PENENTUAN KONSENTRASI AKTIVITAS URANIUM DARI INDUSTRI FOSFAT MENGGUNAKAN DETEKTOR ZnS(Ag)

dokumen-dokumen yang mirip
Pengukuran Konsentrasi Uranium dari Industri Fosfat Menggunakan Spektrometer Gamma

Penentuan Efisiensi Beta Terhadap Gamma Pada Detektor Geiger Muller

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

ALAT UKUR RADIASI. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta Telepon : (021)

Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi

FISIKA ATOM & RADIASI

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 4, No. 1, Januari 2015, Hal 23-30

BAB 3 METODE PENELITIAN. -Beaker Marinelli

SISTEM PENCACAHAN RADIASI DENGAN DETEKTOR SINTILASI

DETEKTOR RADIASI INTI. Sulistyani, M.Si.

PENGUKURAN TEBAL KONTAMINASI ZAT RADIOAKTIF PADA PERMUKAAN TANAH SECARA IN SITU MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA PORTABEL

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

ANALISIS EFISIENSI PENDETEKSIAN RADIASI GAMMA OLEH SCINTILLATION COUNTER NaI(Tl) DITINJAU DARI ASPEK DIMENSI COUNTER

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI

Radioaktivitas Henry Becquerel Piere Curie Marie Curie

DETEKTOR RADIASI. NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id

VII. PELURUHAN GAMMA. Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi

PEREKAYASAAN SISTEM DETEKSI PERANGKAT SCINTIGRAPHY MENGGUNAKAN PSPMT

PENGEMBANGAN DETEKTOR GEIGER MULLER DENGAN ISIAN GAS ALKOHOL, METANA DAN ARGON

Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi

PELURUHAN SINAR GAMMA

METODE STANDARDISASI SUMBER 60 Co BENTUK TITIK DAN VOLUME MENGGUNAKAN METODE ABSOLUT PUNCAK JUMLAH

PENGUKURAN KONSENTRASI RADON DALAM TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF. Untara, M. Cecep CH, Mahmudin, Sudiyati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi

Kunci dan pembahasan soal ini bisa dilihat di dengan memasukkan kode 5976 ke menu search. Copyright 2017 Zenius Education

SIMULASI PENGUKURAN EFFISIENSI DETEKTOR HPGe DAN NaI (Tl) MENGGUNAKAN METODE MONTE CARLO MCNP5

PENENTUAN KADAR URANIUM DALAM SAMPEL YELLOW CAKE MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

PENGARUH KUAT ARUS PADA ANALISIS LIMBAH CAIR URANIUM MENGGUNAKAN METODA ELEKTRODEPOSISI

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-16

ANALISIS UNSUR Pb, Ni DAN Cu DALAM LARUTAN URANIUM HASIL STRIPPING EFLUEN URANIUM BIDANG BAHAN BAKAR NUKLIR

SIMULASI KURVA EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM UNTUK SINAR GAMMA ENERGI RENDAH DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5

Antiremed Kelas 12 Fisika

EVALUASI PENGARUH POLA ALIR UDARA TERHADAP TINGKAT RADIOAKTIVITAS DI DAERAH KERJA IRM

OPTIMASI ALAT CACAH WBC ACCUSCAN-II UNTUK PENCACAHAN CONTOH URIN

RENCANA PERKULIAHAN FISIKA INTI Pertemuan Ke: 1

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 2, April 2014 ISSN

MODUL 2 STATISTIKA RADIOAKTIVITAS

PENENTUAN TEGANGAN OPERASIONAL PADA DETEKTOR GEIGER MULLER DENGAN PERBEDAAN JARI-JARI WINDOW DETEKTOR

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

Penentuan Dosis Gamma Pada Fasilitas Iradiasi Reaktor Kartini Setelah Shut Down

Xpedia Fisika. Soal Fismod 1

RINGKASAN. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Program St~di Pengeloiaan Sumberdaya

EVALUASI DOSIS RADIASI INTERNAL PEKERJA RADIASI PT-BATAN TEKNOLOGI DENGAN METODE IN-VITRO

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

PAKET SOAL LATIHAN FISIKA, 2 / 2

EVALUASI PENGUKURAN RADIOAKTIVITAS ALPHA DAN BETA DI PERMUKAAN LANTAI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2009

Penentuan Spektrum Energi dan Energi Resolusi β dan γ Menggunakan MCA (Multi Channel Analizer)

FISIKA MODERN UNIT. Radiasi Benda Hitam. Hamburan Compton & Efek Fotolistrik. Kumpulan Soal Latihan UN

Laporan Kimia Analitik KI-3121

OXEA - Alat Analisis Unsur Online

Radioaktivitas dan Reaksi Nuklir. Rida SNM

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

ANALISIS RADIOAKTIVITAS GROSS α, β DAN IDENTI- FIKASI RADIONUKLIDA PEMANCAR γ DARI AIR DAN SEDIMEN SUNGAI CODE YOGYAKARTA

Kurikulum 2013 Kelas 12 Fisika

EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89. Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali

Sinar x memiliki daya tembus dan biasa digunakan dalam dunia kedokteran. Untuk mendeteksi penyakit yang ada dalam tubuh.

