BAB II TINJAU PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

STUDI EVALUASI KINERJA TROTOAR DI JALAN PASAR BESAR KOTA MALANG TUGAS AKHIR. Diajukan kepada Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI TINGKAT PELAYANAN SELASAR PEJALAN KAKI PADA PASAR UJUNG MURUNG DI BANJARMASIN

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

ABSTRAK. Kata kunci: keselamatan pengguna jalan, kecepatan pengemudi kendaraan, ZoSS

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.2, Februari 2015 (99-108) ISSN:

EVALUASI PENERAPAN ZONA SELAMAT SEKOLAH DI KOTA PADANG ABSTRAK

SURVEY TC (Traffic Counting) PEJALAN KAKI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 STUDI LITERATUR

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PARKIR PADA SISI JALAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS JALAN (STUDI KASUS: DI JALAN MATARAM YOGYAKARTA) TUGAS AKHIR

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

ANALISA KARAKTERISTIK ARUS PEDESTRIAN DI KOTA MANADO SEGMEN DEPAN IT CENTRE DEPAN BANK MEGA KAWASAN MEGAMAS

Evaluasi Kondisi dan Pemanfaatan Trotoar Pada Jalan Ir. H. Juanda-Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN TINGKAT PELAYANAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PASAR MALAM NGARSOPURO SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Studi Pustaka. Proposal disetujui. Persiapan materi penelitian: Cek persiapan penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan

1. Manajemen Pejalan Kaki

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KINERJA DAN PERENCANAAN PERBAIKAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI JALAN MERDEKA KOTA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 DATA DAN ANALISA

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < <

Persyaratan Teknis jalan

Manajemen Pesepeda. Latar Belakang 5/3/2016

BAB III METODE PENELITIAN

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

TINGKAT PEMANFAATAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI DEPAN MEGA MALL JALAN A.YANI KOTA PONTIANAK

Spesifikasi geometri teluk bus

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

DAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks B. Disertasi/Tesis/Tugas Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran.

USULAN STANDAR DAN EVALUASI TINGKAT PELAYANAN SELASAR DI MASPION SQUARE SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Kebijakan penataan lalu lintas. Penataan lalu lintas dan rambu, Pengaturan parkir dan angkutan umum, Sirkulasi lalu lintas,dll.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

EVALUASI U-TURN RUAS JALAN ARTERI SUPADIO KABUPATEN KUBU RAYA

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAU PUSTAKA A. Tinjauan Umum Diambil dari berbagai referensi yang ada, trotoar mempunyai pengertian sebagai berikut: 1. Bagian jalan disediakan untuk pejalan kaki yang biasanya sejajar dengan jalan dan dipisahkan dari jalur jalan oleh Kereb (Manual Kapasitas Jalan Indonesia/MKJI,1997). 2. Jalur pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar jalur lintas kendaraan (Dirjen Bina Marga No.00/BNK/1990). 3. Jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjaminkeamanan pejalan kaki yang bersangkutan (https://id.wikipedia.org/wiki/trotoar) Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur dengan kendaraan, maka mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari aruskendaraan bermotor, tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan pembangunan trotoar.beberapa pusat kegiatan juga menggantungkan sepenuhnya kebutuhan fasilitas pejalan kaki pada trotoar dan tepi jalan, tetapi trotoar dan tepi jalan menjadi pusat kegiatan para pedagang kaki lima dan parkir kendaraan bermotor. Akibatnya, pejalan kaki berjalan di tepi jalan dan menyelinap di sela-sela kendaraan yang sedang parkir. Pergerakan tersebut sangat berbahaya, karena pejalan kaki dapat menimbulkan konflik dengan kendaraan-kendaraan yang melaju pada jalan yang sama. Oleh karena itu pusat kegiatan harus menyediakan fasilitas pejalan kaki dan membuat peringatan yang mendukung keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan penggunanya. 6

