ANALISIS PENGUKURAN KINERJA TERMINAL PETIKEMAS

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PENGUKURAN KINERJA TERMINAL PETIKEMAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk bongkar

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar.

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pesawat Polonia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI PENGURANGAN DWELLING TIME PETIKEMAS IMPOR DENGAN PENDEKATAN SIMULASI (STUDI KASUS : TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA)

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan biaya rendah merupakan keungggulannya. selayaknya memiliki keunggulan di sektor maritim. Salah satu bagian penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja (manusia) yang diatur dalam urutan fungsi-fungsinya, agar efektif dan

TUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK

PERMASALAHAN PADA PELABUHAN TANJUNG PRIOK Oleh : Tulus Hutagalung

Evaluasi Kinerja Operasional Pelabuhan Manado

2 METODOLOGI PENELITIAN

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA)

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG

A. Abstrak Pengusaha Tiongkok mempunyai rencana mengembangkan kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan menjadi kawasan industri. Pelabuhan peti kemas

7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat

4.1. DEFINISI DASAR 4.2. FASILITAS UTAMA DAN FASILITAS DASAR PERAIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI DWELLING TIME 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA PELAYANAN OPERASIONAL PETI KEMAS DI PELABUHAN PANGKALBALAM KOTA PANGKALPINANG

RAPAT KERJA PENYUSUNAN RKAP TAHUN BUKU 2017 CABANG SIBOLGA

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

ANALISA KINERJA FASILITAS PELABUHAN AMAHAI DALAM RANGKA MEMENUHI KEBUTUHAN KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) PULAU SERAM

RAPAT KERJA PENYUSUNAN RKAP TAHUN BUKU 2017 CABANG TERMINAL PETIKEMAS DOMESTIK BELAWAN

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

MEMPELAJARI PERENCANAAN BANYAKNYA BONGKAR MUAT PETIKEMAS BERJENIS DRY (FULL DAN HIGH CUBE) DAN OVER DIMENTION PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK

KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002

Sinergi pengembangan kawasan industri dan pergudangan dengan pelabuhan peti kemas di kawasan khusus Madura

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia sangat berpengaruh

PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM

Gambar 1.1 Terminal Peti Kemas (Steenken, 2004)

MODEL PENENTUAN UKURAN KAPAL OPTIMUM KORIDOR PENDULUM NUSANTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA PELABUHAN LAUT LEMBAR BERDASARKAN KRITERIA KINERJA PELABUHAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Studi Perbandingan Metode Bongkar Muat untuk Pelayaran Rakyat: Studi Kasus Manual vs Mekanisasi

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

Arif Mulyasyah NRP Dosen Pembimbing Ir. Sudiyono Kromodihardjo Msc. PhD

Pelabuhan Cirebon. Main facilities : Cirebon, West Java Coordinates : 6 42` 55.6" S, ` 13.9" E

Pelabuhan Tanjung Priok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis Dampak Pengerukan Alur Pelayaran pada Daya Saing Pelabuhan. Studi Kasus : Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya

RAPAT KERJA PENYUSUNAN RKAP TAHUN BUKU 2017

ANALISA PENGEMBANGAN PANJANG DERMAGA DAN KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS (TPK) PELABUHAN TELUK BAYUR

BAB I PENDAHULUAN. Troughput. Gambar 1.1. Troughput di TPKS (TPKS,2013)

PRESENTASI TUGAS AKHIR EVALUASI LOKASI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PERAK

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

ANALISIS HUBUNGAN FASILITAS DAN PERALATAN PELABUHAN DENGAN DAYA LALU (THROUGHPUT), STUDI KASUS: PELABUHAN TANJUNG PERAK, SURABAYA.

ANALISIS MEKANISME DAN KINERJA KONSOLIDASI PETIKEMAS

BAB IV ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas

I-1 BAB I PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN MODEL PRODUKTIVITAS KEGIATAN BONGKAR MUAT PETI KEMAS (Studi Kasus Pelabuhan Peti Kemas Balikpapan)

5 PERMASALAHAN UTAMA PELABUHAN TANJUNG PRIOK

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

ANALISA KAPASITAS OPTIMAL LAPANGAN PENUMPUKAN TERMINAL PETIKEMAS MAKASSAR BERDASAR OPERATOR DAN PENGGUNA PELABUHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi, yaitu (Salim, A. A., 1993) :

OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMAPARAN CABANG PELABUHAN PEKANBARU

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN BITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan

Ringkasan : ANALISIS KINERJA TERMINAL PETIKEMAS DI PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA (Studi Kasus Di PT.Terminal Petikemas Surabaya) Oleh : SUPRIYONO

