BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Ratna Tedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketertiban dan kenyamanan kota (tidiness and convenience) merupakan fungsi turunan terpenting dari penataan ruang kota. Tujuan utama penataan ruang kota adalah terciptanya keserasian antar fungsi kegiatan di dalam ruang kota. Penataan ruang kota ini mutlak diperlukan karena dinamika ruang kota cenderung bergerak ke arah terjadinya kompetisi ruang yang sangat potensial bagi timbulnya konflik ruang. Potensi konflik ini sudah barang tentu harus diantisipasi melalui penataan ruang yang baik. Fenomena pertumbuhan Pedagang Kaki Lima (PKL) telah menjadi isu internasional karena menimbulkan potensi konflik ruang yang akan berdampak negatif bagi ketertiban dan kenyamanan kota. Konflik ruang yang ditimbulkan oleh PKL biasanya terjadi ketika PKL sudah menempati ruang publik kota pada tingkatan tertentu sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi ruang publik tersebut. Contoh yang umum terjadi adalah terganggunya fungsi trotoar sebagai tempat pejalan kaki dan fungsi jalan sebagai tempat penglaju kendaraan bermotor. Dalam kaitan inilah maka upaya penataan PKL menjadi sangat penting dilakukan sebagai bagian dari penataan ruang kota untuk menjamin terwujudnya ketertiban dan kenyamanan kota. Kini hal itu tertuang dalam Undang-undang penataan ruang yang baru yaitu UU No.26/2007. Salah satu pasal dari UU tersebut yaitu pasal 28c menyebutkan bahwa dalam rencana tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana untuk kegiatan sektor informal. Secara tersirat dari pasal tersebut diamanatkan bagi pemerintah kota untuk menyediakan ruang bagi kegiatan sektor informal, diantaranya PKL. Ditinjau dari aspek historisnya, penataan PKL di negara-negara maju, yang kemudian diikuti oleh negara-negara berkembang, telah mengalami dinamika seiring dengan pergeseran paradigma yang mendasari proses perumusan kebijakannya (Cross, 1998:33 dalam Bapeda, 2008).
2 Dunia modern, dicirikan oleh sentralisasi ekonomi dan peraturan yang dilatarbelakangi oleh suatu pemikiran untuk menciptakan individu-individu yang semakin efisien dan produktif (economic centered development). Kondisi ini bukan hanya memerlukan perubahan besar dalam struktur dan peranan pemerintah, organisasi bisnis, struktur industri dan sistem pasar, tapi juga dalam budaya dan kehidupan sosial setiap individu, keluarga dan masyarakat. Secara umum, seluruh aspek kehidupan harus dibentuk agar sesuai dengan syarat-syarat ini. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa PKL hampir tidak memiliki tempat di dalam dunia modern. Dalam idealisme dunia modern, segala sesuatunya serba teratur, efisien dan terstruktur (Cross, 1998:33 dalam Bapeda, 2008). Sebagai konsekuensi logis dalam tatanan dunia modern di atas, kegiatan PKL mengalami tekanan yang luar biasa di hampir seluruh kota-kota dunia. Terlepas dari kritikan bahwa kegiatan PKL tidak efisien, masalah yang sesungguhnya adalah PKL merupakan pesaing utama bagi pedagang pengecer yang masuk kriteria sektor formal. Toko-toko pengecer di sektor formal yang merasa lebih berhak melakukan kegiatan usaha karena telah memenuhi syaratsyarat legal formal, terutama yang berlokasi di tempat yang kurang strategis, memandang PKL sebagai suatu ancaman serius. Oleh karena itu solusi yang dipandang tepat dalam paradigma modern ini adalah melarang, atau menerapkan over-regulation terhadap kegiatan PKL sambil pada saat yang sama mendesain ulang ruang kota sehingga benar-benar tidak ada ruang lagi bagi kegiatan PKL. Proyek-proyek Sub-urban, Subdivision, Urban Decay dan Urban Renewal merupakan contoh-contoh yang telah terjadi di negara-negara maju. Di beberapa negara berkembang juga telah terjadi proses yang sama, namun dengan tingkat keberhasilan yang berbeda sehubungan dengan kurangnya penetrasi kaum modernis dalam masyarakat dan semakin menguatnya ekonomi informal untuk berkembang dan bertahan terhadap tekanan kaum modernis tersebut. Kembali timbulnya kegiatan PKL dalam kekuatan yang lebih besar menandai runtuhnya impian kaum modernis. Kaum modernis tidak bisa mengelak dari kenyataan post-modern yang tengah berlangsung. Post-modernisme sebagai suatu gerakan, jika kita menganggapnya seperti itu, pada hakikatnya merupakan upaya masing-masing individu untuk mengembalikan hak kontrol atas dirinya
