BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN. Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of law,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. adalah motto bisnis bahwa pelayanan harus diberikan sebaik mungkin bagi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP PRAKTIK PENAHANAN BAYI SEBAGAI JAMINAN PERSALINAN DI RUMAH SAKIT DR.

BAB II JAMINAN PERSEORANGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT. Pengertian perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUHPerdata (Burgerlijk

BAB I PENDAHULUAN. law, zakerheidsstelling, atau zakerheidsrechten 1. Lembaga jaminan diperlukan. kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan 2.

BAB II TINJAUAN YURIDIS HUKUM JAMINAN PADA UMUMNYA. Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of Law,

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, CEK KOSONG, DAN JAMINAN. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon,

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM JAMINAN STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT4017 PRASYARAT :

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

BENTUK-BENTUK JAMINAN MENURUT HUKUM INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berpengaruh terhadap

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian dari kegiatan pembangunan yang terdahulu, bahwa pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I. PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup orang banyak, serta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2

BAB I PENDAHULUAN. kreditnya, sebab kredit adalah salah satu portofolio alokasi dana bank yang terbesar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi secara internasional maupun domestik masing-masing Negara.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan transaksi dalam kehidupan sehari-hari. Pada awalnya manusia

Hukum Perikatan. Defenisi 4 unsur: Hubungan hukum Kekayaan Pihak pihak prestasi. Hukum meletakkan hak pada 1 pihak dan kewajiban pada pihak lain

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN A. Istilah dan Pengertian Hukum Jaminan Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari security of law, zekerheidstelling, atau zekerheidsrechten. Istilah hukum jaminan meliputi jaminan kebendaan maupun perorangan. 11 Jaminan kebendaan meliputi utang-piutang yang diistimewakan, gadai, dan hipotek. Sedangkan jaminan perorangan, yaitu penanggungan utang (borgtocht). Sehubungan dengan pengertian, beberapa pakar merumuskan pengertian umum mengenai hukum jaminan. Pengertian itu antara lain menurut Satrio, hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Intinya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Disamping itu, Salim HS juga memberikan perumusan tentang hukum jaminan, yaitu keseluruhan kaidah kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. Dari dua pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan inti dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan atau debitur dengan penerima jaminan 11 Keputusan Seminar Hukum Jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum UGM, tanggal 9-11 Oktober 1978, di Yogyakarta.

atau kreditur sebagai pembebanan suatu utang tertentu atau kredit dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu). Berdasarkan pengertian di atas, unsur-unsur yang terkandung didalam perumusan hukum jaminan, yakni sebagai berikut. 1. Serangkaian ketentuan hukum, baik yang bersumberkan kepada ketentuan hukum yang tertulis dan ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan hukum jaminan yang tertulis adalah ketentuan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan, termasuk yurisprudensi, baik itu berupa peraturan yang original (asli) maupun peraturan yang derivatif (turunan). Adapun ketentuan hukum jaminan yang tidak tertulis adalah ketentuan hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan pembebanan utang suatu jaminan. 2. Ketentuan hukum jaminan tersebut mengatur mengenai hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur). Pemberi jaminan yaitu pihak yang berutang dalam suatu hubungan utangpiutang tertentu, yang menyerahkan suatu kebendaan tertentu sebagai (benda) jaminan kepada penerima jaminan (kreditur). 3. Adanya jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur. 4. Pemberian jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan dimaksudkan sebagai jaminan (tanggungan) bagi pelunasan utang tertentu.

