BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. padat. Pemukiman kumuh terjadi disetiap sudut kota. Banyaknya pengamen,

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah. Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL adalah istilah untuk

UCAPAN TERIMA KASIH...

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Kota Padang merupakan salah-satu daerah di Sumatera Barat dengan roda ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang lain bekerja dalam waktu yang singkat. tingginya tuntutan biaya hidup di zaman saat sekarang ini.

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB VI TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG TERHADAP PENATAAN PKL

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. SIMPULAN DAN SARAN. pamong praja, maka penulis memberikan simpulan bahwa koordinasi yang

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa zaman sekarang mencari pekerjaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi

6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indones

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

I. PENDAHULUAN. meningkatnya berbagai aktivitas pemenuhan kebutuhan, salah satunya adalah

STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

PEDOMAN WAWANCARA PROFESIONALISME APARAT SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA

I. PENDAHULUAN. pemerintah dalam era otonomi daerah seperti saat ini. Hal tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Apalagi untuk kehidupan di kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Semarang,

Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Sentra PKL Jalan Dharmawangsa Kota Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

MEMUTUSKAN: IDENTITAS PEDAGANG KAKI LIMA.

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat Urbanisasi tertinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tuntutan reformasi dan perubahan Undang-Undang Dasar Negara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BUPATI BATANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi pada Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan. Seperti diketahui, negara

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik merupakan salah satu variable yang menjadi ukuran

I. PENDAHULUAN. menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL), kemacetan lalu lintas, papan reklame yang

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

I. PENDAHULUAN. Pasar sebagai arena atau suatu tempat pertukaran baik dalam bentuk fisik

BAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. masyarakatnya telah terpenuhi. Salah satu penghambat dari kesejahteraan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IMPLIKASI METODE KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING BANDAR LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. selalu mempunyai dampak yang positif dan negatif, di satu pihak terdapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Di Sentra PKL Viaduk Gubeng Kota Surabaya). SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyebaran dan pergerakan penduduk. Hal ini mengakibatkan di. masyarakat, fungsi pelayanan dan kegiatan ekonomi.

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1 januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kawasan Kota Bumiayu adalah kawasan yang menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas

LAMPIRAN KUISIONER DATA UMUM PKL DI KOTA BOGOR

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR : 16 TAHUN 2002 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Kota pada hakikatnya adalah suatu tempat yang akan berkembang terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memaksa untuk keperluan negara yang diatur oleh undang-undang.

BAB V PENUTUP DAN IMPLIKASI TEORI

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ismy Ayuning Pekerty, 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

I. PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan daerah diperlukan adanya hubungan yang serasi

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa pada dasarnya negara kita adalah merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

I. PENDAHULUAN. Pasar dinyatakan sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang melakukan

Dedy Gunawan, 2014 Efektifitas Perda Nomor 11 Tahun 2005 Bagi Perokok Untuk Menjadi Warga Negara Yang Baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. Polisi pamong praja sebenarnya sudah ada ketika VOC menduduki Batavia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota dalam pengertian geografis merupakan suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian penduduknya bukan petani, di segala aspek perkembangannya akan ikut tumbuh dan berkembang serta memunculkan permasalahan yang kompleks. Perkembangan dan perubahan suatu kota terjadi pada kondisi fisik, ekonomi, sosial dan politik. Dalam perubahan dan perkembangan kota, para perencana kota diharapkan mempertahankan atau memelihara sesuatu yang baik tentang kota serta berupaya merencanakan pertumbuhan dan perubahannya. Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki sesuatu yang baik dan perlu dipertahankan atau dipelihara. Hal ini ditunjukan dengan adanya bangunan bersejarah yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan keindahan dan kenyamanan bagi masyarakat. Pada awalnya Kota Bandung memiliki konsep dasar sebagai kota taman (GardenCity) yang perlu dipertahankan karena memberikan citra dan identitas Kota Bandung yang sebenarnya. Selain mempertahankan identitasnya dalam perkembangan dan perubahan, Kota Bandung memiliki permasalahan yang cukup kompleks. Perubahan terjadi pada aspek fisik, ekonomi, sosial dan politik sepertikota yang semaking kumuh, aktivitas yang semakin tidak tertib, dan kriminalitas yang semaking tinggi. Hal ini 1

