GANTUNG DIRI: POLA LUKA DAN LIVOR MORTIS

dokumen-dokumen yang mirip
Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.36. Januari-Juni

Luka Akibat Trauma Benda Tumpul a Luka Lecet (Abrasi)

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

Gambaran Tanda Kardinal Asfiksia Pada Kasus Kematian Gantung Diri di Departemen Forensik RSU Dr. Muhammad Hoesin Palembang Periode Tahun

HANDOUT KETERAMPILAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Infantisid yaitu pembunuhan dengan sengaja. terhadap bayi baru lahir oleh ibunya (Knight, 1997).

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILL LEARNING) DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH

Gambaran Kasus Kematian dengan Asfiksia di Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado Periode

Tinjauan Pustaka Gantung diri (Hanging)

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda (Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

REFRAT GANTUNG DIRI ( HANGING ) Oleh : DEVI FIKASARI K G

P3K Posted by faedil Dec :48

VISUM ET REPERTUM NO : 027 / VER / RS / I / 2014

INVESTIGATION AT THE SCENE OF DEATH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kriteria Infanticide

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

CEDERA KEPALA, LEHER, TULANG BELAKANG DAN DADA

TANDA KARDINAL ASFIKSIA PADA KASUS GANTUNG DIRI YANG DIPERIKSA DI DEPARTEMEN FORENSIK FK USU RSUP H

BAB I PENDAHULUAN. Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum. diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat.

Pusat Hiperked dan KK

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

KARAKTERISTIK SEBAB DAN MEKANISME KEMATIAN PADA KORBAN YANG DIDUGA DIBUNUH YANG DIOTOPSI DI INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK RSUP SANGLAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kasus bunuh diri di Indonesia belakangan ini. dinilai cukup memprihatinkan karena angkanya cenderung

KEMATIAN TAHANAN DI RUANG SEL POLISI KONTROVERSI PEMBUNUHAN ATAU BUNUH DIRI DILIHAT DARI SUDUT PANDANG ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

VISUM ET REPERTUM VER/01/XII/2014/Reskrim

STUDI DESKRIPTIF TERHADAP CIRI-CIRI KORBAN INFANTISIDA DI BALI, TAHUN 2012 SAMPAI 2014

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILL LEARNING) DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL DOKUMENTASI FORENSIK

PEMERIKSAAN ORGAN DALAM

Abdul Gafar Parinduri Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam / FK UMSU

Cara Melihat Aura & Merasakannya

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BAB VI PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN 69

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNGPINANG NOMOR: 308/PID.B/2015/PN.TPG TENTANG KELALALAIAN YANG MENYEBABKAN LUKA BERAT

ANATOMI DAN FISIOLOGI

MATI. Mati : penghentian penuh menyeluruh dari semua fungsi vital tanpa kemungkinan dihidupkan lagi Ada beberapa istilah :

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia, jumlah. kriminalitas yang disertai kekerasan juga ikut

Setelah melekat, bibir atas bayi akan mendekat ke puting, areola nampak di atas bibir. Jagalah dagu bayi dekat pada payudara Anda.

BAB I PENDAHULUAN. paling sering mengalami cedera dan pada kecelakaan lalu lintas yang fatal, hasil

Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion

DASAR HUKUM PEMERIKSAAN FORENSIK 133 KUHAP

Petir : Volt Volt = Kvolt PLN : Sumber 1 KVolt Gardu 1000 Volt Rumah 220 Volt Baterei : 9 Volt, 1,5 Volt

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

MODUL-1 LUKA / TRAUMA

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Pencatatan, Pelaporan Kasus Keracunan dan Penanganan Keracunan. Toksikologi (Teori)

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

Sehat Mengenakan Tas Ransel Sunday, 12 February :16

KARAKTERISTIK SERTA FAKTOR RESIKO KEMATIAN AKIBAT TENGGELAM BERDASARKAN DATA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH

P U T U S A N NOMOR : 269 /PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl.Lahir : 21 tahun / 25 November 1991.

Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan

haluaran urin, diet berlebih haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan beserta natrium ditandai dengan - Pemeriksaan lab :

TEKNIK PERAWATAN METODE KANGURU. Tim Penyusun

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

PANDUAN PEMBELIAN STUVA. Sistem

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

Buku Petunjuk Pemakaian Pengering Rambut Ion Negatif

BAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

SISTEM PEREDARAN DARAH PADA MANUSIA

BAB III METODE PENELITIAN

MEMERIKSA KELAYAKAN PROSES PENYEMBELIHAN

NEONATUS BERESIKO TINGGI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB USAHA DAN ENERGI I. SOAL PILIHAN GANDA

MEMBUAT POLA BUSANA TINGKAT DASAR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PAKAIAN DINAS PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

PANDUAN PEMBELIAN STUVA. Sistem

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

Didesain agar nyaman dan tahan lama.

CEDERA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS DI KOTA MANADO

SISTEM CARDIOVASCULAR

Kebutuhan Personal Higiene. Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH

P U T U S A N NOMOR : 644/PID/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. I. Nama : AZHARI Alias JIRO

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

MODUL-1 LUKA / TRAUMA

P U T U S A N Nomor : 38/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl. Lahir : 15 Tahun / 15 Februari 1996;

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Mengungkap Identitas dan

INSTRUMENTASI PERIODONTAL

GAMBAR SKEMATIK PANDUAN KESELAMATAN. Sandaran punggung. Sandaran tangan. Alas duduk. Braket bagian atas. Stop kontak untuk kabel pwer.

Cara Cepat Mudah Hafal Sandi Morse Pramuka


SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv. KATA PENGANTAR... v. ABSTRAK... vi. ABSTRCT... vii RINGKASAN...

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Terdakwa ditahan berdasarkan Surat Perintah/Penetapan:

POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

Transkripsi:

GANTUNG DIRI: POLA LUKA DAN LIVOR MORTIS A.A.Sg.Dewi Raditiyani Nawang Wulan 1, Kunthi Yulianti 2 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 1 Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 ABSTRAK Bali adalah pulau yang memiliki daya tarik tersendiri dan memiliki potensi cukup besar di bidang pariwisata. Jumlah rata-rata kunjungan wisatawan ke Bali pada tahun 2011 adalah 250.000 orang per bulan. Pada akhir Desember 2011 tercatat jumlah keseluruhan wisatawan yang berkunjung sebanyak 2,8 juta orang. Angka yang besar ini tentunya membawa keuntungan dan kerugian tersendiri bagi Bali. Keuntungan yang dimaksud biasanya meliputi sektor perekonomian dan pendapatan daerah yang tinggi. Namun adanya keuntungan ini juga disertai dengan beberapa kerugian. Kerugian yang dimaksud salah satunya berhubungan dengan proses kematian. Tidak sedikit wisatawan yang mengalami kesakitan maupun kematian di Bali. Definisi kematian dalam hal ini adalah terhentinya 3 sistem tubuh yang bersifat ireversibel; sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem respirasi. Kematian akan mempengaruhi baik individu tersebut dan juga orang-orang yang berada di sekitarnya. Kematian juga akan mempengaruhi hak dan kewajiban individu yang bersangkutan. Karena itulah proses dalam manajemen kematian sangatlah penting guna menjaga kredibilitas Bali di mata internasional. Sesuai dengan data dari Rumah Sakit Sanglah pada tahun 2010-2011 terjadi 289 kasus kematian wisatawan. Dari 289 kasus kematian tersebut, 66 orang (22,8%) diklasifikasikan sebagai kematian tidak wajar (35 orang pada tahun 2010 dan 31 orang pada tahun 2011). Dari 66 orang yang diklasifikasikan sebagai kematian tidak wajar, 37 orang (56,1%) meninggal karena tenggelam, 20 orang (30,3%) meninggal karena kecelakaan lalu lintas, 2 orang meninggal karena tersengat listrik, dan 4 orang meninggal karena bunuh diri. Dari 4 kasus bunuh diri tersebut, keempatnya memilih gantung diri sebagai cara bunuh diri. Sesuai fakta tersebut, ada baiknya apabila kita mempelajari lebih dalam mengenai gantung diri guna meningkatkan pemahaman bersama. Kata Kunci: gantung diri, pola luka, livor mortis PENDAHULUAN Gantung diri adalah salah satu bentuk penjeratan yang melibatkan gantungan pada bagian leher [1]. Beberapa jurnal mengatakan bahwa gantung diri meliputi kompresi atau tekanan di sekitar struktur leher oleh penjerat yang terletak di sekitar leher dan mengikat struktur di dalamnya dengan bantuan seluruh atau sebagian berat tubuh. Pada kenyataannya, keseluruhan berat tubuh bukanlah poin utama dan hanya dibutuhkan sedikit gaya untuk menyebabkan kematian pada gantung diri. Terdapat 2 macam gantung diri [2] : a. Gantung diri tipikal: simpul penjerat terletak pada tengkuk bagian belakang leher. Tipe gantung diri ini jarang terjadi. b. Gantung diri atipikal: simpul penjerat terletak di bagian lain leher selain pada bagian tengkuk leher. Lokasi simpul bisa 1

