PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB III Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh 33 Tahun 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jakarta, Desember 2006 Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS. Endah Murniningtyas

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Isu-Isu Strategis

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

V. DESKRIPSI PROVINSI ACEH Keadaan Geografis dan Wilayah Administrasi

Transkripsi:

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor pertanian juga menjadi tumpuan hidup banyak masyarakat di Indonesia dan tenaga kerja nasional. Tidak kurang dari sepertiga tenaga kerja nasional berada di sektor ini. Pada tahun 2013 masih terdapat sekitar 38 juta tenaga kerja yang bertahan di sektor pertanian. Jumlah tersebut setara dengan 34 persen penduduk Indonesia yang bekerja. (BPS, 2014) Dalam perjalanannya pertanian di Indonesia mengalami pasang surut. Pada REPELITA IV (1984-1988) berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan beras melalui peningkatan sarana dan prasarana, termasuk input penunjang produksi padi di seluruh daerah pangan dengan mengutamakan daerah-daerah sentra produksi padi. Upaya pengerahan segala upaya di bidang pangan yang dimulai dengan perbaikan kondisi lapangan dan usaha tani hingga kelembagaan pertanian yang didukung oleh kondisi iklim yang baik ternyata menghasilkan peningkatan produksi beras yang relatif tinggi sehingga dapat dicapainya swasembada beras pada tahun 1984/1985. Saat itu produksi padi nasional mencapai 25,9 juta ton setara beras sehingga Indonesia kelebihan stok. Selain melakukan ekspor beras, Indonesia juga turut serta terlibat dalam program bantuan ke Afrika yang kekurangan pangan. (Dwidjono, 2011) Indonesia kini malah berada dalam persoalan ketahanan pangan. Salah satu pangkal masalahnya adalah defisit pangan yang belum juga tertangani. Selama lima tahun terakhir, nilai impor produk pertanian Indonesia lebih dari dua kali lipat nilai eksportnya. Berdasarkan indeks kelaparan global (IKG) 1 2013 yang disusun oleh Von Grebmer dkk, Indonesia masih termasuk dalam kategori sebagai negara dengan tingkat kelaparan serius bersama kamboja dan Filipina. (BPS, 2014) Penyediaan pangan bagi masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara. Pangan dapat dihasilkan dari dalam negeri dengan melakukan proses produksi memanfaatkan sumber daya yang ada baik lahan, tenaga kerja maupun modal. Jika 1 IKG merupakan indeks yang disusun dari tiga variabel utama: tingkat kematian anak berumur kurang dari lima tahun, prevelensi anak dengan berat badan kurang dan proporsi penduduk kurang gizi.

cara pertama tidak mampu memenuhi pangan bagi masyarakat, maka pemerintah dapat melakukan kegiatan impor. Data FAO menunjukkan jika kegiatan impor beras Indonesia menunjukkan trend peningkatan. Kegiatan impor jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kegiatan ekspor. Jika pada tahun 2008 jumlah beras impor yang masuk ke Indonesia hanya sebesar 288.359 ton maka angka tersebut meningkat drastis menjadi 2.745.281 ton pada tahun 2011. Jumlah beras impor Indonesia sempat mengalami penurunan sebanyak 1.802.50 ton pada tahun 2012. Gambar 1.1. menunjukkan perkembangan nilai impor beras Indonesia tahun 2008 hingga 2012. 3,000,000 2,745,281 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,802,050 1,000,000 500,000 288,359 248,454 685,768-2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 1.1. Kuantitas Impor Beras Indonesia tahun 2008-2012 (ton) Di sejumlah negara, produksi pangan tidak hanya bertumpu pada produktivitas semata sebab pada titik tertentu produksi pangan tidak akan mampu memenuhi permintaan mengingat jumlah penduduk yang terus bertambah. Bahkan negara-negara maju di dunia yang perekonomiannya sangat tergantung pada sektor jasa dan industri juga tidak mengabaikan perluasan lahan pertaniannya. Sejumlah negara yang memiliki lahan pertanian yang terbatas atau tanah yang kurang subur telah melakukan pembelian lahan di negara lain. Ini dilakukan untuk mengamankan ketahanan pangan dalam negeri. Lahan serta pangan memang merupakan dua hal yang saling berkaitan. Pemenuhan pangan di masa mendatang sangat tergantung dari berapa banyak lahan yang tersedia untuk dimanfaatkan bagi sektor pertanian. Muhtarom (2015) menyebutkan bahwa masalah konversi lahan pertanian merupakan fenomena yang