3 sendiri suatu hak yang nyaris hilang dalam tatanan masyarakat industri akhirakhir ini. Hal ini tercermin dalam kemunculan kembali usaha-usaha kecil sejak 1980-an, seiring dengan kebangkitan kelompok menengah dalam menentang upah buruh yang rendah (Cross, 1998:33 dalam Bapeda, 2008). Post-modernisme dicirikan dengan karakteristik adanya pengakuan dan penghargaan atas hak setiap individu dalam mengontrol dirinya sendiri. Karakteristik tersebut pada hakikatnya merupakan esensi dari proses pembangunan yang bertumpu pada komunitas (community-based development) yang secara umum kemudian lebih dikenal sebagai pembangunan partisipatif (participatory development) yang mengubah paradigma pembangunan dari economic centered development menjadi people centered development. Kondisi PKL di Kota Tasikmalaya saat ini, belum sepadat kota-kota besar di Indonesia. Namun, kecenderungan jumlah PKL setiap tahunnya selalu meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkurangnya fungsi trotoar jalan bagi pedestrian akibat ruang ini digunakan oleh PKL untuk melakukan kegiatannya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Gambar 1 Kondisi PKL di Kota Tasikmalaya Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa keberadaan PKL di Kota Tasikmalaya berakibat mengganggu kenyamanan pejalan kaki karena ruang geraknya digunakan oleh PKL dan kemacetan yang diakibatkan ruang pinggir jalan digunakan untuk menyimpan gerobak/tempat dagangan para PKL sehingga lebar jalan bagi kendaraan bermotor semakin sempit. Akibat lain dari kegiatan PKL ialah menimbulkan kenampakan fisik kota yang buruk.
4 Namun demikian, kondisi PKL di Kota Tasikmalaya belum seruwet yang terjadi di kota besar seperti Kota Bandung. Walaupun demikian, penataan PKL harus segera dilakukan karena ada kecenderungan seperti di Jalan KH. Zaenal Mustofa akan dibangun lagi sebuah mall maka diperkirakan penyebaran PKL sepanjang jalan akan semakin melebar. Hal ini harus segera diantisipasi jangan sampai menunggu sampai kegiatan itu menjadi makin liar. Kota Tasikmalaya adalah kota pusat pertumbuhan di kawasan priangan timur, kondisi ini akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan kota yang lebih cepat di bandingkan dengan kota kota disekitarnya. Selain itu dengan visi Kota Tasikmalaya yang ingin mewujudkan Kota Tasikmalaya sebagai pusat bisnis di Priangan Timur pada tahun 2012 dan di Jawa Barat pada Tahun 2025, akan menyebabkan semakin banyaknya peluang bisnis yang dapat memacu peningkatan pertumbuhan jumlah Pedagang Kaki Lima. Oleh karena itu sangat dibutuhkan suatu kegiatan penelitian tentang solusi yang tepat untuk menata keberadaan pedagang kaki lima tersebut agar selaras dengan perkembangan penataan kota. Pada saat ini, bukan tidak ada upaya atau tindakan tindakan untuk menekan pertumbuhan pedagang kaki lima, tetapi upaya/tindakan tersebut lebih kedalam penertiban bukan dalam proses penataan, sehingga dampak yang dihasilkan adalah dampak sesaat. Namun demikian, proses penataan pun tidak akan berhasil bila dilakukan secara top down atau pun bottom up. Oleh karena itu kajian mengenai penataan PKL di Kota Tasikmalaya ini tidak hanya akan dilakukan dengan metode pendekatan yang bersifat top down ataupun buttom-up, tapi juga harus dilakukan dengan metode pendekatan partisipatif yang memadukan pendekatan emic dan pendekatan etik. Dengan demikian, perlu dilakukan kajian penataan PKL di Kota Tasikmalaya dalam menciptakan tata ruang yang memiliki keserasian, kenyamanan dan ketertiban baik bagi pedagang kaki lima pada khususnya maupun masyarakat kota pada umumnya. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan Undang Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kegiatan kegiatan yang termasuk kedalam sektor informal juga harus ditata