terletak pada sudut mandibula, di dekat mastoid, atau di bawah pipi. Tipe lain gantung diri: a. Gantung diri lengkap: seluruh berat badan korban disangga oleh leher karena seluruh bagian tubuh tergantung tidak menyentuh tanah b. Gantung diri tidak lengkap: tidak seluruh berat badan korban disangga oleh leher karena ada bagian tubuh korban yang menyentuh tanah Gantung diri dapat merupakan bentuk bunuh diri, pembunuhan maupun kecelakaan. Bunuh diri adalah motif tersering pada gantung diri. Gantung diri juga sering diterapkan sebagai salah satu metode eksekusi di beberapa negara. Sementara itu, gantung diri yang terjadi karena kecelakaan paling sering menimpa anak-anak yang bermain dengan tali. TEMUAN FISIK PADA GANTUNG DIRI Temuan fisik post mortem pada gantung diri: a. Sianosis pada kuku dan bibir karena tekanan pada leher yang menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah b. Penonjolan bola mata karena sumbatan pada vena namun arteri tetap bebas c. Tardieu spot pada konjungtiva bulbar dan palpebral yang disebabkan oleh ruptur vena dan kapiler darah saat terjadi sumbatan darah balik vena di kepala sementara aliran darah arteri masih terjaga. (Gambar 2.a). Petechiae pada tungkai bawah akibat adanya blood pooling yang dipengaruhi oleh gravitasi dan pecahnya pembuluh darah kecil. Petechiae juga dapat dilihat di dasar telapak kaki. Gambar 2. Tardieu spot [3] 2.a 2.b d. Lidah yang terjulur dari mulut dan ujungnya berwarna gelap. e. Livor mortis pada ekstremitas (terjadi karena gravitasi atau karena mengenai atau menabrak benda tertentu) f. Saliva yang menetes dari sudut bibir yang terletak lebih rendah misalnya pada sudut yang berlawanan dengan lokasi simpul jeratan. g. Ekskresi urin, feces atau sperma yang terjadi pada tahap relaksasi saat asfiksia h. Jeratan: biasanya berbentuk V, berwarna merah kecoklatan, kering seperti kertas (parchmentised), dan kulit di sekeliling jeratan terlihat membentuk cekungan. Pada saat suspensi, penjerat atau alat gantung biasanya tergelincir di atas laring, dan akhirnya akan terletak di bawah dagu. Ini akan menyebabkan adanya tanda jeratan. Jeratan biasanya tidak akan sepenuhnya mengelilingi leher, melainkan miring ke atas menuju simpul, dan tanda itu akan semakin memudar seiring menjauh dari titik suspensi [1]. Jika simpul berada di bawah dagu, situsnya bisa ditunjukkan oleh abrasi atau 2

