BAB II TINJAUAN PUSTAKA Epidemiologi penyakit gigi dan mulut di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat.

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, usia, ras, ataupun status ekonomi (Bagramian R.A., 2009). Karies

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kognitif, yang memerlukan kesehatan

I. PENDAHULUAN. Gigi adalah alat pengunyah dan termasuk dalam sistem pencernaan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

PENGARUH VISKOSITAS SALIVA TERHADAP PEMBENTUKAN PLAK GIGI PADA MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan

BAB I PENDAHULUAN. menyerang jaringan keras gigi seperti , dentin dan sementum, ditandai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB I PENDAHULUAN. atau biofilm dan diet (terutama dari komponen karbohidrat) yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. prevalensi yang terus meningkat akibat fenomena perubahan diet (Roberson dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa terdapat gigi tetap. Pertumbuhan gigi pertama dimulai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bir merupakan minuman beralkohol dengan tingkat konsumsi nomor 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik agar jangan sampai terkena gigi berlubang (Comic, 2010).

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibu merupakan masalah penting. Gigi anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Menurut Dr. WD

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi gula adalah masalah utama yang berhubungan dengan. dan frekuensi mengkonsumsi gula. Makanan yang lengket dan makanan yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi penyakit gigi dan mulut di Indonesia Dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009 tentang daftar pola sepuluh besar penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit, penyakit gigi dan mulut menempati urutan ke-8 dengan total kasus sebanyak 122.467 jiwa. 9 Peringkat tersebut naik menjadi urutan ke-4 di tahun 2010 dengan jumlah kasus 209.637 jiwa. 10 Hal ini dibuktikan pula dengan adanya data dari RISKESDAS yang menyatakan prevalensi nasional masalah gigi dan mulut meningkat dari 23,5% pada tahun 2007 menjadi 25,9% pada tahun 2013 walaupun indeks DMF-T sedikit menurun dari 4,85 menjadi 4,7 dengan 15 provinsi memiliki indeks DMF-T di atas angka nasional yaitu Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. 2,3 Salah satu penyakit gigi dan mulut yang paling banyak diderita masyarakat Indonesia yakni karies gigi. Prevalensi nasional karies aktif mengalami peningkatan sebesar 9.8 % dari tahun 2007 ke 2013 dengan beberapa provinsi memiliki prevalensi karies aktif di atas prevalensi nasional pula, yakni Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Barat, 5

Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Maluku. 2,3 2.2. Sumber-sumber air minum Air baku untuk air minum rumah tangga merupakan air yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan. Berdasarkan letak sumbernya, air baku dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 11,12 1. Air Angkasa (hujan) Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya, karbon dioksida, nitrogen, dan ammonia. 2. Air Permukaan Air permukaan meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, terjun, sumur permu kaan, dan sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, dan lainnya. 3. Air tanah Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air 6

hujan tersebut, didalam perjalanannya ke bawah tanah membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan. 2.3. Hubungan air minum dengan kejadian karies Pada tahun 1930-an, ditemukan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah dimana air minum mengandung kadar fluor tinggi, secara alami mengalami kerusakan gigi yang kecil. Studi epidemiologi selanjutnya terutama di Amerika dan Kanada, menunjukkan manfaat air minum berfluorida untuk kesehatan gigi pada tingkat 1 ppm. 6 Penelitian epidemiologi klasik oleh Dean, et al. 13,14 terhadap anak-anak berumur antara 12-14 tahun yang dibuat oleh US Public Health Service mengenai hubungan karies yang terjadi dengan air minum yang mengandung fluor menunjukkan bahwa jika kadar fluor pada air minum kira-kira 1 bagian/10 6 F (1 bagian per sejuta = 1 bps) maka gigi penduduk yang berumur panjang di daerah tersebut mempunyai prevalensi yang rendah tanpa tanda fluorosis. Penemuan ini menjadi pencetus dilakukannya penambahan fluor pada air minum yang kurang mengandung fluor di beberapa daerah tempat penelitian klinis di seluruh dunia. Kesimpulan hasil penelitian itu adalah penurunan karies dengan menambah fluor pada kadar optimal. Sejak saat itu, praktek penambahan fluor dalam air minum telah disahkan oleh World Health Organization, British Medical Association, Faculty of Public Health Medicine, British Dental Association, dan di Amerika Serikat, oleh Surgeon- General, American Dental Association, dan American Medical Association. Para pendukung tersebut menganggap hal ini merupakan upaya kesehatan masyarakat yang aman, sederhana dan ekonomis untuk mengurangi kejadian karies gigi. 6 7