2 akan menghambat perkembangan kota dan impian masyarakat Kota Bandung untuk hidup sejahtera. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah memberikan kewenangan kepada daerah untuk melakukan pengaturan terhadap daerahnya masing-masing. Sebagai wujud dari pengaturan terhadap daerah, terlihat setiap pemerintah daerah kabupaten maupun kota di seluruh Indonesia seakan terlihat berlomba untuk melakukan pengaturan terhadap kegiatan liar yang dinilai mengganggu aktivitas masyarakat umum. Hal ini terlihat hampir setiap kota maupun kabupaten mengeluarkan peraturan daerah dalam rangka mengatasi masalah ketertiban, kebersihan dan keindahan. Masalah masyarakat kota merupakan isu yang paling esensi dan selalu hangat didalam politik, pemerintahan selalu menjadi perhatian media massa bahkan menjadi pembicaraan masyarakat sehari-hari. Perkembangan kota secara pesat yang tidak disertai dengan pertumbuhan kesempatan pekerjaan yang memadai, mengakibatkan kota-kota menghadapi berbagai macam problem social. Tumbuh suburnya sektor ekonomi informal adalah jawaban dari kondisi tersebut.bentuk sektor ekonomi informal yang menonjol dan sering ditemui di perkotaan salah satunya adalah Pedagang Kaki Lima (PKL). Keberadaan PKL mengundang dilematis, disatu sisi PKL dibutuhkan karena memiliki potensi ekonomi berupa menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengembangkan jiwa kewirausahaan dan sektor pariwisata.bahkan jika PKL dikelola dengan baik dan bijak dapat menjadi sumber bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung.

3 Pada sisi yang lain, PKL merusak estetika kota dengan ketidaktertiban dan kekumuhannya. PKL menghambat lalu lintas dan merampas hak pejalan kaki. Keberadaannya dinilai sudah mengganggu kenyamanan dan keindahan kota, meski disatu sisi eksistensinya tetap dibutuhkan sebagai roda penggerak perekonomian masyarakat kecil. Selama ini PKL identik dengan penyakit kota menempati wilayah yang secara hukum dilarang, mengganggu kenyamanan pengguna jalan, dan terkesan tidak peduli dengan ketertiban lingkungan sekitar. Saat ini, banyak kota di Indonesia yang belum mampu menangani masalah-masalah umum yang sering ditimbulkan oleh PKL. Keberadaan PKL di lapangan selalu berhadapan dengan kenyamanan masyarakat selaku pengguana jalan umum khususnya pengendara beroda dua maupun beroda empat yang mengakibatkan kemacetan di sekitar lokasi tempat mereka berjualan. Dengan melihat kondisi yang demikian, seringkali muncul persepsi kepentingan yang berbeda, dimana pada satu sisi pemerintah dan sebagian besar masyarakat menghendaki adanya penertiban dalam penggunaan ruang bagi pedagang kaki lima. Sementara pada sisi yang lain, para pedagang kaki lima menghendaki adanya kesempatan secara relatif bebas dalam menggunakan tempat di pusat kota untuk melakukan kegiatan usahanya. Dalam hal ini, seringkali pemerintah kota atau daerah mengeluarkan kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan pedagang kaki lima seperti menertibkan dengan tindakan represif atau memindahkan lokasi pedagang kaki lima ke tempat-tempat tertentu yang dianggap tidak mengganggu ketertiban dan keindahan kota sehingga kesan kotor dan semrawut dapat dikurangi. Tetapi hal ini

4 sering ditentang oleh para pedagang kaki lima karena tempat-tempat yang disediakan oleh pemerintah daerah tersebut dianggap tidak strategis dan jauh dari pusat keramaian. Hal inilah yang menyebabkan para pedagang kaki lima meninggalkan tempat tersebut dan kembali berjualan secara liar di pusat keramaian kota. Kepentingan yang berbeda dimana pada satu sisi pemerintah dan sebagian besar masyarakat menghendaki adanya penertiban dalam penggunaan ruang bagi pedagang kaki lima. Sementara pada sisi yang lain, para pedagang kaki lima menghendaki adanya kesempatan secara relatif bebas dalam menggunakan tempat di pusat kota untuk melakukan kegiatan usahanya. Dalam hal ini, seringkali pemerintah kota atau daerah mengeluarkan kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan pedagang kaki lima seperti menertibkan dengan tindakan represif atau memindahkan lokasi pedagang kaki lima ke tempat-tempat tertentu yang dianggap tidak mengganggu ketertiban dan keindahan kota sehingga kesan kotor dan semrawut dapatdikurangi. Tetapi hal ini sering ditentang oleh para pedagang kaki lima karena tempat-tempat yang disediakan oleh pemerintah daerah tersebut dianggap tidak strategis dan jauh dari pusat keramaian. Hal inilah yang menyebabkan para pedagang kaki lima meninggalkan tempat tersebut dan kembali berjualan secara liar di pusat keramaian kota. Permasalahan memengenai keindahan, ketertiban, dan kebersihan Kota Bandug perlu ditindak lanjuti, oleh karena itu Pemerintah Kota Bandung menetapkan Perda No. 11 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K3). Proses penyelenggaraan ketertiban, kebersihan,

