BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakatnya, terutama pada kaum perempuan. Sebagian besar kaum perempuan

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. menerima ilmu kemudian menyebarkannya. Kaum muslimin (pria) wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN. mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam sebagai mahasiswa aktif tahun

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia. Sebagian besar penghuni planet bumi kita dengan berbagai latar

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim.

I. PENDAHULUAN. Islam menyerukan seorang wanita muslimah untuk mengulurkan jilbab-jilbab

BAB IV ANALISIS PESAN RELIGIUS FOTOGRAFI HIJAB ISLAMI PUTRI HIJAB LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. busana yang ketat dan menonjolkan lekuk tubuhnya. istilah jilboobs baru muncul belakangan ini.

NOMOR : U-287 TAHUN Bismillahirohmanirohimi. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, setelah : MENIMBANG :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan

BAB I PENDAHULUAN. aurat atau dikenal dengan istilah hijab. Di Indonesia, istilah jilbab lebih

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya mengundang kekaguman pria. M.Quraish Shihab hlm 46

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengenakan jilbab atau kerudung sudah menjadi sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. penting dari hidup manusia yang mempunyai fungsi lebih yaitu sebagai etika

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggal di desa lebih menghargai sungai. Penghargaan itu antara lain dicirikan

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT, yang dibawakan kepada para rasul-nya. Apabila seseorang tidak mau tunduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

PENGANTAR SISTEM PERGAULAN ISLAM. Suplemen Mata Kuliah Ahwal Syakhsiyyah

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

Pakaian bersih rapih indah

BAB III PANDANGAN MAHASISWA FAKULTAS SYARI AH DAN HUKUM UIN SUNAN AMPEL SURABAYA TENTANG BUSANA MUSLIMAH

BAB V PENUTUP. pembahasannya dalam Islam, khususnya dalam al-qura>n, sebab cadar

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. antara individu dengan individu maupun kelompok. Interaksi sosial terjadi. pada setiap usia dan gender pada manusia.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA JASA HAIR EXTENSION DI BE YOUNG SALON

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA HIDUP FASHION DENGAN CITRA DIRI PADA KOMUNITAS HIJABERS DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan untuk dikembangkan (Ali, 2000: 13). Dalam hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai perhiasan dan kecantikan bagi yang mengenakannya secara

- Meniti Jalan Keindahan 121. Daftar Pustaka 130

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

1 1 I 2. 3 I II. Zuhair bin Harb mengabarkan kepadaku dan Jarir juga mengabarkannya dari Suhail, dari Ayahnya, dari ayah Hurairah berkata :

BAB I PENDAHULUAN. Wanita muslim umumnya identik dengan hijab. Dalam agama Islam,

BAB. II LANDASAN TEORITIS. 2015), ialah pelajar perguruan tinggi. Didalam struktur pendidikan Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB l PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Melalui upaya pendidikan Islam, nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam dapat

BAB IV. Mahasiswi Berjilbab di FKIP- PGSD UKSW Salatiga

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB I PENDAHULUAN. publik, baik di lingkungan pemerintah maupun di lingkungan swasta.

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diperdengarkan oleh telinga kita saat ini. Suatu kain yang berfungsi

2015 MANFAAT HASIL BELAJAR MANAJEMEN BISNIS BUSANA BUTIK SEBAGAI KESIAPAN PERINTISAN BISNIS BUTIK BUSANA MUSLIMAH

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB 5 DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I. dihubungkan dengan citra tubuh, seperti, anoreksia (Hartmann, Thomas, Greenberg,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

Kepribadian dan Keindahan. Bagan Alir. Berbusana Muslim dan Muslimah Merupakan Cermin

BAB 1 PENDAHULUAN. Qanun merupakan Peraturan Perundang-undangan sejenis Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang terjadi akan memaksa produsen untuk beradu dalam menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mencari pekerjaan. Alasan pelarangan yang dikemukakanpun sangat tidak rasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB IV ANALISIS KONSEP MENUTUP AURAT DALAM AL-QUR AN SURAT AL-NŪR AYAT DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