lekukan bawah dagu. Kejelasan dan konfigurasi jerat tergantung pada bahan yang digunakan. Berbagai bahan ligatur dapat digunakan untuk menggantung, mulai dari yang berpermukaan sempit sampai ke permukaan yang luas, dari tali atau rantai untuk tali, ikat pinggang, handuk, sprei, dan sebagainya. Gambar 3.a dan 3.b menunjukkan perbedaan jerat tergantung pada jenis ligatur yang dipergunakan. Semakin sempit ligatur tersebut, maka jerat yang dihasilkan akan menjadi lebih dalam dan lebih jelas. Ligatur yang berpermukaan lebih luas dan lebih lembut akan menghasilkan jerat yang semakin dangkal dan tipis. Jika ligatur terdiri dari lembaran datar yang luas atau bahan lembut lainnya maka mungkin ada sedikit, bahkan jika ada, abrasi akibat ligatur di sekitar leher. Selain jerat, abrasi ligatur harus selalu diperiksa dengan teliti untuk memastikan apakah abrasi tersebut memiliki korelasi dengan ligatur yang digunakan. Gambar 3.c menunjukkan kesamaan dalam pola ligatur dan pola abrasi dalam kasus gantung diri dengan ikat pinggang. Kadang-kadang, lebih dari satu alur ligatur dapat diidentifikasi. Gambar 3.d menunjukkan alur ganda. Ini mungkin hasil dari ligatur yang dililitkan lebih dari satu kali di sekitar leher, atau mungkin hasil dari gerakan tubuh (dan / atau ligatur) yang berubah posisi saat peristiwa gantung. 3.a 3.b 3.c 3.d Gambar 3. Pola Jerat pada Gantung Diri [3] 3

LAPORAN KASUS Kasus I CP, laki-laki berusia 46 tahun dibawa ke departemen forensik dengan riwayat gantung diri. Dia menggunakan kain katun berwarna putih sebagai alat gantung. Selain kain katun putih tersebut, tidak ditemukan benda lain di samping mayat. Matanya tertutup: konjungtiva bulbar berwarna putih dan tidak ada tanda dilatasi pembuluh darah maupun tardieu spot, sementara itu konjungtiva palpebral terlihat pucat dan ada tanda pelebaran pembuluh darah dan tardieu spot. Lidahnya tidak terjulur dan tidak tergigit sementara mulutnya tertutup. Tidak ada tanda-tanda patah tulang, dan pola luka sesuai dengan peristiwa gantung. Kasus II TT, seorang wanita berumur 61 tahun dibawa ke departemen forensik dengan riwayat gantung diri. Dia menggunakan plastik nilon sebagai alat gantung. Matanya tertutup: konjungtiva bulbar berwarna putih dan tidak ada tanda-tanda pelebaran pembuluh darah maupun tardieu spot, sementara konjungtiva palpebral terlihat pucat dan tidak ada tandatanda pelebaran pembuluh darah maupun tardieu spot. Lidahnya tidak menjulur namun tergigit. Tidak ada tanda patah tulang dan pola luka sesuai dengan peristiwa gantung. Kasus III KMW, laki-laki berusia 28 tahun dibawa ke departemen forensik dengan riwayat gantung. Di sebelah mayatnya ditemukan beberapa handuk dengan berbagai merek. Mata kanannya terbuka 1,3 cm dan mata kirinya terbuka 1 cm: konjungtiva bulbar berwarna putih dan tidak terdapat tandatanda pelebaran pembuluh darah maupun tardieu spot, sementara konjungtiva palpebral terlihat pucat dan tidak terdapat tanda-tanda pelebaran pembuluh darah maupun tardieu spot. Lidahnya tergigit dan terjulur sepanjang 2 cm. Pola luka dan memar pada tubuhnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tidak terlihat tanda-tanda patah tulang, dan pola luka sesuai dengan peristiwa gantung. Kasus IV MA, seorang laki-laki berumur 28 tahun dibawa ke departemen forensik dengan riwayat gantung. Dia menggunakan tali plastik berwarna biru sebagai alat gantung. Matanya tertutup: konjungtiva bulbar berwarna putih dan tidak ada tanda pelebaran pembuluh darah dan tardieu spot sementara konjungtiva bulbar kanan terlihat pucat dan konjungtiva bulbar kiri terlihat berwarna merah. Konjungtiva palpebral kiri menunjukkan tanda pelebaran pembuluh darah. Mulutnya terbuka: lidahnya tergigit dan terjulur sepanjang 1 cm. Tidak terlihat tanda-tanda patah tulang dan pola luka sesuai dengan peristiwa gantung. DISKUSI Selalu terdapat perbandingan antara teori dengan temuan lapangan. Hal ini dikarenakan adanya persamaan maupun perbedaan yang cukup bermakna di antara keduanya. Epidemiologi Tabel 1 Distribusi Jenis Kelamin Diantara Korban Jenis Kelamin Total Persen Laki-laki 3 75 Wanita 1 25 Populasi korban gantung diri biasanya adalah laki-laki, dengan usia rata-rata 40 tahun dan memiliki riwayat penggunaan oatobatan maupun alkohol [4]. Dari Tabel 1 dapat kita simpulkan bahwa antara teori dan temuan lapangan ternyata memiliki persamaan dalam hal distribusi jenis kelamin. Dari 4 orang data yang 4

