GUBERNUR BANK INDONESIA PADA DENGAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/25/PBI/2005 TENTANG SERTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO BAGI PENGURUS DAN PEJABAT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/19/PBI/2009 TENTANG SERTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO BAGI PENGURUS DAN PEJABAT BANK UMUM

No. 15/2/DPNP Jakarta, 4 Februari 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 19 /PBI/2009 TENTANG SERTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO BAGI PENGURUS DAN PEJABAT BANK UMUM

2 Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon pemilik dan calon pengelola perbankan syariah melalui pe

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 14/ 24 /PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/24/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga berperan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/23/PBI/2004 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

2017, No Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jas

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi keuangan. Menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal

No. 15/4/DPNP Jakarta, 6 Maret 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal: Kepemilikan Saham Bank Umum

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 8 /PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2006 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang menjadi perantara untuk

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/17/PBI/2006 TENTANG INSENTIF DALAM RANGKA KONSOLIDASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/ 23 /PBI/2000 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. (Pakto 88), menjadi 240 bank pada tahun Sedangkan Bank

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/16/PBI/2006 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Edisi 2, Juni 2006

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/POJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

No. 9/32/DPNP Jakarta, 12 Desember 2007 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal : Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 1 /PBI/2011 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Hasil Estimasi Persamaan untuk Kelompok Bank dengan Jumlah Kepemilikan Aset < Rp. 1 Trilyun

S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Rencana Bisnis Bank Umum.

Mengapa Manajer Risiko Bank Harus Disertifikasi? 1

SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD)

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. pemilik modal (fund supplier) dengan pengguna dana (fund user). Bank dengan

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS

2 mengelola risiko; dan (iv) mengurangi ketidakpastian pasar (market uncertainty) serta kesenjangan informasi (asymmetric information). Di sisi lain,

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Sertifikasi Manajemen Risiko

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/7/PBI/2008 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 2 /PBI/2011 TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI KEPATUHAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/11/PBI/2013 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan dalam dunia perbankan mengharuskan setiap bank melakukan langkahlangkah

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/10/PBI/2004 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Industri perbankan mengalami masalah pada tahun Kendati. kerja keras para bankir berhasil meningkatkan kredit hingga tumbuh

- 1 - SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 44 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA

GUBERNUR BANK INDONESIA,

PROSPEK DUNIA USAHA DAN PEMBIAYAANNYA OLEH PERBANKAN SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA TGL. 7 J J U U N N II

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. sistem perekonomian dan sebagai alat dalam pelaksanakan kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/1/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum

Para Direktur Kepatuhan Perbankan dan Pimpinan Perbankan lainnya;

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

-2- persyaratan agar divestasi yang dilakukan atas inisiatif sendiri tidak dimanfaatkan Bank untuk melakukan kegiatan investment banking. Dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan demi menjadi perusahaan yang unggul. Ketatnya persaingan antara

: Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Dengan Metode RGEC Pada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. : I Made Paramartha NIM :

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Apakah tata kelola perusahaan (good corporate governance) masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas.

SEJARAH BANK INDONESIA : PERBANKAN Periode

BAB I PENDAHULUAN. sebagai lembaga intermediasi antara investor atau pihak yang memiliki kelebihan

MENGAPA PERLU ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA? Oleh: Tumpak Silalahi SE AK,MBA. Pada awal Januari 2004 ini, siaran pers Bank Indonesia secara resmi

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

SISTEM DAN KEBIJAKAN PERBANKAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat

BAB I PENDAHULUAN. pembengkakan nilai dan pembayaran hutang luar negeri, melonjaknya non performing

RANCANGAN POJK PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

KONSOLIDASI PERBANKAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3 /POJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyaknya sektor yang tergantung

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/25 /PBI/2003 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2017 TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Transkripsi:

PENJELASAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT DENGAN XI TANGGAL 25 XI DPR RI Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR yang telah mengundang kami dalam Rapat Kerja hari ini. Sesuai dengan agenda yang kami peroleh, Rapat Kerja kali ini akan membahas mengenai Single Presence Policy (SPP), Risk Management Perbankan dan perkembangan anak perusahaan BI. Berkaitan dengan topik hari ini, sebelum kami mendengarkan masukan, pertanyaan serta pandangan lebih lanjut dari Anggota Dewan, ijinkanlah kami untuk memaparkan secara singkat perkembangan perbankan sampai dengan bulan Juli, kebijakan perbankan BI terutama mengenai Single Presence Policy dan Sertifikasi Manajemen Risiko, yang akan dilanjutkan dengan pemaparan singkat mengenai perkembangan anak perusahaan BI. Perkembangan dan Kinerja Perbankan Anggota Dewan Yang Terhormat, 2. Memasuki paruh kedua tahun, kinerja perbankan tetap menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hampir seluruh indikator utama perbankan menunjukkan perkembangan positif, dan secara umum perbankan masih dapat mengatasi risiko usaha yang dihadapinya dengan baik, termasuk mengurangi tekanan terhadap tingginya biaya operasional dan kredit bermasalah. Sampai dengan akhir Juli, jumlah kredit perbankan masih tetap meningkat. Total kredit yang diberikan mencapai Rp 758,4 triliun, meningkat Rp28,2 triliun dibandingkan Desember 2005, atau tumbuh sebesar 3,87%. Jumlah DPK dan total aset perbankan juga meningkat sehingga mencapai Rp 1.161,0 triliun dan Rp 1.517,1 triliun, dibandingkan akhir Desember 2005 sebesar Rp 1.127,9 triliun dan Rp 1.469,8 triliun. Dengan perkembangan tersebut, LDR perbankan meningkat dari 64,7% pada Desember 2005 menjadi 65,3% pada Juli. 3. Profitabilitas perbankan pada akhir Juli relatif stabil dibandingkan akhir Desember 2005. Pendapatan bunga bersih (NII) industri perbankan mengalami kenaikan sementara ROA justru turun tipis. Sementara itu, rasio permodalan 1

mengalami peningkatan dari 19,5% pada akhir Desember 2005 menjadi 20,7% pada akhir Juli. 4. Dari segi risiko, secara umum perbankan masih dapat mengelola risiko usaha yang dihadapinya meskipun risiko yang dihadapi masih relatif tinggi sehubungan dengan masih relatif tingginya suku bunga serta trend kenaikan suku bunga global. Risiko kredit dipandang masih cukup tinggi, terutama sehubungan belum kondusifnya iklim investasi dan dampak bencana alam di berbagai daerah. Tingginya risiko kredit tersebut tercermin dari semakin meningkatnya jumlah kredit bermasalah atau nonperforming loans (NPL). NPL baik gross maupun net meningkat masing-masing dari 8,3% dan 4,8% per akhir Desember 2005 menjadi 8,9% dan 5,2% pada Juli. Sementara itu, daya tahan perbankan dalam menghadapi risiko likuiditas dinilai memadai. Kebijakan Bank Indonesia di Bidang Perbankan Anggota Dewan yang Terhormat, 5. Kinerja perbankan dimaksud tidak terlepas dari kebijakan yang telah ditempuh Bank Indonesia di bidang perbankan. Selama semester I-, kebijakan BI tetap difokuskan untuk memperkuat stabilitas sistem perbankan guna menciptakan stabilitas sistem keuangan dan mendorong fungsi intermediasi perbankan. Kebijakan tersebut ditempuh melalui implementasi program-program yang telah dicanangkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Selanjutnya untuk jangka menengah panjang, peraturan dan ketentuan BI akan tetap difokuskan pada upaya penguatan sendi-sendi operasional perbankan dan penerapan prinsip kehati-hatian. Dengan demikian diharapkan pada akhir tahun 2010 akan terbentuk suatu industri perbankan Indonesia yang lebih berketahanan, berdaya saing di lingkungan global dan bermanfaat dalam proses pembangunan ekonomi Indonesia. 6. Untuk dapat mewujudkan industri perbankan sesuai dengan visi tersebut, BI menempuh beberapa strategi kebijakan yang penerapannya dilakukan secara gradual dengan menyesuaikan pada dinamika yang terjadi dalam industri perbankan nasional. Untuk mendapatkan sebuah industri perbankan yang sehat, kokoh, efektif dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat, Bank Indonesia memandang program API pilar 1 Penguatan Struktur Perbankan Indonesia, melalui proses konsolidasi adalah suatu keharusan. Dalam 2 tahun terakhir ini, upaya untuk mengkonsolidasikan industri perbankan dimaksud telah ditempuh dengan menerapkan 2 strategi kebijakan penguatan yang hingga saat ini masih terus berlangsung prosesnya. Pertama, di tahun 2005 lalu, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan permodalan bagi industri perbankan nasional yang menetapkan jumlah modal minimum yang harus dimiliki oleh bank pada tahun 2010 adalah Rp. 100 milyar. Pemenuhan jummlah modal minimum tersebut dapat dilakukan secara bertahap oleh setiap bank dengan pencapaian target jumlah modal interim sebesar Rp. 80 milyar pada akhir tahun 2007 mendatang. Kedua, BI juga telah menggariskan kebijakan untuk menetapkan adanya Bank dengan Kinerja Baik (BKB) atau dikenal pula dengan sebutan Anchor Bank yang diharapkan akan mampu menjadi tumpuan dalam konsolidasi melalui proses akusisi pada bank-bank kecil. 2