PEDOMAN WAWANCARA. b. Pengendalian Impuls 1. apa yang responden lakukan jika teringat pada kenikmatan melakukan ritual-ritual penggunaan narkoba

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. Kelas Menengah di Yogyakarta, Kontekstualita, (Vol. 30, No. 2, 2015), hlm. 140.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG BERPAKAIAN MUSLIM DAN MUSLIMAH DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

BAB I PENDAHULUAN. Membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan

BAB III MENGENAL SURAT AL-NUR AYAT bumi. Di dalamnya cahaya disebutkan dengan pengaruh-pengaruh dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Allah tidak hanya menciptakan laki-laki saja atau perempuan saja, tetapi lakilaki dan perempuan.

HUBUNGAN ANTARA PRASANGKA MASYARAKAT TERHADAP MUSLIMAH BERCADAR DENGAN JARAK SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lainnya. Interaksi dilakukan oleh manusia sebagai suatu kebutuhan dan harus

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan selalu dianggap sebagai hal yang memuaskan dan berharga, namun dalam sebuah hubungan baik itu perkawinan maupun hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah perempuan muslimah yang telah menggunakan jilbab saat

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengikuti perkembangan fashion. Fashion dianggap dapat membawa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB IV ANALISIS ETIKA PERGAULAN REMAJA PUTRI DALAM AL-QUR AN SURAT AL-AHZAB AYAT 32-34

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam setiap aktivitasnya. Pemandangan perempuan berjilbab di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hijab merupakan simbol komunikasi dan sebagai identitas bagi wanita,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

ASAL MUASAL JILBAB. Sahih Bukhari 4, Number 148:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius yang berpegang pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran agamanya dalam sikap atau tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut timbul karena tercantumnya pasal 29 ayat 1 dalam Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan juga adanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam dasar Negara Pancasila (Daradjat, 1989). Sejak tahun 1980-an mulai tampak fenomena-fenomena yang mengindikasikan menguatnya religiusitas umat Islam. Fenomena-fenomena yang menunjukkan peningkatan religiusitas umat Islam di Indonesia ini salah satunya muncul dalam bentuk merebaknya penggunaan busana islami, Rahmat (dalam Wijayani, 2008). Rahmat (dalam Wijayani, 2008) juga mengungkapkan bahwa salah satu fenomena menarik terkait dengan merebaknya penggunaan busana islami adalah penggunaan cadar dikalangan muslimah. Cadar dalam Islam adalah jilbab yang tebal dan longgar, yang menutupi seluruh aurat termasuk wajah dan telapak tangan (Shihab, 2010). Cadar biasa dikenakan oleh istri Rasullullah SAW dan isteri para sahabat. Dalam menyikapi hukum menggunakan cadar, para ulama ahli hadist Qorryisza Mailani, 2013 Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi Pada Wanita Muslimah Bercadar Dewasa Awal di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

2 memiliki perbedaan pendapat, ada yang berpendapat hukumnya wajib (Mahzab Safi i) dan ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan merupakan keutamaan bila melakukannya (Mahzab Maliki dan Hanafi). Kedua pendapat tersebut berangkat dari penafsiran yang berbeda terhadap satu ayat pada Al Qur an, yaitu surat Annur ayat 31 : Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak dari mereka dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lakilaki mereka, atau perempuan-perempuan muslim atau hamba-hamba sahaya yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak punya hasrat (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kalian kepada Allah, wahai orangorang yang beriman supaya kalian beruntung. Dasar dari penggunaan cadar adalah untuk menjaga perempuan sehingga tidak menjadi fitnah dan menarik perhatian laki-laki yang bukan muhrim (Stowasser, 1993). Orang dewasa awal lebih memerhatikan hal-hal keagamaan jika dibesarkan di lingkungan yang erat dengan keagamaan serta memiliki tetangga dan teman-temannya aktif dalam organisasi-organisasi keagamaan (Hurlock, 1990). Dalam konteks sosial, keberadaan perempuan bercadar masih belum dapat diterima secara penuh oleh masyarakat. Terdapat persepsi sosial yang negatif terhadap perilaku bercadar yang mereka lakukan. Penggunaan cadar yang dilakukan oleh para perempuan tersebut dianggap mengganggu proses