5 sedemikian rupa sehingga keberadaanya tidak mengganggu komposisi penataan ruang. Sebelum lahirnya UU No. 26 Tahun 2007 tersebut, sektor informal selalu tidak termasuk kedalam kegiatan yang dikembangkan sehingga keberadaannya selalu menimbulkan permasalahan. Pedagang kaki lima merupakan salah satu kegiatan sektor informal yang tidak diakomodir dalam dokumen dokumen penataan ruang di Kota Tasikmalaya, khususnya dokumen perencanaan tata ruang sebelum adanya UU No. 26 Tahun Permasalahan PKL di Kota Tasikmalaya, jika dirunut sebenarnya merupakan rantai sebab akibat dari permasalahan sosial ekonomi dan penataan ruang di Kota Tasikmalaya. Permasalahan sosial ekonomi tersebut diantaranya ialah masalah tingginya angka kelahiran penduduk, rendahnya pendapatan per kapita penduduk (tahun 2004 Rp ,00 perkapita/bulan), dan tingkat pendidikan yang masih rendah sehingga berakibat pada nilai IPM yang masih rendah yaitu 69,07 pada tahun Dengan kondisi seperti itu, pemerintah Kota Tasikmalaya berusaha untuk meningkatkan nilai IPM melalui beberapa program yang dicanangkan (Proposal Evaluasi Diri Kota Tasikmalaya, 2007). Rendahnya pendapatan per kapita penduduk berhubungan erat dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk Kota Tasikmalaya yang masih rendah dan terbatasnya lapangan kerja sehingga tidak sedikit yang bekerja di sektor informal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satunya ialah kegiatan berdagang di trotoar jalan yang tidak sesuai dengan pola pemanfaatan ruang yang seharusnya atau biasa disebut PKL. PKL di Kota Tasikmalaya bertempat di pinggir jalan maupun trotoar dan tempat parkir kendaraan bemotor, sehingga berdampak pada terganggunya ruang pejalan kaki dan kemacetan akibat penggunaan jalan untuk kegiatan PKL. Hal ini timbul disebabkan ketidaktahuan PKL mengenai aturan mengenai penataan ruang kota yang tertuang dalam dokumen RTRW dan aturan mengenai penggunaan jalan raya dan tempat parkir. Untuk mengatasi masalah PKL ini, pemerintah Kota Tasikmalaya dalam hal ini dilakukan oleh Polisi Pamong Praja melakukan penertiban terhadap PKL ini. Namun, hasilnya tindakan itu hanya bersifat sesaat dan tak lama kemudian PKL itu muncul lagi dan bahkan jumlahnya kian bertambah.
6 Namun demikian, keberadaan PKL ini di satu sisi merupakan sektor yang memberi kontribusi cukup besar terhadap perekonomian suatu kota, bahkan hal ini terbukti pada saat terjadi krisis ekonomi di negara kita pada tahun 1997 dimana sektor ini mampu bertahan. Namun di sisi lain, kegiatan PKL ini dianggap sebagai kegiatan yang mengganggu ketertiban dan kenyamanan kota, bahkan ada juga yang menyebutnya sebagai parasit kota. Jumlah PKL ini semakin lama semakin banyak akibat banyaknya sarana perdagangan yang dibangun seperti mall, ruko, dan sebagainya yang bereksternalitas pada tumbuhnya kegiatan ini. Hal ini jika dibiarkan berlarut-larut maka akan menimbulkan dampak negatif terhadap penataan ruang Kota Tasikmalaya. Untuk itu perlu adanya penataan PKL sesuai amanat UU Penataan Ruang No. 26 tahun Jumlah PKL di Kota Tasikmalaya berdasarkan hasil survey Dinas Industri dan Perdagangan Kota Tasikmalaya tahun 2006 mencapai 556 PKL yang didata dari 4 lokasi pasar (lihat Tabel 1). Jumlah ini belum ditambah PKL yang berada di sekitar trotoar Jalan KH. Zaenal Mustofa dan lokasi lain non pasar atau yang berada di depan toko atau pusat perbelanjaan yang ada di BWK (Bagian Wilayah Kota) I. Tabel 1 Jumlah PKL di Kota Tasikmalaya Tahun 2006 No. Lokasi Pedagang Kaki Lima Jumlah (orang) 1. Pasar Kidul Pasar Wetan Pasar Baru Pasar Rel 151 Total 556 Sumber : Dinas Industri & Perdagangan Kota Tasikmalaya, 2006 Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa masalah PKL merupakan suatu lingkaran sebab akibat dari aspek sosial ekonomi yang saling terkait. Untuk itu, dalam mengkaji masalah PKL ini menurut Deguchi (2005) yang pertama kali perlu diketahui adalah krakteristik dari PKL yang diidentifikasi berdasarkan kondisi saat ini, perlengkapan dan perilaku berdagang berdasarkan aspek fisik dan sosial. Sehingga dalam studi ini perlu diidentifikasi jumlah PKL yang ada di Kota Tasikmalaya, jenis usaha/dagangannya, dan lokasi/sebarannya.
