Air Minum 2.3.1 Pengertian Higiene Sanitasi Higiene sanitasi adalah usaha yang dilakukan untuk mengendalikan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran air minum, penjamah, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya (Kemenkes, 2010). Penelitian yang dilakukan Sembiring (2008) menunjukkan ada hubungan kondisi sanitasi lingkungan dengan kualitas bakteriologis

22 dengan nilai (p=value 0,003). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Indirawati (2009) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara higiene sanitasi dengan kualitas mikrobiologi air minum isi ulang di mana nilai p = 0,00 dengan hasil Ho ditolak. Namun sebaliknya, pada penelitian Pangandaheng (2014) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara sanitasi depot dengan keberadaan Escherichia coli pada air minum isi ulang (p=0,071) karena kualitas sanitasi depot yang ada di wilayah kerja puskesmas Bahu telah memenuhi syarat. 2.3.2 Higiene Sanitasi Depot Air Minum Menurut Kemenkes RI (2010), Higiene sanitasi depot air minum isi ulang meliputi : a. Lokasi 1) Lokasi depot air minum harus berada didaerah yang berada bebas dari pencemaran lingkungan. 2) Tidak pada daerah tergenang air dan rawa, tempat pembuangan kotoran dan sampah, penumpukan barang-barang bekas atau bahan berbahaya dan beracun (B3) dan daerah lain yang diduga dapat menimbulkan pencemaran terhadap air minum. b. Bangunan 1) Bangunan harus kuat, aman dan mudah dibersihkan serta mudah pemeliharaannya. 2) Tata ruang usaha depot air minum paling sedikit terdiri dari:

23 a) Ruangan proses pengolahan b) Ruangan tempat penyimpanan c) Ruangan tempat pembagian / penyediaan d) Ruang tunggu pengunjung 3) Lantai Lantai depot air minum harus memenuhi syarat sebagai berikut: a) Bahan kedap air b) Permukaan rata, halus tetapi tidak licin, tidak menyerap debu dan mudah dibersihkan. c) Kemiringannya cukup untuk memudahkan membersihkan d) Selalu dalam keadaan bersih dan tidak berdebu 4) Dinding Dinding depot air minum harus memenuhi syarat sebagai berikut: a) Bahan kedap air b) Permukaan rata, halus, tidak menyerap debu dan mudah dibersihkan c) Warna dinding terang dan cerah d) Selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan bebas dari pakaian tergantung

24 5) Atap dan Langit-langit a) Atap bangunan harus halus, menutup sempurna dan tahan terhadap air dan tidak bocor b) Konstruksi atap dibuat anti tikus (rodent proof) c) Bahan langit-langit mudah dibersihkan dan tidak menyerap debu d) Permukaan langit-langit harus rata dan berwarna terang e) Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter dari lantai 6) Pintu a) Bahan pintu harus kuat dan tahan lama b) Permukaan rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan c) Pemasangannya rapi sehingga dapat menutup dengan baik 7) Pencahayaan Ruangan pengolahan dan penyimpanan mendapat penyinaran cahaya dengan minimal 10-20 foot candle atau 100-200 lux 8) Ventilasi Untuk kenyamanan depot air minum harus diatur ventilasi yang dapat menjaga suhu yang nyaman dengan cara : a) Menjamin terjadi peredaran udara dengan baik b) Tidak mencemari proses pengolahan dan atau air minum c) Menjaga suhu tetap nyaman dan sesuai kebutuhan

25 c. Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi Sedikitnya depot air minum harus memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi yaitu: 1) Tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun pembersih dan saluran limbah. 2) Fasilitas sanitasi (jamban dan peturasan) 3) Tempat sampah yang memenuhi persyaratan 4) Menyimpan contoh air minum yang dihasilkan sebagai sampel setiap pengisian air baku. Seperti peneletiannya Yunus, Umboh dan Pinontoan (2015) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara fasilitas sanitasi pengelolaan sampah dengan kontaminasi Escherichia coli dengan nilai p= 0,032. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kurniadi, dkk (2013) bahwa fasilitas sanitasi yang tidak memenuhi syarat berpeluang terkontaminasi bakteri Escherichia Coli sebesar 6,667 kali di bandingkan dengan fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat.. d. Sarana Pengolahan Air Minum 1) Alat dan perlengkapan yang dipergunakan untuk pengolahan air minum harus menggunakan peralatan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan (food grade), antara lain : a) Pipa pengisian air baku

26 b) Tandon air baku c) Pompa penghisap dan penyedot d) Filter e) Mikro Filter f) Kran pengisian air minum curah g) Kran pencucian/ pembilasan botol h) Kran penghubung (hose) i) Peralatan sterilisasi 2) Bahan sarana tidak boleh terbuat dari bahan yang mengandung unsur yang dapat larut dalam air, seperti Timah Hitam (Pb), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd). 3) Alat dan perlengkapan yang dipergunakan seperti mikro filter dan alat sterilisasi masih dalam masa pakai (tidak kadaluarsa). Dalam penelitian Asfawi (2004) menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan, antara kondisi pemrosesan air minum isi ulang dengan kualitas bakteriologis dengan nilai (p=0,035). Namun sebaliknya dalam penelitian Maharani (2007) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara proses pengolahan dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang dengan nilai p=0,655. Peralatan sangat berperan dalam mengolah air baku menjadi air minum. Kondisi peralatan dalam proses pengolahan air minum yang baik dan memenuhi persyaratan akan

27 menghasilkan air minum yang baik juga. Dan sebaliknya apabila proses pengolahan kurang optimal dapat menyebabkan adanya kontaminasi bakteri (Natalia, Bintari dan Mustikaningtyas, 2014). e. Air Baku 1) Air baku adalah yang memenuhi persyaratan air bersih, sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. 2) Jika menggunakan air baku lain harus dilakukan uji mutu sesuai dengan kemampuan proses pengolahan yang dapat menghasilkan air minum. 3) Untuk menjamin kualitas air baku dilakukan pengambilan sampel secara periodik. Dalam penelitian Rahayu dkk. (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kualitas mikrobiologi air baku dengan kualitas mikrobiologi air produk depot air minum isi ulang dengan nilai p=0,0001. Hal tersebut sejalan dengan Sembiring (2008) menyatakan kuatnya hubungan antara sumber air baku dengan kualitas bakteriologis dengan nilai p=0,000. Namun penelitan tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Maharani (2007) didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara kondisi air baku dengan kualitas bakteriologis air minum dengan nilai p=0,173.

28 Kualitas air baku sangat menentukan kualitas air minum yang dihasilkan. Penyimpanan air baku lebih dari 3 hari dapat menurunkan kualitas air minum yang dihasilkan (Abdilanov, 2012). Lamanya waktu penyimpanan air dalam tempat penampungan dapat mempengaruhi kualitas sumber air baku serta adanya kontaminasi selama memasukkan air ke dalam tangki pengangkutan (Nuria, 2009). f. Air Minum 1) Air minum yang dihasilkan adalah harus memenuhi Keputusan Menteri kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. 2) Pemeriksaan kualitas bakteriologi air minum dilakukan setiap kali pengisian air baku, pemeriksaan ini dapat menggunakan metode H 2 S. 3) Untuk menjamin kualitas air minum dilakukan pengambilan sampel secara periodik. g. Pelayanan Konsumen 1) Setiap wadah yang akan diisi air minum harus dalam keadaan bersih. 2) Proses pencucian botol dapat disediakan oleh pengusaha/pengelola depot air minum.

29 3) Setiap wadah yang telah diisi harus ditutup dengan penutup wadah yang saniter. 4) Setiap air minum yang telah diisi harus langsung diberikan kepada pelanggan, dan tidak boleh disimpan di depot air minum (> 1x24 jam). h. Karyawan 1) Karyawan harus sehat dan bebas dari penyakit menular. 2) Bebas dari luka, bisul, penyakit kulit dan luka lain yang dapat menjadi sumber pencemaran. 3) Dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (minimal 2 kali setahun). 4) Memakai pakaian kerja/seragam yang bersih dan rapi. 5) Selalu mencuci tangan setiap kali melayani konsumen. 6) Tidak berkuku panjang, merokok, meludah, menggaruk, mengorek hidung/telinga/gigi pada waktu melayani konsumen 7) Memiliki Surat Keterangan telah mengikuti kursus Operator Depot Air Minum Penelitian yang di lakukan Mirza (2014) hasil yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara higiene operator DAMIU dengan jumlah coliform air minum pada depot air minum isi ulang di Kabupaten Demak dengan nilai p sebesar 0,001.