2.4. Fluor Fluor adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang F dan nomor atom 9. Fluor merupakan elemen kimia yang bersifat sangat elektronegatif diantara semua elemen-elemen kimia, oleh karena itu fluor tidak pernah ditemukan dalam bentuk elemen bebas. 15 Pada umumnya fluor ditemukan bersama dengan elemen lain dalam bentuk garam-garam fluoride, antara lain Calcium Fluoride (CaF 2 ), Fluorapatite (C 10 (PO 4 ) 6 F 2 ), Cryolite, dan lain sebagainya. 16 2.4.1. Sumber fluor A. Dalam makanan dan minuman Kandungan fluor pada makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dipengaruhi oleh konsentrasi fluor dalam air yang terdapat pada tempat tumbuhnya tanaman tersebut. Kandungan fluor pada makanan dan minuman yang diolah juga dipengaruhi oleh konsentrasi fluor air yang digunakan saat pengolahan. 17 B. Dalam air Semua air mengandung fluor dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Air laut mempunyai kandungan fluor dengan konsentrasi 0,81 ppm. Kadar fluor dalam air yang berasal dari danau, sungai atau sumur buatan adalah dibawah 0,5 ppm. Adanya perbedaan kadar fluor yang bervariasi tersebut sebagai akibat perbedaan keadaan hidrogeologis setempat. 17 8

C. Pada penyulingan dan instalasi penjernihan air minum rumah tangga Kegiatan industri tertentu dapat meningkatkan kandungan fluor pada mata rantai pengolahan makanan. Proses lainnya seperti penyulingan dapat menurunkan kandungan fluor dalam makanan. Sejumlah alat untuk memproses air rumah tangga yang dasar kerjanya proses osmosa balik, tidak memberi manfaat karena penggunaan alat ini dapat menghilangkan fluor dalam air, sedang kandungan fluor pada air kemasan bervariasi karena berasal dari sumber air yang berbeda-beda. 17 2.4.2. Peran fluor terhadap proteksi gigi Tiga teori utama yang menjelaskan peranan fluor dalam proses proteksi kerusakan gigi adalah sebagai berikut. 6,17,18 A. Perbaikan struktur kimia dari enamel Teori ini berdasarkan adanya ikatan antara fluor dan apatite lattice membentuk fluorhydroxyapatite, yang akan mengurangi daya larut dari apatite. B. Membantu remineralisasi Teori ini berdasarkan adanya fluor yang terdapat secara terus menerus di dalam saliva. Keadaan ini disebabkan karena adanya proses sirkulasi saliva yaitu proses ekskresi saliva dan proses penelanan. Fluor meningkatkan remineralisasi dari terlarutnya sebagian email atau kristal dentin dengan cara berkombinasi dengan kalsium dan fosfat terutama pada saliva. 9

C. Mengurangi kemampuan bakteri plak untuk memproduksi asam Teori ini berdasarkan observasi bahwa fluor terdapat di saliva, plak atau email yang akan mengganggu pertumbuhan bakteri dan fermentasi karbohidrat. Fluor dalam saliva sebesar 0,1 ppm diperkirakan memberi perlindungan yang hampir menyeluruh untuk melawan perkembangan karies. Jumlah ini tidak berlaku untuk semua situasi dan sangat tergantung oleh kekuatan asam yang berasal dari fermentasi bakteri atau karbohidrat dan intensitasnya mengikuti keseimbangan karies. 2.4.3. Dampak kelebihan dan kekurangan fluor 2.4.3.1 Kelebihan Salah satu dampak akibat berlebihnya jumlah fluor yang masuk ke dalam tubuh yakni fluorosis gigi. Fluorosis gigi merupakan bentuk ketidaksempurnaan perkembangan enamel gigi yang secara klinis tampak mulai dari garis putih nyaris tak terlihat pada gigi hingga defek tebal dan perubahan warna pada email gigi. Bintik atau garis lebih nyata disertai bercak kuning/coklat atau tidak, akan tampak pada kasus fluorosis moderat. Pada kasus yang sangat parah, terjadi lubang-lubang kecil dan email sangat hipoplastik sehingga rentan pecah. 6,14 Penelitian yang dilakukan oleh Mariati 8 di Kecamatan Ratatotok Kabupaten Minahasa Tenggara menunjukkan bahwa kadar fluor tinggi dalam air minum menyebabkan tejadinya dental fluorosis pada masyarakat daerah tersebut. 10