7. Penerapan kedua strategi kebijakan tersebut hingga saat masih terus diupayakan, terutama dengan lebih memberikan penekanan dalam pelaksanaan proses pengawasan. Selanjutnya, agar upaya penataan dan penguatan struktur industri perbankan yang diinginkan dapat terjadi di semua level, maka pada tahun ini BI juga menggariskan kebijakan yang ketiga, yaitu kebijakan kepemilikan tunggal (single presence policy) bagi perbankan Indonesia. Sebagaimana telah kami umumkan pada beberapa waktu yang lalu, diharapkan kebijakan ini akan dapat mendorong konsolidasi dalam strategi usaha perbankan, sekaligus pula menata aspek persaingan usaha di industri perbankan sendiri. Dengan langkah ini, peningkatan efisiensi industri perbankan secara keseluruhan juga akan dapat dioptimalkan. Dalam hal terjadi merger diantara bank-bank yang dimiliki suatu kelompok usaha yang sama, maka potensi dan kemampuan pembiayaan bank akan semakin besar karena batas maksimum pemberian kredit (BMPK)nya akan meningkat sejalan dengan kenaikan jumlah modalnya. Kerjasama sindikasi pembiayaan pun akan dapat dengan mudah terbentuk, jika strategi usaha bank-bank yang berada dalam satu kelompok kepemilikan dikendalikan secara terkonsolidasi. 8. Dari segi pengawasan bank, kebijakan kepemilikan tunggal kami pandang sangat efektif untuk mendukung upaya Bank Indonesia dalam menyempurnakan sistem pengawasan bank menuju ke pendekatan pengawasan berdasarkan risiko secara terkonsolidasi (consolidated supervision). Komunikasi antara otoritas pengawas dengan pengendali bank menjadi lebih lancar mengingat adanya single point of contact, yang pada gilirannya akan meningkatkan fungsi monitoring BI. Secara teknis, laporan keuangan bank yang dikonsolidasikan adalah media yang sangat efektif dalam memetakan seluruh eksposure risiko bank dan seluruh anak perusahaan keuangan yang berada dalam satu naungan kepemilikan. 9. Kebijakan Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia yang akan kami terbitkan pada dasarnya mengatur bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali (PSP) pada satu bank. Adapun PSP yang saat ini telah memiliki lebih dari satu bank, diberikan alternatif yang dapat ditempuh untuk menyesuaikan struktur kepemilikannya, yaitu melalui pengurangan kepemilikan saham sehingga yang bersangkutan hanya menjadi PSP pada satu bank, menggabungkan bank-bank yang dimilikinya baik melalui merger atau konsolidasi, atau dengan membentuk perusahaan induk (Bank Holding Company - BHC) di Indonesia untuk membawahi bank-bank yang dimilikinya. Kebijakan kepemilikan tunggal tersebut diharapkan telah dapat diimplementasikan secara penuh pada tahun 2010. 10. Penetapan tahun 2010 sebagai batas waktu pelaksanaan kebijakan kepemilikan tunggal pada hakekatnya tidak terlepas dari kerangka waktu implementasi API tahun 2010. Sedari awal, BI melihat bahwa tahun 2010 adalah tahun dimana seluruh program penyehatan dan penguatan industri perbankan yang diupayakan selama ini akan dapat memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Sebuah industri perbankan yang sehat, kokoh, efisien dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Adapun tahun 2008 yang pernah kami sampaikan terdahulu merupakan sebuah target antara atau milestone yang diperlukan dalam mengarahkan perjalanan industri perbankan menuju tahun 2010. Di tahun itu, industri perbankan kiranya 3