3 hubungan antar pribadi dalam bermasyarakat. Al- Asymawi (dalam Shihab, 2010) menganggap penggunaan cadar sebagai hambatan untuk menciptakan keadaan yang lebih baik, dimana hubungan positif di antara masyarakat menjadi semakin sulit karena melihat wajah adalah sesuatu yang fundamental dalam hubungan antar sesama (Shihab, 2010). Kondisi yang berkembang saat ini juga menempatkan cadar lekat dengan fenomena teroris ataupun gerakan-gerakan islam radikal (Prasetyo, 2007). Fenomena radikalisme keagamaan akhir-akhir ini berupa teror peledakan yang melambungkan beberapa nama seperti Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Imron, kerap menyisakan sosok perempuan bercadar yang berada di balik mereka. Dengan dasar inilah kemudian sebagian masyarakat mengasosiasikan keberadaan setiap perempuan bercadar dengan teroris. Sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat ini disebut oleh Baron dan Byrne (2004), dengan istilah prasangka. Di sisi lain, bila di lihat dari sudut pandang psikologis perempuan memiliki kecenderungan untuk menarik perhatian dari lawan jenis untuk memenuhi kebutuhan tahap perkembangannya. Hyde dan Rosenberg (dalam Wijayani, 2008), mengungkapkan bahwa sejak pubertas perempuan telah mendapatkan sosialisasi dari masyarakat bahwa terdapat kelebihan dari bentuk tubuh perempuan yang menjanjikan penerimaan lingkungan, popularitas dan cinta. Ketika perempuan telah menginjak masa dewasa akan timbul kebutuhan seksualitas yang mendalam, dimana hal ini tidak akan terwujud bila ia tidak mampu menarik lawan jenisnya yang biasa dilakukan

4 dengan menggunakan pakaian yang menarik atau berdandan. Sedangkan di sisi lain, dalam Islam wanita diharuskan untuk menutup auratnya sesuai dengan perintah Allah SWT di dalam Q.S. Annur Ayat 31 agar tidak menjadi fitnah dan menarik perhatian laki-laki yang bukan muhrim (Stowasser, 1993). Sebagian masyarakat merasa bahwa keberadaan perempuan bercadar mengganggu proses integrasi sosial. Mereka beranggapan bahwa alasan di balik penggunaan cadar oleh muslimah adalah keengganan mereka untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Cadar dikatakan sebagai sebuah simbol penolakan seorang individu untuk bergabung dengan masyarakat (Wijayani, 2008). Dalam hal ini telah terjadi pemberian atribusi sosial yang negatif terhadap para perempuan bercadar. Atribusi yang dilakukan mencoba untuk mencari alasan dibalik penggunaan cadar bagi seorang perempuan muslimah. Atribusi adalah kecenderungan seseorang untuk menilai orang lain berdasarkan sifat-sifat, tujuan atau kemampuan tertentu, mengharuskan kita untuk membuat kesimpulan tentang mereka (Myers, 1996). Myers (1996) juga menyatakan kecenderungan memberikan atribusi karena kita tidak memiliki akses tentang pikiran-pikiran pribadi, motif ataupun perasaan orang lain, kita membuat kesimpulan tentang sifat-sifat mereka berdasarkan perilaku yang dapat kita amati. Atribusi mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu.