sangat erat kaitannya dengan pembangunan suatu wilayah. Keterbatasan sumber daya lahan, pertumbuhan penduduk dan ekonomi di wilayah pusat pertumbuhan merupakan faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian. Berbagai permasalahan seperti kurangnya daya dukung lahan disertai dengan konflik kepentingan ekonomi yang semakin besar, luas lahan pertanian yang terbatas, jumlah penduduk yang semakin besar menyebabkan kebutuhan akan lahan juga semakin tinggi. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan non pertanian dengan sewa yang sangat tinggi. Merujuk pada data BPS yang dikumpulkan dari Kementrian Pertanian dan Badan Pertanahan Nasional, Indonesia masih memiliki lahan seluas 39 juta hektar lebih. Lahan yang terbentang dari Aceh hingga Papua ini dibagi ke dalam kelompok meliputi lahan sawah berupa sawah irigasi dan non irigasi, lahan perkebunan, ladang serta lahan yang sementara yang tidak diusahakan. Lahan persawahan memiliki luas 8.112.103 hektar sementara 11.876.881 hektar adalah jenis lahan perkebunan. 5.272.895 hektar merupakan jenis lahan ladang sedangkan lahan yang sementara tidak diusahakan memiliki luasan yang paling besar yaitu 14. 213.815 hektar. Perkembangan luas lahan di Indonesia sepanjang tahun 2009 hingga tahun 2013 tertera pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Luas penggunaan Lahan Pertanian di Indonesia, 2009-2013 (Ha) Jenis Lahan Tahun No (Ha) 2009 2010 2011 2012 2013 1 Sawah 8,068,427 8,002,552 8,094,862 8,132,345 8,112,103 sawah Irigasi 4,905,107 4,893,128 4,924,172 4,417,561 4,819,525 Sawah non Irigasi 3,163,220 3,170,690 3,170,690 3,714,763 3,292,578 2 Tegal / Kebun 11,782,332 11,877,777 11,626,219 11,949,727 11,876,881 3 Ladang/ Huma 5,428,689 5,334,545 5,697,171 5,260,081 5,272,895 4 Lahan yang Tidak 14,880,526 14,754,249 14,378,586 14,252,383 14,213,815 Diusahakan Jumlah 40,159,974 39,969,123 39,796,838 39,594,536 39,475,694 Sumber : BPS Pusat 2014 Jika dilihat dari rentang waktu 2009 hingga tahun 2013 maka luas lahan sawah di Indonesia menunjukkan trend pertumbuhan meski mengalami perlambatan. Kondisi ini lebih disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang sulit dibendung.

Penduduk akan membutuhkan lahan untuk dijadikan sebagai areal pemukiman. Sementara banyak areal pertanian yang terpaksa dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kondisi ini telah mendorong terjadinya perlambatan pada perluasan lahan atau bahkan penurunan luas lahan yang dapat mengancam keberlangsung pertanian di Indonesia. Di Indonesia hampir seluruh provinsi bergantung pada sektor pertanian sebagai penggerak ekonomi daerah, salah satunya adalah Aceh. Syahrur (2001) menjelaskan bahwa berdasarkan analisis SWOT menunjukkan profil perekonomian Aceh cukup potensial untuk dikembangkan karena berada pada posisi yang sangat strategis. Kondisi strategis ini diperkuat dengan potensi sektor pertanian yang masih besar, ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh yang masih dominan dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Lazimnya, Aceh dikelompokkan ke dalam tiga bagian wilayah yaitu Kawasan Barat-Selatan terdiri dari delapan kabupaten/kota, Kawasan Tengah empat kabupaten dan Kawasan Timur-Utara terdiri dari 11 kabupaten kota. Masing masing kawasan tersebut memilik potensi pertanian, diantaranya memiliki komoditas yang sama. Kawasan Timur-Utara Aceh yang terbentang sepanjang 450 km dari perbatasan Sumatera Utara hingga ujung pulau Sumatera ini merupakan kawasan potensial akan tanaman pangan seperti padi dan palawija. Kawasan tersebut juga tercatat sebagai penyumbang produksi padi terbesar setara dengan 72 persen dari seluruh padi di provinsi Aceh. Lima daerah utama penghasil beras adalah Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Besar, Pidie serta Bireuen. Produksi gabah dari kelima kabupaten tersebut mencapai 85 persen dari keseluruhan produksi kawasan dan mencapai 62 persen dari total produksi gabah di Provinsi Aceh. Dari sepuluh daerah penghasil padi terbesar di Aceh, enam di antaranya berada di Kawasan Timur Utara Aceh dan berada dalam peringkat yang berurutan. Sepuluh daerah sebagai penghasil produksi Padi tertinggi di Aceh tahun 2012 ditunjukkan dalam Tabel 1.2 berikut ini.

