1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki globalisasi dan perdagangan bebas, rumah sakit menghadapi persaingan usaha yang semakin kompleks, bukan saja dengan rumah sakit luar negeri tetapi juga rumah sakit swasta dalam negeri yang sangat menaruh perhatian tinggi pada kualitas dan inovasi pelayanan, yang didukung oleh strategi pemasaran yang sangat inovatif. Peningkatan kualitas dan inovasi pelayanan terutama di sektor jasa rumah sakit, tergantung pada kekuatan sumber daya manusia atau pegawai rumah sakit. Pegawai rumah sakit merupakan human capital yang sangat menentukan keberhasilan rumah sakit dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin kompleks. Kesehatan merupakan hak asasi setiap masyarakat, setiap masyarakat Indonesia berhak memperoleh pelayanan kesehatan secara adil, merata dan bermutu. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, untuk dapat meningkatkan akses pelayanan dan mutu pelayanan kesehatan. Kebutuhan untuk meningkatkan mutu pelayanan di Indonesia dipengaruhi oleh 3 (tiga) perubahan besar yang memberikan tantangan dan peluang. Perubahan itu adalah sumber daya yang terbatas, adanya kebijakan desentralisasi dan berkembangnya kesadaran akan pentingnya mutu (quality awareness). Atas dasar tersebut peningkatan mutu sumber daya merupakan salah satu bagian penting dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang dapat memenuhi harapan masyarakat. Guna mewujudkan hal tersebut, pemerintah Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah berupaya melakukan berbagai hal, salah satunya adalah melanjutkan perluasan jangkauan pelayanan kesehatan. dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas Rawat Inap, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan sarana kesehatan lainnya (KepMenkes RI, No. 128/Menkes/SK/II/2004). (Depkes RI, 2004).
2 Sumber daya yang paling penting di industri jasa adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang dalam melakukan fungsinya secara professional, sesuai dengan standar dan pedoman dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara menyeluruh (paripurna). Bagian penting dari pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan spesialistik. Rumah sakit merupakan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai fungsi preventif, promotif dan kuratif. Pelayanan kesehatan yang diberikan haruslah bermutu. Mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepusan ini telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subyektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Di samping itu, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi. Atas dasar hal tersebut diatas pemerintah berupaya melaksanakan reformasi birokrasi, yang pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) secara serius mengatur tentang langkah-langkah perbaikan kinerja pegawai pemerintahan dan tidak terlepas juga bagi tenaga medis di Rumah Sakit. Perubahan pola pembayaran fee for service menjadi sistem kinerja telah dicanangkan pemerintah sejak tahun 2010 an, dan mulai diwajibkan setelah era Jaminan Kesehatan Nasional per 1 Januari 2014. Hal tersebut diwajibkan, oleh
3 karena sistem pembayaran yang awalnya out of pocket menjadi sistem paket. Upaya pemerintah tersebut untuk mendukung melaksanakan reformasi birokrasi. Salah satu reformasi birokrasi dalam pemberian imbalan atau insentif berdasarkan kinerja atau yang lebih dikenal dengan tunjangan kinerja atau remunerasi. Remunerasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari reformasi birokrasi. Remunerasi dilatarbelakangi oleh komitmen dari pemerintah untuk mewujudkan good corporate governance. (Ditjen Bangda-Kemendagri, 2013). Diharapkan dengan adanya remunerasi, kinerja dan layanan publik akan menjadi lebih baik. Remunerasi jasa pelayanan di rumah sakit di atur dalam Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 30 ayat 1.b yang menyatakan bahwa setiap rumah sakit mempunyai hak: Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Aturan yang lainnya, Remunerasi untuk tenaga medis Rumah Sakit diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 pasal 36 Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai BLU dapat diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme. Sedangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) nomor 625 Tahun 2010 ditegaskan bahwa BLU Rumah Sakit wajib menyusun dan menetapkan sistem remunerasi berdasarkan kerangka berpikir, prinsip-prinsip dan ketentuan dasar sebagaimana dalam pedoman ini, dengan menyesuaikan kondisi dan kemampuan keuangan masing-masing rumah sakit. Definisi remunerasi sesuai peraturan pemerintah tersebut adalah imbalan kerja yang dapat berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan/atau pensiun. Keberhasilan Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain manajemen, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, maupun manajemen keuangan. Keadilan dalam memberikan penghargaan terhadap kinerja diperhitungkan berdasarkan nilai kinerja. Tenaga yang diperhitungkan dalam pemberian