PELURUHAN RADIOAKTIF. NANIK DWI NURHAYATI,S.Si,M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id

ANALISIS KERUSAKAN X-RAY FLUORESENCE (XRF)

SIMULASI KALIBRASI EFISIENSI PADA DETEKTOR HPGe DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5

PENGUKURAN KONSENTRASI LURUHAN THORON DENGAN SPEKTROMETER GAMMA HP-Ge

Pengaruh Perubahan Tegangan Tinggi Tabung Photomultiplayer (PMT) Terhadap Amplitudo Keluaran Detektor NaI(Tl)

PENGGUNAAN SINAR-X KARAKTERISTIK U-Ka2 DAN Th-Ka1 PADA ANALISIS KOMPOSISI ISOTOPIK URANIUM SECARA TIDAK MERUSAK

Perbandingan Kinerja Detektor NaI(Tl) Dengan Detektor CsI(Tl) Pada Spektroskopi Radiasi Gamma

PENGUKURAN AKTIVITAS ISOTOP 152 Eu DALAM SAMPEL UJI PROFISIENSI MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

PELURUHAN RADIOAKTIF

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS

EKSPERIMEN SPEKTROSKOPI RADIASI ALFA

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD 01) FISIKA INTI

KOMPARASI UNJUK KERJA SPEKTROMETRI GAMMA DETEKTOR BICRON 2M2 DENGAN LUDLUM 44-62

Xpedia Fisika. Soal Fismod 2

UJIAN SEKOLAH 2016 PAKET A. 1. Hasil pengukuran diameter dalam sebuah botol dengan menggunakan jangka sorong ditunjukkan pada gambar berikut!

Dualisme Partikel Gelombang

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

Unnes Physics Journal

KALIBRASI PEMANTAU RADON PASIF MENGUNAKAN ARANG AKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR Veronica YANG 1 MEMPENGARUHINYA

SIMULASI EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM DI LABORATORIUM AAN PTNBR DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5

Penentuan Konsentrasi dan Nilai Faktor Transfer Radionuklida Alam ( 226 Ra, 232 Th, 40 K) dari Tanah Sawah ke Beras menggunakan Spektrometer Gamma

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016)

UJI BANDING SISTEM SPEKTROMETER GAMMA DENGAN METODA ANALISIS SUMBER Eu-152. Nugraha Luhur, Kadarusmanto, Subiharto

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 3, Juli 2014 ISSN

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi

Fisika EBTANAS Tahun 1994

Fisika EBTANAS Tahun 1993

Penentuan Kadar Besi dalam Pasir Bekas Penambangan di Kecamatan Cempaka dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN)

DESAIN DASAR PERANGKAT SCINTIGRAPHY

BAB II RADIASI PENGION

PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP RADIOAKTIVITAS GROSS BETA PADA SAMPEL JATUHAN (FALL OUT)

GANENDRA, Vol. V, No. 1 ISSN Syarip ABSTRAK ABSTRACT

PEMANTAUAN RADIOAKTIVITAS DEBU DI UDARA DAERAH KERJA PPGN TAHUN 2011

FORMAT DAN ISI LAPORAN SURVEI RADIOLOGI AKHIR

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Katoda/filamen tabung

PEMBUATAN PUPUK FOSFAT DARI BATUAN FOSFAT ALAM SECARA ACIDULASI. Faleh Setia Budi, Aprilina Purbasari *)

Rekayasa Bahan untuk Meningkatkan Daya Serap Terhadap Gelombang Elektromagnetik dengan Matode Deposisi Menggunakan Lucutan Korona

Sistem Pencacah dan Spektroskopi

Transkripsi:

Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.9, No.2, April 2006, hal 63-70 PENENTUAN KONSENTRASI AKTIVITAS URANIUM DARI INDUSTRI FOSFAT MENGGUNAKAN DETEKTOR ZnS(Ag) Indri Setiani 1), Mohammad Munir 1), K.Sofjan Firdausi 1), Bunawas 2) 1) Laboratorium Fisika Atom & Nuklir, Jurusan Fisika Fakultas MIPA UNDIP 2) Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi BATAN Abstract The activity concentration measurement of uranium (U 238 ) in yellowcake sample which is coming from phosphate fertilizer industry P.T. PETRO KIMIA Gresik by using ZnS(Ag) detector has been done. In order to do this measurement, it is needed to callibrate and calculate the minimum detectable level of the detector. From the five samples that contain different yellowcake concentration, 400 mg of each samples were placed on five 2-inches-diameter stainless steel planchettes. HNO 3 solution were added and the samples were shaken in order to make the samples as homogeneous as possible. The samples were totally evaporated under an infrared lamp until dry. Then they were counted by ZnS(Ag) detector. The uranium activity concentration measurement result of this method shows that sample with highest concentration of yellowcake (100%) have concentration activity 2,37 Bq/mg. While the sample with lowest concentration of yellowcake (37,5%) have concentration activity 0,95 Bq/mg. Key words : uranium, phosphate fertilizer industry, ZnS(Ag) detector, yellowcake Intisari Telah dilakukan pengukuran konsentrasi aktivitas uranium (U 238 ) pada yellowcake yang berasal dari industri pupuk fosfat P.T. PETRO KIMIA Gresik menggunakan detektor ZnS(Ag). Untuk dapat melaksanakan pengukuran ini, maka perlu untuk mengkalibrasi dan menentukan Batas Terendah Deteksi (BTD) dari detektor yang digunakan. Lima buah sampel yang mengandung konsentrasi yellowcake yang berbeda-beda diletakkan di atas lima buah planset dari bahan stainless steel berdiameter 2 inci. Larutan HNO 3 ditambahkan dan sampel digoncang agar didapatkan sampel yang sehomogen mungkin. Lalu sampel diuapkan di bawah lampu infra merah hingga kering, kemudian dicacah menggunakan detektor ZnS(Ag). Hasil pengukuran konsentrasi aktivitas uranium dengan metode ini menunjukkan bahwa sampel yellowcake dengan konsentrasi tertinggi yaitu 100% mengandung uranium dengan aktivitas sebesar 2,37 Bq/mg. Untuk sampel yellowcake dengan konsentrasi terendah yaitu 37,5 % memiliki aktivitas sebesar 0,95 Bq/mg. Kata kunci : uranium, industri pupuk fosfat, detektor ZnS(Ag), yellowcake PENDAHULUAN Alasan diperlukannya aspek radiologi dalam industri fosfat adalah karena dari pengolahan bijih fosfat diperoleh elemen sisa berupa uranium dan turunannya. Pada tahun 1975 di Idaho USA, dari 6 juta ton bijih fosfat yang didapatkan dari pertambangan, mengandung 500 ton uranium. Jumlah uranium, radium, dan turunan lainnya pada bijih fosfat akan terus dibawa dan terkadang terkonsentrasi pada produk fosfat [1]. Telah diketahui bahwa radioaktivitas alam seperti U 238, Th 232, Ra 226 dan K 40 yang terdapat dalam batuan fosfat pada umumnya lebih tinggi dari pada di dalam tanah maupun batuan lainnya. Terjadinya radioaktivitas alam ini karena peluruhan uranium dan thorium yang ada di alam 63