5 Dengan adanya persepsi, prasangka dan pemberian atribusi sosial yang negatif terhadap keberadaan perempuan bercadar, mereka akan mengalami kesulitan untuk bergabung dan bersosialisasi dalam masyarakat. Hal ini menjadi satu permasalahan sendiri mengingat pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Cadar atau hijab merupakan salah satu indikator wanita dewasa awal memiliki nilai religiusitas. Religiusitas dan agama memang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam penggunaan cadar. Dilihat dari kenampakannya, agama lebih menunjukkan kepada suatu yang mengatur tata penyembahan manusia kepada Tuhan, sedangkan religiusitas lebih melihat aspek yang ada di lubuk hati manusia. Religiusitas lebih menunjuk kepada aspek kualitas dari manusia yang beragama (Rakhmat, 2005). Agama dan religiusitas saling mendukung dan saling melengkapi karena keduanya merupakan konsekuensi logis dari kehidupan manusia yang mempunyai dua kutub, yaitu kutub kehidupan pribadi dan kutub kebersamaannya di tengah masyarakat (Shihab, 2010). Peneliti juga melakukan wawancara dengan seorang wanita usia dewasa awal yang menggunakan kerudung cadar pada tanggal 15 Desember 2011 di Mesjid X Kota Bandung. Subjek menyatakan bahwa tidak sedikit yang beranggapan negatif tentang wanita muslimah yang menggunakan cadar, ketika subjek melewati sekelompok orang yang tidak menggunakan cadar mereka terlihat seperti berbisik sambil memandang ke arah dirinya, hal ini membuat subjek merasa terganggu dan sulit untuk bergaul dengan

6 masyarakat lainnya, dan tidak jarang pula masyarakat yang bertanya seputar cadar yang subjek gunakan kemudian dihubungkan dengan aksi terorisme yang terjadi di Indonesia, namun bagi subjek menggunakan cadar merupakan kewajiban yang tidak ada alasan untuk melanggarnya. Keputusan yang dibuat seorang muslimah untuk pada akhirnya menggunakan cadar sangat rentan akan konflik, baik konflik yang terjadi pada diri perempuan bercadar (within people) maupun konflik antara perempuan bercadar dengan orang lain atau masyarakat (between people), (Wijayani, 2008). Konflik yang ada akan menimbulkan perasaan yang tidak nyaman, cemas serta berbagai emosi yang akan mempengaruhi hidup dan hubungan sosialnya dengan lingkungan sekitar. Perempuan bercadar harus mampu menghadapi dan mengatasi konflik yang ada sehingga ia dapat meneruskan kehidupannya dengan lebih baik. Menurut Davis (1999), kemampuan individu untuk menghadapi dan mengatasi konflik yang ada disebut sebagai resiliensi. Resiliensi adalah kemampuan seorang individu untuk mampu bertahan dan berkembang secara positif dalam situasi yang penuh tekanan, resiliensi harus dipahami sebagai kemampuan individu tidak sekedar berhasil dalam beradaptasi terhadap resiko atau kemalangan namun juga memiliki kemampuan untuk pulih, bahagia dan berkembang menjadi individu yang lebih kuat, lebih bijak dan lebih menghargai kehidupan (Grotberg, 1995). Seorang muslimah bercadar yang memiliki resiliensi akan mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada, mengatasi tekanan, memandang

7 hidup secara positif, pulih dan berkembang menjadi individu yang lebih kuat dan bijak. Untuk dapat menjadi individu yang resilien, seseorang harus memiliki keahlian yang disebut oleh Reivich dan Shatte (2002) dengan istilah tujuh faktor resiliensi. Tujuh faktor resiliensi yaitu, regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, causal analysis, empati, self-efficacy dan reaching out. Masing-masing individu memiliki kekuatan yang berbeda-beda pada setiap faktor (Reivich dan Shatte, 2002). Perbedaan kekuatan pada setiap faktor resiliensi yang terdapat pada masing-masing individu akan mempengaruhi kemampuan resiliensi seorang individu. Resiliensi sepenuhnya berada dalam kontrol individu dan kemampuan ini dapat dikuasai oleh individu manapun oleh proses latihan (Reivich dan Shatte, 2002). Ketika perempuan bercadar terus menerus berusaha untuk meningkatkan kemampuan tujuh faktor resiliensi yang ada pada dirinya, maka bersamaan dengan itu kemampuan resiliensi yang dimiliki dengan sendirinya akan meningkat. Resiliensi tidak hanya ditekankan pada hasil akhir yang positif dimana individu mampu bertahan dan pada akhirnya mampu berkembang secara positif. Resiliensi juga harus dilihat secara utuh sebagai suatu proses, dengan melihat faktor-faktor pendukung yang berkontribusi dalam membentuk seorang individu yang resilien (Reivich dan Shatte, 2002). Tentunya mustahil bagi perempuan bercadar untuk dapat menjadi resilien tanpa sebelumnya terdapat sebuah proses yang didalamnya melibatkan faktor-faktor pendukung baik yang datang dari dalam individu tersebut maupun dari lingkungan.