Aceh Tenggara Aceh Selatan Nagan Raya Aceh Barat Daya Aceh Tamiang Bireuen Aceh Besar Pi d i e Aceh Timur Aceh Utara 62,462 64,309 75,899 96,426 102,082 141,440 203,516 204,052 213,033 341,951 Gambar 1.2. Sepuluh daerah penghasil produksi Padi tertinggi di Aceh tahun 2012 (ton) Berdasarkan analisis sosial ekonomi petani di Aceh, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB dari tahun 2006 hingga 2013 sebesar 24 hingga 28 persen. Capaian share tertinggi dalam periode tersebut terjadi pada tahun 2009. Saat itu peranan sektor pertanian mencapai 28,36 persen dari total PDRB Aceh. Sepanjang tahun 2008 hingga 2012 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2008 PDRB propinsi Aceh (dengan migas) berjumlah 34.097,99 Miliar rupiah. Namun jumlah tersebut turun pada tahun 2009 menjadi 32.219,09 Miliar rupiah. Tahun berikutnya PDRB Aceh kembali naik meski jumlahnya masih berada di bawah PDRB tahun 2008. Tahun 2010 PDRB Aceh berjumlah 33.103,08 Miliar rupiah. Sementara pada tahun 2011 dan 2012 PDRB Aceh (dengan migas) terus naik masing-masing pada posisi 34.789,37 Miliar rupiah dan 36.599,71 Miliar rupiah. (BPS, 2013). Berbeda dengan PDRB dengan Migas yang menunjukkan trend naik turun, PDRB Aceh tanpa Migas tampak lebih stabil bahkan terus naik setiap tahunnya. Pada tahun 2008 PDRB Aceh tanpa migas berjumlah 26.523,09 Miliar rupiah. Pada tahun 2011 dan 2012 PDRB Aceh tanpa migas naik masing-masing 30.809,52 Miliar rupiah dan 32.676.58 Miliar rupiah. Adanya peningkatan ini menunjukkan bahwa potensi sumber daya alam yang dimiliki Propinsi Aceh melalui sembilan sektor ekonomi telah memberikan sumbangsih untuk PDRB. Perbandingan antara PDRB Aceh dengan Migas dan Tanpa Migas ADHK 2000 tahun 2008-2013 (Miliar Rupiah) tersaji dalam Gambar 1.3. di bawah ini.

40,000.00 30,000.00 20,000.00 10,000.00-2008 2009 2010 2011 2012 2013 PDRB Dengan Migas PDRB Tanpa Migas Gambar 1.3. Perbandingan PDRB Aceh dengan Migas dan Tanpa Migas ADHK 2000 tahun 2008-2013 (Miliar Rupiah) Jika peranan sektor migas di Aceh mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya produksi minyak dan gas, kondisi yang berbeda ditunjukkan oleh sektor pertanian. Secara nominal sektor ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun meski dalam perkembangannya kontribusi sektor ini cenderung menurun. Hal tersebut menunjukkan jika sektor pertanian bukan saja sebagai penyumbang terbesar dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh, namun juga sektor yang menunjang pertumbuhan ekonomi di provinsi ini. Dari lima sub lapangan usaha, tanaman pangan adalah subsektor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap pertumbuhan sektor pertanian di Aceh. Sepanjang tahun 2009 hingga 2013 kontribusi subsektor ini mencapai 41 persen. Sedangkan kontribusi subsektor perkebunan sebesar 20 persen, subsektor perternakan 17 persen serta subsektor perikanan sebesar 16 persen. Kontribusi terkecil disumbangkan oleh subsektor kehutanan sebesar enam persen. Perkembangan PDRB Aceh Atas Dasar Harga Konstan 2000 Sektor Pertanian dan subsektor lainnya tertera pada Tabel 1.2 berikut ini.