Indri Setiani dkk menjadi timbal (Pb) dengan memancarkan radiasi alpha, beta dan gamma [2]. Batuan fosfat pada umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk fosfat seperti TSP, DAP dan MAP. Di Amerika Serikat sebagian besar dari hasil tambang batuan fosfat diproses menjadi pupuk fosfat, sedangkan 45% dari hasil tambangnya dikonsumsikan hampir ke seluruh dunia. Uranium alam dalam batuan fosfat mempunyai sifat dapat menggantikan kedudukan kalsium, sehingga dalam waktu tertentu uranium akan terakumulasi dalam pupuk. Adanya uranium di dalam pupuk fosfat tergantung pada kadar uranium dalam batuan fosfat. Untuk menentukan besarnya aktivitas uranium pada berbagai unit fasilitas tersebut, diperlukan suatu metode pengukuran secara langsung dengan peralatan portabel yang cepat dan dapat diterapkan untuk mengukur jumlah item yang banyak. Salah satu metode yang bisa digunakan adalah dengan metode deteksi radiasi partikel alpha menggunakan detektor ZnS(Ag). Keunggulan metode ini adalah dengan cepat dan mudah dapat menentukan tingkat radiasi partikel alpha dari radionuklida di lingkungan. Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk pengukuran dengan metode ini lebih murah jika dibandingkan dengan metode yang lain seperti spektrometri gamma in-situ. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan digunakan metode tersebut untuk menentukan besarnya konsentrasi aktivitas uranium dalam kerak yang tersisa pada fasilitas pemisahan uranium dari industri pupuk fosfat yang telah mengalami pembongkaran. Potensi Radiasi pada Industri Fosfat Semua isotop uranium bersifat radioaktif. Tiga isotop alami yang ditemukan di lingkungan yaitu U 234, U 235, dan U 238 mengalami peluruhan radioaktif dengan memancarkan partikel alpha yang disertai dengan radiasi gamma yang lemah. Isotop yang dominan yaitu U 238 membentuk rantai peluruhan yang panjang. Penentuan Konsentrasi Aktivitas Proses peluruhan akan terus berlangsung sampai mencapai kestabilan, yaitu sampai hasil peluruhan yang tidak radioaktif terbentuk. Dalam industri pupuk fosfat baik penambangan maupun pengolahannya yang diketahui mengandung uranium dan turunannya dapat memberikan dampak radiologi terhadap pekerja dan lingkungan. Selama kegiatan penambangan dan pengolahan batuan fosfat terjadi pelepasan sejumlah radionuklida alam ke lingkungan terutama uranium dan thorium beserta anak luruhnya yang mempunyai potensi bahaya radiasi interna dan eksterna terhadap pekerja dan penduduk di sekitar fasilitas penambangan dan pengolahan batuan fosfat. Dekomisioning Fasilitas Industri Fosfat Fasilitas pemisahan uranium pada industri pupuk fosfat akan didekomisioning bila mencapai akhir dari usia pakainya. Operasi dan pembongkaran fasilitas dan bangunan tersebut menimbulkan bermacam-macam bentuk bahan residu dengan bahan radioaktif yang dikandungnya yang tidak dibenarkan untuk memindahkannya ke fasilitas penyimpanan. Bahan residu yang terbentuk berupa endapan kering yang merupakan sisa-sisa pengambilan uranium pada pengolahan pupuk fosfat yang menempel pada material bongkaran. Endapan ini mengandung bahan radioaktif yang dapat diukur konsentrasi aktivitasnya. Pelaksanaan proses dekomisioning antara satu negara dengan negara yang lain bervariasi, namun semuanya mempunyai tujuan akhir yang sama yaitu situs yang ditinggalkan harus mutlak bersih dari kontaminasi (unrestricted site use) [3]. Termasuk dalam proses dekomisioning adalah pengukuran aktivitas residu yang bersifat radioaktif yang menempel pada material bongkaran. Bila aktivitasnya memenuhi clearance level maka material tersebut dimasukkan ke dalam golongan material bebas kontaminasi sehingga dapat dimanfaatkan kembali. Namun bila 64

Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.9, No.2, April 2006, hal 63-70 aktivitasnya melebihi clearance level maka material tersebut akan didekontaminasi. Deteksi Radiasi Partikel Alpha dengan Detektor ZnS(Ag) Detektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah detektor sintilasi dengan menggunakan bahan ZnS(Ag). Bahan ini memancarkan cahaya bila dilewati radiasi. Peristiwa pemancaran cahaya tersebut disebut sintilasi dan bahannya disebut sintilator [4]. Detektor sintilasi terdiri dari sintilator dan tabung pengganda elektron (Photo Multiplier Tube/ PMT). ZnS(Ag) merupakan jenis sintilator anorganik berupa sulfida seng yang berbentuk bubuk seng kristalin dengan menggunakan aktivator perak yang digunakan sebagai sintilator untuk mendeteksi partikel bermuatan. Effisiensi sintilasi ZnS(Ag) cukup baik, tetapi ZnS(Ag) tidak mampu melewatkan cahaya dengan baik. Dengan demikian ZnS(Ag) hanya digunakan dalam bentuk lapisan yang sangat tipis, supaya hanya terjadi sedikit penyerapan cahaya yang dihasilkan oleh interaksi zarah bermuatan dengan ZnS(Ag). Konsekuensi penggunaan lapisan tipis ini ialah bahwa hanya zarah-zarah yang harga ionisasi spesifiknya besar dapat dideteksi. Dalam hal ini zarah alpha memenuhi syarat untuk dapat dideteksi. Zarah bermuatan yang melewati sintilator akan membentuk banyak pasangan elektron-hole yang dihasilkan karena terjadi proses eksitasi elektronelektron dari pita valensi ke pita konduksi. Hole yang bermuatan positif akan segera menuju ke kedudukan aktivator dan mengionisasi aktivator tersebut. Sedangkan elektron dapat terus bergerak bebas dalam kristal sebelum menumbuk aktivator yang telah terionisasi. Pada tumbukan ini elektron dapat turun ke kedudukan aktivator dan menciptakan suatu tingkat tenaga tereksitasi. Apabila tingkat tenaga yang terbentuk ini memungkinkan terjadinya de-eksitasi dari tingkat tenaga tersebut ke tingkat dasar, maka akan terjadi proses de-eksitasi yang sangat cepat dan mempunyai kebolehjadian yang besar untuk memancarkan foton tampak. Proses yang terjadi dalam detektor sintilasi dibagi dalam tiga tahap yaitu [5]: a. Proses Absorbsi Pada partikel bermuatan yang masuk ke dalam sintilator maka akan kehilangan energinya sebanding dengan jarak tempuhnya. Untuk radiasi elektromagnetik (sinar-x atau sinar gamma) yang masuk sintilator akan terjadi 3 proses yang penting yaitu : efek fotolistrik, efek Compton, dan produksi pasangan [6]. Dari ketiga proses ini pada akhirnya energi sinar gamma atau sinar- X seluruhnya akan digunakan untuk menghasilkan elektron dan memberi energi kinetik pada elektron tersebut. b. Proses Sintilasi Sintilasi atau pemancaran radiasi akan timbul karena adanya de-eksitasi elektron-elektron sintilator untuk mencapai kestabilan kembali setelah mengalami eksitasi pada proses absorbsi. c. Konversi Sinar (Radiasi) menjadi Pulsa Listrik Sinar yang dipancarkan oleh sintilator diarahkan pada katoda dari suatu tabung pengganda elektron (PMT) yang secara optik digandeng dengan sintilator tersebut. Cahaya yang dihasilkan oleh sintilator sewaktu dikenai radiasi nuklir ditangkap oleh fotokatoda yang terpasang pada PMT. Pada tabung ini selain terdapat fotokatoda juga ada banyak anoda (disebut dinoda). Setiap dinoda diberi tegangan yang berbeda satu dengan yang lain, semakin jauh dari fotokatoda tegangannya semakin besar [6]. Bila cahaya dari bahan detektor mengenai fotokatoda maka akan melepaskan elektron. Ini terjadi akibat adanya tumbukan foton cahaya dari sintilator dengan fotokatoda pada PMT, sehingga menghasilkan fotoelektron. Elektron akan tertarik ke dinoda pertama, sewaktu menumbuk dihasilkan lebih 65