4 remunerasi adalah tenaga tetap rumah sakit badan layanan umum, dari dokter, perawat, tenaga kesehatan sampai dengan tenaga non medis. Aspek keadilan kinerja juga diteliti oleh Vassel (2010) yang menyatakan bahwa perawat mempersepsikan adanya umpan balik setelah penilaian kinerja dirasakan lebih adil dan lebih puas dari pada percakapan yang tidak terstruktur. Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah salah satu rumah sakit yang berada di Jakarta Selatan. Berdirinya RSUP Fatmawati, berawal dari gagasan Ibu Fatmawati Soekarno yang saat itu sebagai ibu Negara Republik Indonesia untuk mendirikan rumah rakit tuberkulose bagi anak-anak, baik untuk perawatan maupun tindakan rehabilitasinya. Pada tanggal 30 Oktober 1953 Ibu Fatmawati menggalang dana sebagai modal pertama pendirian Yayasan Ibu Soekarno untuk pembangunan rumah sakit tersebut. Peletakan batu pertama pembangunan rumah sakit TBC Anak-anak pada tanggal 2 Oktober 1954 oleh Ibu Fatmawati Soekarno, melalui Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari berbagai pihak antara lain Departemen Kesehatan, Yayasan Dana Bantuan Departemen Sosial Republik Indonesia, dan lain-lainnya. pembangunan gedung Pada tanggal 12 Desember 1958 Yayasan Ibu Soekarno menyerahkan proses pembangunan rumah sakit kepada Departemen Kesehatan R.I, dengan persetujuan dari Yayasan Dana Bantuan Departemen Sosial R.I. pada tanggal 9 September 1959. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, tanggal 12 April 1961 fungsi rumah sakit berubah menjadi rumah sakit umum. Penyelenggaraan, pembiayaan dan pemeliharaan rumah sakit dilaksanakan oleh dan dengan anggaran Departemen Kesehatan R.I. Keputusan ini mulai berlaku tanggal 15 April 1961, dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Jadi Rumah Sakit. Atas usulan Dr. R. Soehasim selaku Direktur kepada Ibu Fatmawati Soekarno, maka pada tanggal 23 Mei 1967 Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin meresmikan perubahan nama RSU Ibu Soekarno menjadi RSUP Fatmawati. Perubahan status RSUP Fatmawati sebagai berikut : a. Tanggal 22 Pebruari 1979 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Pemerintah Kelas B sekaligus sebagai Pusat Rujukan Wilayah Jakarta Selatan.
5 b. Tanggal 30 Mei 1984, rumah sakit dipergunakan sebagai tempat pendidikan calon dokter dan calon dokter sepesialis c. Tanggal 13 Juni 1994 RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Pusat Kelas B Pendidikan. d. Bulan Juli 1997 RSUP Fatmawati mengalami perubahan status dari Unit Swadana menjadi Instansi Pengguna PNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak). e. Tanggal 12 Desember 2000, ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. f. Tanggal 11 Agustus 2005, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1243/MENKES/SK/VIII/2005 diteiapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan R.I Dengan Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. g. Tahun 2010, RSUP Fatmawati ditetapkan menjadi Rumah Sakit Kelas A Pendidikan Penghargaan yang diraih oleh RSUP Fatmawati sebagai berikut : a. Tanggal 10 Oktober 2003 mendapatkan Penghargaan Internasional sebagai The First Problem Solving a for Better Health Hospital in Indonesia dari The Dreyfus Health Foundation of New York b. Pada Konvensi Kinerja Tim Klinis Rumah Sakit dalam rangka Hari Kesehatan Nasional Penghargaan ke 39 Tahun 2003, sebagai Rumah Sakit Terbaik Kategori Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial, sebagai Rumah Sakit Terbaik Kategori Tim Sosio Klinis Rumah Sakit (Tim Kesehatan Remaja) c. Tanggal 14 April 2004 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap untuk 16 bidang pelayanan Dari hasil survei oleh Komisi Akreditasi Sakit dan Sarana Kesehatan Lainnya (KARS) d. Tanggal 6 September 2004mendapatkan Penghargaan dari Presiden R.I, berupa Trophy Citra Pelayanan Prima sebagai Unit Kerja Pelayanan Percontohan Terbaik.
