1 Antologi UPI Volume No. Edisi Juni 2015 PENINGKATAN KEMEMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER Rangga Febrian 1, Komariah 2, Susilowati 3. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Kampus Cibiru Universitas Pendidikan Indonesia rangga.ia1@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mampu berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif dan mampu berinteraksi dengan baik terhadap lingkungan. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika. Dalam pelaksanaan pembelajaran, transfer pengetahuan akan terjadi dengan baik melalui kegiatan pembelajaran dengan cara mengaitkan terhadap masalah-masalah nyata yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, guru harus mampu memilih pendekatan, metode atau strategi pembelajaran yang tepat untuk menciptakan iklim belajar yang kreatif, salah satunya dengan model pembelajaran Treffinger. Model pembelajaran Treffinger terdiri dari tiga tahapan belajar yaitu basic tools, practice with process dan working with real problem. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematika yang mengikuti model pembelajaran Treffinger dan pembelajaran konvensional. Penelitian ini berbentuk kuasi eksperimen dengan desain nonequivalent control group design. Sampel penelitian diambil menggunakan teknik sampling insidental. Berdasarkan perolehan hasil belajar siswa, maka peneliti menetapkan kelas V-A SDN Percobaan sebagai kelompok eksperimen yang akan mendapat pembelajaran model Treffinger, dan kelas V-B SDN Percobaan sebagai kelompok kontrol yang akan mendapat pembelajaran secara konvensional. Kedua kelompok sampel masing-masing terdiri dari 30 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tes kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah matematis (pretest-posttest), dan angket skala sikap. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh rata-rata skor pretest kelompok kontrol sebesar 36,267 dan kelompok eksperimen sebesar 38,867. Setelah mendapat perlakuan berbeda, maka diperoleh rata-rata skor posttest kelompok kontrol sebesar 65,13 dan kelompok eksperimen sebesar 76,63. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematis siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dari siswa kelompok kontrol dengan selisih rata-rata skor posttest sebesar 11,5. Siswa memberikan sikap positif terhadap model pembelajaran Treffinger. Hal ini terlihat dari perolehan rata-rata skor angket skala sikap sebesar 3,58 yang berada di atas skor netralnya. Model pembelajaran Treffinger dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kemampuan masalah matematika. Kata kunci: Treffinger, Berpikir Kreatif, Pemecahan Masalah. 1. Mahasiswa PGSD UPI Kampus Cibiru 2. Penanggung Jawab I 3. Penanggung Jawab II
Rangga Febrian Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dengan Model Treffinger 2 INCREASE STUDENTS ABILITY TO THINK CREATIVELY IN SOLVING MATHEMATICAL PROBLEMS WITH LEARNING MODEL TREFFINGER Rangga Febrian 1, Komariah 2, Susilowati 3. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Kampus Cibiru Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRACT This research is motivated by demands of the development of science and technology to be able to think critically, systematic, logical, creative and able to interact with both the envirotment. Attitude and way of thinking cn be developed trough a process of learning mathematics. In the implementation of learning, knowledge transfer will occur properly through learning activities by linking to real problems faced by young people in everyday life. Therefore, teacher should be able to choose the approach, methods, strategies, and appropriate learning models to create a creative learning climate. One of them with a learning model Treffinger. Treffinger learning model consists of three stages of learning, namely basic tools, practice with process and working with real problem. The purpose of this study was to determine differences in improvement of students creative thinking ability in solving mathematical problems which follow the Treffinger learning model and conventional learning. This research is a quasi experimental with nonequivalent control group design. The samples of research are gathered using sample incidental technique. Based on students study results, Class V-A SDN Percobaan was assigned as an experimental group that would be taught using Treffinger learning model, and Class V-B SDN Percobaan was assigned as a control group that would be taught using conventional technique. Each sample group consists of 30 students. Instruments that are used for this research are creative thinking ability in solving mathematical problems (pretest-posttest), and attitude scale questionnaire Based on data processing, the average pretest results of control group was 36.267 and experimental group was 38,867. After receiving different treatment, the average posttest results of control group was 65,13 and experimental group was 76.63. The improvement of creative thinking ability in solving mathematical problems of students from experimental group is higher than control group with average posttest results difference of 11.5. Students gave a positive attitude towards learning using Treffinger learning model. It is seen from the acquisition of average score of 3.58 for attitude scale questionnaire score which is higher than its neutral score. Thus, it can be concluded that students that are taught using Treffinger learning model have significant improvement in their creative thinking ability in solving mathematical problems skill than those that are taught using conventional technique. In the implementation of learning activity, teachers are suggested to be able to choose appropriate learning model with cognitive development of the students as well as materials that will be taught. Kata Kunci : Treffinger, Creative Thinking, and Problem Solving.