perlu mengevaluasi berbagai proses persiapan yang telah dan masih harus dilakukan untuk mewujudkan komitmen terhadap alternatif yang dipilih. 11. Kami memahami bahwa 3 alternatif yang kami tawarkan untuk dipilih oleh industri perbankan bukanlah hal yang sederhana. Oleh karena itu, BI senantiasa terbuka untuk berdiskusi dan bertukar pikiran secara intensif dengan berbagai pihak yang terkait. Pemahaman dan pengertian para pihak melalui proses kerjasama dan koordinasi adalah kunci keberhasilan kebijakan ini. Dalam hal ini, kami menilai penetapan alternatif langkah yang akan ditempuh secara dini akan sangat bermanfaat untuk memberikan waktu yang cukup di dalam melakukan persiapan. BI akan senantiasa akomodatif dan siap membantu memfasilitasi keseluruhan proses, mulai dari penyusunan rencana bisnis sampai dengan proses implementasinya. Dalam waktu dekat, SPP ini kami rencanakan untuk dapat segera diterbitkan dalam bentuk guidelines yang dapat memberikan tuntunan bagi perbankan di dalam melakukan konsolidasi. 12. Penerbitan arahan dan petunjuk pelaksanaan SPP dimaksud akan diikuti pula dengan penerbitan beberapa ketentuan perbankan lain yang bertujuan untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi industri dalam menjalankan fungsinya. BI sebagai lembaga publik menyadari sepenuhnya bahwa untuk dapat keluar dari belitan permasalahan yang ada, bangsa ini membutuhkan kontribusi dan peran serta dari seluruh elemennya. Sejak beberapa waktu belakangan ini BI terus mencoba mencari dan mengkaji semua kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mendinamisasikan perekonomian bangsa, tanpa harus mengorbankan kestabilan yang telah diraih saat ini. Berbagai ketentuan perbankan yang ada kami review untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan tersebut. Saat ini kami telah menyelesaikan proses penyesuaian PBI mengenai BMPK, dan Good Corporate Governance yang diharapkan akan dapat memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi perbankan di dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Selain itu, kami juga tengah memasuki tahap akhir penyusunan PBI mengenai kebijakan perbankan di wilayah bencana, pemberian insentif dalam proses merger dan berbagai kebijakan lain yang kami pandang relevan dengan kebutuhan bangsa saat ini. Semua aturan dan ketentuan tersebut, diharapkan akan dapat diselesaikan dalam waktu dekat, dan selanjutnya dapat diterbitkan sebagai sebuah paket kebijakan bidang perbankan. Anggota Dewan yang Terhormat, 13. Dalam rangka meningkatkan kualitas manajemen dan operasional perbankan serta sebagai implementasi dari Pilar 4 API, BI telah menerbitkan peraturan mengenai sertifikasi manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat umum bank. Ketentuan ini pada intinya bertujuan untuk memberikan standar kompetensi bagi pengurus dan pejabat bank umum dalam mengelola risiko yang dihadapi pada kegiatan operasional perbankan sehari-hari. Standar kompetensi menjadi penting mengingat fungsi intermediasi yang dilakukan bank memerlukan adanya keterampilan dan keahlian yang memadai dalam pengelolaan penghimpunan maupun penyaluran dana sehingga risiko-risiko yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan usaha bank dapat diantisipasi dan dikelola dengan baik. 4