8 Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis mencoba mengadakan penelitian yang bertujuan untuk menelusuri lebih dalam mengenai Hubungan antara Religiusitas dengan Resiliensi pada Wanita Muslimah Usia Dewasa Awal Bercadar di Kota Bandung. B. Rumusan Masalah Fenomena menarik terkait dengan merebaknya busana islami adalah penggunaan cadar dikalangan muslimah. Cadar merupakan salah satu indikator muslimah usia dewasa awal memiliki nilai religiusitas. Keputusan yang di buat muslimah untuk menggunakan cadar sangat rentan akan konflik, kemampuan individu untuk menghadapi dan mengatasi konflik disebut sebagai resiliensi. Guna mengetahui lebih lanjut mengenai sejauh mana hubungan antara religiusitas dengan resiliensi, maka dari itu pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran religiusitas pada muslimah bercadar usia dewasa awal di Kota Bandung? 2. Bagaimana gambaran resiliensi pada muslimah bercadar usia dewasa awal di Kota Bandung? 3. Bagaimana hubungan antara religiusitas dengan resiliensi pada muslimah bercadar usia dewasa awal di Kota Bandung?

9 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Memperoleh gambaran religiusitas muslimah bercadar usia dewasa awal di Kota Bandung. 2. Memperoleh gambaran resiliensi pada muslimah bercadar usia dewasa awal di Kota Bandung. 3. Memperoleh hubungan antara religiusitas dengan resiliensi pada muslimah bercadar usia dewasa awal di Kota Bandung. D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang hubungan religiusitas dengan resiliensi, selain itu diharapkan dapat menjadi sumber masukan empiris serta menambah referensi dan memperkaya keilmuan psikologi yang menyangkut religiusitas dan resiliensi. 2. Manfaat Praktis Adapun secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak terkait seperti:

10 a. Bagi muslimah bercadar usia dewasa awal Memberikan gambaran terhadap wanita muslimah bercadar usia dewasa awal untuk dapat bersosialisasi dan bermasyarakat dengan individu lain di luar komunitasnya, sehingga cadar tidak dianggap sebagai suatu hambatan untuk melakukan hubungan positif dengan masyarakat. b. Masyarakat Umum Memberikan gambaran religiusitas dan resiliensi muslimah bercadar usia dewasa awal, sehingga masyarakat dapat mengurangi atau menghilangkan asosiasi negatif dan atribusi negatif yang mereka berikan kepada wanita muslimah bercadar. E. Struktur Penulisan Skripsi BAB I Pendahuluan a. Latar Belakang Penelitian b. Rumusan Masalah c. Tujuan Penelitian d. Manfaat Penelitian e. Struktur Penulisan Skripsi BAB II Konsep Dasar Religiusitas dan Resiliensi BAB III Metode Penelitian a. Lokasi dan Subjek Sampel Penelitian b. Desain Penelitian

11 c. Metode Penelitian d. Defisi Operasional Variabel e. Instrumen Penelitian f. Teknik Pengumpulan Data g. Analisis Data BAB IV Hasil dan Pembahasan BAB V Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka Lampiran-lampiran