B. Sumber dan Sistem Hukum Jaminan Dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata Sumber hukum adalah tempat dimana ditemukan hukum. Dalam hal ini, hukum jaminan bersumber dari Kitab Undang - Undang Hukum Perdata. Kitab Undang - Undang Hukum Perdata sebagai terjemahan dari Burgerlijk Wetboek merupakan kodifikasi hukum perdata material yang diberlakukan pada tahun 1848 berdasarkan asas konkordansi. Ketentuan hukum jaminan dapat dijumpai dalam buku II Kitab Undang - Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai hukum kebendaan. Dilihat dari sistematika Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, pada prinsipnya hukum jaminan merupakan bagian dari hukum kebendaan, sebab dalam Buku II Kitab Undang - Undang Hukum Perdata diatur mengenai pengertian, cara membedakan benda dan hak-hak kebendaan, baik yang memberikan kenikmatan dan jaminan. Ketentuan dalam pasal-pasal buku II Kitab Undang - Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai lembaga dan ketentuan hak jaminan dimulai dari Titel Kesembilan Belas sampai dengan Titel Dua Puluh Satu, Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1232. Dalam pasal-pasal Kitab Undang - Undang Hukum Perdata tersebut diatur mengenai piutang-piutang yang diistimewakan, gadai, dan hipotek. Secara rinci materi kandungan ketentuan-ketentuan hukum jaminan yang termuat dalam buku II Kitab Undang - Undang Hukum Perdata tersebut, sebagai berikut: a. Bab XIX : Tentang Piutang-Piutang Diistimewakan (Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1149); Bagian Kesatu tentang Piutang-Piutang yang Diistimewakan Pada Umumnya (Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1138);

Bagian Kedua tentang Hak-Hak Istimewa mengenai Benda-Benda Tertentu (1139 sampai dengan Pasal 1148); Bagian ketiga atas Semua Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak Pada Umumnya (Pasal 1149); b. Bab XX : Tentang Gadai (Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160, Pasal 1161 dihapuskan). c. Bab XXI : Tentang Hipotek (Pasal 1162 sampai dengan Pasaal 1232); Bagian Kesatu tentang Ketentuan-Ketentuan Umum (Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1178); Bagian Kedua tentang Pembukuan- Pembukuan Hipotek serta Bentuk Cara Pembukuannya (Pasal 1179 sampai dengan Pasal 1194); Bagian Ketiga tentang Pencoretan Pembukuan (Pasal 1195 sampai dengan 1197); Bagian Keempat tentang Akibat-Akibat Hipotek Terhadap Orang Ketiga yang menguasai benda yang Dibebani (Pasal1198 sampai dengan Pasal 1208); Bagian Kelima tentang hapusnya Hipotek (1209 sampai dengan Pasal 1220); Bagian Keenam tentang Pegawai-Pegawai yang Ditugaskan Menyimpan Hipotek, Tanggung Jawab Pegawai-Pegawai yang Ditugaskan Menyimpan Hipotek dan Hal Diketahuinya Register-Register oleh Masyarakat (Pasal 1221 sampai dengan Pasal 1232). Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, maka pembebanan hipotek atas hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tidak lagi menggunakan lembaga dan ketentuan hipotek sebagaimana diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata. Sementara itu pembebanan hipotek atas benda-

benda tidak bergerak lainnya selain hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, hipotek kapal laut misalnya, tetap menggunakan lembaga dan ketentuan-ketentuan hipotek sebagaimana diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata. Selain mengatur hak jaminan kebendaan, dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata diatur pula mengenai jaminan hak perseorangan, yaitu penanggungan utang (borghtocht) dan perikatan tanggung-menanggung. Jaminan hak perseorangan ini diatur yaitu pada Titel Ketujuh Belas dengan judul Penanggungan Utang, yang dimulai dari Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850. Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai pengertian dan sifat penanggungan utang, akibat-akibat penanggungan utang antara debitur (yang berutang) dan penjamin (penanggung) utang serta antara para penjamin hutang dan hapusnya penanggungan utang. Secara rinci kandungan materi yang terdapat dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 Titel Ketujuh Belas Buku III Kitab Undang - Undang Hukum Perdata sebagai berikut: Bab Ketujuh Belas tentang penanggungan utang Bagian Kesatu tentang Sifat Penanggungan (Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1830); Bagian Kedua tentang Penanggungan Antara Debitur dan Penanggungan Utang (Pasal 1831 sampai dengan Pasal 1838); Bagian Ketiga tentang Akibat-Akibat Penanggungan Antara Debitur dan Penanggung Utang dan Antara Penanggung Utang Sendiri (Pasal 1839 sampai dengan Pasal 1844);