tersedia, 3 orang (75%) adalah laki-laki. Namun sayangnya usia mereka bervariasi. Selain itu mengingat data yang digunakan hanyalah 4 kasus, maka distribusi berdasarkan usia sulit dilakukan. Namun demikian, beberapa jurnal juga mengatakan bahwa usia pada korban gantung diri sangatlah bervariasi mulai dari akhir remaja hingga tua [5]. Pada data kasus juga tidak diberikan keterangan mengenai riwayat penggunaan obat-obatan maupun alkohol. Pola Luka Tabel 2 Tipe Gantung Berdasarkan Simpul Tipe Total Persen Tipikal 3 75 Atipikal 1 25 Data dari Department of Forensic Medicine of S.C.B Medical College, Cuttack dan Lady Hardinge Medicall College, New Delhi dari periode Agustus hingga Mei 2003 dikatakan bahwa dari total 257 kasus gantung, terdapat 19 kasus yang merupakan tipe gantung tipikal (7,39%) dan 238 (92,6%) kasus merupakan gantung atipikal [6]. Dari 4 kasus yang kita ambil, 3 kasus (75%) adalah gantung tipikal. Kita dapat mengatakan bahwa gantung tersebut bertipe tipikal karena simpul jeratan terletak di tengkuk leher. Pada kasus II, III, dan IV simpul jeratan terletak di postero-superior leher (tengkuk). Karena itu kita dapat menyimpulkan tipe gantung tersebut sebagai gantung tipikal. Dari pola luka ditemukan bahwa tidak semua kasus menunjukkan semua temuan fisik gantung seperti sianosis, penonjolan bola mata, tardieu spot, penjuluran lidah dan dan lainnya secara lengkap. Hal ini dipengaruhi oleh waktu ditemukannya mayat, lokasi dan suasana tempat kejadian perkara, alat gantung yang dipergunakan, letak jeratan, dan lain sebagainya. Untuk luka-luka lain seperti abrasi dan memar yang ditemukan di luar leher, haruslah dipastikan apakah abrasi dan memar tersebut disebabkan oleh kejadian saat kematian (akibat kejang atau akibat gerakan menggelepar mayat hingga menabrak bendabenda di sekitarnya (pintu, dinding, dll) atau apakah abrasi dan memar tersebut memang telah ada sebelum kematian itu sendiri. Di 4 kasus ini, semua kasus memiliki lebih dari 1 abrasi dan/atau memar di tubuh mereka. Sekali lagi, kita harus melihat lokasi dan suasana tempat kejadian untuk memastikan penyebab trauma tersebut. Di dalam data laporan kasus yang ada, dikatakan bahwa seluruh trauma tersebut disebabkan oleh benda tumpul. Namun apakah hal tersebut disebabkan oleh peristiwa gantung itu sendiri atau dalam skenario terburuk: disebabkan oleh pembunuhan, semuanya harus melalui proses penyelidikan lebih lanjut. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah otopsi sehingga mekanisme kematian keempat kasus tersebut setidaknya dapat lebih dimengerti. Pola yang menarik dapat dilihat pada kasus IV. Terdapat banyak sekali abrasi dan memar yang ditemukan. Tetapi sayangnya, tidak terdapat penjelasan yang memadai terkait dengan penemuan trauma tersebut; trauma tersebut dapat disebabkan oleh kekerasan fisik atau disebabkan oleh alasan lainnya yang justru tidak berhubungan sama sekali dengan peristiwa gantungnya misalnya karena kecelakan lalu-lintas. Distribusi Livor mortis Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Australia dan Irlandia Utara, disimpulkan bahwa kurang dari setengah korban gantung diri mengalami gantung lengkap [4]. Angka ini bisa saja terjadi karena sulitnya akses dalam mencapai tempat tinggi untuk gantung lengkap. Selain itu akan lebih mudah melakukan gantung diri di tempat yang 5