5 dan keindahan dilakukan Pemerintah Kota Bandung dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 11 Tahun 2005 tersebut yang salah satu programnya adalah pelarangan kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) pada tujuh titik di Kota Bandung. Namun, pada kenyataannya, pelaksanaan kebijakan yang dikeluarkan tidak sesui dengan tuntutan dan otonomi daerah. Banyaknya PKL, anak jalanan, pengemis, dan pengamen yang berkeliaran di Kota Bandung kelihatannya sulit untuk dikurangi atau bahkan dihilangkan. Kaiinginan mereka untuk tetap hidup dan menghidupi keluarganya memaksa mereka untuk tetap berjualan di tempattempat yang dianggap bebas dari PKL. Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung yang saat itu tengah bertugas menertibkan PKL di sekitaran Jalan Kepatihan, Dewi Sartika, dan alunalun Kota Bandung, member tanggapan bahwa salah satu yang perlu diwaspadai adalah 7 titik yang termasuk kedalam zona merah, dalam arti zona merah disini tidak diperbolehkan 1 PKL pun menjajakan barang dagangannya, pemberhentian bebas angkutan umum, atau parkir bebas di kawasan tersebut. Zona- zona tersebut yaitu kawasan alun-alun, jalan Asia afrika, jalan Oto Iskandardinata, jalan Kepatihan, jalan dewi Sartika, jalan Dalem Kaum, dan jalan Merdeka. Diantara 7 titik tersebut, jalan Kepatihan yang dipusatkan untuk diteliti, karena jalan kepatihan ini merupakan jalan yang staregis sehingga menjadi prioritas utama dalam penertiban PKL, selain itu Jalan Kepatihan yang jaraknya tidak terlalu lebar dan panjang ini dilewati kendaraan dari pribadi sampai kendaraan umum setiap harinya serta adanya parkir bebas di bahu jalan, sehingga Jalan Kepatihan tersebut menjadi sangat padat. Pemerintah Kota meminta agar para PKL tidak berjualan di

6 tempat tersebut, karena selain merusak keindahan, juga mengganggu ketertiban kota. Jalan Kepatihan juga merupakan kawasan yang bedekatan dengan tempat beribadah yaitu Mesjid Agung Kota Bandung, di kawasan ini sebenarnya telah disediakan tempat khusus PKL, namun PKL memberi alasan bahwa pemerintah tidak memberikan fasilitas yang luas untuk para PKL di sini, selain itu bagi mereka jalan Kepatihan ini memang sudah menjadi tepat strategis untuk mencari penghasilan. PKL sebagai pelaku ekonomi yang termasuk kategori kecil merupakan persoalan kota besar di setiap Negara di dunia. PKL tidak mungkin dihindari atau ditiadakan, mengingat keberadaannya merupakan bagian atau konsekuansi logis dari sebuah kota. Banyak faktor yang mendorong tumbuh dan berkembangnya PKL diperkotaan, antara lain tingkat urbanisasi, kesempatan kerja di perkotaan yang terbatas, dan banyaknya tenaga kerja unskill yang dating ke perkotaan. Menurut data di Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung, PKL yang terdapat di Jalan Kepatihan ini berjumlah kurang lebih sekitar 200 orang. Pedagang ini umumnya berasal dari luar Kota Bandung, bahkan luar Pulau Jawa. PKL yang berjualan di Jalan Kepatihan Kota Bandung didominasi oleh Suku Padang dengan presentasenya 50%, pedagang lainnya berasal dari Suku Sunda dengan presentase sebesar 45%, dan Suku Jawa dengan presentase sebesar 5%. Para PKL ini dapat diidentifikasikan asal daerahnya mengacu pada jenis barang dagangannya masing-masing.pkl yang merupakan Suku Sunda pada umumnya berjualan makanan khas sunda seperti batagor, baso tahu, siomay, karedok, goreng-gorengan dan lain-lain serta rokok dan minuman. Sedangkan PKL yang