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

Rapat Kerja Penyusunan RKAP Cabang Tanjungpinang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA TERMINAL PETIKEMAS Andri Maulana N. (1), I.G.N. Sumanta Buana (2) Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan ITS Surabaya e-mail : andri_bonek@yahoo.com 1 Mahasiswa Teknik Perkapalan, 2 Staf Pengajar Teknik Perkapalan, FTK-ITS Abstrak Produktivitas terminal petikemas di Indonesia dianggap masih kurang baik karena banyak sebab. Ukuran produktivitas yang biasa dipakai adalah BOR, YOR dan BCH. Akan tetapi besaran besaran tersebut tidak dapat digunakan untuk mengukur produktivitas sebuah terminal petikemas secara menyeluruh. Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas sebuah terminal petikemas dengan menggunakan proses benchmarking untuk memberikan gambaran produktivitas secara menyeluruh. Hasil benchmarking terhadap 3 (tiga) terminal petikemas, TPS masih dianggap baik dibanding TPKS dan BJTI karena BOR dan YOR TPS selama tahun 2005 hingga 2009 masih berada di bawah 50%. Sedangkan BCH TPS cenderung stabil sejak tahun 2005 hingga 2009 dari 21,71 boxes/jam pada tahun 2005 hingga menjadi 21,31 boxes/jam pada tahun 2009. Hasil perhitungan terhadap 3 (tiga) terminal petikemas, TPS, TPKS dan BJTI menunjukkan bahwa kinerja TPS lebih baik dibanding kinerja TPKS dan BJTI. Hasil perhitungan tersebut kemudian dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kinerja masing masing terminal petikemas. Kata kunci: Terminal Petikemas, benchmarking, produktivitas terminal petikemas 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Petikemas (container) merupakan sarana yang penting dalam kegiatan pengiriman barang dari satu tempat ke tempat lain yang menggunakan jasa kapal. Saat ini sudah banyak terminal petikemas di Indonesia yang khusus hanya melayani proses bongkar muat petikemas. Perbedaan penanganan dan fasilitas yang dimiliki oleh masing masing terminal petikemas membuat perbedaan kinerja masing masing terminal petikemas. Masalah yang seringkali dihadapi oleh teminal petikemas tersebut adalah lamanya waktu bongkar muat petikemas di tambatan hal ini membuat produktivitas bongkar muat terminal petikemas menjadi rendah sehingga membuat waktu kapal di tambatan menjadi lama. Apabila dibandingkan dengan kinerja dari terminal petikemas di luar negeri seperti di Singapura atau Jerman, produktivitas terminal petikemas di Indonesia memang masih kalah jauh. Produktivitas bongkar muat di Singapura pada tahun 2006 mampu mencapai 500 T/G/J (Ton/Gang/Jam) sedangan di TPS pada saat tersebur hanya sekitar 50 T/G/J. Agar produktivitas terminal petikemas di Indonesia dapat ditingkatkan maka perlu dilakukan adalah mengevaluasi kinerja dari terminal petikemas. Untuk mengevaluasi kinerja terminal petikemas tersebut perlu dilakukan pengukuran kinerja dari terminal petikemas. Ada banyak indikator pengukur kinerja terminal petikemas seperti berth occupancy ratio (BOR), yard occupancy ratio (YOR), produktivitas crane, dll. Masing masing indikator memiliki standard sendiri namun ada kalanya BOR dan YOR sebuah terminal petikemas sudah sesuai standard tapi produktivitas bongkar muat terminal petikemas tersebut rendah. Sehingga diperlukan proses benchmarking untuk membandingkan kinerja dari sebuah terminal petikemas, untuk mengetahui apakah kinerja terminal petikemas tersebut sudah memenuhi standard internasional. 1.1. Perumusan Masalah Sehubungan dengan pemaparan yang ada, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam Tugas Akhir ini adalah: 1. Bagaimana mengevaluasi kinerja dari sebuah terminal petikemas? 2. Bagaimana mencari alternatif untuk meningkatkan kinerja sebuah terminal petikemas? 1.2. Batasan Masalah Pembatasan masalah pada penelitian Tugas Akhir ini adalah: 1. Status petikemas yang digunakan baik ekspor/impor adalah petikemas Full Container Load (FCL) dan Empty Container. 2. Memilih contoh terminal khusus petikemas yaitu TPS kemudian dibandingkan dengan terminal khusus petikemas yang lain yaitu TPKS serta dermaga umum yang digunakan sebagai terminal petikemas yaitu BJTI. 3. Data produktivitas terminal petikemas yang digunakan adalah data BOR, YOR dan BCH internasional pada tahun 2006-2009.