30 i. Pekarangan 1) Permukaan rapat air dan cukup miring sehingga tidak terjadi genangan. 2) Selalu dijaga kebersihannya setiap saat. 3) Bebas dari kegiatan lain atau bebas dari pencemaran lainnya. j. Pemeliharaan 1) Pemilik/penanggung jawab dan operator wajib memelihara sarana yang menjadi tanggung jawabnya. 2) Melakukan sistem pencatatan dan pemantauan secara ketat, meliputi : a) Tugas dan kewajiban karyawan b) Hasil pengujian laboratorium baik intern atau ekstern c) Data alamat pelanggan (untuk tujuan memudahkan investigasi dan pembuktian) Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 651 Tahun (2004) tentang persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya, mengatur persyaratan usaha yang meliputi : 1. Depot air minum wajib memiliki Tanda Daftar Industri (TDI) dan Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP)

31 2. Depot air minum wajib memiliki Surat Jaminan Pasokan Air Baku dari PDAM atau perusahaan yang memiliki izin Pengambilan Air dari Instansi yang berwenang. 3. Depot air minum wajib memiliki laporan hasil uji air minum yang dihasilkan dari laboratorium pemeriksaan kualitas air yang ditunjuk Pemerintah Kabupaten/Kota atau yang terakreditasi. 2.4 Personal Hygiene Penjamah pada Depot Air Minum Proses pengolahan air di depot air minum isi ulang yang tidak seluruhnya dilakukan secara otomatis juga dapat mempengaruhi kualitas air yang dihasilkan Athena dkk. (2004). Salah satu langkah yang tidak dilakukan dengan otomatis adalah pembersihan galon air dan proses pengisian air ke dalam galon. Pada proses ini galon mengalami kontak langsung dengan penjamah/pekerja. Pekerja adalah sumber kontaminasi terbesar dari semua sumber pajanan mikroorganisme pada air minum. Pekerja yang tidak mengikuti latihan saniter berpotensi dapat mengontaminasi makanan dan minuman yang mereka sentuh dengan mikroorganisme patogenik. Tangan yang mengandung mikroorganisme yang dapat berpindah ke produk selama pemrosesan, pencucian serta pengisian galon melalui pelayanan lewat sentuhan. Kemudian hidung dapat menyalurkan bakteri melalui pernapasan, batuk atau bersin. Manusia merupakan makhluk berdarah panas, mikroorganisme dapat berproliferasi di dalam tubuh manusia dengan cepat khususnya jika tidak dilakukan praktik higine (Marriott and Gravani, 2006).

32 Pekerja yang sedang sakit tidak diizinkan untuk melakukan kontak dengan peralatan yang digunakan dalam tahap proses pengisian air galon. Dalam banyak kasus, penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme bisa saja masih melekat pada pekerja pada masa pemulihan sehabis sakit atau bahkan setelah sembuh dari sakit (Marriott and Gravani, 2006). Dalam penelitian Novita (2004) di Palembang menyatakan bahwa higiene sanitasi personal mempunyai hubungan yang bermakna dengan kualitas air minum dengan nilai p=0,007. Berdasarkan Permenkes (2014) penjamah harus berperilaku higinis dan saniter dalam melayani konsumen seperti selalu mencuci tangan dengan sabun dan menggunakan air yang mengalir setiap melayani konsumen, menggunakan pakaian bersih dan rapi, dan tidak merokok setiap melayani konsumen. Operator atau pekerja pada semua depot tidak berperilaku hidup bersih dan sehat karena saat bekerja tidak menggunakan pakaian kerja yang bersih dan rapih, tidak mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan dan merokok pada saat bekerja, hal ini dapat mencemari air minum yang dihasilkan (Randang dkk., 2014). Higiene perorangan merupakan usaha untuk membatasi penyebaran penyakit, terutama yang ditularkan secara langsung lewat kontak individu. Setiap pekerja mempunyai tanggungjawab untuk menjaga kebersihan diri. Langkah dalam menjaga kebersihan pekerja untuk mencegah terjadinya penularan penyakit, yaitu (Salvato, 2003):

33 1. Mencuci tangan sebelum bekerja secara menyeluruh setelah menggunakan toilet, merokok, mengusap hidung. Mencuci tangan dilakukan pada air mengalir dengan menggunakan sabun, dilakukan dengan menggosokkan kedua tangan secara bersama-sama minimal 30 detik disertai dengan membersihkan sela-sela jari dan kuku. 2. Selalu menggunakan sarung tangan yang dapat di daur ulang 3. Menjaga kebersihan tangan dan memastikan kuku selalu pendek dan bersih. 4. Menggunakan pakaian yang bersih dan memakai tutup kepala saat bekerja 5. Menutup hidung dan mulut menggunakan tissue saat bersin atau batuk, lalu membuang dan mencuci tangan. Pekerja tidak diperbolehkan merokok saat beraktivitas di depot air minum isi ulang. Bakteri dapat tumbuh dan mudah tersebar saat pekerja sedang sakit atau batuk. 6. Menjaga kebersihan tempat pengolahan air dan peralatan yang digunakan agar selalu tetap kering dan terlindungi dari berbagai macam vektor penyebab penyakit. Dalam penelitian Cahyaningsing (2009) menyatakan bahwa mencuci tangan sebelum bekerja menunjukkan (p=0,003) yaitu ada hubungan yang sangat signifikan antara mencuci tangan sebelum bekerja dengan jumlah angka kuman dan jumlah E.Coli. Tangan yang tidak bersih dapat menjadi sumber kontaminasi bakteri patogen yang dapat meningkatkan resiko pencemaran. Penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan dalam

34 bekerja juga diperlukan sebagai salah satu pencegahan terjadinya kontaminasi. Kebiasaan mencuci tangan sebelum bekerja dapat membantu memperkecil risiko terjadi kontaminasi bakteri dari tangan ke makanan (Puspita dkk., 2014) Hasil penelitian Susanna (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kuku tangan dengan kontaminasi bakteri. Kuku tangan sering menjadi sumber kontaminan atau mengakibatkan kontaminasi silang. Dalam praktek higiene perorangan aspek-aspek yang tidak terpenuhi akan berdampak terhadap terjadinya pencemaran, seperti terjadinya pencemaran oleh bakteri Escherichia coli yang diakibatkan oleh tangan pekerja yang kotor, kuku pekerja yang kotor, tidak mencuci tangan dengan sabun dan tidak menggunakan alat saat bekerja dan sebagainya sehingga pekerja dapat menjadi sumber penularan penyakit yang diakibatkan bakteri kepada konsumen (Setyorini, 2013). 2.5 Penentuan Skoring dengan Skala Guttman Menurut Sugiyono (2011) skala Guttman yaitu skala pengukuran yang akan didapat jawaban yang tegas yaitu ya-tidak, benar-salah, positifnegatif, dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio. Skala Guttman selalu dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan terendah nol. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0. Berikut contoh:

35 Apakah tempat kerja anda dekat jalan Protokol? a. Ya b. Tidak Dalam lembar checklist dan lembar wawancara modifikasi dari PERMENKES No. 43 tahun 2014 yang ada dalam penelitian ini menggunakan jawaban yang tegas yaitu ya-tidak, sehingga skala Guttman cocok untuk diterapkan dalam penentuan skoring dalam penelitian ini. 2.6 Kerangka Teori Keberadaan bakteri tidak lepas kaitannya dengan higiene sanitasi dan personal higiene. Higiene sanitasi merupakan usaha yang dilakukan untuk mengendalikan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran air minum, penjamah, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya (Permenkes, 2010). Higiene sanitasi yang ada di depot meliputi akses terhadap fasilitas sanitasi, sarana pengolahan air minum, air baku, pelayanan konsumen, serta perilaku mencuci dari personal higiene, hal tersebut merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang. Kontaminasi bakteri dapat terjadi apabila faktor-faktor higiene sanitasi tidak dilakukan sesuai dengan peraturan/standar yang berlaku. Maka dari itu diperlukan penerapan higiene sanitasi dan personal higiene yang baik agar dapat mencegah kontaminasi bakteri pada air minum isi ulang.

36 Akses terhadap fasilitas sanitasi Sarana Pengolahan Air Minum Pengawasan Depot Air Baku Jumlah Bakteri Coliform Manusia Higiene proses pelayanan konsumen Disenfeksi Diare Mencuci Tangan Perilaku Merokok Bagan 2.1 Kerangka Teori Keterangan: ---- : Faktor yang tidak diteliti : Faktor yang diteliti

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Higiene sanitasi merupakan usaha yang dilakukan agar air minum isi ulang aman dan terbebas dari kontaminasi bakteri coliform. Dari kerangka teori yang telah dibuat, peneliti tidak meneliti semua faktor yang ada untuk dijadikan sebagai variabel independen. Variabel yang tidak di teliti yaitu dampak langsung terhadap manusia akibat dari bakteri coliform yaitu penyakit diare, karena banyak hal yang dapat menjadi faktor penyebab seseorang terkena diare. Kemudian pengawasan depot tidak diteliti karena untuk pengawasan hanya dapat dilakukan oleh petugas kesehatan/dinas kesehatan setempat yang mempunyai izin kelayakan untuk mengawasi depot. Variabel yang tidak diteliti selanjutnya yaitu perilaku merokok, karena untuk perilaku merokok diperlukan waktu tidak sekali atau tidak dapat dilakukan observasi secara bersamaan dalam satu waktu. Variabel yang di teliti yaitu akses terhadap fasilitas sanitasi karena apabila tidak sesuai dengan standar yang berlaku, bakteri coliform dapat mengontaminasi air minum. Kemudian sarana pengolahan air minum perlu di teliti karena apabila peralatan yang digunakan tidak memenuhi persyaratan kesehatan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan peralatan yang sudah habis masa pakainya dapat menyebabkan bakteri berkembangbiak. Untuk variabel air baku perlu diteliti karena kemungkinan terbesar air baku yang digunakan diambil dari sumber yang telah tercemar 37