Penelitian tentang pejalan kaki sudah dilaksanakan oleh banyak peneliti, sehingga penelitian pada kebutuhan fasilitas pejalan kaki bukan lagi hal yang baru. Pushkarev dan Zupan (dalam Sudianto, B.U.,1997) pentingnya ruang terbuka bagi pejaln kaki di Inggris ; trotoar, tempat penyeberangan, jembatan, jembatan penyeberangan, pagar pengaman dan ruang terbuka dapat mewadahi pejalan kaki sehingga sirkulasinya minim konflik dengan kendaraan, aman dan nyaman. Dewar (dalam Sudianto, B.U.,1997) aktivitas pejalan kaki ; apabila aktivitasnya terganggu, maka akibatnya tidak hanya dirasakan oleh pejalan kaki yang bersangkutan saja, akan tetapi mempengaruhi juga pada orang lain dan kendaraan kendaraan di sekitarnya.dari Highway Capacity Manual (1985) menyatakan bahwa prinsip prinsip analisis pergerakan pejalan kaki sama seperti yang digunakan untuk analisis pergerakan kendaraan bermotor, yaitu yang intinya mendasarkan pada hubungan kecepatan (speed), arus (flow), dan kepadatan (density). Fruin,John.J, (1971) menyatakan bahwa standart pelayanan pejalan kaki harus didasarkan atas kebebasan untuk kecepatan normal untuk melakukan pergerakan, kemampuan untuk mendahului pejalan kaki yang bergerak lebih lambat, dan kemudahan untuk melakukan pergerakan persilangan dan pergerakan berlawanan arah pada tiap-tiap pemusatan lalu lintas pejalan kaki. L. Huang (2009) dari the University of Hong Kong, China menyatakan bahwa perkembangan permodelan arus pejalan kaki didasarkan pada dinamika reaktif dengan menggunakan prinsip keseimbangan (equilibrium) dan melihat kebiasaan yang menyebabkan suatu kepadatan pergerakan.lulie (1995) dari Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan penelitian tentang Karakteristik dan Analisis Kebutuhan Fasilitas Pejalan Kaki di Jalan Malioboro, Jogjakarta. Penelitian tersebut bertujuan mencari karakteristik pejalan kaki, mencari hubungan persamaan antara kecepatan berjalan, aliran, dan kepadatan serta untuk menentukan tingkat pelayanan. Kesimpulan pada penelitian ini adalah tingkat pelayanan pada trotoar di jalan Malioboro, Jogjakarta pada keadaan normal adalah A dan pada aliran puncak tingkat pelayanannya menjadi C. 7

B. Pejalan Kaki Pejalan kaki adalah orang yang melakukan aktifitas berjalan kaki dan merupakan salah satu unsur pengguna jalan (Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97). Menurut Hobbs (dalam Sudianto, B.U.,1997) pejalan kaki adalah bagian dari sistem transportasi. Walaupun dalam sistem transportasi sering dilupakan, pejalan kaki tidak boleh disingkirkan, moda jalan kaki tetap harus diperhitungkan. Sebagian besar perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki. Orang pergi ke toko dengan menggunakan kendaraan pribadi, maka dia tetap perlu berjalan kaki menuju kendaraannya dan toko yang dituju. Jika orang pergi ke toko dengan menggunakan angkutan umum, dia perlu berjalan kaki menuju tempat pemberhentian angkutan umum dan toko yang dituju. Jika orang pergi ke toko dengan berjalan kaki, dia harus berjalan (Pushkarev dan Zupan dalam Sudianto,B.U.,1997). Berjalan kaki merupakan sarana yang relative mudah dan murah untuk dicapai suatu tujuan yang tidak dapat dilayani oleh moda-moda angkutan lainnya. Amos rapoport (1997) mengatakan bahwa kecepatan rendah sangat mengutungkan, karena dapat memahami lingkungan sekitar dan mengamati objek secara mendetail serta mudah menyadari lingkungan sekitarnya. Sedangkan Gideon Giovanni (1997), mengungkapkan bahwa berjalan kaki merupakan sarana transportasi yang menghubungkan antara fungsi kawasan perdagangan, kawasan budaya dan kawasan permukiman. Berjalan kaki memiliki keuntungan dalam urban design, yaitu manusia memiliki waktu untuk melihat visual kota dalam melakukan aktivitasnya, sehingga membuat masyarakat lebih mengenali kotanya. Dengan hal itu, berjalan kaki merupakan suatu sarana transportasi yang sangat berperan dalam perdagangan untuk memberi kesempatan bagi pejalan kaki untuk melihat dan berpindah tempat dalam jarak yang dekat pada suatu tempat/ pertokoan dalam kawsan perdagangan. Tapi berjalan kaki memiliki kendala dalam hal jarak tempuh, peka terhadap gangguan alam dan hambatan yang diakibatkan oleh lalulinta kendaraan (Syaifuddin,1988). Sebagai moda angkutan berjalan kaki 8