1.3. Tujuan Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah: 1. Mengevaluasi kinerja dari sebuah terminal petikemas apakah sudah dianggap baik atau buruk. 2. Memberikan alternatif untuk meningkatkan kinerja sebuah terminal petikemas sehingga kinerjs dari petikemas tersebut dapat dioptimalkan. 1.4. Manfaat Setelah dilakukan penelitian diharapkan diperoleh manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan gambaran aktivitas bongkar muat di beberapa terminal petikemas sehingga dapat diketahui apakah kinerja terminal petikemas tersebut kinerjanya sudah dianggap baik atau belum dan atau dapat ditingkatkan. 1.5. Hipotesis Kinerja terminal petikemas dapat diukur dengan mencari perbandingan produktivitas beberapa terminal petikemas. 2. Dasar Teori 2.1. Pelabuhan Pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk bongkar muat barang, gudang laut (transito) dan tempat tempat penyimpanan dimana kapal membongkar muatannya dan gudang gudang dimana barang barang dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan. Pelabuhan ini dilengkapi dengan jalan kereta api, jalan raya atau saluran pelayaran darat. Dengan demikian daerah pengaruh pelabuhan bisa sangat jauh dari pelabuhan tersebut (Triatmodjo, 1996). 2.1.1. Macam Macam Jenis Pelabuhan Secara teknis, pelabuhan adalah salah satu bagian dari Ilmu Bangunan Maritim, dimana padanya dimungkinkan kapal kapal berlabuh atau bersandar dan kemudian dilakukan bongkar muat pada barang angkutannya. Ditinjau dari sub sistem angkutan (Transport), maka pelabuhan adalah salah satu simpul dari mata rantai bagi kelancaran angkutan muatan laut dan darat. Jadi secara umum pelabuhan adalah suatu daerah perairan yang terlindung terhadap badai/ombak/arus, sehingga kapal dapat berputar (turning basin), bersandar/membuang sauh, sedemikian rupa hingga bongkar muat atas barang dan perpindahan penumpang dapat dilaksanakan guna mendukung fungsi fungsi tersebut dibangun dermaga (piers or wharves), jalan, gudang, fasilitas penerangan, telekomunikasi dan sebagainya, sehingga fungsi pemindahan muatan dari/ke kapal yang bersandar di pelabuhan menuju tujuan selanjutnya dapat dilakukan (Kramadibrata, 1985). Ditinjau menurut letak geografisnya, pelabuhan dapat dibedakan menjadi : a. Pelabuhan alam (natural and protected harbour), adalah suatu daerah yang menjurus ke dalam ( inlet ) terlindung oleh badai, gelombang secara alam, misalnya oleh suatu pulau, jazirah, estuari, atau terletak di suatu teluk, sehingga navigasi dan berlabuhnya kapal dapat dilaksanakan. Di daerah sekitar ini pengaruh gelombang sangat kecil. Contoh: Dumai, Cilacap, New York, Hamburg, dan sebagainya. (Kramadibrata, 1985) b. Pelabuhan buatan (artificial harbour), adalah suatu daerah perairan yang dibuat manusia sedemikian rupa dengan membuat bangunan pemecah gelombang (breakwater), sehingga terlindung dari pengaruh ombak/badai/arus. Pemecah gelombang ini membuat daerah perairan tertutup dari laut dan hanya dihubungkan oleh suatu celah (mulut pelabuhan) utuk keluar masuknya kapal. Di dalam daerah tersebut dilengkapi dengan alat penambat. Bangunan ini dibuat mulai dari pantai dan menjorok ke laut sehingga gelombang yang menjalar ke pantai terhalang oleh bangunan tersebut. Contoh: Tanjung Priok, Dover, Colombo dan sebagainya. (Kramadibrata, 1985) c. Pelabuhan semi alam (semi natural harbour) merupakan campuran dari kedua tipe di atas. Misalnya suatu pelabuhan yang terlindungi oleh lidah pantai dan perlindungan buatan hanya pada alur masuk. Contoh: Palembang, Pelabuhan Bengkulu. (Kramadibrata, 1985) 2.1.2. Beberapa Pelabuhan di Indonesia Pelabuhan - pelabuhan di Indonesia saat ini diatur berdasarkan UU Pelayaran tahun 1992 dan peraturan - peraturan pendukung lainnya. Rezim pengaturan yang baru, di bawah payung UU Pelayaran tahun 2008, tidak

akan dilaksanakan sepenuhnya hingga tahun 2011. Sistem pelabuhan Indonesia disusun menjadi sebuah sistem hierarkis yang terdiri atas sekitar 1700 pelabuhan. Terdapat 111 pelabuhan, termasuk 25 pelabuhan strategis utama, yang dianggap sebagai pelabuhan komersial dan dikelola oleh empat BUMN, PT.(Persero) Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III and IV dengan cakupan geografis sebagaimana diuraikan dalam tabel di bawah ini. Selain itu terdapat juga 614 pelabuhan diantaranya berupa Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau pelabuhan nonkomersial yang cenderung tidak menguntungkan dan hanya sedikit bernilai strategis (Ray, D. 2008, August). 2.2. Terminal Terminal adalah suatu tempat untuk menampung kegiatan yang berhubungan dengan transportasi. Di dalam terminal tersebut terdapat kegiatan turun naik dan bongkar muat baik penumpang atau petikemas yang selanjutnya akan dipindahkan ke tempat tujuan. Secara teknis, gabungan dari dermaga yang melayani trafik yang serupa (kontainer saja atau curah cair, curah kering, dan lainnya) disebut terminal. Sementara beberapa jenis terminal yang kemudian menjadikan sebuah fasilitas pelabuhan. (Budiyanto, E. H dan Raja O. S. G., 2007). 2.2.1. Jenis Terminal Pelabuhan Perkembangan pelabuhan mengarah kepada pemusatan aktifitas berdasarkan barang dan kemasan serta teknologinya. Pemusatan aktifitas di pelabuhan tersebut membentuk terminal-terminal yang mempunyai kelengkapan fasilitas dan peralatan serta pola operasional masing-masing (Pelabuhan Indonesia, 1999). Terminal dapat dibedakan menjadi 3 jenis: (Pelabuhan Indonesia, 2000) c. Terminal konvensional Terminal konvensional adalah suatu tempat kegiatan bongkar muat barang general cargo dengan menggunakan crane kapal atau mobil crane. d. Terminal Penumpang Terminal penumpang adalah tempat kegiatan turun naik penumpang dimana disini dilengkapi dengan fasilitas ruang tunggu, kantor, kamar kecil, telepon umum, dan tempat parkir. e. Terminal Petikemas Terminal Petikemas adalah tempat kegiatan bongkar muat khusus petikemas. Terminal petikemas di dukung oleh peralatan bongkar muat yang lengkap. 2.3. Petikemas (Container) Petikemas (container) adalah suatu bentuk kemasan satuan muatan yang terbaru. Petikemas adalah suatu kotak besar terbuat dari bahan campuran baja dan tembaga (anti karat) dengan pintu yang dapat terkunci dan pada tiap sisi sisinya dipasang suatu piting sudut dan kunci putar (corner fitting and twist lock), sehingga antara satu petikemas dengan petikemas lainnya dapat mudah disatukan atau dilepaskan. Pada tempat pengiriman barang barang dengan satuan yang lebih kecil dimasukkan ke dalam petikemas kemudian dikunci/disegel untuk siap dikirimkan. Bentuk dan ukuran petikemas menurut ketentuan ISO dijelaskan dalam Tabel 1 dan Gambar 1 Tabel 1. Ukuran Pokok Petikemas Ukuran Dimensi Kapasitas (ton) L W H A B 40 ft container 40 0 8 0 8 0 39 4 1/8 7 5 30 30 ft container 29 113/4 8 0 8 0 29 3 3/4 7 5 25 20 ft container 19 101/2 8 0 8 0 19 2 1/2 7 5 20 10 ft container 9 91/4 8 0 8 0 9 41/4 7 5 10 Gambar 1. Contoh Bentuk dan Ukuran Petikemas (Kramadibrata, 1985) 2.4. Kapal Petikemas Kapal kapal pengangkut petikemas pada umumnya diklasifikasikan ke dalam generasi-generasi karena kapal-kapal tersebut memiliki ciri-ciri yang khas yang terdapat pada tahapan-tahapan tertentu perkembangan