38 atau terkontaminasi bakteri serta tempat penyimpanan air baku juga dapat mempengaruhi bakteri berkembangbiak. Variabel higiene proses pelayanan konsumen juga dapat mempengaruhi kontaminasi bakteri karena hal ini di lakukan oleh pekerja depot air minum secara langsung tanpa menggunakan peralatan yang otomatis. Selanjutnya perilaku mencuci tangan juga dapat menjadi faktor penyebab karena tangan merupakan tempat berkumpulnya bakteri, apabila pekerja tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melayani konsumen dapat menjadi sumber bakteri. Dari penjelasan diatas maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen Kelengkapan fasilitas sanitasi Sarana Pengolahan Air Minum Air Baku Jumlah Bakteri Coliform pada Air Minum Higiene proses Pelayanan Konsumen Mencuci Tangan Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

39 3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Variabel Dependen 1. Jumlah Bakteri Coliform dalam Air Minum Kandungan bakteri coliform yang terdapat pada air minum isi ulang berdasarkan hasil pemeriksaan uji MPN Lembar hasil Pengukuran Laboratorium (Uji Most Probable Number) Jumlah koloni bakteri yang di temukan dalam air minum isi ulang Rasio Variabel Independen 2 Kelengkapan fasilitas sanitasi Keberadaan fasilitas yang terdapat pada depot air minum isi ulang seperti sarana air bersih dan mengalir, tempat cuci tangan, sabun untuk mencuci tangan, tempat sampah dan toilet Lembar Checklist Observasi 1. Memenuhi syarat jika semua checklist terpenuhi 2. Tidak memenuhi syarat jika tidak terpenuhi checklist Ordinal 3 Sarana Pengolahan Minum Air Alat dan perlengkapan yang digunakan untuk pengolahan air minum harus menggunakan peralatan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan Lembar Wawancara Wawancara 1. Memenuhi syarat jika semua checklist terpenuhi 2. Tidak memenuhi syarat jika tidak terpenuhi checklist Ordinal 4 Air Baku Sumber air yang digunakan dalam air minum isi ulang Lembar Wawancara Wawancara 1. Memenuhi syarat jika semua checklist terpenuhi Ordinal

40 2. Tidak memenuhi syarat jika tidak terpenuhi checklist 5 Higiene proses Pelayanan Konsumen Kemungkinan untuk risiko kontaminasi bakteri pada perlakuan pekerja depot mulai dari sumber air, proses pencucian, pengisian ke dalam wadah air minum hingga diberikan kepada pelanggan. 6 Mencuci Tangan Perilaku yang dilakukan oleh pekerja sebelum dan sesudah melayani konsumen dengan menggunakan sabun Lembar Checklist Lembar Checklist Observasi Observasi 1. Memenuhi syarat jika semua checklist terpenuhi 2. Tidak memenuhi syarat jika tidak terpenuhi checklist 1. Mencuci Tangan 2. Tidak Mencuci Tangan Ordinal Ordinal

41 3.3 Hipotesis 1. Ada hubungan antara kelengkapan fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri Coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang. 2. Ada hubungan antara sarana pengolahan air minum dengan kontaminasi bakteri Coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang. 3. Ada hubungan antara air baku dengan kontaminasi bakteri Coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang. 4. Ada hubungan antara hygiene proses pelayanan konsumen dengan kontaminasi bakteri Coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang. 5. Ada hubungan antara perilaku mencuci tangan dengan kontaminasi bakteri Coliform pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Studi Desain penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) dimana peneliti akan melakukan observasi atau pengukuran variabel independen dan dependen pada waktu (periode) yang bersamaan. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini yaitu di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang. Sebanyak 30 depot yang tersebar di setiap kelurahan yaitu, 1 Ulu terdapat 3 terdapat, 2 Ulu terdapat 3 depot, 3-4 Ulu terdapat 6 depot, 5 Ulu terdapat 4 depot, 7 Ulu terdapat 3 depot, 8 Ulu terdapat 2 depot, 9/10 Ulu terdapat 4 depot, 15 Ulu terdapat 3 depot, Sila Beranti terdapat 1 depot dan Tuan Kentang terdapat 1 depot. Pengambilan sampel, wawancara dan observasi dilakukan pada depot air minum yang berada di Kecamatan Seberang Ulu 1. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Juni 2015 42

43 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh depot air minum isi ulang yang berada di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang. 4.3.2 Sampel Jenis pengambilan sampel dilakukan secara Non Probability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel, dikarenakan jumlah populasi yang ada relatif kecil. Metode pengambilan sampel yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan total sampling merupakan sampel yang mewakili semua jumlah populasi. Hal tersebut dikarenakan jumlah populasi relatif sedikit dan peneliti ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Sampel dalam penelitian ini adalah depot air minum isi ulang yang berada di Kecamatan Seberang Ulu 1 yang berjumlah 30 depot air minum dan 30 orang pekerja. 4.3.3 Besar Sampel Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus (Lemeshow dkk., 1997):

44 Dimana : n = Besar sampel minimal yang dibutuhkan = 1,96 pada tingkat kepercayaan 95% = Derajat presisi yang diinginkan = 10% = Besar populasi depot air minum yaitu sebanyak 30 = Perkiraan proporsi 50% (belum ada penelitian sebelumnya di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang) Sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut : = 24 depot Pada perhitungan diatas diketahui bahwa sampel minimal yang harus diambil adalah 24 depot. Untuk mengantisipasi adanya faktor-faktor yang tidak diinginkan, peneliti mengambil semua sampel yang ada pada populasi untuk di jadikan subjek penelitian yang berjumlah 30 depot air minum isi ulang. 4.4 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data 4.4.1 Pengumpulan Data a. Data Primer Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium mengenai ada tidaknya bakteri coliform yang terkandung dalam air minum isi ulang. Kemudian melakukan wawancara dan observasi

45 dengan menggunakan lembar observasi modifikasi pada Peraturan Menteri Kesehatan No 43 tahun 2014. b. Data Sekunder Data sekunder didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Palembang mengenai jumlah penderita diare. c. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi yang modifikasi dari Peraturan Menteri Kesehatan No 43 tahun 2014 tentang higiene sanitasi depot air minum. Lembar hasil pengukuran digunakan untuk melihat hasil pemeriksaan laboratorium mengenai ada tidaknya bakteri coliform pada air minum isi ulang menggunakan uji MPN (Most Probable Number). 4.4.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari serangkaian tahapan yang harus dilakukan meliputi: a. Data Coding Kegiatan mengklasifikasikan data dan memberikan kode untuk masing-masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data. Tabel 4.1 Daftar Coding No Variabel Kode 1 Kelengkapan Fasilitas [Q1] 2 Sarana Pengolahan Air Minum [Q2] 3 Kualitas Air Baku [Q3] 4 Pelayanan Konsumen [Q4] 5 Perilaku Mencuci Tangan [Q5]

46 b. Data Editing Penyuntingan data dilakukan sebelum proses pemasukan data. Proses editing dilakukan setelah data terkumpul untuk pengecekan jika ada data yang salah atau meragukan sehingga masih dapat ditelusuri kembali kepada responden/informan yang bersangkutan. c. Data Entry Memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam program atau fasilitas analisis data. Program untuk analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah software statistic pada komputer. d. Data Cleaning Proses pembersihan data setelah data dientri. Melakukan pengecekan kembali data telah di masukkan untuk memastikan data tidak ada yang salah. 4.5 Teknik dan Analisa Data 4.5.1 Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari variabel penelitian dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel. Hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi, mean, standar deviasi, nilai minumum dan nilai maksimum.

47 4.5.2 Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk nguji hipotesis hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Penelitian ini menggunakan uji statistik Mann Whitney karena data numerik tidak berdistribusi normal. Derajat kemaknaan (α) yang digunakan adalah 0,05 dengan interpretasi sebagai berikut (Dahlan, 2012). 1) Dikatakan hubungan bermakna secara statistik, jika p value <0,05 dan berarti hipotesis diterima 2) Dikatakan hubungan tidak bermakna secara statistik, jika p value 0,05 dan berarti hipotesis ditolak. 4.6 Metode Laboratorium Uji MPN 4.6.1 Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium a. Dipersiapkan segala sesuatu untuk pengambilan sampel seperti keperluan alat tulis, catatan pada formulir pemeriksaan tentang lokasi pengambilan sampel, peralatan, botol sampel dan termos es tempat sampel. b. Botol tersebut kemudian disterilisasi dengan kapas steril c. Persiapkan sampel air minum isi ulang untuk dimasukkan kedalam botol sampel yang sudah disterilkan. d. Botol sampel diberi nomor kode dengan menggunakan spidol. e. Sampel kemudian dimasukkan kedalam termos es (cooler) f. Pengiriman dilakukan secepatnya, yaitu dalam waktu 3 jam sampai di laboratorium.