7 Jumlah PKL ini menurut Deguchi (2005) kemudian bisa dikelompokkan berdasarkan tipologi kenampakkan sementara (temporary setting) berdasarkan 3 aspek yaitu: 1). human activity (kegiatannya); 2). spatial feature (kenampakan spasial); dan 3). functional cycle (lingkaran fungsi). Berdasarkan aspek human activity, Deguchi membedakan PKL berdasarkan 5 kategori yaitu eating and drinking (penjual makanan/minuman di pinggir jalan), b) food sales (penjual makanan), c) product sales (penjual produk), d) service sales (penjual jasa), e) performances (dance and music) and amusement (pertunjukkan dan hiburan seperti pengamen). Yang kedua, hal yang melatarbelakangi munculnya PKL selain aspek sosial ekonomi ialah aspek kebijakan pemerintah yang salahsatunya dituangkan ke dalam RTRW Kota Tasikmalaya. Pentingnya tinjauan terhadap aspek kebijakan berupa RTRW Kota adalah untuk mengetahui sejauhmana PKL ini diperhatikan kepentingannya dalam rencana tata ruang, apakah sudah ada ruang untuk mereka atau tidak. Jika memang tidak, maka bisa dikatakan bahwa RTRW tersebut belum partisipatif karena belum memuat kebutuhan para PKL ini. Hal ini ditunjang dengan UU Penataan Ruang No. 26 tahun 2007 yang mengharuskan dalam RTRW Kota untuk menyediakan pengendalian dan pemanfaatan ruang untuk sektor informal, termasuk PKL. Hal ini juga dikemukakan oleh Deguchi (2005) dalam tulisannya bahwa dalam proses re-evaluasi PKL di kota-kota modern di Asia perlu meninjau sistem administrasi pemerintah dan implementasiimplementasinya yang mengatur penggunaan jalan raya dan tempat-tempat yang kondisinya penuh dengan kegiatan dari PKL sebagai sektor informal. Jika kepentingan untuk PKL belum termuat dalam RTRW, maka perlu dibuat RTRW yang partisipatif yang salahsatunya memuat penataan untuk PKL yang merangkum kepentingan PKL, masyarakat, pemerintah maupun swasta. Maka dari itu, diperlukan suatu kajian penataan PKL yang partisipatif sebagai salah satu upaya menciptakan kenyamanan, keserasian dan ketertiban ruang kota. Berdasarkan latarbelakang di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dikaji diantaranya : 1. Bagaimana karakteristik PKL di Kota Tasikmalaya yang ditinjau dari aspek sosial-ekonomi?
8 2. Bagaimana karakteristik konsumennya? 3. Bagaimana kebijakan pemerintah Kota Tasikmalaya terhadap penataan PKL terkait penataan ruangnya? 4. Bagaimana aspirasi masyarakat, pemerintah dan swasta dalam penataan PKL di Kota Tasikmalaya? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan utama dari penelitian ini ialah merumuskan alternatif model penataan PKL di Kota Tasikmalaya yang memiliki keserasian ruang kota serta memberikan kenyamanan dan ketertiban baik bagi pedagang kaki lima pada khususnya maupun masyarakat kota pada umumnya, sedangkan tujuan spesifik dari penelitian ini diantaranya: 1. Mengkaji aspek sosial ekonomi PKL. 2. Mengkaji karakteristik konsumen. 3. Mengkaji kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya terkait pengendalian dan pemanfaatan ruang untuk PKL. 4. Mengkaji aspirasi PKL, masyarakat, dan pemerintah sebagai masukan dalam penataan PKL. Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi bagi pemerintah daerah sekaligus sebagai bahan pertimbangan dalam proses penataan ruang Kota Tasikmalaya yang mengakomodir kepentingan berbagai stakeholder, yaitu PKL, masyarakat umum, swasta maupun pemerintah Kota Tasikmalaya.