Tabel 1.2. PDRB Aceh ADHK 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2013 (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012 2013 1 Tanaman Pangan 3,353,315 3,598,217 3,852,088 4,092,676 4,239,158 2 Perkebunan 1,696,448 1,748,507 1,830,189 1,913,347 1,987,194 3 Peternakan 1,447,049 1,499,049 1,579,119 1,702,112 1,797,219 4 Kehutanan 518,234 518,110 546,696 571,329 583,601 5 Perikanan 1,418,912 1,473,206 1,528,145 1,581,524 1,608,067 PERTANIAN 8,433,958 8,837,089 9,336,237 9,860,988 10,215,241 Sumber : BPS Aceh 2014 PDRB subsektor tanaman pangan di provinsi Aceh sepanjang kurun waktu 2009 hingga 2013 tumbuh positif sebesar 3.54 persen. Jika Provinsi Aceh dibagi ke dalam dua kawasan yaitu Kawasan Timur Utara Aceh serta Kawasan Barat Selatan dan Tengah Aceh maka Kawasan Timur dan Utara menjadi kawasan penyumbang pertumbuhan terbesar yaitu 3.67 persen. Sebelas daerah yang berada di kawasan ini, semuanya tumbuh positif. Kabupaten Bireuen merupakan daerah dengan pertumbuhan PDRB tanaman pangan paling besar yaitu 5.53 persen. Sementara pertumbuhan terendah terjadi di Kota Sabang sebesar 0.65 persen. Sedangkan untuk Kawasan Barat Selatan dan Tengah Aceh, PDRB tanaman pangan tumbuh sebesar 3.27 persen. Dari dua belas daerah yang berada di kawasan ini ada satu yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu Kota Subulussalam. Pertumbuhan di daerah pemekaran ini sebesar -2.31 persen sementara pertumbuhan PDRB subsektor tanaman pangan paling tinggi terjadi di Kabupaten Simeulue sebesar 6.34 persen. Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB Subsektor Tanaman Pangan di Dua Kawasan dalam Provinsi Aceh tahun 2009-2013 Pertumbuhan PDRB Subsektor Kawasan Tanaman Pangan (persen) Kawasan Timur Utara 3.67 Kawasan Barat Selatan dan tengah 3.27 Aceh 3.54 Sumber : BPS Aceh 2014 (diolah)

Sebagai sektor usaha primer, pertanian di Aceh menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Pada tahun 1998, penduduk yang bekerja di sektor pertanian lebih dari separuhnya, yakni mencapai 60 persen dari total penduduk yang bekerja (sebanyak 1,54 juta). Seiring kemajuan ekonomi dan perubahan struktur perekonomian, lambat laun sektor pertanian ditinggalkan pekerjanya yang memilih pindah ke lapangan usaha lain yang menjanjikan pendapatan yang lebih tinggi. Namun tetap saja jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor pertanian masih menjadi yang terbesar dibandingkan dengan delapan sektor lainnya. Pada tahun 2008 hingga 2013 distribusi ketenagakerjaan penduduk Aceh yang bergerak di sektor pertanian berada dalam kisaran 46-49 persen dari total seluruh tenaga kerja. Pada tahun 2008 misalnya, hampir separuh penduduk yang bekerja masih bertumpu pada sektor ini. Namun peranan mereka hanya mampu menggerakkan sektor pertanian dengan kontribusi 26,37 persen terhadap total perekonomian. Lima tahun kemudian produktivitas sektor pertanian semakin membaik. Pada tahun 2013 tercatat 46,53 persen tenaga kerja sektor pertanian mampu memberikan kontribusi sebesar 27,22 persen terhadap perekonomian Aceh sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar 1.3. Share PDRB Share Tenaga Kerja 48.47 48.89 45.59 48.49 46.86 46.53 26.37 28.36 27.94 27.45 27.46 27.22 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Gambar 1.4. Share PDRB dan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Propinsi Aceh tahun 2008-2013 Diproyeksikan kesempatan kerja di Aceh hingga tahun 2016 masih bertumpu pada sektor pertanian dan dua sektor lainnya yaitu jasa dan perdagangan. Sektor pertanian memberikan kesempatan kerja terbanyak mencapai 885 ribu orang pada