48 4.6.2 Peralatan dan Bahan a. Alat-alat yang diperlukan: 1) Autoclave 7) Kawat Ose 2) Inkubator 8) Tabung Durham Steril 3) Rak Tabung Reaksi 9) Botol Sampel Steril 4) Lampu Spiritus 10) Kapas 5) Tabung Reaksi 11) Spidol 6) Pipet Steril 12) Kain Lap b. Media dan Reagensia yang diperlukan 1) Laktosa Broth (LB) 2) Brilliant Green Laktose Bile Broth (BGLB) 3) Aquadest steril, aquadest, natrium Thiosulfat 10%, 4) Spritus dan Alkohol 70%. 4.6.3 Cara Pemeriksaan Laboratorium Metode pemeriksaan yang digunakan yaitu Multi Probably Number (MPN) dilakukan dengan menggunakan metode tabung ganda yang terdiri dari (3 x 10 ml) : (3 x 1 ml) : (3 x 0,1 ml). Tes Pemeriksaan Bakteriologis a. Siapkan 5 tabung LB atau LTB Triple 5 cc (kode tabung a1 s/d a5) dan 2 tabung LB single 10 cc (kode tabung b1 dan b2). Masingmasing tabung sudah berisi tabung durham. b. Kedalam tabung a1 s/d a5 diinokulasikan atau dimasukkan 10ml contoh uji, kocok perlahan hingga tercampur. Keadaan tabung b1

49 diinokulasikan 1 ml contoh uji dan b2 diinokulasikan 0,1 ml contoh uji. c. Semua tabung yang sudah diinokulasi kemudian diinkubasi pada inkubator suhu 35± 0,5 0 C. Setelah 24± 2 jam, amati setiap tube yang menghasilkan gas atau adanya reaksi asam yang ditandai dengan perubahan warna media menjadi kuning. Bila masih tidak adanya perubahan (negative) maka waktu inkubasi dapat diperpanjang selama 24 jam lagi pada suhu yang sama. d. Amati masing-masing tabung untuk melihat ada atau tidaknya gas. Untuk memperjelas, kocoklah secara perlahan bila ada gelombang udara. Bila ada maka nilainya positif. Namun untuk melihat apakah bakteri tersebut golongan coliform atau bukan, maka diteruskan lagi ke tes penegasan. Tes Penegasan Coliform dan Colitinja a. Siapkan tabung-tabung positif yang didapat dari test perkiraan. b. Pindahkan 1-2 ose dari setiap tabung positif ke tabung berisi media BGLB (penegasan coliform) dan media EC Broth (penegasan colitinja) yang masing-masing sudah diberi tabung durham. c. Inkubasi tabung BGLB pada suhu 35± 0,5 0 C (untuk coliform) dan EC Broth pada suhu 44,5± 0,5 0 C (untuk colitinja). d. Catat jumlah tabung pada tes penegasan yang menunjukkan positif gas. Masa inkubasi bisa diperpanjang 24 jam lagi bila tidak terdapat gelembung udara pada waktu inkubasi pertama. Angka

50 yang diperoleh dari tabung yang positif dicocokkan dengan tabel MPN.

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Seberang Ulu 1 merupakan salah satu Kecamatan di Kota Palembang dengan luas 2.546.75 Ha. Adapun batas wilayah Kecamatan Seberang Ulu 1 sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Musi Sebelah Selatan berbatasan dengan Kab. Ogan Ilir dan Banyuasin Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Seberang Ulu II dan Plaju Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Ogan Kecamatan Seberang Ulu 1 terdapat 10 Kelurahan yaitu, Kelurahan 1 Ulu, 2 Ulu, 3-4 Ulu, 5 Ulu, 7 Ulu, 8 Ulu, 9/10 Ulu, 15 Ulu, Sila Beranti, Tuan Kentang. Jumlah penduduk Kecamatan Seberang Ulu 1 adalah 1.523.310 jiwa. Jumlah depot yang ada di Kecamatan Seberang Ulu 1 yaitu sebanyak 30 depot dan menyebar di tiap-tiap Kelurahan. Tabel 5.1 Jumlah Depot di Kecamatan Seberang Ulu 1 Berdasarkan Kelurahan Tahun 2015 No. Kelurahan Jumlah Depot 1. 1 Ulu 3 2. 2 Ulu 3 3. 3-4 Ulu 6 4. 5 Ulu 4 5. 7 Ulu 3 6. 8 Ulu 2 7. 9/10 Ulu 4 8. 15 Ulu 3 9. Sila Beranti 1 10. Tuan Kentang 1 Total 30 49

50 5.2 Gambaran Jumlah Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang Jumlah bakteri coliform pada air minum isi ulang di peroleh dari hasil uji laboratorium dengan uji MPN (Most Probable Number) oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Kota Palembang dengan standar Pemenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010. Parameter mikrobiologi kadar maksimum yang diperbolehkan dalam air minum yaitu 0 per 100 ml air minum. Gambaran jumlah bakteri coliform yang ditemukan pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 dapat dilihat pada tabel berikut ini : No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Tabel 5.2 Jumlah Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Kode Sampel KB SR KH ZN LK CL FJ PU KM PQ MO SK LS EF TA LM JA NV AM TM JM Sumber Air Baku Jumlah Bakteri Kelurahan 1 Ulu Sukomoro 0,0 Sukomoro 2,2 Sukomoro 4,4 Sukomoro Sukomoro Sukomoro Sukomoro Sukomoro Sukomoro Sukomoro Sukomoro Sukomoro Sukomoro Sukomoro PDAM Sukomoro Sukomoro Sukomoro PDAM Kelurahan 2 Ulu 2,2 4,4 0,0 Kelurahan 3-4 Ulu 2,2 4,4 5,0 5,0 7,6 0,0 Kelurahan 5 Ulu 2,2 0,0 4,4 4,4 Kelurahan 7 Ulu 4,4 0,0 4,4 Kelurahan 8 Ulu PDAM 6,7 Sukomoro 7,6 Keterangan Pemenuhan Persyaratan Biologi Kualitas Air Minum Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat

51 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. KL BS RF FS AB TR TM Kelurahan 9/10 Ulu Sukomoro 5,0 Sukomoro 0,0 Sukomoro 6,7 Sukomoro 2,2 Sukomoro Depot PDAM Kelurahan 15 Ulu 2,2 7,5 6,7 Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Kelurahan Sila Beranti 29. CP Sukomoro 0,0 Memenuhi Syarat Kelurahan Tuan Kentang 30. SO Depot 4,4 Tidak Memenuhi Syarat Berdasarkan tabel 5.2 hasil analisis didapatkan jumlah bakteri pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang yang memenuhi syarat secara biologi adalah 7 depot dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 23 depot. Jumlah bakteri yang ditemukan berkisar berjumlah 0-7,6 dan sumber air baku yang digunakan paling banyak yaitu dari mata air Sukomoro. 5.3 Gambaran Kelengkapan Fasilitas Sanitasi Gambaran kelengkapan fasilitas sanitasi pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.3 Kelengkapan Fasilitas Sanitasi pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Kelengkapan Jumlah Persentase (%) Fasilitas Sanitasi Memenuhi Syarat 7 23,3 Tidak Memenuhi Syarat 23 76,7 Total 30 100 Berdasarkan tabel 5.3 diketahui kelengkapan fasilitas sanitasi pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 yang tidak memenuhi syarat sebanyak 23 depot (76,7%).

52 5.4 Gambaran Sarana Pengolahan Air Minum Berikut adalah gambaran sarana pengolahan air minum pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang: Tabel 5.4 Sarana Pengolahan Air Minum pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Sarana Pengolahan Air Minum Jumlah Persentase (%) Memenuhi Syarat 18 60 Tidak Memenuhi Syarat 12 40 Total 30 100 Berdasarkan tabel 5.4 diketahui sarana pengolahan air minum pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 18 depot (60%). 5.5 Gambaran Air Baku Gambaran air baku pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.5 Air Baku pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Air Baku Memenuhi Tidak Memenuhi Syarat Syarat Jumlah Mata Air Sukomoro 10 14 24 PDAM 2 2 4 Depot 0 2 2 Total 12 18 30 Berdasarkan tabel 5.5 diketahui air baku yang digunakan pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 paling banyak yaitu dari mata air Sukomoro sebanyak 24 depot. 5.6 Gambaran Higiene Proses Pelayanan Konsumen Gambaran pelayanan konsumen pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 dapat dilihat pada tabel berikut :

53 Tabel 5.6 Higiene Proses Pelayanan Konsumen pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Pelayanan Konsumen Jumlah Persentase (%) Memenuhi Syarat 10 33,3 Tidak Memenuhi Syarat 20 66,7 Total 30 100 Berdasarkan tabel 5.6 diketahui higiene proses pelayanan konsumen pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 yang tidak memenuhi syarat sebanyak 20 depot (66,7%). 5.7 Gambaran Perilaku Mencuci Tangan Berikut adalah gambaran personal higiene mencuci tangan pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang: Tabel 5.7 Perilaku Mencuci Tangan pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Mencuci Tangan Jumlah Persentase (%) Mencuci Tangan 8 26,7 Tidak Mencuci Tangan 22 73,3 Total 30 100 Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa pekerja yang tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melayani konsumen yaitu sebanyak 22 depot (73,3%). 5.8 Hubungan Kelengkapan Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang Berikut tabel hasil analisis hubungan akses terhadap fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang: Tabel 5.8 Hubungan Kelengkapan Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Kelengkapan n % P Value Fasilitas Sanitasi Memenuhi Syarat 7 23,3 0,002 Tidak Memenuhi Syarat 23 76,7