Bagian Keempat tentang Hapusnya Penanggungan Utang (Pasal 1845 sampai dengan Pasal 1850). Selain itu didalam Buku III Kitab Undang - Undang Hukum Perdata juga diatur mengenai jaminan hak perseorangan lainnya, yaitu a) Perikatan Tanggung-menanggung (Perikatan Tanggung Renteng) sebagaimana diatur dalam Titel Kesatu Bagian Kedelapan dari Pasal 1278 sampai dengan Pasal 1295 di bawah judul tentang Perikatan-Perikatan Tanggung Renteng atau Perikatan-Perikatan Tanggung-menanggung ; b) Pejanjian Garansi sebagaimana diatur dalam Pasal 1316 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata. Dengan demikian ketentuan-ketentuan hukum jaminan dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata tidak hanya bersumber kepada Buku II, melainkan juga bersumber kepada Buku III, yaitu mengatur hak jaminan kebendaan dan hak jaminan perseorangan. Pada umumnya jenis-jenis lembaga jaminan yang dikenal dalam sistem hukum Indonesia dikelompokkan menjadi : (1) Menurut cara terjadinya, yaitu jaminan yang lahir karena undang-undang dan perjanjian; (2) Menurut sifatnya, yaitu jaminan yang bersifat kebendaan dan bersifat perorangan; (3) Menurut kewenangan menguasainya, yaitu jaminan yang menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya, (4) Menurut bentuk golongannya, yaitu jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus

C. Kedudukan Jaminan Produk (Garansi) Dalam Sistem Kitab Undang - Undang Hukum Perdata Bila dilihat dari pengelompokan jenis-jenis lembaga jaminan diatas, maka sesuai uraian diatas maka kedudukan jaminan produk dalam sistem hukum Indonesia dikelompokkan kedalam kelompok yang terjadinya akibat perjanjian dan sifatnya merupakan jaminan perorangan. Sebelum kedudukan jaminan produk (garansi) dalam sistem Kitab Undang - Undang Hukum Perdata diuraikan, terlebih dahulu dijelaskan apa yang dimaksud dengan Jaminan Produk itu sendiri. 1. Pengertian Jaminan Produk (Garansi) Jaminan Produk atau yang lazim disebut dengan kata garansi adalah surat keterangan dari suatu produk bahwa pihak produsen menjamin produk tersebut bebas dari kesalahan pekerja dan kegagalan bahan dalam jangka waktu tertentu. 12 Biasanya pelanggan sebagai pengguna terakhir dan penjual melengkapi pengisian data pada surat keterangan tersebut untuk kemudian dikirim ke produsen agar didaftarkan tanggal mulai periode jaminan produk atau pun garansinya. Adrian Sutedi mengemukakan pengertian jaminan produk (warranty) adalah suatu jaminan atau garansi bahwa barang-barang yang dibeli akan sesuai dengan standar kualitas produk tertentu. 13 Misalnya laptop, maka jaminan yang dimaksud adalah jaminan atau garansi bahwa barang barang yang dibeli sesuai dengan standar kualitas produk laptop. Jika standart itu tidak dipenuhi, maka 12 http://id.wikipedia.org/wiki/garansi/2009/01/02 diakses pada tanggal 30 September 2010, Wikipedia Indoesia, Garansi, 13 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk (dalam Hukum Perlindungan Konsumen), (Bogor : Ghalia Indonesia, 2008). Hal. 75.

pembeli atau konsumen dapat memperoleh ganti rugi dari pihak produsen / penjual. Istilah jaminan produk dalam Bahasa Inggris sering kita dengar dengan kata warranty. 2. Macam Macam Jaminan Produk (Garansi) Jaminan atas kualitas produk dapat dibedakan atas dua macam, yaitu sebagai berikut. 14 1. Express Warranty (Jaminan secara tegas) Express Warranty adalah suatu jaminan atas kualitas produk, baik dinyatakan secara lisan maupun tertulis. Dengan adanya express warranty ini, berarti produsen sebagai pihak yang menghasilkan barang (produk) dan juga penjual sebagai pihak yang menyalurkan barang atau produk dari produsen atau pembeli bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya terhadap adanya kekurangan atau kerusakan dalam produk yang dipasarkan. Dalam hal demikian, konsumen dapat mengajukan tuntutannya berdasarkan wan prestasi. 2. Implied Warranty Implied warranty adalah suatu jaminan yang dipaksakan oleh undang undang atau hukum, sebagai akibat otomatis dari penjualan barang barang dalam keadaan tertentu. Jadi, dengan implied warranty dianggap bahwa jaminan ini selalu mengikuti barang yang dijual, kecuali dinyatakan lain. Misalnya, kewajiban penjual untuk menanggung cacat tersembunyi (verborgen gebrek) pada barang yang dijualnya, meskipun ia tidak 14 Ibid. Hal.75.