3 Antologi UPI Volume No. Edisi Juni 2015 Pada bidang pendidikan, kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah mendapat perhatian yang cukup besar. Hal itu terlihat pada upaya-upaya pengambilan kebijakan di bidang pendidikan untuk memasukkan kedua komponen ini dalam berbagai kegiatan pendidikan, baik dimuat dalam kurikulum, strategi pembelajaran maupun perangkat pembelajaran lainnya. Upaya tersebut dimaksudkan agar setiap kegiatan pendidikan atau pembelajaran kepada siswa dapat dilatihkan ketrampilan yang dapat mengembangkan kemampuan kreatif dan pemecahan masalah. Dengan demikian dunia pendidikan akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pengembangan SDM yang kreatif dan memiliki kemampuan pemecahan masalah yang handal untuk menjalani masa depan yang penuh tantangan. Salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan kreatif dan pemecahan masalah bagi siswa pada pendidikan adalah melalui pembelajaran matematika. Bahkan dengan jelas dikemukakan oleh pemerintah bahwa matematika sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang diberikan kepada siswa sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dalam kurikulum pendidikan nasional. Alasan yang membuat matematika diwajibkan untuk dipelajari diantaranya yaitu : 1) matematika digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, 2) matematika sebagai pelayan ilmu yang lain, artinya banyak ilmu-ilmu atau bidang studi yang penemuan dan pengembangannya memerlukan kajian matematika yang sesuai, 3) matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis, berpikir kritis dan ketelitian dalam memecahkan masalah, dan 4) matematika dapat memberikan informasi dengan berbagai cara. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh penulis di SD Negeri Percobaan Temuan Khususnya kelas V-A, V-B dan V-C siswanya masing-masing berjumlah 33 orang siswa. Bahwa memecahkan masalah matematika masih relatif rendah sehingga berdampak pada hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah. Hal tersebut terjadi dikarenakan kondisi pembelajaran matematika berdasarkan hasil observasi di SD Negeri Percobaan maka nampak bahwa proses dan hasil pembelajarannya belum memenuhi harapan yang diinginkan. Pembelajaran matematika yang terjadi di dalam kelas masih kurang mengembangkan
Rangga Febrian Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dengan Model Treffinger 4 aktivitas berpikir siswa. Dalam pembelajaran siswa hanya diberikan rumus untuk dihafalkan dan kemudian siswa hanya diberikan soal-soal yang berkaitan dengan rumus yang telah diberikan, siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dengan cara memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata siswa, dengan demikian pembelajaran matematika masih bersifat konvensional artinya siswa dalam belajar matematika lebih diarahkan pada proses menghafal daripada memahami konsep dan juga pada kenyataannya guru dalam mengajar tidak pernah mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa sehingga siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengkonstruk pengalaman siswa ke dalam pembelajaran. Sehingga siswa yang diharapkan aktif dalam pembelajaran matematika, pada kenyataannya justru lebih pasif ketimbang guru yang mengajar. Berdasarkan kajian di atas, untuk mewujudkan agar siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah yang baik, tentu dibutuhkan pula model pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah secara kreatif. Salah satu model pembelajaran yang dimaksud adalah model Treffinger. Karena dengan menggunakan model Treffinger ini siswa akan diberikan kesempatan untuk mengemukakan gagasan, ide atau jawabannya tentang suatu objek atau masalah, siswa diajak mengidentifikasi ide-ide baru dengan cara mengkaji secara cermat struktur masalah melalui analisis morfologis, dan siswa menggunakan kemampuan mereka dengan cara-cara yang bermakna untuk kehidupannya dan menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka. MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang dibahas pada penelitian ini difokuskan pada perbedaan peningkatan kemampuan masalah matematis antara yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran Treffinger dan pembelajaran konvensional. Dengan demikian tujuan utama yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematika yang mengikuti model pembelajaran Treffinger dan pembelajaran konvensional.