54 Berdasarkan tabel 5.8 diketahui hasil uji statistik Mann Whitney didapatkan nilai p = 0,002 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelengkapan fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang. 5.9 Hubungan Sarana Pengolahan Air Minum dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang Hubungan sarana pengolahan air minum dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 5.9 Hubungan Sarana Pengolahan Air Minum dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Sarana Pengolahan Air n % P Value Minum Memenuhi Syarat 24 80 0,001 Tidak Memenuhi Syarat 6 20 Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa hasil uji statistik Mann Whitney didapatkan nilai p=0,001 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara sarana pengolahan air minum dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang. 5.10 Hubungan Air Baku dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang Berikut tabel hasil analisis hubungan antara air baku dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang yaitu: Tabel 5.10 Hubungan Air Baku dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Air Baku n % P Value Memenuhi Syarat 12 40 0,075 Tidak Memenuhi Syarat 18 60

55 Berdasarkan tabel 5.10 diketahui hasil uji statistik Mann Whitney didapatkan nilai p=0,075 (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara air baku dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang. 5.11 Hubungan Higiene Proses Pelayanan Konsumen dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang Hubungan pelayanan konsumen dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 5.11 Hubungan Higiene Proses Pelayanan Konsumen dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Higiene Proses n % P Value Pelayanan Konsumen Memenuhi Syarat 13 43,3 0,002 Tidak Memenuhi Syarat 17 56,7 Berdasarkan tabel 5.11 diketahui hasil uji statistik Mann Whitney didapatkan nilai p = 0,002 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara higiene proses pelayanan konsumen dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang. 5.12 Hubungan Perilaku Mencuci Tangan dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang Berikut tabel hasil analisis hubungan antara perilaku mencuci tangan dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang yaitu:

56 Tabel 5.12 Hubungan Perilaku Mencuci Tangan dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Perilaku Mencuci n % P Value Tangan Mencuci Tangan 8 26,7 0,000 Tidak Mencuci Tangan 22 73,3 Berdasarkan tabel 5.12 diketahui hasil uji statistik Mann Whitney didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku mencuci tangan dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang.

58 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian diantaranya yaitu: 1. Dalam penelitian ini peneliti tidak meneliti semua poin yang ada dalam higiene sanitasi yang ada dalam Permenkes. 2. Untuk variabel sumber air baku, peneliti tidak melakukan uji labarotorium untuk air baku yang digunakan setiap depot yang kemungkinan dari air baku telah tercemar bakteri sebelum dilakukan proses pengolahan air minum. 6.2 Gambaran Jumlah Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang Berdasarkan hasil penelitian uji laboratorium ada 30 sampel yang diperiksa dari 10 Kelurahan yang di Kecamatan Seberang Ulu 1 terdapat 23 depot (76,6%) yang tidak memenuhi syarat dan ditemukan bakteri coliform, kemudian terdapat 7 depot (23,4%) yang memenuhi syarat dan tidak ditemukan bakteri coliform pada air minum isi ulang berdasarkan Permenkes RI No. 492 Tahun 2010. Depot yang paling banyak yang tidak memenuhi syarat yaitu berada di Kelurahan 3-4 Ulu, dimana Kelurahan tersebut juga paling banyak depot air minum isi ulang. Di setiap Kelurahan hampir semua depot tercemar bakteri coliform kecuali untuk Kelurahan Sila Beranti.

59 Berdasarkan hasil tersebut berarti air minum isi ulang yang dikonsumsi masyarakat di sekitar kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang sebagian besar tercemar oleh bakteri coliform. Hal tersebut juga didukung karena depot air minum isi ulang yang berada di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang belum bersertifikasi atau belum terdaftar izin beroperasi di Dinas Kesehatan Kota Palembang. Hal tersebut yang menyebabkan pengawasan terhadap kegiatan depot air minum isi ulang belum optimal dilaksanakan serta kurangnya kesadaran dari pihak pengelola depot untuk mendaftarkan depotnya untuk memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Depot air minum, sehingga pengelola depot dapat menerapkan higiene sanitasi serta pekerja depot juga wajib mengikuti kursus higiene sanitasi yang dilaksanakan Dinas Kesehatan. Penelitian yang telah dilakukan Wandrivel (2012) yang menunjukkan hasil tiga dari lima sampel atau 60% sampel yang mengandung bakteri coliform. Penelitian yang juga dilakukan Kurniawan dkk (2014) menunjukkan satu depot air minum isi ulang mempunyai total nilai < 70 untuk penilaian higiene sanitasi fisik dan delapan sampel air minum mengandung coliform dan Escherichia coli >0 per 100ml. Satu depot air minum isi ulang tidak memenuhi syarat kondisi higiene sanitasi fisik depot dan delapan depot air minum isi ulang tidak memenuhi syarat bekteriologis. Hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa hal, yaitu sumber air baku yang digunakan masih mengandung coliform dan Escherichia coli, proses penjernihan yang digunakan sudah memenuhi peraturan yang berlaku, misalnya dengan menggunakan Ozonisasi atau menggunakan UV (Ultra

60 Violet), tetapi dalam kenyataannya coliform dan Escherichia coli masih belum dapat dihilangkan dari sumber air tersebut, dan dalam proses pengolahan sudah dilakukan dengan baik (Dilapanga, 2014). Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Kota Palembang (2013) juga melakukan pemeriksaan terkait kualitas air minum isi ulang di Kota Palembang, didapatkan bahwa secara biologi masih ada sampel yang tidak memenuhi syarat sesuai baku mutu Permenkes RI No. 492 Tahun 2010. Jumlah coliform dalam air minum isi ulang disebabkan oleh desinfeksi yang tidak sempurna serta pencucian dan pembilasan galon yang rawan pencemaran. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas air hasil produksi adalah air baku, jenis peralatan yang digunakan, pemeliharaan peralatan dan penanganan pengolahan dan pendistribusian air (Mirza, 2014). Berdasarkan Permenkes RI No. 492 Tahun 2010 bakteri Escherichia coli dan coliform tidak diperbolehkan berada dalam air minum. Jumlah Escherichia coli dan coliform harus 0 per 100 ml sampel air minum. Apabila kualitas air minum yang tidak memenuhi syarat khususnya kualitas bakteriologis akan menimbulkan gangguan kesehatan yaitu timbulnya penyakit seperti diare. Hal tersebut dinyatakan dalam penelitian Jayadisastra (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara keberadaan bakteriologis air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang dengan nilai p=0,009. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fauziah (2013) menyatakan ada hubungan yang signifikan antara adanya bakteri dalam air minum dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p=0,021.

61 Air merupakan media yang baik tempat bersarangnya bibit penyakit (Indirawati, 2009). Air minum isi ulang yang tercemar bakteri coliform perlu diolah sebelum dikonsumsi sebagai air minum. Memasak air minum hingga mendidih merupakan cara yang paling baik untuk proses membunuh bakteri (Chandra, 2007). 6.3 Gambaran Kelengkapan Fasilitas Sanitasi dan Hubungannya dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang Pada penelitian ini diketahui akses terhadap fasilitas sanitasi pada air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 adalah 7 depot (23,3%) yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi syarat adalah 23 depot (76,7%). Hampir sebagian besar depot tidak menyediakan tempat cuci tangan untuk pekerja mencuci tangan. Kelengkapan fasilitas sanitasi sangat kurang diperhatikan oleh pemilik depot. Hasil uji statistik Mann Whitney didapatkan nilai p = 0,002 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara kelengkapan fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang. Hal tersebut di sebabkan karena sulitnya akan akses terhadap fasilitas bahkan hampir sebagian besar tidak menyediakan fasilitas sanitasi pada depot yang menyebabkan air minum dapat terkontaminasi bakteri. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yunus, Umboh dan Pinontoan (2015) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara fasilitas sanitasi pengelolaan sampah dengan kontaminasi Escherichia coli dengan nilai p= 0,032. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=8,500, artinya sanitasi pengelolaan sampah yang tidak baik mempunyai peluang

62 8,500 kali untuk terjadinya kontaminasi Escherichia coli. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Kurniadi, dkk. (2013) menyatakan bahwa fasilitas sanitasi yang tidak memenuhi syarat berpeluang terkontaminasi bakteri sebesar 6,667 kali di bandingkan dengan fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat. Depot air minum isi ulang harus memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi yaitu seperti tempat cuci tangan yang dilengkapi air mengalir dengan sabun pembersih dan saluran limbah, tempat sampah yang memadai dan tertutup, saluran pembuangan air kotor (limbah) dan tersedianya toilet (Kemenkes, 2010). Fasilitas sanitasi yang tidak berfungsi secara optimal seperti saluran air yang tersumbat karena sampah, kondisi perumahan dan lingkungan yang padat dengan kondisi septic tank yang tidak baik menjadi salah satu faktor penyebab pencemaran air (Rahayu, Setiani dan Nurjazuli, 2013). 6.4 Gambaran Sarana Pengolahan Air Minum dan Hubungannya dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang Penelitian ini didapatkan hasil yaitu sarana pengolahan air minum pada depot air minum isi ulang yang memenuhi syarat yaitu 18 depot (60%) dan 12 depot (40%) yang tidak memenuhi syarat. Dengan hasil uji statistik Mann Whitney didapatkan nilai p = 0,001 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara sarana pengolahan air minum dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang. Hal tersebut dapat dipengaruhi karena sarana pengolahan air minum yang ada di depot masih ditemukan yang menggunakan alat tidak dalam masa pakai walau perlengkapan yang digunakan terbuat dari bahan tara pangan dan tahan