petikemasdan pembangunan kapal pengangkut petikemas. Karakteristik kapal-kapal petikemas dapat dilihat dalam Tabel 2dan Tabel 3 Tabel 2 Karateristik Kapal Petikemas Generasi Kapal DWT Kapasitas (TEU) Petikemas (ton) Loa (m) B(m) Draft (m) Generasi I 750 14.000 180 25 9,0 Generasi II 1.500 30.000 225 29 11,5 Generasi III 2.500-3.500 40.000 275 32 12,5 Tabel 3 Karakteristik Kapal Petikemas Versi Pelabuhan Gothenburg (1987) Kapal TEU Panjang (m) Lebar (m) Draft (m) Feeder/pengumpan 150 85 13 5 Generasi kedua 1500 210 30,5 10,5 Generasi ketiga 3000 285 32,2 11,5 Generasi keempat 4250 290 32,2 11,6 Conbulker 1500 325 32,2 12,85 Future (est) 5000 + 320 39,6 13 2.5. Benchmarking Benchmarking merupakan proses membandingkan rangkaian pekerjaan dari aktivitas pekerjaan pekerjaan yang sama dengan pekerjaan tersebut. Tujuan dari benchmarking ini adalah memeriksa pekerjaan yang dilakukan tersebut diharapkan akan menghasilkan hasil yang baik dan mampu menghasilkan keuntungan yang maksimal disamping memperbaiki apa yang menjadi kekurangan dari pekerjaan tersebut guna dapat dicari jalan keluarnya. Benchmarking ini digunakan untuk mengembangkan kualitas dari sebuah pekerjaan sehingga menghasilkan produk atau jasa yang yang terbaik. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik maka aktivitas pekerjaan yang digunakan dalam proses benchmarking ini harus lebih maju dan berkembang daripada pekerjaan yang dibandingkan (Spendolini, J. 1992). 2.5.1. Benchmarking Terminal Petikemas Setiap terminal petikemas mempunyai karakteristik yang berbeda beda antara satu terminal petikemas dengan terminal petikemas yang lainnya sehingga hal hal yang diperhatikan dalam proses benchmarking terminal petikemas juga berbeda beda. Hal hal yang perlu diperhatikan tersebut antara lain: a. Proses bisnis dan kapasitas terminal petikemas Terminal petikemas yang superbesar dengan arus produksi petikemas yang tinggi dan mempunyai proses bisnis yang teratur serta memiliki peralatan bongkar muat yang modern dan memadai untuk proses bongkar muatnya dapat dijadikan acuan untuk proses benchmarking. Sedangkan untuk terminal petikemas yang tidak terlalu besar, tentu saja tidak akan melakukan proses benchmarking dengan terminal petikemas yang superbesar namun terminal petikemas tersebut akan mencoba meniru proses bisnisnya untuk melakukan pekerjaan yang maksimal. (Rankine, G. 2003). b. Faktor sekitar terminal petikemas Semua terminal petikemas tentu saja mempunyai perbedaan lingkungan sekitar dengan terminal petikemas yang lain sehingga masing masing terminal petikemas tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan masing masing. (Rankine,G.2003). c. Apa yang akan diukur Secara umum proses benchmarking terminal petikemas difokuskan pada perbandingan arus bongkar muat, proses bongkar muat serta produktivitas pekerja dan bongkar muat (Rankine, G. 2003). 2.5.2. Mengukur Produktivitas Terminal Petikemas Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam proses benchmarking adalah membandingkan salah satu terminal petikemas acuan dengan beberapa terminal petikemas lain. Hal hal yang dibandingkan tersebut antara lain: a. Benchmark kapasitas terminal petikemas Produktivitas terminal petikemas dapat dicari dengan melihat panjang dermaga, jumlah quay crane dan area terminal petikemas yang dapat digunakan untuk membandingkan dengan terminal petikemas yang lain misalnya container yard (CY) atau container freight station (CFS).