Indri Setiani dkk banyak elektron. Elektron ini akan ditarik oleh dinoda kedua dan akan diperbanyak lagi, begitu seterusnya sampai di dinoda terakhir dihasilkan cukup banyak elektron. Banyaknya elektron sekunder tersebut akan digandakan dari satu dinoda ke dinoda yang lain. Jika pada PMT mengandung n dinoda dan setiap dinoda menimbulkan penggandaan M kali, maka banyaknya elektron akan menjadi M n kali. Bila dinoda terakhir ini dihubungkan dengan suatu rangkaian hambatan akan dihasilkan pulsa listrik negatif. Tinggi pulsa keluaran dari PMT sebanding dengan energi, sedangkan jumlah pulsa sebanding dengan intensitas radioaktif yang datang. Sintilator juga dapat digunakan untuk mengukur aktivitas radiasi [7]. Hubungan antara aktivitas dengan cacah seperti pada persamaan berikut : C Act (1) dengan C adalah cacah pulsa, A c adalah aktivitas sumber radiasi (dps), t adalah waktu lamanya pencacahan (s) dan η adalah efisiensi (cps/dps). Dari persamaan (1) dapat diketahui efisiensi detektor yaitu : C N (2) Act A c dengan N adalah cacah per satuan waktu/ laju cacah (cps). Untuk menghitung efisiensi detektor dapat dilakukan dengan menggunakan rumus (2). Kebanyakan partikel alpha mempunyai energi antara 4 hingga 8 MeV dan jangkauannya berkisar antara 3 hingga 9 mg/cm 2. Partikel alpha akan kehilangan sebagian energinya sewaktu melalui suatu medium, bahkan sebagian dari partikel alpha tersebut kehilangan semua energinya. Dalam satu satuan waktu (biasanya sekon), pancaran radiasi yang dipancarkan dari sumber radiasi per satuan waktu dikenal dengan sebutan laju cacah. Laju cacah ini merupakan hasil bagi aktivitas per satuan waktu yang memiliki satuan cps (count per second) bila dilihat dari pembacaan alat, sedangkan bila dilihat Penentuan Konsentrasi Aktivitas dari sumber radiasi, dikenal dengan satuan dps (disintegration per second) atau Bq. METODE PENELITIAN Uji Homogenitas Agar mendapatkan hasil pengukuran aktivitas dari sumber pengemisi partikel alpha yang akurat, pemilihan metode preparasi sampel secara kuantitatif sangatlah penting. Oleh karena itu dilakukan dua cara untuk pengujian kehomogenitasan sampel standar agar diketahui cara mana yang lebih baik dari keduanya. Yang pertama yaitu dengan mencampurkan serbuk alumina dengan sumber standar berupa serbuk juga yaitu U 3 O 8 0,527 % (IAEA 1975) dengan konsentrasi aktivitas 5,523 Bq/g. Cara tersebut dibandingkan dengan cara kedua yang menggunakan sumber standar berupa larutan yaitu larutan uranyl asetat dengan konsentrasi aktivitas 71,665 Bq/ml. Dalam uji homogenitas dengan sumber standar berupa serbuk, 400 mg serbuk alumina diaduk dengan 100 mg serbuk U 3 O 8 hingga didapat sumber standar yang sehomogen mungkin. Lalu sumber standar tersebut dibagi menjadi lima bagian masing-masing 100 mg dan diletakkan dalam planset. Setelah ditetesi larutan HNO 3 0,1 M, planset digoyang-goyang hingga sumber standar merata pada seluruh permukaan planset. Untuk menghilangkan pelarutnya, sumber standar diuapkan di bawah lampu inframerah hingga kering baru kemudian dicacah. Dalam uji homogenitas dengan sumber standar berupa larutan, 5 ml larutan uranyl asetat dicampur 10 ml larutan HNO 3. Lalu 500 mg serbuk alumina dituang ke dalam larutan hingga terendam. Setelah diuapkan di bawah lampu inframerah, sumber standar tersebut diaduk hingga didapat sumber standar yang sehomogen mungkin. Langkah selanjutnya sama dengan uji homogenitas sebelumnya. Kalibrasi Efisiensi Kalibrasi pengukuran dilakukan dengan mencampurkan sumber standar dalam enam buah planset yang sudah 66

Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.9, No.2, April 2006, hal 63-70 diberi serbuk alumina dengan massa yang bervariasi yaitu 20, 70, 140, 300, 380, dan 430 mg. Banyaknya sumber standar pada tiap planset sama sehingga aktivitas pada tiap planset sama namun berbeda ketebalan densitas (mg/cm 2 ). Setelah sumber standar tersebut diratakan dalam planset dengan larutan HNO 3, maka semua planset diuapkan di bawah lampu inframerah hingga kering untuk kemudian dicacah dengan detektor ZnS(Ag). Efisiensi pengukuran didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah pulsa dengan aktivitas sumber radiasi. Berdasarkan persamaan (2) besarnya efisiensi pengukuran dapat dihitung dari : C N ( N t N bg ) (3) Act Ac Ac dengan η adalah efisiensi detektor (cps/dps), N t adalah laju cacah sumber standar total (cps), N bg adalah laju cacah background (cps), dan A c adalah aktivitas sumber standar (dps). Untuk mengetahui berapa kemampuan detektor dalam pengukuran di lapangan, maka perlu dilakukan penentuan batas terendah deteksi (BTD). BTD dihitung dengan persamaan sebagai berikut : 2,71 4,65 N bg tbg tbg W (4) dengan φ adalah batas terendah deteksi/btd (Bq/cm 2 ), t bg adalah waktu pencacahan background (sekon), dan W adalah luas detektor (cm 2 ). Untuk menentukan konsentrasi aktivitas dari sampel digunakan persamaan: A C c a m (5) dengan C a adalah konsentrasi aktivitas radionuklida (Bq/kg) dan m adalah massa sampel (kg). Preparasi Sampel Yellowcake Sampel yang digunakan berupa yellowcake yang merupakan kerak sisa yang menempel pada fasilitas pemisahan uranium pada industri pupuk fosfat P.T. PETRO KIMIA, Gresik. Yellowcake adalah endapan kering berwarna kuning yang berkadar uranium tinggi. Asumsi yang digunakan dalam pengukuran ini adalah bahwa deret yang terjadi pada yellowcake hanya deret U 238 saja karena kelimpahannya jauh lebih besar dibandingkan dengan U 235 yaitu 99,3% sedangkan kelimpahan U 235 sangat kecil yaitu 0,7%. Deret radioaktif ini hanya sampai Th 230 karena radionuklida Ra 226 beserta turunannya terkonsentrasi dalam gips pada proses pengolahan asam fosfat. Sehingga hasil pengukuran yang diperoleh merupakan aktivitas total dari radionuklida-radionuklida turunan U 238 yang merupakan pengemisi alpha sampai Th 230 yaitu U 238, U 234, dan Th 230 dimana ketiganya mengalami kesetimbangan radioaktif. Namun karena sampel yang didapat hanya satu jenis, maka dilakukan variasi sampel dengan membagi sampel menjadi lima bagian masing-masing massanya 90 gram. Salah satunya tidak dicampur dengan tanah sedangkan sisanya dicampur dengan matriks tanah yang berbeda-beda massanya. Massa tanahnya yaitu 75, 100, 125, dan 150 gram. Sehingga diperoleh lima macam sampel masing-masing dengan konsentrasi yellowcake sebesar 100%, 54,54%, 47,37%, 41,86%, dan 37,5%. Masing-masing sampel yang sudah dihaluskan lalu diayak 200 mesh, ditimbang sebesar 400 mg lalu dimasukkan dalam planset untuk diratakan dengan larutan HNO 3 lalu diuapkan di bawah lampu inframerah hingga kering. Setelah itu baru semua sampel dicacah. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Homogenitas Setelah dilakukan 2 cara pengujian kehomogenitasan sumber standar, yang pertama yaitu dengan mencampurkan serbuk alumina dengan sumber standar berupa serbuk juga yaitu U 3 O 8 0,527 % (IAEA 1975) dengan konsentrasi aktivitas 5,523 Bq/g, dan cara yang kedua menggunakan sumber standar berupa 67