menjadi lebih penting khususnya pada jalur-jalur yang tidak memungkinkan untuk dilalui oleh moda angkutan lainnya. sedangkan sebagai bagian dari system transportasi kota, moda tersebut memerlukan keterpaduan dengan system jaringan jalan, sehinggaterjadi kesinambungan dengan berbagai moda transpotasi. Dengan berjalan kaki bebas mengatur langkah, berhenti, berbelok, dan bebas mengatur kontak dengan lingkungan sekitarnya, sehingga berjalan kaki bukan sekedar moda transportasi, tetapi sarana interaksi dan komunikasi sosial masyarakat kota. Papacostas (1987) dalam Transportation Engineering and Planning menyatakan bahwa tingkatan tingkatan Level Of Service pada tempat berjalan secara detail didefinisikan dari A sampai dengan F berdasarkan tingkatan nilai arus pergerakan pejalan kaki (flow) dan luas area yang tersedia untuk tiap pejalan kaki. C. Fasilitas Pejalan Kaki 1. Jalur Pejalan Kaki terdiri atas: a) Trotoar b) Penyeberangan Sebidang 3 x Penyeberangan Zebra x Penyeberangan Pelikan. c) Penyeberangan Tak Sebidang x Jembatan penyeberanganan x Terowongan. 2. Lapak tunggu 3. Lampu penerangan 4. Rambu 5. Pagar pembatas 6. Marka jalan 7. Pelindung/Peneduh 9

Lebar trotoar hampir selalu tidak dapat optimal, karena ada penggunaan trotoar yang tidak tepat, diantaranya pedagang kaki lima. Menurut Manning (dalam Prabowo, LA dan Saputro, N., 2001) pedagang kaki lima merupakan gangguan utama pada trotoar di Indonesia. Pedagang kaki lima disebut street trading, karena lokasi kegiatan usaha mereka selalu berada ditepi jalan strategis di dalam kota. Standar lebar trotoar berdasarkan lokasi dan jumlah pejalan kaki dapat dilihat pada tabel 2.1 dan 2.2. Tabel 2.1 Standar lebar trotoar berdasarkan lokasi No. Lokasi trotoar Lebar Trotoar 1. 2. 3. 4. Jalan di daerah perkotaan/kaki lima Di wilayah perkantoran utama Di wilayah industri a. Pada jalan primer b. Pada jalan akses Di wilayah pemukiman a. Pada jalan primer b. Pada jalan akses 4,00 3,00 3,00 2,00 2,75 2,00 Sumber: Keputusan Menteri Perhubungan No.65/1993 10