14. Untuk mewujudkan sumber daya perbankan yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan, sertifikasi manajemen risiko dilakukan dalam 5 (lima) tingkat yang dilaksanakan secara berjenjang dan penerapannya disesuaikan dengan skala usaha dan kompleksitas bank serta jenjang jabatan pengurus dan pejabat bank, program sertifikasi yang berjenjang ini disebut sebagai program reguler. Sertifikasi ini dilaksanakan sesuai dengan standar internasional yang digunakan oleh Global Association of Risk Professionals (GARP), suatu lembaga independen nirlaba di bidang manajemen risiko yang didirikan oleh risk professionals dari berbagai negara. Penggunaan standar dan kerjasama dengan GARP ini merupakan hal yang krusial karena pada saat ini belum ada lembaga/organisasi yang melaksanakan sertifikasi manajemen risiko dengan standar kualitas yang setara dengan standar-standar internasional. 15. Sebelum melakukan program reguler, terdapat kebutuhan untuk menyamakan persepsi pemahaman dari bankir yang pada saatnya akan mengikuti program reguler yang diikuti oleh pimpinan puncak dan komisaris bank masing-masing. Atas dasar kebutuhan ini, diadakan program fast-track bagi direksi dan komisaris bank umum, yang dilaksanakan dengan metoda workshop secara singkat namun komprehensif, dengan tujuan untuk memberikan pemahaman mendasar kepada pengurus bank. 16. Kewajiban untuk memiliki sertifikat manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat bank berdasarkan ketentuan tersebut akan berlaku efektif pada tanggal 3 Agustus 2010 dan hal tersebut akan menjadi salah satu persyaratan administratif dalam uji kepatutan dan kelayakan (fit & proper test) bagi pengurus dan pejabat eksekutif bank umum. Dalam hal ini, pengurus dan pejabat bank yang tidak memiliki sertifikat manajemen risiko mulai tanggal 3 Agustus 2010 tidak diperkenankan lagi menduduki jabatannya. 17. Untuk mendukung pelaksanaan sertifikasi manajemen risiko sebagaimana dipersyaratkan ketentuan tersebut, Indonesian of Risk Professional Association (IRPA) dan Federation Indonesian Association of Banks (FIAB) kemudian mendirikan suatu lembaga sertifikasi profesi yang kemudian dikenal sebagai Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR). Lembaga ini telah terdaftar pada Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan sertifikasi manajemen risiko perbankan. 18. Selanjutnya mengingat keberadaan lembaga sertifikasi profesi ini sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia di industri perbankan, maka Bank Indonesia memberikan dukungan sementara kepada BSMR dalam bentuk penyediaan fasilitas kerja di kompleks perkantoran Bank Indonesia. Pada waktunya nanti BSMR didorong akan memiliki tempatnya sendiri. Sebagaimana niat awal pada saat pendiriannya, ke depan BSMR juga akan bekerja sama dan berkoordinasi secara intensif dengan asosiasi profesi bankir yang ada yaitu Ikatan Bankir Indonesia di dalam proses pengelolaan dan pelaksanaan program-program sertifikasi bankir. 19. Dengan digunakannya materi dan standar sertifikasi GARP dalam pelaksanaan sertifikasi manajemen risiko di Indonesia, maka sertifikat manajemen risiko yang diterbitkan oleh BSMR di-endorse oleh GARP dan mendapat pengakuan secara 5

internasional sebagaimana halnya sertifikat Financial Risk Manager (FRM) dan sertifikat lainnya yang diterbitkan GARP. 20. Dalam rangka mengkinikan pengetahuan, kemampuan, kompetensi, dan keahlian pengurus dan pejabat bank dalam bidang manajemen risiko, ketentuan BI menetapkan bahwa pemilik sertifikat manajemen risiko (baik sertifikat program reguler maupun program eksekutif), secara periodik diwajibkan mengikuti program penyegaran. Hal ini mengingat program penyegaran merupakan sarana utama bagi terlaksananya penerapan manajemen risiko yang sejalan dengan perkembangan terkini di industri perbankan. Pemilik sertifikat program reguler tingkat I dan II wajib mengikuti program penyegaran 1 kali dalam 4 tahun, sedangkan pemilik sertifikat program reguler tingkat III, IV dan V serta pemilik sertifikat program eksekutif wajib mengikuti program penyegaran 1 kali dalam 2 tahun. Pemenuhan kewajiban program penyegaran tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti seminar atau workshop yang diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan (training provider) manajemen risiko yang diakui oleh BSMR. Perkembangan Anak Perusahaan Bank Indonesia Anggota Dewan yang Terhormat, 21. UU No. 23 tahun 1999 tentang BI sebagaimana diubah dengan UU No. 3 tahun 2004 pasal 64 menyatakan bahwa BI hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas BI dan dengan persetujuan DPR. Pasal 77 UU BI tersebut juga mengatur jangka waktu pelaksanaan yaitu selambat-lambatnya 5 tahun sejak UU diberlakukan. 22. Untuk memenuhi amanat UU tersebut, BI telah berupaya melakukan divestasi terhadap penyertaan BI pada anak perusahaan BI, yang meliputi PT Askrindo, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (PT BPUI) serta Indover Bank. Proses divestasi terhadap Indover Bank bahkan telah dilakukan sebelum UU No. 23 tahun 1999 diberlakukan, yaitu pada tahun 1996. Namun penjualan saham Indover bank tersebut tertunda akibat krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. 23. Sampai saat ini, progress divestasi terhadap anak perusahaan BI masih terus berlangsung. Proses divestasi penyertaan BI pada PT Askrindo telah dilaksanakan melalui penawaran saham PT Askrindo kepada pemegang saham yang lain yaitu Menteri Negara BUMN pada tanggal 15 Februari. Dapat kami sampaikan bahwa modal dasar PT Askrindo adalah sebesar Rp500 miliar dan modal disetor sebesar Rp400 miliar dengan komposisi kepemilikan BI sebesar 55% dan Pemerintah c.q. Departemen Keuangan sebesar 45%. Kinerja PT Askrindo cukup menggembirakan yang tercermin dari pertumbuhan aset dan laba beberapa tahun terakhir 24. Sementara itu, modal dasar PT BPUI adalah sebesar Rp50 miliar dan modal disetor sebesar Rp22,5 miliar, dengan kepemilikan BI sebesar 82,2% dan Pemerintah c.q. Departemen Keuangan sebesar 17,8%. Kinerja PT BPUI beberapa tahun terakhir menunjukkan kondisi yang menggembirakan yang tercermin dari membaiknya ekuitas dalam beberapa tahun terakhir. Dapat kami sampaikan bahwa pelaksanaan 6