b. Benchmark produktivitas terminal petikemas Ketika akan mengukur produktivitas sebuah terminal petikemas, biasanya faktor-faktor yang diukur antara lain turn round time (TRT), berthing time (BT), berth occupancy ratio (BOR), dll 2.6. Kinerja Terminal Petikemas Dalam mengukur kinerja terminal petikemas terdapat komponen komponen di dalamnya sehingga dapat diketahui kinerja dari sebuah terminal petikemas. Komponen komponen tersebut antara lain: a. Luas Terminal Petikemas Luas dari terminal petikemas yang dimaksud ini meliputi luas lapangan penumpukan petikemas yang dialokasikan dan jumlah peralatan bongkar muatnya. Dari luas terminal petikemas ini dapat diketahui berapa jumlah maksimal petikemas yang dapat berada di lapangan penumpukan (Terminal Petikemas Surabaya, 2009). b. Jumlah Peralatan Bongkar Muat dan Penempatannya Jumlah peralatan bongkar muat sangat mempengaruhi produktivitas dari sebuah terminal petikemas dan juga tingkat kecepatan dari proses bongkar muat petikemas di terminal petikemas tersebut. Aspek utama dari penempatan peralatan bongkar muat ini antara lain: Jumlah crane. Jadual kedatangan atau kepergian kapal. Distribusi kerja pegawai yang merata. Jumlah trolley yang mengangkut petikemas. Sinkronisasi dengan sistim transportasi yang dipakai (Terminal Petikemas Surabaya, 2009). c. Alokasi Luas Lapangan Petikemas Alokasi luas lapangan yang dimaksud adalah menjaga agar lapangan petikemas tetap dapat beroperasi secara optimal dalam setiap kedatangan petikemas jadi lapangan petikemas jangan sampai terbatas akses untuk bongkar muatnya. 2.7. Mengukur Kinerja Terminal Petikemas Ada banyak cara untuk mengukur kinerja sebuah terminal petikemas, faktor faktor yang diukur biasanya adalah waktu kapal di pelabuhan, produktivitas bongkar muat dan utilisasi fasilitas atau perlengkapan. Jenis kinerja pelabuhan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2 Jenis Kinerja Pelabuhan Pelayanan Kapal Produtivitas Bongkar Muat Utilisasi Fasilitas Gambar 2. Jenis Kinerja Pelabuhan 3. Metodologi Penelitian Selama pengerjaan tulisan ini, penulis membagi pengerjaan ini dalam beberapa tahapan pengerjaan. Tahapan pengerjaan ini antara lain : 1. Identifikasi permasalahan 2. Perumusan masalah dan tujuan 3. Dasar teori dan tinjauan pustaka 4. Pengumpulan data dan survey lapangan 5. Analisis kinerja TPS dengan terminal petikemas pembanding 6. Evaluasi kinerja terminal petikemas 7. Proses benchmarking 8. Kesimpulan Data yang akan diperlukan antara lain : Jumlah kunjungan kapal. Arus petikemas. Data pelayanan kapal, antara lain:

Turn Round Time (TRT) Berthing Time (BT) Data produktivitas bongkar muat, antara lain: Jumlah alat bongkar muat. Produktivitas crane. Data produktivitas bongkar muat, antara lain: Utilisasi tambatan (BOR). Utilisasi lapangan penumpukan (YOR). Utilisasi gudang penumpukan (SOR). Wawancara langsung kepada operator Terminal Petikemas Surabaya (TPS), Terminal Petikemas Semarang (TPKS) dan Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI) tenaga kerja bongkar muat, operator alat bongkar muat dan pelaku lapangan lainnya. Serta melakukan survei lapangan langsung untuk mendapatkan data yang lebih rinci mengenai kegiatan yang ada di lapangan. 4. Pembahasan Informasi TPS PT. Terminal Petikemas Surabaya merupakan hasil kerja sama dari salah satu unit di PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III, yaitu Unit Terminal Petikemas (UPTK). TPS diprivatisasi pada tanggal 29 April 1999 yaitu pada saat P&O Australia Ports Ltd membeli 49% kepemilikan saham Perusahaan. Saat ini, TPS memiliki dua dermaga, yaitu jalur dermaga sepanjang 1000 meter dengan kedalaman di kedua sisinya 10,5 meter dan jalur dermaga sepanjang 450 meter dengan kedalaman kedua sisinya 7 meter. Dermaga - dermaga tersebut dilengkapi dengan 7 Quay Crane dan 17 RTG serta bermacam - macam forklift yang diperlukan untuk penanganan petikemas. Gambar 3. Lokasi Kawasan TPS 5. Bechmarking Kinerja Terminal Petikemas Proses benchmarking diawali dengan membandingkan arus petikemas TPS dengan arus petikemas beberapa pelabuhan utama di Indonesia. Pelabuhan yang dipilih adalah pelabuhan yang memiliki mesin derek petikemas dan dinyatakan oleh Departemen Perhubungan sebagai terminal petikemas. Arus petikemas pelabuhan - pelabuhan tersebut dalam kurun waktu 2005 hingga 2007 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Arus Bongkar Muat Beberapa Pelabuhan Petikemas di Indonesia No Pelabuhan Petikemas Unit Tahun 2005 2006 2007 1 Belawan (Medan) TEU 281,106 304,002 320,515 2 Boom Baru (Palembang) TEU 65,879 70,338 82,546 3 Panjang (Lampung) TEU 93,164 81,545 79,767 4 MTI (Jakarta) TEU 295,477 222,762 135,019 5 JICT (Jakarta) TEU 1,470,467 1,619,495 1,821,292 6 Koja (Jakarta) TEU 57,341 583,065 702,199 7 Pontianak TEU 132,273 138,991 143,443 Total TEU 4,061,161 4,698,264 5,085,397 Pertumbuhan Tahunan % - 15.69% 8.24%