Tabel 2.2 Lebar trotoar berdasarkan jumlah pejalan kaki No. Jumlah pejalan kaki(orang/detik/meter) Lebar trotoar(meter) 1. 2. 3. 4. 6 3 2 1 2,3-5,0 1,5-2,3 0,9-1,5 0,6-0,9 Sumber: Keputusan Menteri Perhubungan No.65/1993 D. Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki Kenyataannya ruang bagi pejalan kaki harus disediakan, agar pejalan kaki terhindar dari tabrakan kendaraan. Fasilitas pejalan kaki yang baik adalah yang mampu menciptakan suasana nyaman, aman dan menyenangkan bagi penggunanya. Sidewalk atau yang biasanya disebut trotoar juga harus memiliki standar tersendiri untuk melayani penggunanya. Hal tersebut membuat tingkat pelayanan pejalan kaki menjadi salah satu hal yang sangat dipertimbangkan ketika mendesain trotoar. Tingkat pelayanan pejalan kaki (pedestrian LOS) harus mampu melayani segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dari pejalan kaki. Menurut Sussman, et.al (dalam Sudianto, B.U., 1997) perhitungan fasilitas pejalan kaki tidak terlepas dari perhitungan tingkat pelayanan. Perhitungan tersebut pada dasarnya sama dengan perhitungan tingkat pelayanan fasilitas jalan, yaitu dengan membandingkan kapasitas volume yang terjadi. Lebar trotoar direncanakan mampu memenuhi volume pejalan kaki yang ada. Trotoar disarankan untuk direncanakan dengan tingkat pelayanan serendah-rendahnya C (tingkat pelayanan trotoar dapat dilihat paa Tabel 2.3). Pada keadaan tertentu yang tidak memungkinkan trotoar dapat direncanakan sampai tingkat pelayanan E. 11

Tingkat pelayanan fasilitas pejalan kaki menurut Dirjen Bina Marga No.007/BNK/1990 meliputi kategori-kategori sebagai berikut: Tabel 2.3 Tingkat pelayanan trotoar Tingkat Jalur Kecepatan Volume Arus Volume/Kapasitas Pelayanan Pejalan Rata-rata Pejalan Kaki Ratio Kaki (meter/menit) (orang/meter/menit) (m 2 /orang) A 12 78 6,7 0,08 B 3,6 75 23 0,28 C 2,2 72 33 0,40 D 1,4 68 50 0,60 E 0,5 45 83 1,00 F <0,5 <45 Variabel 1,00 Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/Prt/M/2014 a) Standar A, para pejalan kaki dapat berjalan dengan bebas, termasuk dapat menentukan arah berjalan dengan bebas, dengan kecepatan yang relatif cepat tanpa menimbulkan gangguan antarpejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 12 m 2 per orang dengan arus pejalan kaki< 16 orang/meter/menit. b) Standar B, para pejalan kaki masih dapat berjalan dengan nyaman dan cepat tanpa mengganggu pejalan kaki lainnya, namun keberadaan pejalan kaki yang lainnya sudah mulai berpengaruh pada arus pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 3,6 m 2 per orang dengan arus pejalan kaki >16-23 orang per menit per meter. 12

c) Standar C, para pejalan kaki dapat bergerak dengan arus yang searah secara normal walaupun pada arah yang berlawanan akan terjadi persinggungan kecil, dan relatif lambat karena keterbatasan ruang antar pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 2,2 3,5 m 2 /orang dengan arus pejalan kaki >23-33 orang per menit per meter. d) Standar D, para pejalan kaki dapat berjalan dengan arus normal, namun harus sering berganti posisi dan merubah kecepatan karena arus berlawanan pejalan kaki memiliki potensi untuk dapat menimbulkan konflik. Standar ini masih menghasilkan arus ambang nyaman untuk pejalan kaki tetapi berpotensi timbulnya persinggungan dan interaksi antar pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 1,2 2,1 m2/orang dengan arus pejalan kaki >33-49 orang per menit per meter. e) Standar E, para pejalan kaki dapat berjalan dengan kecepatan yang sama, namun pergerakan akan relatif lambat dan tidak teratur ketika banyaknya pejalan kaki yang berbalik arah atau berhenti. Standar E mulai tidak nyaman untuk dilalui tetapi masih merupakan ambang bawah dari 28 Kementerian Pekerjaan Umum kapasitas rencana ruang pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 0, 5 1,3 m2/orang dengan arus pejalan kaki >49-75 orang per menit per meter. f) Standar F, para pejalan kaki berjalan dengan kecepatan arus yang sangat lambat dan terbatas karena sering terjadi konflik dengan pejalan kaki yang searah atau berlawanan. Standar F sudah tidak nyaman dan sudah tidak sesuai dengan kapasitas ruang pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki < 0,5 m2/orang dengan arus pejalan kaki beragam. E. Penelitian Sebelumnya Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh beberapa mahasiswa yang kemudian dijadikan sebagai media referensi dalam penulisan tugas akhir ini. 1. Aulia Rakhman di ruas jalan Tentara Pelajar tentang Analisa Pemanfaatan Trotoar Bagi Pejalan Kaki. Hasil penelitian yang dilakukan di ruas jalan 13