63 korosi. Peralatan sangat berperan dalam mengolah air baku menjadi air minum. Kondisi peralatan dalam proses pengolahan air minum yang baik dan memenuhi persyaratan akan menghasilkan air minum yang baik juga. Dalam penelitian Asfawi (2004) menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan, antara kondisi pemrosesan air minum isi ulang dengan kualitas bakteriologis dengan nilai (p-value 0,035). Namun sebaliknya hasil penelitian yang dilakukan Maharani (2007) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara proses pengolahan air minum dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang dengan nilai p=0,655. Pengolahan air minum di depot air minum isi ulang tidak seluruhnya dilakukan secara otomatis sehingga dapat mempengaruhi kualitas air yang dihasilkan, dengan demikian kualitasnya masih perlu dikaji dalam rangka pengamanan kualitas airnya (Athena, Sukar dan Haryono, 2004). Selain itu apabila proses pengolahan kurang optimal dapat menyebabkan adanya kontaminasi bakteri (Natalia, Bintari dan Mustikaningtyas, 2014). Pemeliharaan peralatan pengolahan air minum juga menjadi penyebab kontaminasi bakteri (Marpaung dan Marsono, 2013). Apabila penanganan dan sarana pengolahan air minum kurang baik, kualitas air minum isi ulang masih diragukan karena diduga dapat terkontaminasi mikroba patogen (Radji, Oktavia dan Suryadi, 2008). Sehingga perlu dilakukan upaya pembersihan pengolahan air minum sehingga air yang dihasilkan mempunyai efisiensi penyisihan yang tinggi terbebas dari cemaran bakteri (Astari, 2009). Serta dalam kegiatan produksi air minum diperlukan evaluasi terhadap instalasi

64 pengolahan air minum secara berkala untuk meningkatkan kualiatas air yang dihasilkan (Rahadi dan Kardena, 2010). 6.5 Gambaran Kualitas Air Baku dan Hubungannya dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang Pada penelitian ini diketahui air baku yang digunakan pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 yaitu berasal dari mata air Sukomoro sebanyak 24 depot, PDAM sebanyak 4 depot dan yang menggunakan air dari depot lainnya sebanyak 2 depot. Dengan hasil uji statistik Mann Whitney didapatkan nilai p = 0,075 (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara air baku dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang. Hal tersebut diketahui depot yang menggunakan sumber air baku dari mata air Sukomoro yaitu lebih banyak digunakan pada depot dan beberapa telah memenuhi syarat, tetapi juga ditemukan banyak yang terkontaminasi bakteri coliform pada air minum. Sedangkan untuk sumber air baku PDAM dan depot lainnya semuanya tercemar bakteri colifom. Hal tersebut dapat terjadi kemungkinan sumber air baku sebelum di lakukan proses pengolahan telah tercemar bakteri. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Maharani (2007) didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara kondisi air baku dengan kualitas bakteriologis air minum dengan nilai p=0,173. Namun tidak sesuai dengan penelitian Rahayu, Setiani dan Nurjazuli (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kualitas mikrobiologi air baku dengan kualitas mikrobiologi air produk depot air minum isi ulang dengan nilai p=0,0001. Hal tersebut didukung dengan penelitian Sembiring (2008)

65 menyatakan kuatnya hubungan antara sumber air baku dengan kualitas bakteriologis dengan nilai p=0,000. Kualitas air baku sangat menentukan kualitas air minum yang dihasilkan. Penyimpanan air baku lebih dari 3 hari dapat menurunkan kualitas air minum yang dihasilkan (Abdilanov, 2012). Apabila air baku yang diambil dari mata air yang terbuka dimungkinkan dapat terkontaminasi oleh lingkungan disekitar. Proses pengambilan air baku juga perlu diperhatikan kebersihannya karena diangkut menggunakan mobil tanki dan memungkinkan air baku dapat tercemar selama dalam perjalanan membuat mikroorganisme berkembang (Rahayu, Setiani dan Nurjazuli, 2013). Lamanya waktu penyimpanan air dalam tempat penampungan dapat mempengaruhi kualitas sumber air baku serta adanya kontaminasi selama memasukkan air ke dalam tangki pengangkutan (Nuria, 2009). Tempat penyimpanan dan alat pengangkutan air baku yang digunakan oleh depot air minum isi ulang juga telah sesuai dengan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 651/MPP/Kep/10/2004 yaitu tentang penampungan air baku dan syarat bak penampung air baku yang diambil dari sumbernya, air baku diangkut dengan truk tangki dan selanjutnya ditampung dalam bak atau tangki yang terbuat penampung yang terbuat dari bahan stainless atau bahan tara pangan. 6.6 Gambaran Higiene Proses Pelayanan Konsumen dan Hubungannya dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang Dalam penelitian ini didapatkan hasil higiene proses pelayanan konsumen pada depot air minum isi ulang yaitu 10 depot (33,3%) yang

66 memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi syarat adalah 20 depot (66,7%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,002 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara pelayanan konsumen dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang. Pelayanan konsumen pada depot air minum isi ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 sebagian besar depot air minum tidak memiliki sarana pencucian galon yang mana syarat pencucian galon pada depot air minum yaitu menggunakan mesin penyikat dan dilakukan dalam ruangan tertutup. Kemungkinan kontaminasi bakteri dapat terjadi karena higiene sanitasi yang buruk pada galon yang dibawa oleh pelanggan dan proses sterilisasi/desinfeksi yang tidak sempurna. Galon yang dibawa pelanggan sebelum diisi harus dicuci dan dibilas dahulu pada bagian dalam hingga bersih. Pembilasan dilakukan dengan air dari kran dan disterilkan, pengisian harus dilakukan dalam ruang yang tertutup dan steril (Indirawati, 2009). Air minum yang dijual kepada konsumen harus memenuhi persyaratan layak untuk dikonsumsi yaitu air minum harus bersih, higienis, sehat dan juga memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pelayanan terhadap konsumen harus memenuhi syarat kesehatan dimana setiap air minum yang diproduksi harus dilakukan uji kualitasnya secara berkala. Depot air minum isi ulang harus menyediakan proses pencucian dan desinfeksi galon/wadah dan setiap galon/wadah yang telah diisi harus ditutup dengan penutup yang steril (Kharismajaya, 2012). Untuk meningkatkan pelayanan terhadap konsumen perlu dilakukan optimalisasi

67 dan perbaikan terhadap instalasi untuk menghasilkan air minum yang berkualitas dan memenuhi standar (Rahadi dan Kardena, 2010). 6.7 Gambaran Perilaku Mencuci Tangan Pekerja dan Hubungannya dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Depot Air Minum Isi Ulang Dalam penelitian ini didapatkan hasil yaitu 8 depot (26,7%) yang mencuci tangan sebelum dan sesudah melayani konsumen dan yang tidak mencuci tangan sebanyak 22 depot (73,3%). Dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p =0,000 (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara perilaku mencuci tangan dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang. Penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Cahyaningsing, Kushadiwijaya dan Tholib (2009) yaitu ada hubungan yang signifikan antara mencuci tangan sebelum bekerja dan tidak mencuci tangan dengan sabun setelah dari WC dengan jumlah bakteri dengan nilai p=0,003. Berperilaku higienis dan saniter perlu dilakukan setiap melayani konsumen, antara lain selalu mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir setiap melayani konsumen untuk mencegah pencemaran (Permenkes, 2014). Tangan yang tidak bersih dapat menjadi sumber kontaminasi bakteri patogen yang dapat meningkatkan resiko pencemaran. Penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan dalam bekerja juga diperlukan sebagai salah satu pencegahan terjadinya kontaminasi (Cahyaningsing, Kushadiwijaya dan Tholib, 2009). Bagi pekerja depot air minum isi ulang kebersihan tangan sangat penting. Kebiasaan rajin mencuci tangan sangat membantu dalam pencegahan penularan bakteri dari tangan. Pada prinsipnya pencucian tangan dilakukan

68 setiap saat setelah menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber kontaminasi atau cemaran (Asfawi, 2004). Pekerja yang tidak berperilaku hidup bersih dan sehat seperti tidak mencuci tangan dan merokok pada saat melayani konsumen dapat menyebabkan kontaminasi pada air minum (Khoeriyah, Anies dan Sunoko, 2013). Diantara Penyakit berbasis lingkungan yang potensial menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan mempengaruhi sumber daya manusia adalah penyakit diare, sehingga ketersediaan air minum/air bersih dan sanitasi yang memenuhi syarat serta perilaku hidup bersih dan sehat mempunyai dampak yang besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Achmadi, 2001). Maka dari itu sebaiknya depot air minum isi ulang harus menjaga higiene sanitasinya agar terhindar dari kontaminasi bakteri. Tempat yang terjamin higiene sanitasinya, tenaga kerja yang berperilaku bersih dan sehat, peralatan yang direkomendasikan aman serta air baku berasal dari sumber air bersih akan menjamin mutu air sehat dan aman (Kemenkes, 2010).