5.1. Faktor Pengukur Kinerja Terminal Petikemas Dalam mengukur kinerja sebuah terminal petikemas, terdapat banyak faktor faktor untuk mengukur kinerja terminal petikemas tersebut. Kegiatan kapal di pelabuhan mulai dari wsktu menunggu hingga lepas tambat di dermaga dan meninggalkan pelabuhan dapat dilihat dalam Gambar 4. Effective Time Box/Crane/Hour Waiting Time Berthing Time Idle Time Box/Ship/Hour Ship s Call Pilottage Berthing Loading/ Unloading Tugs BOR Truck Losing TRT Shed Trucking Delivery Delivery &Receiving SOR CY (Stacking) YOR Lift Off Receiving Lift On Delivery Gambar 4. Aktivitas Kapal di Pelabuhan Gambar 4. menunjukkan seluruh aktivitas kapal selama berada di pelabuhan. Kinerja sebuah terminal petikemas terbagi dalam 3 jenis kinerja yaitu waktu pelayanan kapal, produktivitas alat bongkar muat dan utilisasi pemakaian fasilitas. Waktu pelayanan kapal merupakan jumlah waktu yang dibutuhkan oleh kapal selama di pelabuhan sejak kapal pertama kali datang di pelabuhan hingga kapal keluar dari pelabuhan. Waktu menunggu dan kapal dipandu untuk memasuki pelabuhan hingga keluar dari pelabuhan tersebut dinamakan turn round time (TRT).Setelah kapal sampai di dermaga kemudian kapal diikat di tambatan dan segera dliakukan proses bongkar muat. Setelah petikemas dibongkar dari kapal, petikemas tersebut kemudian dibawa oleh truck menuju CY untuk ditumpuk atau dibawa menuju CFS. Namun ada juga petikemas yang segera dibawa oleh consignee. Sambil membongkar petikemas, kapal juga memuat petikemas untuk membuat waktu kapal di dermaga menjadi efisien. Setelah semua petikemas dibongkar dan dimuat, kapal segera untuk meninggalkan dermaga. Dari banyak faktor yang mempengaruhi kinerja terminal petikemas yaitu TRT, BOR, BCH dan YOR dapat mewakili 3 jenis kinerja dari sebuah terminal petikemas. Faktor faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh muatan petikemas yang dibawa oleh kapal. Dari muatan kapal tersebut dapat diketahui besarnya BCH kemudian kapasitas CY dapat diketahui dari muatan yang ditumpuk di CY. Kemudian lama kapal bertambat juga dipengaruhi oleh jumlah muatan yang dibawa oleh kapal dan LOA kapal. Meskipun LOA panjang namun apabila muatan yang dibawa kapal tidak banyak maka kapal tersebut akan cepat melakukan proses bongkar muat. Sebaliknya apabila LOA kapal yang tidak terlalu panjang namun kapal tersebut membawa muatan yang banyak maka proses bongkar muat kapal tersebut akan lebih lama dibandingkan dengan kapal yang lebih panjang. LOA kapal berbanding lurus dengan kapasitas kapal sehingga hal tersebut mempengaruhi BOR dari