6 e. Tanggal 25 November 2004 Penghargaan Unit Percontohan Citra Pelayanan Prima Bidang Kesehatan Tahun 2004. f. Tanggal 2 Desember 2005 Pemenang I Lomba Penilaian Infrastruktur Rumah Sakit untuk Mendukung Program Pengendalian Resistensi Anti Mikroba Tahun 2005. g. Tanggal 20 s/d 23 November 2007 dilaksanakan Akreditasi kembali untuk 16 Pelayanan dan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI pada tanggal 25 Januari 2008 berhasil mendapatkan status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap. h. Pada bulan Desember 2008 RSUP Fatmawati mendapatkan Piagam Penghargaan Indonesian Hospital Management Award pada acara PERSI AWARD-IHMA 2008, sebagai juara Harapan 1 Kategori Human Resources Development Project dengan judul : Fatmawati Award dengan hadiah Umroh 2008. i. Tahun 2010, RSUP Fatmawati berhasil mendapatkan status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap untuk ketiga kalinya. Selain itu, RSUP Fatmawati dan berhasil berhasil mendapatkan MDGs Award dari Wakil Presiden RI dalam rangka HKN Tahun 2010, serta memperoleh juara ke-2 Persi Award category Family Planning di bulan November 2010. j. Pada tahun 2013 RSUP Fatmawati telah memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit dan dinyatakan Lulus Tingkat Paripurna oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). k. Pada tahun 2013 RSUP Fatmawati telah terakreditasi oleh Joint Comission International (JCI). Perawat merupakan The Caring Profession mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri jika dibanding dengan pelayanan lainnya. Rumah sakit haruslah memiliki perawat yang berkinerja baik yang akan menunjang kinerja rumah sakit sehingga dapat tercapai kepuasan pelanggan atau pasien (Arofiati dan Wahyuni, 2011).
7 Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasikan sebaik baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran unit organisasi. Kinerja perawat sebenarnya sama dengan prestasi kerja diperusahaan. Pengukuran kinerja perawat berdasarkan standar obyektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat diperhatikan dan dihargai sampai penghargaan superior, mereka akan lebih terpacu untuk mencapai prestasi pada tingkat lebih tinggi (Faizin dan Winarsih, 2008). Evaluasi penilaian kinerja perawat di RSUP Fatmawati diawali dari penilaian kinerja yang didasarkan pada daftar penilaian pelaksanaan (DP-3). Kinerja yang didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 1979, mengukur aspek kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, kepemimpinan dengan penilaian angka skala 0-100. DP-3 dinilai masih belum menggambar kondisi yang sebenarnya karena masih sangat subjektif. Sejak diberlakukannya Peraturan Presiden nomor 46 tahun 2011, penilaian kinerja perawat di RSUP Fatmawati didasarkan pada indeks kinerja unit (IKU) dan indeks kinerja individu (IKI). Indeks ini menilai kinerja individu sebagai dasar pemberian remunerasi untuk masing-masing perawat. Faktor lain yang mempengaruhi kinerja klinis perawat yaitu desain pekerjaan atau uraian tugas. Hal ini dibuktikan oleh Merian dan Tresch (1997) dalam jurnalnya yang berjudul A Performance-Based Clinical Achievement Program menyatakan bahwa untuk memenuhi standar Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO), tugas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus dicantumkan secara spesifik. Tugas perawat yang dijabarkan dalam uraian tugas digunakan sebagai standar untuk melakukan penilaian kinerja (JCAHO dalam Marquis & Huston, 2010). Uraian tugas akan berdampak pada proses penilaian kinerja apabila uraian tugas setiap perawat dibuat berdasarkan level atau jenjang kompetensinya. Level atau jenjang kompetensi perawat tertuang dalam jenjang karir perawat. Jenjang karir merupakan sistem untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan kompetensi
8 (Depkes, 2006). Agar jenjang karir dapat dilaksanakan secara optimal harus didukung oleh sistem remunerasi. Setiap kenaikan dari satu jenjang karir ke jenjang yang lebih tinggi perlu diikuti dengan pemberian remunerasi sesuai dengan kinerja pada setiap jenjang. Berdasarkan data dari Bagian SDM RSUP Fatmawati, sistem penilaian kinerja berbasis remunerasi telah diterapkan sejak Juli tahun 2011, dengan jumah seluruh perawat yang dinilai sabanyak 920 atau 41% dari total seluruh pegawai. Jumlah tenaga yang mendukung kegiatan pelayanan di RSUP Fatmawati, tergambar pada Tabel. 1. Tabel. 1. Jumlah SDM di RSUP Fatmawati No Jenis Tenaga PNS NON PNS Jumlah % 1 Medis 245 48 293 13% 2 Keperawatan 690 230 920 41% 3 Non Keperawatan 282 43 325 14% 4 Non Medis 494 227 721 32% JUMLAH 1711 548 2259 100% (Sumber : Bagian SDM RSUP Fatmawati) Berdasarkan wawancara dengan Bidang Keperawatan RSUP Fatmawati, alasan RSUP Fatmawati menerapkan penilaian kinerja bagi para pegawainya termasuk perawat antara lain penilaian kinerja klinik. Penilaian kinerja klinik ini sebagai salah satu poin akreditasi internasional atau Joint Commission International (JCI) dengan tujuan untuk mendorong motivasi bekerja dan kinerja serta pengembangan diri pegawai yang akan berdampak pada kualitas dan inovasi pelayanan rumah sakit. Penelitian ini akan menganalisis tentang hal-hal yang mempengaruhi faktor-faktor kinerja SDM seperti indikator kuantitas, kualitas dan perilaku sesuai dengan Indeks Kinerja Individu (IKI) perawat di rumah sakit setelah diberlakukannya remunerasi. IKI ditetapkan berdasarkan penilaian kinerja dengan membandingkan antara pencapaian total target kinerja dengan satuan kinerja individu pada faktor-faktor yang ditentukan dan ditargetkan (Kemenkes, 2010).