tahun 2015 dan meningkat menjadi 899 ribu orang pada tahun 2016. Proyeksi ini menunjukkan jika sektor pertanian masih akan tetap menjadi sektor andalan. Perkiraan kesempatan kerja menurut lapangan usaha terdapat pada Tabel 1.4 berikut ini. Tabel 1.4. Perkiraan Kesempatan Kerja Menurut lapangan Usaha di Aceh tahun 2015-2016. No Lapangan Usaha 2015 2016 1 Pertanian 885 899 2 Pertambangan 18 20 3 Industri Pengolahan 52 52 4 Listrik, gas, dan Air 4 4 5 Bangunan 147 154 6 Perdagangan 305 314 7 Angkutan 73 73 8 Keuangan 35 40 9 Jasa Kemasyarakatan 441 463 Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh tahun 2014 Meski menyerap banyak jumlah tenaga kerja namun ternyata tidak diiringi dengan tingginya produktivitas pekerja pertanian. Berbagai pemicu rendahnya produktivitas diduga berkaitan dengan keterbatasan sumber daya manusia, serta hambatan lainnya seperti letak geografis, stabilitas harga, dan faktor produksi lainnya. Petani di Aceh pada tahun 2013 misalnya hanya mampu mencatat produktivitasnya senilai 33,04 juta rupiah per orang per tahun. Jumlah ini sangat minim jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Ketimpangan paling besar terlihat jika dibandingkan dengan sektor pertambangan yang meraup 720 juta rupiah per orang pertahun. Perbedaan produktivitas antar sektor usaha juga dapat dilihat dari upah pekerja. Upah buruh di sektor pertanian jauh lebih rendah daripada rata-rata upah buruh secara umum (semua sektor). Pada tahun 2013, rata-rata upah buruh tani di Aceh hanya sebesar Rp.388.064 perbulan. Sedangkan jumlah rata rata upah buruh di sektor lainnya yang mencapai Rp.914.580 perbulan. Meski demikian ketimpangan upah buruh sektor pertanian terhadap upah buruh secara umum semakin mengecil, walaupun perbedaanya berkisar 2,36 kali lipat pada tahun 2013. Padahal pada lima

tahun sebelumnya perbedaan upah buruh tersebut tercatat hampir empat kali lipat atau 3,89 kali lipat. Gambar 1.5. Produktivitas Tenaga Kerja Menurut Sektor Usaha di Propinsi Aceh tahun 2013 (Juta Rupiah/Org/Tahun) Pada umumnya rumah tangga di sektor pertanian menyatakan cukup terhadap pendapatan yang diperolehnya. Hal ini diungkapkan oleh 56 persen rumah tangga usaha pertanian. Namun demikian, 36 persen petani di Aceh yang pendapatan utamanya dari sektor pertanian adalah rumah tangga usaha pertanian dengan tingkat pendapatan kurang. Sementara mereka yang bekerja disubsektor perikanan dan kehutanan, sebanyak 40 hingga 43 persen berpenghasilan kurang. Untuk tingkat kecukupan sangat kurang paling banyak dialami oleh rumah tangga jasa pertanian. Di sisi lain masih ada sekitar 4-5 persen RTUP yang pendapatannya lebih dari cukup di berbagai subsektor pertanian kecuali perikanan. Kenyataan ini menunjukkan jika jumlah petani di Aceh yang benar-benar sejahtera masih sangat minim. Tantangan sekaligus persoalan pertanian Aceh lainnya adalah mengenai jaminan ketersediaan lahan pada masa mendatang. Tidak dapat dipungkiri dari tahun ke tahun masalah penciutan tanah sawah yang disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan menjadi tanah non pertanian masih terjadi. Alih fungsi tanah pertanian ini terjadi karena didorong oleh sejumlah faktor seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat, pemilihan lokasi strategis dan keinginan untuk meningkatkan nilai