divestasi penyertaan BI pada PT BPUI dilakukan setelah selesainya proses restrukturisasi hutang PT BPUI. Permasalahan PT BPUI lainnya yang masih pending adalah penyelesaian hak opsi PT AIA terhadap kepemilikan 40% saham PT BPUI. Dalam hal ini BI tetap menjajagi kemungkinan untuk membatalkan pengalihan saham dimaksud dan mengembalikan dana hak opsi kepada PT AIA. 25. Anak perusahaan BI lainnya adalah Indover Bank. Modal dasar Indover bank adalah sebesar EUR 90.80 juta dan modal disetor mencapai EUR 48.03 juta dengan kepemilikan BI sebesar 100%. Kinerja keuangan Indover bank beberapa tahun terakhir menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan, yang tercermin dari ruginya Indover bank pada tahun 2004 dan 2005. Sebagai upaya memperbaiki kondisi keuangan, saat ini Indover bank melakukan program restrukturisasi dengan melakukan lay-off pegawai untuk menurunkan biaya operasional. Proses divestasi penyertaan BI pada Indover bank sedang dilakukan dengan pihak Pemerintah melalui bank BUMN. Sampai saat ini hanya PT. Bank Ekspor Indonesia yang telah mengajukan secara resmi keinginan untuk mengakuisisi Indover bank. 26. Selanjutnya, dalam rangka divestasi Bank Indonesia pada ketiga anak perusahaan, telah dilakukan high level meeting antara Gubernur BI, Meneg BUMN dan Menkeu pada tanggal 28 Agustus. Beberapa kesepakatan yang diputuskan antara BI dan Pemerintah sebagai berikut: Pemerintah dan BI sepakat untuk melaksanakan divestasi anak perusahaan BI, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 23/1999 tentang BI sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2004, kepada Pemerintah, dan untuk pelaksanaannya akan dibentuk Tim Penyelesaian Divestasi Anak Perusahaan BI, dengan wakil dari BI. Dalam hal divestasi Indover bank, Pemerintah dan BI sepakat untuk menunjuk BEI sebagai investor yang mewakili bank pemerintah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Anggota Dewan yang terhormat, 27. Demikianlah Bapak dan Ibu Anggota Dewan yang terhormat, paparan singkat kami mengenai perkembangan perbankan terkini, kebijakan perbankan BI terutama mengenai Single Presence Policy dan Sertifikasi Manajemen Risiko, serta perkembangan anak perusahaan BI. Ke depan, BI akan terus melanjutkan upaya pencapaian stabilitas sistem keuangan dan peningkatan peran intermediasi perbankan. Sementara itu, pelaksanaan divestasi terhadap anak perusahaan BI dalam rangka pemenuhan amanat yang tercantum dalam UU BI, diharapkan akan terlaksana secara optimal melalui koordinasi yang erat dengan Pemerintah. Jakarta, 25 September 7