9 IKI bagi perawat RSUP Fatmawati terdiri dari hasil kinerja utama (aspek kualitas dan kuantitas) dan perilaku kerja. Kinerja seorang perawat dikatakan sesuai dengan harapan secara kuantitas jika berhasil mencapai atau mendekati target yaitu jumlah pasien yang dirawat dalam satu bulan. Secara kualitas, dikatakan sesuai dengan harapan bila mencapai atau mendekati target-target seperti kelengkapan dokumentasi keperawatan, komplain pasien, dan kepatuhan menjalankan prosedur. Sedangkan perilaku kerja dikatakan sesuai dengan harapan bila memenuhi target seperti kehadiran, kehandalan, kerjasama, komitmen dan loyalitas. Masing-masing komponen dari kinerja ini harus dicapai oleh perawat sesuai dengan target yang ditetapkan oleh rumah sakit untuk mendapatkan remunerasi yang optimal. B. Perumusan Masalah Peneliti akan melakukan penelitian apakah ada hubungan antara Indeks Kinerja Individu (IKI) dengan faktor-faktor yang diidentifikasi berpengaruh terhadap kinerja perawat, yaitu faktor usia, masa kerja, latar belakang pendidikan, pengalaman, lingkungan kerja, pelatihan, supervisi, sistem kompensasi, pengembangan karir dan desain pekerjaan di Instalasi Rawat Inap Eksekutif Anggrek RSUP Fatmawati. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian target kinerja individu perawat pasca remunerasi di Instalasi Anggrek RSUP Fatmawati, secara khusus penelitian ini mencoba untuk: 1. Mengidentifikasi gambaran kinerja perawat berdasarkan Indeks Kinerja Individu (IKI) di Instalasi Anggrek RSUP Fatmawati. 2. Mengukur hubungan usia, masa kerja, latar belakang pendidikan, pengalaman, lingkungan kerja, pelatihan, supervisi, sistem kompensasi, pengembangan karir dan desain pekerjaan yang mempengaruhi kinerja perawat berdasarkan Indeks Kinerja Individu (IKI) di Instalasi Anggrek RSUP Fatmawati
10 3. Mengukur faktor yang paling mempengaruhi kinerja perawat berdasarkan Indeks Kinerja Individu (IKI) perawat di Instalasi Anggrek RSUP Fatmawati. D. Manfaat Penelitian Manfaat atau kegunaan penelitian ini adalah : 1. Memberi tambahan kontribusi empiris bagi dunia akademik. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi bagi dunia akademik dalam menilai pengaruh remunerasi terhadap kinerja yang dicerminkan dengan Indikator Kinerja Individu (IKI) Perawat. 2. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan remunerasi. 3. Bagi manajemen rumah sakit, diharapkan penelitian ini dapat memberikan penjelasan mengenai faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kinerja perawat dan faktor apa yang paling mempengaruhi kinerja pewawat, sehingga kemudian bisa melakukan langkah - langkah perbaikan untuk meningkatkan kinerja Rumah Sakit. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi IKI perawat telah banyak dilakukan. Diantaranya seperti pada Tabel 2.
11 Tabel 2. Penelitian-Penelitian Sebelumnya No Peneliti Judul Tahun Keterangan 1 Sulistyowati Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Target Kinerja Individu Perawat Pelaksana Berdasarkan Indeks Kinerja Individu Di Gedung A Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo 2 Victor, Sudarma dan Sutrisno Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap KinerjaPelayanan Dengan Budaya Kerja Dan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi (Studi Pada Rumah Sakit Di Kota Ambon) 3 Puji Utami Hubungan Antara Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang 2012 Perlu adanya pengembangan instrumen penilaian kinerja individu perawat pelaksana dan peningkatan pendidikan bagi perawat pelaksana. 2011 Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pelayanan. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan berperan dalam pencapaian kinerja yang lebih baik. 2012 Ada hubungan antara kemimpinan transformasioal kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana di RSUD kota Semarang tahun 2012 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sulistyowati (2012) yaitu variabel sampel yang digunakan hanya perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian Victor, Sudarma dan Sutrisno (2011) dan Puji Utami (2012) yaitu pengaruh gaya kepemimpinan dan sampel yang digunakan perawat pelaksana. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian apakah ada pengaruh Indeks Kinerja Individu (IKI) dengan beberapa faktor yang diidentifikasi berpengaruh terhadap kinerja perawat, dengan sampel seluruh perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Inap Eksekutif Anggrek RSUP Fatmawati.