2.4.3.2 Kekurangan Konsentrasi fluorida dalam air minum kurang dari 0,5 ppm dapat meningkatkan insidensi penyakit karies gigi pada masyarakat. 11 Keith E. Heller et al 19 mendapatkan perbedaan yang signifikan pada nilai DMF-S lebih tinggi 17,9% pada kelompok yang mengkonsumsi air minum berfluorida <0,3 ppm dibandingkan kelompok yang mengkonsumsi air minum dengan kadar fluor 0,7-1,2 ppm. 2.4.4. Fluoridasi air minum Studi yang melaporkan hubungan antara fluor yang terdapat pada air minum dan menurunnya prevalensi karies pertama kali dilakukan pada dekade tahun 1930. Dalam periode 40 tahun, lebih dari seratus laporan studi mengenai fluoridasi air minum dari berbagai negara yang menunjukkan hasil yang konsisten. 17 Fluoridasi air minum terbukti efektif dalam upaya pengendalian karies gigi bila jaringan pipa air domestik yang tersedia dapat menjangkau masyarakat secara menyeluruh. Konsentrasi yang dianjurkan bervariasi antara 0,7 dan 1,2 ppm, tergantung pada suhu rata-rata daerah. Konsentrasi fluorida yang lebih rendah disarankan pada daerah dengan suhu yang lebih hangat karena pada lokasi ini konsumsi air cenderung lebih banyak. 13,20 Cara tersebut memenuhi kriteria ideal penambahan fluor untuk menghentikan lesi dini yaitu konsentrasi rendah, aman, dan digunakan secara teratur dan terus menerus. 13,17 2.5. Karies Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan. 14 Karies gigi adalah hasil dari 11

interaksi bakteri pada permukaan gigi, plak atau biofilm, dan komponen karbohidrat dari diet yang difermentasi oleh mikroflora plak, dan gigi. Karies gigi hanya akan terjadi apabila ketiga faktor tersebut hadir bersama-sama selama periode waktu yang cukup. 23 Karies ditandai demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibat lanjut karies tanpa dilakukannya perawatan, invasi bakteri dapat mencapai pulpa dan menyebabkan kematian pulpa. 21,22 2.5.1. Etiologi karies 2.5.1.1. Host 1. Usia Sepanjang hidup dikenal tiga fase usia gigi permanen dilihat dari sudut gigi-geligi. Pada periode gigi campuran, gigi molar pertama permanen paling sering terkena karies. Selanjutnya pada masa pubertas di usia antara 14-20 tahun terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan gusi sehingga kebersihan mulut menjadi kurang terjaga dan menyebabkan persentase karies lebih tinggi. Pada usia antara 40-50 tahun terjadi retraksi atau menurunnya gusi dan papila sehingga sisa-sisa makanan lebih sulit dibersihkan. 24 2. Genetik Suatu penelitian terhadap 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi yang baik, terlihat bahwa anak-anak dari 11 pasang orang tua memiliki keadaan gigi yang cukup baik. Sebaliknya, dari 46 pasang orang tua dengan persentase karies yang tinggi, hanya satu pasang yang memiliki 12