ekonomi tanah. Alih fungsi lahan di Aceh juga karena disebabkan oleh kelemahan pada peraturan perundangan-undangan yang mengatur pengendalian alih fungsi tanah pertanian, persepsi pemilik tanah bahwa sebagai pemilik mereka berhak menggunakan tanahnya untuk apa saja baik untuk pertanian maupun non pertanian, tidak jelasnya delineasi antar kawasan, kurangnya koordinasi antar instasi terkait serta banyaknya bangunan yang dibangun tanpa IMB. (Abdurrahman, 1997) 1.2. Perumusan Masalah Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor pertanian juga menjadi tumpuan hidup banyak masyarakat di Indonesia dan tenaga kerja nasional. Di Indonesia hampir seluruh provinsi bergantung pada sektor pertanian sebagai penggerak ekonomi daerah termasuk Aceh. Dari 23 kabupaten kota di Aceh ada 11 daerah yang berada di kawasan Pantai Timur-Utara yang merupakan kawasan potensial akan tanaman sumber pangan seperti padi dan palawija. Kawasan ini juga tercatat sebagai penyumbang produksi padi terbesar setara dengan 72 persen dari seluruh padi di provinsi Aceh. Lima daerah utama penghasil beras adalah Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Besar, Pidie serta Bireuen. Produksi gabah dari kelima kabupaten tersebut mencapai 85 persen dari keseluruhan produksi kawasan dan 62 persen dari total produksi gabah di Provinsi Aceh. Tidak hanya potensial akan tanaman pangan, 11 kabupaten kota di kawasan tersebut juga merupakan penghasil produk perkebunan seperti sawit, kakao dan karet serta sentra ternak lembu karena kaya akan sumber pakan. Sektor pertanian di Aceh cenderung meningkat setiap tahunnya meski sejak tahun 2009 hingga 2013 kontribusinya cenderung menurun. Dari lima subsektor yang berada dalam lapangan usaha pertanian, tanaman pangan adalah subsektor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap pertumbuhan sektor pertanian di Aceh. Sepanjang tahun 2009 hingga 2013 kontribusi subsektor ini mencapai 41 persen. Sedangkan kontribusi subsektor lainnya berkisar antara enam hingga 20 persen. Selain itu PDRB subsektor tanaman pangan di provinsi Aceh sepanjang kurun waktu 2009 hingga 2013 juga tumbuh positif sebesar 3.54 persen. Jika Provinsi Aceh dibagi ke dalam dua kawasan maka Kawasan Timur dan Utara menjadi kawasan penyumbang pertumbuhan terbesar yaitu 3.67 persen. Sedangkan untuk

Kawasan Barat Selatan dan Tengah Aceh, PDRB tanaman pangan tumbuh sebesar 3.27 persen. Sebagai sektor usaha primer, pertanian di Aceh juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Pada tahun 1998, penduduk yang bekerja di sektor pertanian lebih dari separuhnya yakni mencapai 60 persen dari total penduduk yang bekerja (sebanyak 1,54 juta). Sedangkan Pada tahun 2008 hingga 2013 distribusi ketenagakerjaan penduduk Aceh yang bergerak di sektor pertanian berada dalam kisaran 46 hingga 49 persen dari total seluruh tenaga kerja. Meski demikian sektor pertanian Aceh masih dihadapkan dengan sejumlah persoalan seperti produktivitas yang tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Berbagai pemicu rendahnya produktivitas diduga berkaitan dengan keterbatasan sumber daya manusia serta hambatan lainnya seperti letak geografis, stabilitas harga, dan faktor produksi lainnya. Petani di Aceh pada tahun 2013 misalnya hanya mampu mencatat produktivitasnya senilai 33,04 juta rupiah per orang per tahun. Jumlah ini sangat minim jika dibandingkan dengan sektor lain seperti sektor pertambangan yang meraup 720 juta rupiah per orang pertahun. Selain itu petani Aceh juga memiliki upah jauh lebih rendah daripada ratarata upah buruh secara umum (semua sektor). Pada tahun 2013, rata-rata upah buruh tani di Aceh hanya sebesar 388.064 rupiah perbulan. Sedangkan jumlah rata rata upah buruh di sektor lainnya yang mencapai 914.580 rupiah perbulan Kondisi ini telah mendorong para petani beralih ke lapangan usaha lainnya untuk memenuhi penghidupan yang lebih layak. Dengan tumbuhnya sektor lain ternyata mengancam lahan pertanian yang dialih fungsikan menjadi areal pemukiman dan lahan untuk sektor lainnya seperti industri dan jasa. Padahal lahan merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam pembangunan pertanian. Berkurangnya lahan maka akan berdampak pada hasil produksi. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pertumbuhan sumberdaya pertanian seperti lahan, tenaga kerja dan modal di Provinsi Aceh? 2. Kabupaten dan Kota mana saja di Provinsi Aceh yang subsektor tanaman pangannya menjadi unggulan? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi PDRB subsektor tanaman pangan Provinsi Aceh?

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pertumbuhan sumberdaya pertanian seperti lahan, tenaga kerja dan modal di Propinsi Aceh. 2. Untuk mengetahui Kabupaten dan Kota apa saja dalam Provinsi Aceh yang subsektor tanaman pangannya menjadi unggulan. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi PDRB subsektor tanaman pangan Propinsi Aceh. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Penulis sebagai sarana pembelajaran dan penerapan ilmu. 2. Pemerintah sebagai sumbangan pemikiran dalam menentukan perencanaan dalam peningkatan produksi pangan di Aceh. 3. Peneliti lain sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan kajian terkait Sub Sektor Tanaman Pangan.