Tentara Pelajar Yogyakarta yaitu volume pejalan kaki yang melewai ruas jalan Tentara Pelajar Yogyakarta adalah antara 6 sampai 18 orang/meter/menit dengan tingkat pelayanan A (dibawah 23 orang/meter/menit) dan lebar pejalan kaki kebutuhan ruas kanan untuk zona A= 0,50 m, zona B = 0,55 m, zona C = 0,65 m, zona D = 0,65 m, dan lebar efektif trotoar rata-rata pada ruas kiri untuk zona A = 0,54 m, zona B = 0,53 m, zona C = 0,80 m, dan zona D = 0,80 m. Lebar trotoar tersedia dilapangan adalah antara 1 sampai 1,5 meter yang berkurang menjadi 50% sampai 100% terutama pada jam-jam sibuk karena adanya halangan akibat pedagang kaki lima (PKL). 2. Indra Agung Orabowo di ruas jalan Agus Salim Semarang. Penelitian dilakukan dengan pengambilan gambar data primer menggunakan video kamera. Hasil penelitian yang dilakukan di ruas jalan Agus Salim Semarang yaitu volume pejalan kaki yang melewati ruas jalan Agus Salim Semarang adalah antara 6 sampai 17 orang/meter/menit dengan tingkat pelayanan A (dibawah 23 orang/meter/menit)dan lebar pejalan kaki kebutuhan per zona A= 1,45 m, zona B = 2,00 m, zona C = 1,22 m, zona D = 1,23 m, zona E = 1,17 meter, zona F = 1,18 meter. Lebar trotoar tersedia dilapangan adalah antara 1 sampai 1,5 meter yang berkurang menjadi 50% sampai 100% terutama pada jam-jam sibuk karena adanya halangan akibat pedagang kaki lima (PKL) dan parkir. 3. Indah Prasetyaningsih tentang Analisis Karakteristik dan Tingkat Pelayanan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan Pasar Malam Ngarsopuro Surakarta. Dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan di kawasan pasar malam Ngarsopuro Surakarta yaitu Arus (flow) sebesar 15,1556 pejalan kaki/min/m, kecepatan rata-rata ruang (speed) sebesar 27,4437 m/min, kepadatan sebesar 0,5522 pejalan kaki/min/m. Dihitung berdasarkan besarnyaarus dan besarnya nilai ruang (space) pejalankaki untuk pejalan kaki pada interval 15 menitan yang terbesar dandicocokkan dengan kondisi lapangan, maka tingkat pelayanan pejalan kaki dijalan Diponegoro kawasan pasar malam Ngarsopuro Surakarta adalahtermasuk 14

dalam kategori tingkat pelayanan D. Sehingga tingkat pelayananpejalan kaki di jalan Diponegoro kawasan pasar malam Ngarsopuro Surakartatidak memenuhi standar seperti yang telah dikemukakan John. J. Fruin.m 2. 15