sebuah terminal petikemas serta berthing time dari sebuah kapal. Sedangkan BCH sebuah terminal petikemas dipengaruhi oleh jumlah crane dan kapasitas crane yang digunakan dalam proses bongkar muat kapal. Semakin banyak crane yang digunakan untuk membongkar muat di kapal, maka proses bongkar muat di kapal tersebut akan semakin cepat. Kemudian kapasitas crane juga ikut mempengaruhi kecepatan bongkar muat dari sebuah crane. Semakin besar kapasitas crane maka semakin banyak muatan yang dapat diangkut oleh crane tersebut sehingga proses bongkar muat kapal akan semakin cepat. 5.2. Analisis Pengukuran Kinerja Terminal Petikemas Kinerja terminal petikemas dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor faktor tersebut diantaranya adalah BOR, BCH dan YOR. Masing masing faktor tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lain. Faktor BOR sangat dipengaruhi oleh BCH dan YOR. Berdasarkan analisis benchmarking dengan terminal petikemas yang lain yaitu TPKS dan BJTI, kinerja BOR TPS sudah termasuk baik karena masih berada di bawah 40%. Sedangkan untuk faktor produktivitas crane, TPS perlu meningkatkan kinerjanya agar produktivitasnya menjadi lebih baik karena cenderung menurun sejak tahun 2006 hingga 2009. Penurunan kinerja tersebut disebabkan karena seringkali terjadi kerusakan pada alat bongkar muat di tambatan dan truk yang membawa petikemas setelah diturunkan dari kapal juga sering terlambat. Hal ini membuat kapal berada di tambatan lebih lama sehingga hal tersebut mempengaruhi BOR, berthing time dan TRT di TPS. Setelah mengetahui faktor faktor pengukur produktivitas TPS, maka dapat diketahui apakah TPS sudah baik kinerjanya atau belum. Di satu sisi TPS sudah baik kinerjanya dalam beberapa aspek ukuran misalnya BOR, YOR, dll. Namun di sisi yang lain, TPS perlu memperbaiki kinerjanya di beberapa aspek ukuran misalnya produktivitas crane, TRT, dll. Perbandingan kinerja TPS dengan TPKS dan BJTI dapat dilihat dalam Tabel 5. Tabel 5.Tabel Bobot Peringkat Kinerja TPS dengan TPKS dan BJTI Terminal Faktor Pengukur Kinerja Petikemas BOR BCH YOR Skor Bobot TPS 1 2 1 1 50 BJTI 2 3 3 2 30 TPKS 3 1 2 3 20 Bobot 25% 45% 30% Tabel 5. menunjukkan bahwa TPS lebih baik dalam faktor BOR dan YOR berdasarkan hasil benchmarking dibandingkan dengan TPKS dan BJTI. Namun kinerja produktivitas crane di TPS masih dianggap kurang baik dibandingkan dengan TPKS dan BJTI. Hasil dari pembobotan peringkat kinerja tersebut kemudian dikalikan dengan bobot skor sehingga didapatkan hasil seperti yang terlihat dalam Tabel 6. Tabel 6. Perbandingan Kinerja TPS dengan TPKS dan BJTI Terminal Faktor Pengukur Kinerja Petikemas BOR BCH YOR Total Peringkat TPS 12.5 13.5 15 41 1 BJTI 7.5 9 6 22.5 3 TPKS 5 22.5 9 36.5 2 Tabel 6. menunjukkan bahwa kinerja TPS dianggap lebih baik dibandingkan dengan kinerja TPKS dan BJTI berdasarkan hasil benchmarking. Meskipun kinerja TPS dalam hal produktivitas crane masih kurang bagus dibandingkan dengan TPKS dan BJTI, namun TPS memiliki kinerja yang lebih bagus dalam hal BOR dan YOR. Sehingga apabila digabungkan maka TPS memiliki kinerja yang lebih bagus dibandingkan dengan TPKS dan BJTI. 5.3. Alternatif Untuk Meningkatkan Kinerja Terminal Petikemas Ada beberapa indikator produktivitas dapat dipakai untuk meningkatkan kinerja masing masing terminal petikemas. Indikator tersebut antara lain adalah BOR, YOR dan BCH. Setelah dilakukan analisis perbandingan kinerja dari beberapa terminal petikemas yaitu TPS, BJTI dan TPKS, dapat disimpulkan bahwa ada banyak faktor untuk meningkatkan kinerja sebuah terminal petikemas.