5 Antologi UPI Volume No. Edisi Juni 2015 HIPOTESIS Dari permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, penulis menuliskan hipotesis penelitiannya sebagai berikut : 1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa setelah memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional tergolong rendah. 2. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa setelah memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Treffinger tergolong tinggi. 3. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model Treffinger dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 4. Siswa memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Treffinger. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen, sebab subjek penelitian dalam hal ini siswa tidak dipilih secara acak dan tidak dikelompokkan berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing siswa. Menurut Sugiyono, (2012 hlm) pada penelitian kuasi eksperimen subjek tidak dikelompokan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Adapun desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent kontrol group design. Desain ini hamper mirip dengan pretestposttest kontrol group design, hanya saja pada desain ini kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen tidak dipilih secara acak, (Sugiyono, 2013 hlm 116). Selain kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara acak, alasan memilih desain ini adalah karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematika melalui model Treffinger dan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika melalui pembelajaran konvensional. Dua kelas dipilih sebagai sampel penelitian. Kelas pertama dijadikan kelas eksperimen yaitu kelas yang diberikan pembelajaran matematika dengan model Treffinger. Kelas kedua dijadikan kelas kontrol, yaitu kelas yang diberikan pembelajaran matematika dengan model konvensional. Berdasarkan hasil observasi secara langsung, dapat disimpulkan bahwa
Rangga Febrian Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dengan Model Treffinger 6 kedua kelas yang akan dijadikan sebagai sampel penelitian memiliki kemampuan yang sama. Kegiatan observasi secara langsung dilakukan oleh peneliti bersamaan dengan tugas mengajar PPL. Berdasarkan hasil evaluasi pembelajaran, diperoleh kesamaan antara rata-rata evaluasi belajar kelas V-A dan V-B. Dengan demikian, karena kedua kelas memiliki kemampuan yang sama, maka penentuan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat dilakukan terhadap kedua kelas tersebut. Pada penelitian ini, peneliti menetapkan kelas V-A sebagai kelompok eksperimen dan kelas V-B sebagai kelompok kontrol. Sebelum diberikan perlakuan pembelajaran yang berbeda terlebih dahulu dilakukan tes awal (pretest)kepada kedua kelas. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kreatif siswa. Kemudian setelah perlakuan pembelajaran selesai, maka dilakukan tes akhir (posttest), untuk mengetahui bagaimana kemampuan akhir berpikir kreatif siswa. Metode pengumpulan data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini digunakan dua macam instrument yaitu instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen tes yang digunakan adalah soal dalam bentuk uraian. Sedangkan untuk data non tes terdiri dari angket skala sikap terhadap pembelajaran matematika dengan model Treffinger. Data akan dianalisis berdasarkan penemuan-penemuan penelitian serta melihat perbedaan terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang di ukur. Selanjutnya, di buat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dan menyusun laporan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Pretest dilakukan pada awal pembelajaran matematika yaitu sebelum melakukan proses pembelajaran. Soal pretes yang diberikan merupakan soal-soal berdasarkan keseluruhan pokok bahasan yaitu mengenai luas, keliling dan volume suatu bangun datar dan bangun ruang dalam bentuk soal uraian yang teridiri dari 6 soal. Pemberian pretest bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematis kedua kelompok sebelum mendapat perlakuan yang berbeda. Berdasarkan hasil pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tersebut, Frekuensi nilai pretes siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada histogram di bawah ini.
20-26 27-33 34-40 41-47 48-54 55-61 7 Antologi UPI Volume No. Edisi Juni 2015 10 8 6 4 2 0 Gambar 1 Histogram Frekuensi Nilai Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan histogram dan tabel nilai pretes di atas, dapat dilihat bahwa nilai pretes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih banyak berada di rentang 27-33. Pada kelas eksperimen nilai pretes siswa paling banyak berada pada rentang 27-33 yaitu sebanyak 7 orang. Sementara itu pada kelas kontrol nilai pretes siswa paling banyak berada pada rentang nilai 27-33 yaitu sebanyak 9 orang. Jika di lihat berdasarkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 68. Sangat jelas bahwa semua nilai pretes siswa dari kedua kelas sampel belum mencapai ketuntasan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat kemampuan dan pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan. Ini juga dapat dikaitkan dengan seberapa besar kesiapan siswa dari rumah untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Jadi semua siswa dari kedua kelas sampel memiliki nilai pretes di bawah standar KKM, dimana nilai-nilai rata-rata pretes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol hanya mencapai 38,867 dan 36,267. Selisih rata-rata skor pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah 2,6. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa rata-rata skor pretest kelompok eksperimen sedikit lebih besar dibandingkan dengan rata-rata skor pretest kelompok kontrol. Namun, secara keseluruhan kedua kelompok penelitian memiliki kemampuan masalah matematis yang sama. Setelah melakukan proses belajar mengajar sebanyak 9 kali pertemuan pada masing-masing kelas sampel diberikan posttest. pemberian posttest itu bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan akhir siswa dalam berpikir kreatif memecahkan masalah matematika terhadap materi keliling, luas, volume suatu bangun yang telah diajarkan dengan penerapan model pembelajaran yang telah di tentukan pada setiap kelas sampel. Adapun histogram posttest siswa adalah sebagai berikut.