BAB VI TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG TERHADAP PENATAAN PKL
BAB VI TINJAUAN KEBIJAKAN PENATAAN RUANG TERHADAP PENATAAN PKL 5.2 Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang Kota Tasikmalaya terhadap Penataan PKL Kajian terhadap kebijakan penataan pedagang kaki lima (PKL) di
Lebih terperinciKAJIAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA TASIKMALAYA SECARA PARTISIPATIF LELY SYIDDATUL AKLIYAH
KAJIAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA TASIKMALAYA SECARA PARTISIPATIF LELY SYIDDATUL AKLIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Lebih terperinciBAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA
108 BAB VIII ALTERNATIF MODEL PENATAAN PKL DI KOTA TASIKMALAYA 8.1 Analisis Keterkaitan Karakteristik PKL, Kebijakan Penataan Ruang tentang Penataan PKL, dan Aspirasi Masyarakat tentang Model Penataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Tasikmalaya, dengan lingkup wilayah studi area PKL di BWK I. Alasan dipilihnya BWK I karena kawasan ini merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciKAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA
MODEL JALUR PEDESTRIAN KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA Studi Kasus : Kawasan Alun - Alun Bandung ABSTRAK Perkembangan kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bottom-up learning.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik (otonomi daerah) membawa konsekuensi terjadinya perubahan paradigma perencanaan pembangunan, dari
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia melahirkan sektor informal. Salah satu wujud sektor informal di perkotaan adalah lahirnya pedagang
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN
Bab I Pendahuluan 1.1. LatarBelakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara berbagai dimensi, baik dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang bertujuan untuk
Lebih terperinciKAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR
KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : RISA NIKEN RATNA TRI HIYASTUTI L2D 002 432 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG
ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN
Lebih terperinciARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D
ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008
Lebih terperinciSTUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR
STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR Oleh: HAPSARI NUGRAHESTI L2D 098 433 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Kota Payakumbuh yang strategis menjadikannya sebagai salah satu kota yang memainkan peran penting di Propinsi Sumatera Barat. Kota Payakumbuh merupakan gerbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL), kemacetan lalu lintas, papan reklame yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota di Indonesia pada umumnya memiliki persoalan dengan ruang publik, seperti persoalan parkir yang memakan tempat berlebihan ataupun memakan bahu jalan, masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas kehidupan bangsa secara bertahap. Pembangunan mempunyai tujuan mulia untuk meningkatkan kemakmuran
Lebih terperinciKAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DIAN HERYANI L2D 002 393 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah. Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL adalah istilah untuk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan dinamika kegiatan masyarakat seirama dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah, maka kondisi ketenteraman
Lebih terperinciPranata Pembangunan Pertemuan 14 Penertiban Kaki lima
Pranata Pembangunan Pertemuan 14 Penertiban Kaki lima Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue yang terkait dengan kakilima berdasarkan peraturan yang terkait Fenomena kaki lima
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Salah satu permasalahan penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan Kota Bandung adalah permasalahan transportasi. Transportasi adalah penunjang fungsi sosial ekonomi dan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi
BAB VI PENUTUP Pada bab terakhir ini dipaparkan beberapa hal sebagai bagian penutup, yakni mengenai temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi serta saran studi lanjutan. VI.1. Temuan Studi
Lebih terperinciSISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lima jalan Kapten Muslim Kota Medan. Kajian penelitian ini dilatar belakangi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian ini mengkaji dan menganalisis kegiatan usaha pedagang kaki lima dengan metode SWOT. Adapun fokus lokasi penelitian pada pedagang kaki lima jalan Kapten