rendah karena selain mudah dijangkau, korban tidak memerlukan alat bantu seperti bangku, kotak, meja, atau alat lainnya di sekitar mereka. Tetapi seperti yang bisa kita lihat dari distribusi livor mortis masing-masing kasus, kasus II, III dan IV diindikasikan sebagai gantung lengkap. 3 kasus tersebut dapat dikatakan sebagai gantung lengkap karena adanya livor mortis yang nampak di telapak kakinya. Seperti yang kita tahu, karena adanya gaya gravitasi, maka secara alami livor mortis akan terdistribusi di bagian terendah tubuh mayat. Dalam kasus gantung, utamanya gantung lengkap, livor mortis akan terlihat di telapak kaki. Di kasus I, tipe gantung tidak dapat ditentukan. Hal ini karena livor mortis terdistribusi di bagian punggung mayat. Lebam yang ada di bagian punggung ini bisa terjadi karena posisi mayat yang berpindah sesaat setelah kematian atau kondisi gantung yang tidak lengkap. SIMPULAN Dari 4 kasus yang ada, terdapat baik kesamaan dan perbedaan tersendiri saat dibandingkan dengan penelitian lain yang berkaitan dengan gantung diri. Kesamaan ditemukan dalam aspek epidemiologi. Populasi pasien dalam literatur yang ada didominasi oleh laki-laki meskipun dalam data Sanglah, tidak ada penjelasan tentang penyalahgunaan zat dan usia yang bervariasi terkait dengan populasi kecil yang digunakan dalam laporan kasus ini. Pola cedera dan distribusi livor mortis menunjukkan hasil yang berbeda dibandingkan dengan penelitian lain. Ada 3 data Sanglah (75%) yang merupakan gantung tipe tipikal sementara berdasarkan penelitian lainnya terdapat 92,6% kasus yang merupakan gantung tipe atipikal. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kebiasaan dan variabel lainnya seperti lokasi dan suasana tempat kejadian gantung. DAFTAR PUSTAKA [1]. Badkur DS, Yadav J, Arora A, Bajpayee R, Dubey BP. Nomenclature for Knot Position in Hanging: A Study of 200 Cases. J. Indian Acad Forensic Med. Jan-March 2012, Vol. 34 No.1. [2]. Pradhan A, Mandal BK, Tripathi CB. Nature of Ligature Material Applied and Type of Hanging According to Point of Suspension. Nepal Med Coll J. 2012;14(2):103-106 [3]. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology; Principle and Practice. London: Elsevier Inc. 2005. p.202-224 [4]. Nithin, Manjulatha B, Kumar P, Sameer S. Delayed Death in Hanging. J Forensic Res 2011. doi:10.4172/2157-7145.s1-001. Available from: http://dx.doi.org/10.4172/2157-7145.s1-001 [5]. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic pathology of Trauma. Totowa, New Jersey: Humana Press Inc. 2007.p.65-180 [6]. Naik SK, Patil DY. Fracture of Hyoid Bone in Kasuss of Asphyxial Deaths Resulting from Constricting Force Round The Neck. JIAFM. 2005 ; 27 (3). ISSN 0971-097 6