Dalam analisis faktor BOR masing masing terminal petikemas, BOR TPS lebih baik dibandingkan dengan BJTI dan TPKS. BOR BJTI cenderung rendah karena jumlah kapal yang berkunjung ke BJTI memang sedikit setiap bulannya, sedangkan jumlah muatan yang dibawa oleh kapal tersebut lebih tinggi dibandingkan kapal yang berkunjung ke TPS dan TPKS. Dapat disimpulkan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi BOR sebuah terminal petikemas adalah arus petikemas terminal tersebut. Apabila arus petikemas sebuah terminal petikemas cukup tinggi, namun penanganan petikemas di terminal petikemas tersebut cepat maka kapal akan cepat melakukan proses bongkar muat. Sehingga hal tersebut dapat membuat BOR sebuah terminal petikemas dapat diminimalkan. Jadi untuk meningkatkan BOR sebuah terminal petikemas adalah dengan cara meminimalkan berthing time kapal. Agar dapat meminimalkan berthing time, yang dapat dilakukan oleh terminal petikemas adalah dengan mengurangi idle time yaitu waktu tidak beroperasi karena kerusakan crane, cuaca buruk, dll. Apabila idle time tersebut dapat diminimalkan maka berthing time juga akan berkurang sehingga akan membuat waktu kapal di tambatan juga ikut berkurang Untuk analisis faktor YOR, YOR TPS, BJTI dan TPKS sama sama cenderung naik selama tahun 2006 hingga 2009. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak petikemas yang ditumpuk di CY, hal tersebut dapat disebabkan karena proses pemeriksaan petikemas oleh bea cukai memerlukan waktu yang lebih lama. Terutama untuk petikemas ekspor sehingga YOR yang lebih tinggi dari masing masing terminal petikemas adalah YOR ekspor. Selain itu jumlah arus petikemas juga ikut mempengaruhi naik turunnya YOR sebuah terminal petikemas. Apabila arus petikemas cenderung naik dan kapasitas CY tetap, maka YOR akan ikut naik. Namun apabila kapasitas CY dapat ditingkatkan atau dioptimalkan, maka YOR dapat turun. Sehingga untuk meningkatkan faktor YOR, yang dapat dilakukan oleh terminal petikemas adalah dengan menambah kapasitas CY atau memaksimalkan petikemas yang ditumpuk di CY. Hal tersebut dapat membuat jumlah petikemas yang berada di CY dapat dimaksimalkan. Apabila petikemas yang ditumpuk di CY dapat dimaksimalkan maka akan ada banyak ruang kosong di CY sehingga ruang kosong tersebut dapat digunakan untuk aktivitas yang lain misalnya aktivitas behandle petikemas yang membawa barang barng yang dianggap berbahaya. Untuk analisis faktor BCH, BCH TPS dan BJTI cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2007 hingga 2009. Sedangkan BCH TPKS cenderung mengalami kenaikan selama tahun 2006 hingga 2009. Namun secara keseluruhan, BCH 3 (tiga) terminal petikemas tersebut dianggap cukup baik karena berada di atas 15 TEU per jam. BCH sebuah terminal petikemas sangat berpengaruh pada berthing time dan jumlah arus petikemas. Faktor yang sangat mempengaruhi untuk meningkatkan BCH adalah dengan cara memaksimalkan kinerja crane sehingga akan membuat jam kerja efektif crane bertambah. Selain itu juga diperhatikan perawatan terhadap crane yang dimiliki oleh terminal petikemas agar crane tidak mudah rusak sehingga jam kerja efektif crane dapat dimaksimalkan. Apabila semakin banyak petikemas yang dapat dipindahkan maka kapal akan cepat melakukan proses bongkar muat. Hal tersebut membuat berthing time kapal akan menurun dan kapal akan cepat meninggalkan dermaga. Namun apabila jumlah muatan yang dibawa oleh kapal banyak dan tidak disertai dengan kinerja crane yang baik maka akan membuat proses bongkar muat menjadi lama. Sehingga berthing time kapal tersebut juga akan menjadi lebih lama dan dapat membuat BOR akan ikut meningkat juga. Dari analisis tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor faktor pengukur kinerja terminal petikemas saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Namun faktor yang sangat mempengaruhi kinerja terminal petikemas adalah arus petikemas di masing masing terminal petikemas. Karena arus petikemas dapat menggambarkan aktivitas yang terjadi di sebuah terminal petikemas. Apabila arus petikemas sebuah terminal petikemas tinggi maka akan terlihat aktivitas yang sibuk di dermaga dan CY. Apabila pelayanan proses bongkar muat di terminal petikemas tersebut cukup baik, maka akan berpengaruh terhadap BOR, YOR dan BCH. Hal tersebut mengakibatkan kapal tidak berada lama di dermaga dan proses bongkar muatnya cepat sehingga BOR di terminal petikemas tersebut rendah dan BCH-nya tinggi. Sedangkan YOR juga tidak akan tinggi apabila CY dapat dioptimalkan atau diperluas. 6. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kinerja sebuah terminal petikemas dapat dicari dengan cara melakukan benchmarking faktor faktor produktivitas terminal petikemas antara lain berth occupancy ratio (BOR), boxes crane hour (BCH), dan yard occupancy ratio (YOR). Menurut hasil benchmarking, kinerja TPS masih dianggap baik karena BOR dan YOR TPS selama tahun 2005 hingga 2009 masih berada di bawah 50%. Sedangkan BCH TPS cenderung stabil sejak tahun 2005 hingga 2009 dari 21,71 boxes/jam pada tahun 2005 hingga menjadi 21,31 boxes/jam pada tahun 2009. Sehingga apabila dilakukan pembobotan nilai terhadap hasil benchmarking tersebut, TPS memiliki kinerja yang lebih baik dibandingan dengan TPKS dan BJTI 2. Beberapa alternatif untuk meningkatkan kinerja sebuah terminal petikemas antara lain:

Memaksimalkan kinerja crane. Meminimalkan waktu kapal di tambatan (berthing time). Memaksimalkan tingkat pemakaian lapangan penumpukan. Meminimalkan lama petikemas di pelabuhan (turn round time). Apabila waktu petikemas di pelabuhan dapat diminimalkan maka tingkat pemakaian dermaga dan produktivitas crane dapat dioptimalkan sehingga mampu meningkatkan kinerja dari sebuah terminal petikemas. Daftar Pustaka Frankel, E. G. (1987). Port Planning and Development. John Wiley & Sons, Inc. Canada. Fourgeaud, P. (2000, October). Measuring Port Performance. Kramadibrata, Soedjono. (1985). Perencanaan Pelabuhan, Bandung: Ganesa Exact. Pelabuhan Indonesia. (1999). Pengoperasian Pelabuhan Referensi Kepelabuhan Seri 3 Rankine, G. (2003, February). Benchmarking Container Terminal Performance. Container Port Conference. Ray, D. (2008, August). Reformasi Sektor Pelabuhan Indonesia dan UU Pelayaran 2008. Setijoprajudo. Indikator Performansi Pelabuhan (Vol. II). Spendolini, J. (1992). The Benchmarking Book. New York: American Management Association. Sudjatmiko, TDC. (1985). Pokok-pokok Pelayaran Niaga. Bhrata Java Aksara, Jakarta. Suyono, R. C. (2005). Shipping: Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut (Vol. III). Sukrisman, D. (1985). Freight Forwarding. Bandung, West Java, Indonesia: Alumni. Triatmodjo, Bambang. (1996). Pelabuhan, Yogyakarta. Kusuma, Ivan. H.P. (2008). Studi Pola Perencanaan Pengembangan Terminal Peti Kemas, di Tanjung Perak- Surabaya. Tugas Akhir. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Pelindo Web site: http:/www.pelindo.com Pelindo I Web site: http://www.inaport1.co.id Pelindo II Web site: http://www.inaport2.co.id Pelindo III Web site: http://www.pp3.co.id TPS Web site: http:/www.tps.co.id BJTI Web site http://tpk.bjti.co.id JICT Web site http://www.jict.com TPKS Web site http://www.tpks.co.id