Rangga Febrian Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dengan Model Treffinger 8 10 8 6 4 2 0 Eksperimen Kontrol posttest siswa kelas eksperimen mencapai KKM yaitu 68, namun jika di lihat dari peningkatan hasil posttest, siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Secara keseluruhan perolehan gain Gambar 2 Histogram Nilai Posttest Siswa Berdasarkan histogram di atas, dapat dilihat bahwa nilai post test siswa kelas eksperimen banyak berada pada rentang nilai 85-94, dengan rata-rata nilai post test 76,63. Sedangkan, nilai post test siswa kelas kontrol lebih mendominasi pada rentang 45-54, 55-64, dan 75-84 dengan rata-rata posttest seluruh siswa adalah 65,13. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil posttest kelas eksperimen yang menggunakan model Treffinger lebih baik dari pada hasil posttest kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Tingginya hasil posttest siswa kelas eksperimen dari pada kelass kontrol menunjukkan bahwa tingkat kemampuan masalah matematika di kelas eksperimen lebih baik dari pada di kelas kontrol setelah diterapkannya model Treffinger di kelas eksperimen dan model konvensional di ternormalisasi pada kelompok eksperimen sebesar 0,62 dengan interpretasi sedang. Sedangkan, Secara keseluruhan perolehan gain ternormalisasi pada kelompok control kontrol sebesar 0,45 dengan interpretasi sedang. Dengan demikian, Perbedaan memecahkan masalah matematika antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat dari perolehan rat-rata skor posttest masing-masing kelompok. Rata-rata skor posttest siswa pada kelompok eksperimen diperoleh sebesar 76,63 dan rata-rata skor posttest pada kelompok kontrol diperoleh sebesar 65,13. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematika kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol. Adapun perbedaan memecahkan masalah matematika dapat dilihat pada histogram di bawah ini. kelas kontrol. Meskipun tidak semua nilai
9 Antologi UPI Volume No. Edisi Juni 2015 100 80 60 Eksperimen 40 Kontrol 20 0 Pretest Posttest Gambar 3 Histrogram Perbedaan Rata- Rata Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa peningkatan kemampuan masalah matematika kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematika kelas control. Dengan perolehan peningkatan rata-rata kelas eksperimen sebesar 37,76 dan indeks gain kelas eksperimen sebesar 0,62. Sedangkan, perolehan peningkatan rata-rata kelas kontrol sebesar 28,883 dan indeks gain kelas control sebesar 0,45. Sikap siswa terhadap model pembelajaran Treffinger dapat diketahui melalui perolehan rata-rata skor angket skala sikap lebih besar dari skor netralnya, maka dapat disimpulkan bahwa siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran model Treffinger. Tetapi jika perolehan rerata data angket skala sikap kurang dari skor netralnya, maka dapat disimpulkan bahwa siswa memberikan sikap negatif terhadap pembelajaran model Treffinger. Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh rata-rata skor sikap siswa terhadap model Treffinger diperoleh sebesar 3,58. Karena nilai skor rata-rata sikap siswa lebih besar dari skor netral (netral = 3). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa siswa memberikan sikap yang positif terhadap pembelajaran model Treffinger. KESIMPULAN Penerapan pembelajaran kreatif model Treffinger dapat meningkatkan memecahkan masalah matematika. Hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan masalah matematika siswa kelompok kontrol mengalami peningkatan sebesar 28,88. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematika tersebut diperoleh berdasarkan selisih antara rata-rata skor pretest sebesar 36,27 dengan rata-rata skor posttest sebesar 65,13. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional mampu meningkatkan
Rangga Febrian Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dengan Model Treffinger 10 memecahkan masalah matematika pada kategori sedang. Dan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematika kelompok eksperimen mengalami peningkatan sebesar 37,76. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah matematika tersebut diperoleh berdasarkan selisih antara rata-rata skor pretest sebesar 38,87, dengan rata-rata skor posttest sebesar 76,63. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran model Treffinger mampu meningkatkan memecahkan masalah matematika siswa secara signifikan pada kategori sedang. Dengan demikian,. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran model Treffinger lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Serta sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan model Treffinger adalah positif. Hal ini terlihat dari perolehan rata-rata skor angket skala sikap sebesar 3,58 yang berada di atas skor netralnya atau berada di atas 3. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa siswa memberikan respon yang baik terhadap pelaksanaan pembelajaran menggunakan model Treffinger DAFTAR PUSTAKA Sugiyono. (2012). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Munandar, Utami. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan : Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Munandar, Utami. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT Rineka Cipta