mengetahui adanya cacat tersebut, kecuali ia dalam keadaan demikian telah minta diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan menanggung suatu apapun (pasal 1506 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata) 3. Jaminan Produk (Garansi) sebagai Bentuk Layanan Purna Jual Dalam pengertian dan prakteknya, jaminan produk baru dapat menjalankan fungsinya sebagai penjamin atas kualitas atau mutu barang pada saat setelah proses jual beli terlaksana. Sebab perjanjian jaminan Produk merupakan perjanjian assesoir atau perjanjian yang mengikuti perjanjian lain. Jadi tanpa adanya perjanjian atau kesepakatan sebelumnya, misalnya jual beli maka tidak akan ada pulalah perjanjian jaminan produk atau garansi. Bentuk jaminan yang baru dapat berjalan fungsinya setelah terjadinya proses jual beli ini disebut bentuk Layanan Purna Jual (after sales). Layanan Purna Jual adalah jasa yang ditawarkan oleh Produsen kepada konsumennya setelah transaksi penjualan dilakukan sebagai jaminan atas kualitas atau mutu produk yang ditawarkannya. 15 Layanan purna jual tidak terbatas hanya pada produk konkret, namun produk abstrak seperti pendidikan pun oleh produsen (misalnya universitas) kadang kadang memiliki layanan purna jual, dimana mahasiswa dijanjikan mendapatkan pekerjaan setelah lulus dengan berbagai macam saluran untuk mencari pekerjaan yang disediakan. Layanan purna jual dimaksudkan bertujuan untuk menjaga minat konsumen atau calon konsumen dan memperluas sikap positif dari keunggulan produk yang telah dijanjikan. 15 http: //id.wikipedia.org/wiki/layanan_purna_jual. Diakses 30 September 2010.

4. Kedudukan Jaminan Produk (Garansi) Dalam Sistem Kitab Undang - Undang Hukum Perdata Seperti yang telah diuraikan pada pembahasan sub bab sebelumnya (Bab II, sub Bab B), bahwa salah satu bentuk jaminan perseorangan adalah perjanjian garansi. Dalam skema dibawah ini dapat diperlihatkan kedudukan Perjanjian Garansi tersebut dalam sistem hukum Perdata : 16 Piutang yang Diistimewakan Buku Kedua Gadai Di dalam KUH Perdata Hipotek Tempat dan Sumber Hukum Jaminan Buku Ketiga Penanggungan Utang Perikatan Tanggung Menanggung Perjanjian Garansi KUH Dagang Hipotek atas Kapal Laut Di Luar KUH Perdata Perundangundangan Jaminan Lainnya Hak Tanggungan - UU No. 4 Tahun 1996 Jaminan Fidusia - UU No. 42 Tahun 1999 Perundangundangan Jaminan lainnya yang Terkait dengan Jaminan UU No. 16 Tahun 1982 UU No. 7 Tahun 1992 Juncto UU No. 10 Tahun 1998 UU No. 15 Tahun 1992 UU No. 17 tahun 2008 16 Rachmadi, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009). Hal.30

Dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, kedudukan perjanjian garansi adalah dalam Buku Ke III (tiga) yaitu tentang perikatan dan landasan hukum dasarnya adalah pasal ketentuan-ketentuan umum perikatan seperti Pasal 1233 dan 1234. Pasal 1233 berbunyi : Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. Dalam hal ini, perjanjian garansi lahir karena adanya persetujuan. Pasal 1234 berbunyi : Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Dalam hal ini, perjanjian garansi adalah perikatan yang ada untuk berbuat sesuatu, yaitu menjamin atau berbuat menjamin. Seperti yang telah diuraikan dalam pengertian tentang Jaminan produk atau Garansi, pada dasarnya perjanjian garansi yang dimaksud dalam hal jaminan produk ini adalah suatu perjanjian penjaminan dimana pihak ketiga (dalam hal ini podusen atau importir) menjamin bahwa produk yang dijual oleh pihak pertama (yaitu penjual atau distributor) kepada pihak kedua (pembeli atau konsumen) adalah produk yang terbebas dari kesalahan pekerja dan kegagalan bahan. Dalam Pasal 1316 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata dikatakan bahwa adalah diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seorang pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak