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang merupakan kewenangan daerah sesuai dengan urusannya, perlu berlandaskan rencana pembangunan daerah yang disusun berdasarkan kondisi
Lebih terperinciBandung Yang Unggul, Nyaman dan Sejahtera melalui Misi. Pembangunan Ekonomi Yang Kokoh, Maju dan Berkeadilan,
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka turut serta mewujudkan Visi Kota Bandung Yang Unggul, Nyaman dan Sejahtera melalui Misi Pembangunan Ekonomi Yang Kokoh, Maju dan Berkeadilan, Dinas Koperasi UKM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciSTRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA
Lampiran 2 STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA 1. Bagaimanakah perencanaan oleh Dinas Pengelolaan Pasar
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN RUANG BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DI PUSAT PERBELANJAAN DAN PUSAT PERKANTORAN DI KOTA SURABAYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kawasan (wilayah) akan selalu bertumbuh dan berkembang dinamis seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. Perubahan(evolusi)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pengembangan Kawasan Shopping Street Pertokoan Jl. Yos Sudarso :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. (http://developmentcountry.blogspot.com/2009/12/definisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebijakan publik merupakan segala hal yang diputuskan oleh pemerintah. Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota dalam pengertian geografis merupakan suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian penduduknya bukan petani, di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Demikian pula dengan pembangunan pasar dalam arti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Demikian pula dengan pembangunan pasar dalam arti fisik maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu proses pembangunan, selain dipertimbangkan aspek pertumbuhan dan pemerataan, juga dipertimbangkan dampak aktivitas ekonomi terhadap kehidupan sosial masyarakat,
Lebih terperinciIDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR. Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D
IDENTIFIKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI TAMAN SERIBU LAMPU KOTA CEPU TUGAS AKHIR Oleh: IKA PRASETYANINGRUM L2D 306 010 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANGERANG
RINGKASAN RENSTRA DINAS PERHUBUNGAN PERIODE 2014 2018 Penyusunan RENSTRA Dinas Perhubungan periode 2014-2018 merupakan amanat perundangan yang diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi baik oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,
Lebih terperinciKAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : OKTARINA DWIJAYANTI L2D 002 424 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA Dhian Krisna Kusuma Umar Mansyur Ni Made Esti Program Studi Perencanaan
Lebih terperinciDINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN MUSI RAWAS
DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN MUSI RAWAS KATA PENGANTAR Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas sebagai salah satu SKPD di Kabupaten Musi Rawas memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Perancangan. Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Latar Belakang Perancangan Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini. Khususnya di DKI Jakarta. Di berbagai wilayah terus tumbuh pusat-pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Denpasar terhadap tata bangunannya. Bangunan-bangunan tersebut banyak yang
BAB I PENDAHULUAN Studi ini dilatarbelakangi oleh realita yang terjadi di Jalan Teuku Umar Denpasar terhadap tata bangunannya. Bangunan-bangunan tersebut banyak yang menyimpang dari perijinan yang disetujui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota dalam perjalanannya selalu tumbuh dan berkembang, dan salah satu penyebab terjadinya pertumbuhan dan perkembangan kota adalah adanya pertumbuhan ekonomi. Dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter mengakibatkan terjadinya kelumpuhan ekonomi nasional terutama di sektor riil yang berakibat terjadinya pemutusan hubungan kerja besar-besaran
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor informal yang menjadi fenomena di perkotaan adalah Pedagang Kaki Lima (PKL). Dengan adanya keterbatasan lapangan kerja di sektor formal, Pedagang Kaki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. merencanakan pertumbuhan dan perubahannya (Catanese & Snider, 1988).