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Terdapat 23 (76,7%) depot yang tidak memenuhi syarat dengan jumlah bakteri Coliform tidak memenuhi syarat Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 dan 7 (23,3%) depot yang memenuhi syarat. Dengan jumlah bakteri yang ditemukan berkisar 0-7,6. 2. Terdapat 7 (23,3%) depot yang akses terhadap fasilitas sanitasinya memenuhi syarat dan 23 (76,7%) depot yang tidak memenuhi syarat. 3. Terdapat 24 (80%) depot yang sarana pengolahan air minumnya memenuhi syarat dan 6 (20%) depot yang tidak memenuhi syarat. 4. Terdapat 12 (40%) depot yang air bakunya memenuhi syarat dan 18 (60%) depot yang tidak memenuhi syarat. 5. Terdapat 13 (43,3%) depot yang higiene proses pelayanan konsumennya memenuhi syarat dan 17 (56,7%) depot yang tidak memenuhi syarat. 6. Terdapat 12 (40%) pekerja depot yang mencuci tangan sebelum dan sesudah melayani konsumen dan 18 (60%) pekerja depot yang tidak mencuci tangan. 7. Adanya hubungan antara akses terhadap fasilitas sanitasi dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang (p value 0,002). 8. Adanya hubungan antara sarana pengolahan air minum dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang (p value 0,038). 67

68 9. Tidak adanya hubungan antara air baku dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang (p value 0,075). 10. Adanya hubungan antara higiene proses pelayanan konsumen dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang (p value 0,036) 11. Adanya hubungan antara perilaku mencuci tangan dengan kontaminasi bakteri coliform pada air minum isi ulang (p value 0,000) 7.2 SARAN 7.2.1 Bagi Pemerintah Daerah dan Instansi Terkait 1. Pemerintah daerah diharapkan melakukan pendataan ulang untuk depot yang belum terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Palembang 2. Memberlakukan peraturan daerah untuk menindak tegas pengelola depot yang tidak memenuhi syarat kesehatan untuk melindungi konsumen. 3. Dinas Kesehatan Kota Palembang diharapkan dapat memberikan pelatihan langsung secara teknis dan penyuluhan kepada pekerja di setiap depot. 7.2.2 Bagi Pengelola Depot Air Minum Isi Ulang dan Sumber Air Baku 1. Pengelola depot air minum harus menerapkan higiene sanitasi 2. Pengelola wajib memfasilitasi pekerja depot untuk mengikuti pelatihan teknis dalam melayani konsumen. 3. Melakukan pemeriksaan kualitas air minum secara berkala dan diwajibkan untuk melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Dinas Kesehatan. 4. Meningkatkan personal hygiene pekerja dalam melayani konsumen seperti mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan sesudah melayani konsumen atau setelah keluar dari toilet.

69 5. Pengelola lebih memperhatikan masa berlaku alat-alat produksi yang digunakan dalam sarana pengolahan air minum. 7.2.3 Bagi Masyarakat 1. Diharapkan masyarakat dapat mengolah kembali air minum isi ulang sebelum dikonsumsi 2. Diharapkan masyarakat dapat lebih memperhatikan kebersihan tempat atau depot air minum isi ulang sebelum membeli

71 DAFTAR PUSTAKA Achmadi U. F., 2001. Peranan Air dalam Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Disampaikan dalam Peringatan Hari Air Sedunia No. 4 Tahun XXVIII 2001. Jakarta. Departemen Kimpraswil. pp. 2-3. Abdilanov, D. 2012. Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi dan Pemeriksaan Kualitas Air Minum pada Depot Air Minum Isi Ulang di Kota Padang Tahun 2012. Skripsi. USU Arisman 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi :Keracunan Makanan. Jakarta:EGC Asfawi, Supriyono. 2004. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang pada Tingkat Produsen di Kota Semarang Tahun 2004. Skripsi. Universitas Diponegoro. Astari, Rahmita dan Iqbal, Rofiq. 2009. Kualitas Air dan Kinerja Unit Pengolahan di Instalasi Pengolahan Air Minum ITB. Athena, Sukar & Haryono 2004. Kandungan Bakteri Total Coli Dan Escherichia Coli/Fecal Coli Air Minum Dari Depot Air Minum Isi Ulang Di Jakarta, Tangerang Dan Bekasi. Puslitbang Ekologi Kesehatan, Badan Litbangkes. Bakari, R. Joseph, W.B.S. Sondakh, R.C. 2014. Higiene Sanitasi dan Kualitas Bakteriologis Air Minum pada Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) di Kecamatan Wenang Kota Manado Tahun 2014. Jurnal Medika Kesehatan. Februari 2015. Vol 3 No 1 BPOM 2014. Grafik Kasus Keracunan Nasional Yang Terjadi Di Tahun 2014 Berdasarkan Kelompok Penyebab. Jakarta. BTKL. 2013. Profil Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit Kelas I Palembang. Cahyaningsih, C. T., Kushadiwijaya, H. & Tholib, A. 2009. Hubungan Higiene Sanitasi Dan Perilaku Penjamah Makanan Dengan Kualitas Bakteriologis Peralatan Makan Pada Warung Makan. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 4, Desember 2009, 180-188. Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Masyarakat. In: Widyastuti, P. (Ed.). Jakarta: EGC. Dahlan, Sofiyuddin. 2012. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Deskriptif, Bivariat, Dan Multivariat: Jakarta, Salemba Medika. Dinas Kesehatan. 2014. Rekapitulasi Penderita Diare Di Kota Palembang Tahun 2014 Dilapanga, M.R. Joseph, W.B.S. Loho, Hengky. 2015. Higiene Sanitasi dan Kualitas Bakteriologis Air Minum pada Depot Air Minum Isi Ulang

72 (DAMIU) di Kecamatan Sario Kota Manado Tahun 2014. Jurnal Media Kesehatan. Februari 2015, Vol 3 No 1 DOH. 2011. Coliform Bacteria and Drinking Water. Washington State Department of Health Environtment Public Health Office of Drinking Water. Fauziah. 2013. Hubungan Faktor Individu dan Karakteristik Sanitasi Air dengan Kejadian Diare pada Balita Umur 10-59 Bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Indirawati, Sri Malem. 2009. Analisis Higiene Sanitasi dan Kualitas Air Minum Isi Ulang Berdasarkan Sumber Air Baku pada Depot Air Minum di Kota Medan. Tesis. USU Indrati, Retno & Gardjito, Mrdijati. 2014. Pendidikan Konsumsi Pangan Aspek Pengolahan dan Keamanan. Jakarta: Kencana Jawetz, Melnick & Adelberg 1996. Mikrobiologi Kedokteran Jakarta, Egc. Jayadisastra, Y. S. 2013. Hubungan Pengetahuan, Kebiasaan, Dan Keberadaan, Bakteriologis, E.Coli Dalam Air Minum Dengan Kejadian Diare Pada Konsumen Air Minum Isi Ulang Yang Berkunjung Ke Puskesmas Ciputat Tahun 2013. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Karame, M. Joseph, W.B.S. Sondakh, R.C. 2015. Hubungan Antara Higiene Sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang dengan Kualitas Bakteriologi pada Air Minum Isi Ulang dengan Kualitas Bakteriologi pada Air Minum di Kelurahan Bailang dan Molas Kota Manado. Jurnal Medika Kesehatan. Februari 2015. Vol 3 No 1 Kemenkes, RI 2010. Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum In: Lingkungan, D. P. (Ed.). Jakarta. Kemenkes, RI. 2011. Situasi Diare Di Indonesia. Jakarta. Kepmenkes, RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/Sk/Vii/2002 Tentang Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta. Kepmenperindag, RI. 2004. Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Ri Nomor: 651/Mpp/Kep/10/2004 Tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum Dan Perdagangannya. Jakarta. Kharismajaya, Theo. 2010. Pengawasan Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Banyumas Terhadap Kualitas Air Minum Usaha Depot Air Minum Isi Ulang (Tinjauan Yuridis Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/MENKES/PER/IV/2010). Skripsi. Universitas Jenderal Soedirman. Khoeriyah, Ari. Anies. Sunoko, Henna R. 2013. Aspek Kualitas Bakteriologi dan Hygiene Sanitasi Fisik Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) di