ketiga tersebut menguatkan sesuatu, jika pihak ini menolak memenuhi perikatannya. Menurut sorang praktisi hukum Rachmadi Usman pasal tersebut merupakan landasan hukum dasar perjanjian garansi dan ini juga dapat dijadikan dasar hukum garansi jaminan produk dengan menggunakan penafsiran analogi, karena bila langsung menjadi dasar hukum tanpa adanya penafsiran analogi maka substansi yang terkandung dalam pasal tersebut sedikit berbeda dengan garansi / jaminan produk. Kalau pada pasal tersebut substansi perjanjian lebih cenderung mengarah pada perjanjian garansi yang dicontohkan pada bank garansi misalnya. Dimana pihak bank merupakan suatu pihak yang menjamin atau disebut penanggung, guarantor, atau borg yang bersedia bertindak sebagai penanggung bagi nasabahnya yang menjadi debitur dalam mengadakan suatu perjanjian (pokok) dengan pihak lain sebagai kreditur. Perjanjian (pokok) tersebut biasanya adalah perjanjian kerjasama antara nasabah bank (A) dengan pimpinan proyek (Y) untuk mengerjakan suatu proyek tertentu. Dan pengerjaan proyek oleh si A inilah yang dijamin oleh si Bank, sehingga Pimpinan Proyek Y dapat merasa aman bila bekerjasama dengan si A (tentunya proyek yang dijaminkan dengan bank garansi adalah proyek yang mahal atau yang menghabiskan dana besar). Sedangkan bila dikaitkan dengan perjanjian garansi dalam hal jaminan produk maka akan ditemukan kesesuaian sebab pada dasarnya adalah sama-sama suatu perjanjian jaminan, dimana kalau dalam hal ini, produsen atau pelaku usaha lah yang berperan sebagai penjamin atau penanggung atau guarantor atau borg yang bersedia bertindak sebagai penanggung akan kualitas produk yang diperjualbelikan oleh penjual (distributor) kepada pembeli (konsumen). Jadi bila

dianalogikan maka peran produsen atau pelaku usaha dalam perjanjian garansi jaminan produk sama dengan peran bank dalam perjanjian garansi bank garansi sama-sama sebagai penjamin, peran produk yang dijual si penjual atau distributor sama dengan peran kerja nasabah bank ( atau si A ) yaitu sama-sama yang menjadi objek jaminan dengan perbedaan kalau si penjual atau distributor yang dijamin adalah kualitas produk yang dijualkannya sedangkan si nasabah bank (si A ) yang dijamin adalah kualitas kerjanya yaitu baahwa dia mampu mengerjakan proyek tersebut, sedangakan peran pembeli (konsumen) sama dengan peran si Pimpinan Proyek (si Y ), dalam hal ini sama-sama mendapat penjaminan sehingga merasa aman dan terlindungi dari berbagai bentuk kerugian, dimana si pembeli atau konsumen produk akan merasa aman dan terlindungi dari cacat bahan atau kerusakan dari kesalahan pekerja sedangkan Pimpinan proyek atau Y merasa aman dan terlindungi dari kerugian kegagalan proyek. Sebab kedua pihak yang mendapat penjaminan itu pun telah membayar mahal segala sesuatunya jadi memang pantaslah mendapatkan suatu jaminan atau garansi. Uraian diatas inilah yang dimaksudkan penafsiran analogi tadi. Dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata perjanjian garansi serupa dapat kita lihat juga pengaturannya pada Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 dengan juga meperhatikan Pasal 1831 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata atau Pasal 1832 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata. Sedangkan untuk menjamin produk dari cacat tersembunyi yang mengakibatkan kerugian dipihak konsumen maka Pasal 1504 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata mewajibkan penjual untuk menjamin cacat tersembunyi yang terdapat pada barang yang dijualnya tersebut.