anak dengan gigi yang baik, lima pasang dengan persentase karies sedang, selebihnya 40 orang lagi dengan persentase karies yang tinggi. Dengan teknik pencegahan karies yang demikian maju pada akhir-akhir ini, faktor keturunan dalam proses terjadinya karies tersebut telah dapat dikurangi. 24 Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan, namun keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan persentase karies. Pada ras tertentu dengan rahang yang sempit, gigi-geligi sering tumbuh tidak teratur yang akan mempersulit pembersihan gigi, dan ini akan mempertinggi persentase karies pada ras tersebut. 24 3. Status Sosial-Ekonomi Penelitian yang dilakukan oleh Mohammed Mustahsen ur Rehman 25 menunjukkan bahwa prevalensi karies lebih besar pada anak dengan status sosial-ekonomi menengah kebawah. 25 Dari tingkat pendidikan, masyarakat yang tida k sekolah memiliki indeks DMF-T yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang bersekolah. Dari segi pekerjaan, petani, nelayan dan buruh memiliki indeks DMF-T yang lebih tinggi daripada pekerjaan lainnya. 3 4. Saliva a. Kapasitas buffer Kapasitas buffer dari air liur yang tidak distimulasi dan distimulasi melibatkan tiga sistem penyangga utama: bikarbonat, 13

fosfat dan sistem penyangga protein. Sistem ini memiliki rentang ph yang berbeda dari kapasitas penyangga maksimal. Kapasitas penyangga saliva sistem bikarbonat beraksi pada saat makanan masuk dan mastikasi yang ditunjang oleh aliran saliva yang memadai menyediakan komponen-komponen netralisasi di dalam rongga mulut. Sistem penyangga fosfat dan protein memberikan kontribusi kecil terhadap total kapasitas penyangga saliva, relatif terhadap sistem bikarbonat. Sistem penyangga fosfat pada prinsipnya sama dengan sistem bikarbonat tetapi tanpa kapasitas fase penyangga penting dan relatif tidak tergantung dari tingkat sekresi saliva. 4 Efek buffer saliva juga dipengaruhi oleh perubahan hormonal dan metabolik, demikian pula dengan kesehatan umum. Efek buffer lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita. 4 b. Flow rate Aliran saliva yang rendah disertai efek penyangga rendah atau sedang menjadi petunjuk rendahnya kemampuan saliva bertahan dari invasi bakteri. Pada tingkat populasi, kecepatan aliran saliva dan efek buffer menunjukkan korelasi yang terbalik dengan kerentanan terhadap karies. 4 Saliva menyediakan sumber utama perlindungan alami dan perbaikan gigi dalam melawan serangan asam. Apabila aliran saliva kurang dari 0,7 ml/min, dapat terjadi peningkatkan risiko karies, 14

meskipun karies dipengaruhi oleh banyak faktor lain yang saling berinteraksi. 26 c. Komponen saliva Komposisi saliva terdiri dari 99,0-99,5% air beserta dengan komponen organik dan inorganiknya. Komponen organik saliva terdiri dari musin (glikoprotein saliva), enzim-enzim seperti betaamilase, fosfatase, oksidase, glikogenase, kolagenase, lipase, dan urease yang berasal dari bakteri-bakteri, epithel, serta granulosit dan limfosit. Enzim-enzim mucine, zidine dan lisosim memiliki sifat bakteriostatis, 24 sedangkan komponen inorganik saliva antara lain Na +, K +, Ca 2+, Mg 2+, Fe 2+, Cl -, HCO - 3, dan F -. 25 Komponen fluor dalam saliva sangat kecil (0,03 ppm) namun akan tetap berkontribusi dalam melindungi dan memperbaiki mineral gigi. 27 2.5.1.2. Agent 1. Plak pada gigi Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit, dan sisa-sisa makanan, serta bakteri. Plak ini mula-mula berbentuk agar cair yang lama kelamaan kelat dan menjadi tempat bertumbuhnya bakteri. 24 2. Bakteri/Mikroorganisme Streptococcus mutans dan Lactobacillus sp. merupakan bakteri kariogenik yang mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang diragikan. Bakteri-bakteri tersebut dapat tumbuh subur dalam suasana asam 15

dan menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya dalam membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan sehingga bakteri-bakteri makin berkembang dan membuat plak makin tebal dan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak tersebut. 14 2.5.1.3. Substrat (karbohidrat) Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembentukan asam bagi bakteri. Karbohidrat dengan berat molekul rendah seperti gula akan segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan ph plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke ph normal (~7), dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan menahan ph plak dibawah normal dan menyebabkan demineralisasi email. 24 2.5.1.4. Waktu Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut merupakan proses periodik, terjadi demineralisasi dan remineralisasi yang silih berganti. Oleh karena itu, keberadaan saliva dalam lingkungan gigi tidak membuat karies berkembang dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini. 14 16