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota pada hakikatnya adalah suatu tempat yang akan berkembang terus menerus sesuai dengan perkembangan zaman dan potensi yang dimilikinya. Dalam perkembangannya, segala
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional
Lebih terperinciSTUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)
STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) TUGAS AKHIR Oleh : RINA NAZLA ULFAH L2D 098 461 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak positif juga memberi dampak negatif terutama ditunjukkan oleh
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Provinsi Jawa Barat, sekaligus menjadi Ibu Kota Provinsi tersebut. Kota ini terletak 140 km sebelah tenggara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang terus membenahi dirinya melalui pembangunan di segala bidang agar dapat menjadi negara yang makmur setara dengan negara-negara maju
Lebih terperincijtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà
- 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 60 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA PADA SEBAGIAN RUAS JALAN CIHIDEUNG KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang lain bekerja dalam waktu yang singkat. tingginya tuntutan biaya hidup di zaman saat sekarang ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pedagang kaki lima merupakan salah satu bentuk kesempatan kerja sektor informal yang dirumuskan sebagai pedagang kecil yang mempunyai peranan sebagai penyalur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perkotaan yang manusiawi merupakan lingkungan perkotaan yang ramah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan perkotaan yang manusiawi merupakan lingkungan perkotaan yang ramah bagi pejalan kaki yang mempunyai ukuran dan dimensi berdasarkan skala manusia (Nasution,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan
Lebih terperinciRPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan regional, juga bermakna sebagai pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR
ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: M. TOGAR PRAKOSA LUMBANRAJA L2D 003 356 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu indikator dari pemberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau memperbaiki kehidupannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Semarang sebagai ibu kota propinsi di Jawa Tengah mempunyai banyak potensi yang bisa dikembangkan. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara pulau Jawa,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasar sebagai arena atau suatu tempat pertukaran baik dalam bentuk fisik
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar sebagai arena atau suatu tempat pertukaran baik dalam bentuk fisik sebagai tempat perkumpulan atau bertemunya para penjual dan pembeli, maupun yang tidak berbentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau dan merupakan kota terbesar ke tiga populasinya di Sumatera setelah Medan dan Palembang, dengan jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan titik awal perubahan atau perkembangan sebuah kota yang ditandai dengan laju pertumbuhan kawasan urban. Laju pertumbuhan ini merupakan tolok ukur
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan pedagang kaki lima / PKL di kota-kota besar merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil yang akhir-akhir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan semakin meningkat secara pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa kebanyakan, kota bagaikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan
Lebih terperinciII PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG
II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG A. Penataan Taman Kota Dalam Konteks Ruang Terbuka Hijau Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpindahan tempat yang dilakukan manusia ke tempat lainnya dilakukan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan
Lebih terperinciMODEL DINAMIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN BERDASARKAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN (STUDI KASUS KOTA SEMARANG) TUGAS AKHIR
MODEL DINAMIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN BERDASARKAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN (STUDI KASUS KOTA SEMARANG) TUGAS AKHIR Oleh: Moch. Yusup L2D003359 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong dalam negara berkembang. Infrastruktur yang terus berkembang hingga sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. meningkatnya berbagai aktivitas pemenuhan kebutuhan, salah satunya adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan suatu kota dikaitkan dan dipengaruhi oleh jumlah penduduknya. Pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang besar menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas
Lebih terperinciPENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PENATAAN KORIDOR JALAN PASAR BARU JAKARTA Diajukan oleh : ARDHANA
Lebih terperinciPERAN PEREMPUAN DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL (Studi Kasus: Perempuan dalam Industri Batik di Kabupaten Banyumas) TUGAS AKHIR
PERAN PEREMPUAN DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL (Studi Kasus: Perempuan dalam Industri Batik di Kabupaten Banyumas) TUGAS AKHIR Oleh: INDRIYANI L2D 001 434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinci2015 PASAR FESTIVAL ASTANA ANYAR
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perancangan Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri uruasn pemerintahan dan kepentingan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perdagangan adalah kawasan atau tempat yang kegiatannya diperuntukan untuk jual beli barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Di Kawasan perdagangan juga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Perkembangan Pasar Pasar tradisional mempunyai peran signifikan dalam perkotaan. Pasar tumbuh dan berkembang sebagai simpul dari pertukaran barang dan jasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian bab sebelumnya dapat ditarik
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari ketiga ruas jalan yang diteliti, diketahui bahwa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Permasalahan Sektor Informal di Perkotaan Indonesia Fenomena sektor informal merupakan fenomena yang sangat umum terjadi di negara - negara berkembang. Di Indonesia,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciKOTA DAN TRANSPORTASI ARIS MARTIANA SOSIOLOGI PERKOTAAN
KOTA DAN TRANSPORTASI ARIS MARTIANA SOSIOLOGI PERKOTAAN PROBLEM : KEMACETAN KATEGORI PROBLEM INFRASTRUKTUR PRASARANA TRANSPORTASI DARAT Tidak imbangnya rasio pembangunan jalan dengan tingkat pertumbuhan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era otonomi daerah telah didengungkan keseluruh penjuru pelosok Tanah Air Indonesia. Semua wilayah mulai berbenah diri dan bahu membahu memperbaiki pemerintahan masing-masing
Lebih terperinci