Indri Setiani dkk larutan yaitu larutan uranyl asetat dengan konsentrasi aktivitas 71,665 Bq/ml, telah didapatkan hasil yang berbeda antara keduanya. Proses pencampuran antara larutan dengan serbuk menghasilkan zat yang lebih homogen dibandingkan dengan zat hasil pencampuran dua buah zat serbuk. Terbukti dengan simpangan yang dihasilkan pada sampel pada proses ini lebih kecil 6,25% daripada simpangan yang dihasilkan pada uji homogenitas dengan serbuk U 3 O 8. Kalibrasi Efisiensi Kalibrasi pengukuran dilakukan untuk mendapatkan grafik hubungan antara ketebalan densitas sampel terhadap efisiensi pengukuran. Sehingga pada saat pengukuran aktivitas sampel sesungguhnya dapat diketahui efisiensi pengukuran pada ketebalan densitas sampel yang digunakan. Dari hasil uji homogenitas, maka dipilih cara yang kedua yaitu dengan menggunakan sumber standar larutan uranyl asetat yang menghasilkan sampel lebih homogen. Larutan uranyl asetat yang digunakan pada tiap planset sebanyak masing-masing 1 ml dengan aktivitas sebesar 71,665 Bq. Hasil kalibrasi efisiensi yang diperoleh seperti yang tertera dalam gambar 1 berikut. efisiensi(cps/dps) 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 0 5 10 15 20 25 ketebalan(mg/cm2) Gambar 1. Grafik Kalibrasi Effisiensi Pengukuran Aktivitas Uranium Dari gambar 1 dapat dilihat grafik hubungan antara ketebalan densitas sumber standar dengan efisiensi pengukuran adalah linier. Makin tebal sampel yang digunakan maka efisiensinya makin kecil. Hal ini dikarenakan makin tebal sampel Penentuan Konsentrasi Aktivitas berarti jarak yang ditempuh oleh partikelpartikel alpha juga makin panjang, sehingga makin banyak jumlah partikel alpha yang terabsorbsi energinya akibat terjadinya interaksi dengan atom-atom medium yang dilaluinya. Efisiensi yang dihasilkan tidak sebesar 100 % namun hanya berkisar antara 9,54 % hingga 6,26 %. Hal ini dikarenakan adanya faktor koreksi dari efek geometri. Pencacahan dilakukan dengan detektor bergeometri 2π, maksudnya sumber pengemisi partikel alpha dicacah di atas planset yang datar sehingga sudut yang tersedia untuk pengemisian partikel alpha hanya 2π sr. Bagaimanapun pengukuran dengan geometri seperti ini akan menghasilkan efisiensi pengukuran maksimal 50 % walaupun semua partikel yang teremisi ke detektor telah terdeteksi. Alasannya adalah beberapa partikel alpha yang teremisi ke bagian bawah yaitu ke permukaan planset dihamburkan menuju area detektor yang sensitif, sementara beberapa partikel alpha yang teremisi ke bagian atas diserap atau dihamburkan di dalam sumber dan tidak mencapai area detektor yang sensitif. Selain itu ada juga faktor koreksi lain yang timbul akibat efek dari detektor. Faktor koreksi ini timbul karena efek densitas dan ukuran bahan detektor, efek jenis dan energi radiasi serta efek noise elektronik. Efisiensi detektor akan meningkat jika probabilitas interaksi antara radiasi dan bahan detektor meningkat. Probabilitas ini berhubungan dengan ukuran dan densitas bahan detektor, jenis dan energi radiasi serta tingkat noise elektronik detektor. Pada window detektor juga terdapat plastik mylar dengan ketebalan 0.8 mg/cm 2 yang digunakan untuk menempelkan bahan sintilator. Plastik ini berfungsi untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada detektor. Keberadaan lapisan mylar ini juga mengakibatkan efisiensi detektor menurun karena sebagian partikel alpha yang datang terabsorbsi oleh lapisan tersebut. 68

Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol.9, No.2, April 2006, hal 63-70 Perhitungan Batas Deteksi Terendah (BTD) pada Pengukuran Masih berkaitan dengan cacahan latar belakang, batas terendah deteksi adalah suatu nilai batas kemampuan sistem pengukur untuk dapat mencacah sumber dengan baik pada lokasi yang mempunyai cacahan latar belakang tertentu. BTD untuk sampel dengan ketebalan densitas 1,54 mg/cm 2 adalah sebesar (0,014±0,007)Bq/cm 2. Semakin besar ketebalan sumber, maka BTD pengukuran juga makin besar. Untuk ketebalan 22,44 mg/cm2, BTDnya sebesar (0,022±0,011) Bq/cm 2. Pengukuran Konsentrasi Aktivitas pada Sampel Ketebalan sampel yang digunakan dalam pengukuran yaitu 400 mg. Dalam preparasi sampel, perlakuan terhadap sampel harus sama dengan perlakuan terhadap sumber standar pada saat kalibrasi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi faktor kesalahan dalam pengukuran. Ketebalan densitas sampel dengan massa 400 mg adalah 20,38 mg/cm 2. Dari grafik kalibrasi efisiensi dan grafik hubungan BTD dengan ketebalan sampel dapat ditentukan bahwa pengukuran dengan ketebalan sampel tersebut menghasilkan efisiensi pengukuran sebesar 6,72% dan BTD sebesar 0,02 Bq/cm 2. Gambar 2 berikut menunjukkan grafik hubungan antara konsentrasi yellowcake terhadap konsentrasi aktivitasnya. konsentrasi aktivitas (Bq/mg) 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0 20 40 60 80 100 120 konsentrasi yellowcake (%) Gambar 2. Grafik Hubungan Konsentrasi Yellowcake (%) dengan Konsentrasi Aktivitas (Bq/mg) Dari grafik pada gambar 3 dapat dilihat bahwa hubungan antara konsentrasi yellowcake dengan konsentrasi aktivitasnya adalah linier. Makin besar konsentrasi yellowcake maka konsentrasi aktivitasnya makin besar juga karena partikel alpha yang diemisikan makin banyak. KESIMPULAN 1. Untuk melakukan pengukuran konsentrasi aktivitas uranium maka harus dilakukan kalibrasi detektor ZnS(Ag) terlebih dahulu dengan mencari hubungan antara ketebalan sumber standar terhadap efisiensi pengukuran. Hasil yang diperoleh yaitu ketebalan sumber standar sebanding dengan efisiensi pengukuran (hubungannya linier). Nilai efisiensi yang diperoleh berkisar antara 9,5 % hingga 6,2 %. 2. Nilai BTD yang diperoleh dari hasil pengukuran ini berkisar antara 0,014 Bq/cm 2 hingga 0,022 Bq/cm 2. 3. Hasil pengukuran konsentrasi aktivitas uranium pada 5 sampel yellowcake dengan detektor ZnS(Ag) menghasilkan hubungan yang linier berdasarkan fungsi konsentrasi yellowcake.untuk yellowcake dengan konsentrasi tertinggi yaitu 100 % konsentrasi aktivitasnya sebesar 2,37 Bq/mg. Untuk sampel yellowcake dengan konsentrasi terendah yaitu 37,5 % memiliki konsentrasi aktivitas sebesar 0,95 Bq/mg. DAFTAR PUSTAKA [1].Boothe, Gary F. 1976. The Need for Radiation Controls in the Phosphate and Related Industries. Health Physics Vol.32 Hal.285-290. Pergamon Press [2].Annaliah, I., Surtipanti, S., Bunawas, Minarni, A. 1994. Pengukuran Kadar Radioaktivitas Alam dari Deposit Fosfat Alam dan Hasil Pengolahannya. Jakarta: 69

Indri Setiani dkk Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir BATAN [3].Daryoko, Mulyono. 1998. Teknologi Dekomisioning, Strategi, Langkah-langkah dan Status Saat Ini. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah Vol.1 No.2 Hal.6-11. [4].Margono, Ir. 1991. Deteksi Radiasi. Bandung: Diktat BATAN Penentuan Konsentrasi Aktivitas [5].Setiawati, Evi. 1995. Pembuatan Detektor Sintilasi dari Bahan Organik Antrasen (skripsi). Semarang: FMIPA Universitas Diponegoro [6].Cember, Herman. 1983. Introduction to Health Physics. New York: Pergamon Press [7].Fenyves, E. dan O. Haiman. 1969. The Physical Principes of Nuclear Radiation Measurement. Budapest: Akademi Kiado 70