7 berasal dari Suku Padang berjualan aneka masakan Padang, banyak juga dari mereka yang berjualan DVD, aksesoris, sepatu, tas, serta baju anak-anak sampai dewasa. Sedangkan PKL yang berasal dari Suku Jawa pada awalnya berjualan seperti bakso dan mie ayam. Dilihat dari banyaknya PKL dengan wilayah Jalan Kepatihan Kota Bandung yang hanya berjarak kurang dari 500 meter, memperlihatkan kondisi Jalan Kepatihan yang sangat padat.hal ini berdampak banyak permasalahan seperti masalah kebersihan, ketertiban, dan keindahan Kota Bandung.Dari hasil observasi peneliti bahwa Jalan Kepatihan merupakan wilayah PKL yang akan di relokasikan ke Jalan Banceuy. Seperti yang diberitakan oleh Pjtv.co.id Jumat, 22 febuari 2013, bahwa : Kawasan Kepatihan yang meskipun terlihat bersih dari kehadiran para PKL dibandingkan beberapa waktu lalu, yang mana kawasan Jalan Kepatihan Kota Bandung selalu disesaki para PKL, ternyata hal tersebut belum sepenuhnya terbebas dari kehadiran PKL, masih terlihat beberapa PKL yang berjualan, meskipun tim Satpol PP berada di kawasan tersebut. Terkait adanya para PKL yang masih berjualan di kawasan Kepatihan, sesuai yang dikatakan oleh Komandan Kompi Gin Ginanjar yang mengungkapkan bahwa, para PKL yang berjualan berada di zonasi bebas berjualan. Meskipun mereka berjualan di atas trotoar, namun hal tersebut hanya sementara. Selebihnya menunggu hingga tanggal 26 febuari mendatang yang mana keseluruhan para PKL akan di pindahkan ke kawasan banceuy. (Dian Hardiansyah, Bandung-Jawa Barat) Dari hasil tanya jawab dengan beberapa PKL di Jalan Kepatihan, tidak semua PKL menyepakati pemindahan tersebut, beberapa PKL menyebutkan Jalan Banceuy tidak stategis dan menyulitkan para pelanggan untuk menemukan tempat mereka. Selain itu sampai saat ini Jalan Kepatihan masih padat oleh PKL dan belum ada pemindahan PKL sama sekali. Oleh karena itu perlu di perhatikan mengenai evaluasi dari Kebijakan No. 11 Tahun 2005 dalam penertiban PKL di

8 Jalan Kepatihan terkait berita-berita yang sudahada di media maupun tanggapan para PKL itusendiri. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik meneliti tentang Evaluasi Kebijakan Peraturan Daerah (PERDA) No.11 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, Keindahan (K3)(Studi Tentang Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Kepatihan Kota Bandung) 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah, bagaimana evaluasi kebijakan kebijakan Perda No.11 Tahun 2005 di Kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitan Maksud dari Penelitian ini adalah untuk lebih mengetahui evaluasi kebijakan Perda No.11 Tahun 2005 di Kota Bandung.Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam KKL ini adalah: 1) Untuk mengetahui efektivitas kebijakan Perda No.11 Tahun 2005 di Kota Bandung. 2) Untuk mengetahui efisiensi kebijakan Perda No.11 Tahun 2005 di Kota Bandung. 3) Untuk mengetahui kecakupan kebijakan Perda No.11 Tahun 2005 di Kota Bandung. 4) Untuk mengetahui perataan kebijakan Perda No.11 Tahun 2005 di Kota Bandung.

9 5) Untuk mengetahui Responsivitas kebijakan Perda No.11 Tahun 2005 di Kota Bandung. 6) Untuk mengetahui ketepatan kebijakan Perda No.11 Tahun 2005 di Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti diharapkan berguna untuk menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak, yaitu diantaranya sebagai berikut : 1) Kegunaan Bagi Peneliti Manfaat meneliti masalah PKL ini bagi peneliti yaitu untuk melatih kemandirian dan agar dapat memiliki sikap dan rasa tanggung jawab dalam meneliti suatu masalah.selain itu juga sebagai gambaran praktis bagi peneliti berkaitan dengan PKL di JalanKepatihan, serta peneliti pun dapat mengetahui evaluasi dari kebijakan pemerintah mengenai penertiban PKL di jalan Kepatihan Kota Bandung. 2) Kegunaan Teoritis Hasil Penelitian ini secara teori diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang pengembangan teori khususnya bagi Ilmu Pemerintahan, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan literature bagi penelitian-penelitian selanjut nya 3) Kegunaan Praktis

10 Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Kota Bandung maupun aparat Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung sebagai suatu bahan masukan dan bahan pertimbangan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam penertiban PKL di jalan Kepatihan Kota Bandung.