73 Kecamatan Cimareme Kabupaten Bandung Barat. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013 Kurniadi. Saam, Y. Afandi, dkk. 2013. Faktor Kontainasi Bakteri E. Coli pada Makanan Jajanan di Lingkungan Kantin Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Bangkinang. Jurnal Ilmu Lingkungan. Universitas Riau Kurniawan, A. Joseph, W. Bernadus, J. 2015. Higiene Sanitasi dan Kualitas Bakteriologis Air Minum pada Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) di Kecamatan Tuminting Kota Manado Tahun 2014. Jurnal Media Kesehatan Februari 2015, Vol 3 No 1. Lemeshow, S. dkk. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Maier, R. M., Pepper, I. L. & Gerba, C. P. 2007. Environmental Microbiology. China: British Library. Maharani, Atika Dewi. 2007. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Kabupaten Jepara. Skripsi. Universitas Diponegoro Marpaung, Manuel D dan Marsono, Bowo D. 2013. Uji Kualitas Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Sukolilo Surabaya Ditinjau dari Perilaku dan Pemeliharaan Alat. Jurnal Teknik POMITS Vol. 2, No. 2, (2013). Mirza, M. Navis. 2014. Hygiene Sanitasi dan Jumlah Coliform Air Minum. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Kemas 9 (2) (2014) 167-173 Natalia, Lidya Ayu. 2014. Kajian Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Kabupaten Blora Melalui Metode Most Probable Number. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Novita, Emma. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Air Minum Isi Ulang Di Kota Palembang Tahun 2004. Tesis. Universitas Indonesia. Nuria, Maulita C. Rosyid A. Sumantri. 2009. Uji Kandungan Bakteri Escherichia Coli pada Air Minum Isi Ulang di Kabupaten Rembang. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian, Vol 5. No 1, 2009 Hal 27-35. Pangandaheng, C.I. Sinolungan, J.V.S. Joseph, W.B.S. 2015. Hubungan Antara Sanitasi dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum pada Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang. Jurnal Medika Kesehatan. Februari 2015. Vol 3 No 1 Peraturan Pemerintah. 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. Permenkes. Nomor 492/Menkes/Per/Iv/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta.

74 Permenkes. Nomor 43 Tahun 2014. Tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. Jakarta Puspita, Ika. et al. 2013. Hubungan Praktik Higiene Sanitasi Penjamah Makanan Terhadap Cemaran Escherichia Coli pada Makanan Gado-Gado di Sepanjang Jalan Kota Manado. Jurnal Medika Kesehatan. Agustus 2013. Vol 1 No 7 Radji, Maksum. Oktavia, Heria. Suryadi, Herman. 2008. Pemeriksaan Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Beberapa Depot Air Minum Isi Ulang di Daerah Lenteng Agung dan Srengseng Sawah Jakarta Selatan. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 2 Agustus 2008. Rahadi, Aprian E. Kardena, Edwan. 2010. Kualitas Air pada Proses Pengolahan Air Minum di Instalasi Pengolahan Air Minum Lippo Cikarang. Rahayu, C. S., Setiani, O. & Nurjazuli 2013. Faktor Risiko Pencemaran Mikrobiologi Pada Air Minum Isi Ulang Di Kabupaten Tegal. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, Vol. 12 No.1. Randang, Genda E.K. et al. 2014. Higiene Sanitasi dan Kualitas Bakteriologis Air Minum pada Depot Air Minum Isi Ulang (Damiu) di Kecamatan Tikala Kota Manado Tahun 2014. Jurnal Medika Kesehatan. Oktober 2014. Vol 2 No 3 Salvato, J. A. et al. 2003. Environmental Engineering. Canada: John Wiley & Sons. Fifth Edition Sembiring, Firdaus Y. 2008. Manajemen Pengawasan Sanitasi Lingkungan dan Kualitas Bakteriologis pada Depot Air Minum Isi Ulang Kota Batam. Tesis. USU Setyorini, Endah. 2013. Hubungan Praktik Higiene Pedagang dengan Keberadaan Escherichia Coli pada Rujak yang di Jual di Sekitar Kampus Universitas Negeri Semarang. Unnes Journal of Public Health 2 (3) (2013) Skipton, Sharon O. 2014. Drinking Water: Bacteria. Neb Guide. University of Nebraska-Lincoln Extenstion. Susanna, Dewi dan Hartono, Budi. 2003. Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan Gado-gado di Lingkungan Kampus UI Depok, Melalui Pemeriksaan Baktereiologis. Makara, Seri Kesehatan, Vol. 7 No. 1, Juni 2003 Wandrivel, R., Suharti, N. & Lestari, Y. 2012. Kualitas Air Minum Yang Diproduksi Depot Air Minum Isi Ulang Di Kecamatan Bungus Padang Berdasarkan Persyaratan Mikrobiologi. Jurnal Kesehatan Andalas. World Gastrotritis Organization. 2012. Acute Diarrhea In Adults And Children: A Global Perspective.

Yunus, S.P. Umboh, J. Pinontoan, O. 2015. Hubungan Personal Higiene dan Fasilitas Sanitasi dengan Kontaminasi Escherichia Coli pada Makanan di Rumah Padang Kota Manado dan Kota Bitung. JIKMU, Vol. 5, No. 2, April 2015. 75

LAMPIRAN 76

Lampiran I Lembar Observasi Hubungan Higiene Sanitasi dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Nama Depot : Tanggal : Kelurahan: No. Pelaksanaan Higiene Sanitasi Bobot Ya Tidak Ket A. Kelengkapan fasilitas sanitasi 1 Tersedianya tempat mencuci tangan 2 Tersedianya sarana air bersih dan mengalir 3 4 5 Tersedianya sabun yang digunakan untuk mencuci tangan penjamah Tersedianya saluran pembuangan air kotor (air limbah) Tersedianya tempat sampah yang memadai dan tertutup 6 Tersedianya toilet B. Higiene Pelayanan Konsumen 1 Wadah/galon yang akan diisi dalam keadaan bersih 2 Proses pencucian wadah/galon di sediakan oleh pengelola 3 Melakukan pencucian wadah/galon dalam ruangan tertutup 4 Wadah/galon yang sudah diisi ditutup dengan penutup wadah yang bersih 5 Wadah/galon langsung diberikan kepada pelanggan C. Personal Hygiene 1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melayani konsumen

Lembar Wawancara Hubungan Higiene Sanitasi dengan Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Seberang Ulu 1 Kota Palembang Tahun 2015 Nama Depot : Tanggal : Kelurahan: No. Pelaksanaan Higiene Sanitasi Bobot Ya Tidak Ket A. Sarana Pengolahan Air Minum 1 Terbuat dari bahan tara pangan 2 Tahan korosi 3 Tidak bereaksi dengan kimia 4 Alat yang digunakan masih dalam masa pakai 5 Bahan sarana tidak terbuat dari logam berat yang larut dalam air B. Air Baku 1 Air baku di ambil dari sumber air bersih seperti sumur gali atau PDAM 2 Dilakukan uji kualitas air baku 3 Pengangkutan air baku paling lama 12 jam sampai ke depot air minum 4 Disimpan kurang dari 3 hari 5 Tempat penyimpanan air baku terlindung dari sinar matahari 6 Penampungan air baku bebas dari bahan yang dapat mencemari air

Keterangan: a. Jawaban Ya diberi nilai 2 dan jawaban Tidak diberi nilai 0 b. Dikatakan memenuhi persyaratan jika semua penilaian terpenuhi tiap variabel yang diobservasi sedangkan dikatakan tidak memenuhi persyaratan jika tiap variabel yang diobservasi.

Lampiran 6 DOKUMENTASI PENELITIAN Gambar Lampiran 1. Beberapa Depot di Kecamatan Seberang Ulu 1 Gambar Lampiran 2. Penampungan Air Baku

Gambar Lampiran 3. Tabung Filter Gambar Lampiran 4. Micro Filter Gambar Lampiran 5. Tempat Pencucian Galon Tertutup

Gambar Lampiran 6. Tempat Pencucian Galon Terbuka Gambar Lampiran 7. (Cool box) a. Box merah untuk pengambilan sampel dari depot-depot b. Box biru untuk sampel dibawa ke laboratorium

Gambar Lampiran 8. Beberapa botol sampe steril yang sudah diberi label Gambar Lampiran 9. Beberapa botol sampel yang sudah berisi air dansiap dibawa ke laboratorium

Lampiran 7 HASIL OUTPUT SPSS Analisis Univariat 1. Gambaran akses terhadap fasilitas sanitasi Akses_thd_fasilitas_sanitasi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Memenuhi syarat 7 23.3 23.3 23.3 Tidak Memenuhi Syarat 23 76.7 76.7 100.0 Total 30 100.0 100.0 2. Gambaran sarana pengolahan air minum Sarana_pengolahan_air_minum Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Memenuhi Syarat 24 80.0 80.0 80.0 Tidak Memenuhi Syarat 6 20.0 20.0 100.0 Total 30 100.0 100.0 3. Gambaran air baku Air_baku Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Memenuhi Syarat 12 40.0 40.0 40.0 Tidak Memenuhi Syarat 18 60.0 60.0 100.0 Total 30 100.0 100.0

4. Gambaran higiene proses pelayanan konsumen Hygiene_Proses_Pelayanan_Konsumen Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Memenuhi Syarat 13 43.3 43.3 43.3 Tidak Memenuhi Syarat 17 56.7 56.7 100.0 Total 30 100.0 100.0 5. Gambaran perilaku mencuci tangan Mencuci_tangan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Mencuci Tangan 8 26.7 26.7 26.7 Tidak Mencuci Tangan 22 73.3 73.3 100.0 Total 30 100.0 100.0 Normalitas Data Numerik Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Jumlah_Bakteri.213 30.001.896 30.007 a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. tran_bakteri.292 23.000.837 23.002 a. Lilliefors Significance Correction