TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dari Sekolah Dasar sampai pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Efektivitas menekankan pada

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

I. PENDAHULUAN. kimia adalah pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum. Proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sutikno mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam kajian teori ini, membahas teori-teori yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, tinjauan pustaka

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA. Sub Kemampuan. Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis argumen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

I. PENDAHULUAN. seseorang dengan lingkungan. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik sehingga menimbulkan rasa bosan pada siswa, guru kurang menguasai

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan suatu perubahan yang positif. Proses belajar bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan yang

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

BAB I PENDAHULUAN. berproses secara efektif dan efisien tanpa adanya model pembelajaran. Namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

KOLABORASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING TYPE JIGSAW DAN PROBLEM BASED LEARNING ( PBL ) Nawir R MTs Negeri Model Palopo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. rendah, gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang terjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Arthur T. Jersild menyatakan bahwa belajar adalah modification of behavior through experience

I. PENDAHULUAN. karakter suatu bangsa dibangun dari proses pendidikan. Dalam Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMP ANTARA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN SETTING

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tinggi untuk menghadapi persaingan di era globalisasi dewasa ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar, Hasil Belajar dan Berpikir Kritis Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa itu. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Snelbecker (1974) dalam Dahar (1988: 5) teori adalah sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati. Proposisi yang terintegrasi secara sintaktik, artinya, kumpulan proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan secara logis proposisi yang satu dengan proposisi lainnya dan juga pada data yang diamati. Belajar menurut Cecco dan Crawford (1977) dalam Ali (2000: 14) diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Individu dapat dikatakan telah mengalami proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecendrungan perilaku. Perubahan perilaku tersebut mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang dapat maupun tidak dapat diamati. Menurut Adhyana (2011: 1) dalam artikelnya perilaku yang dapat diamati disebut penampilan (behavioral performance) sedangkan yang tidak dapat diamati disebut kecendrungan perilaku (behavioral

10 tendency). Penampilan yang dimaksud dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan, dan melakukan sesuatu perbuatan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Seseorang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan seseorang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukkannya secara berulangulang dengan hasil yang sama. Menurut Gagne dalam Miarso (2004: 1), berpendapat bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal dilingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan). Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Menurut Slavin dalam Nur (2002: 8) dalam teori konstruktivis siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner.

Menurut Nur dalam Trianto (2007: 14) satu prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan 11 pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Pendapat di atas menjelaskan bahwa guru sebagai fasilitator siswa dalam belajar diharapkan dapat memotivasi siswa kepada pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus menemukan pengetahuannya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa keberhasilan suatu pembelajaran diukur dari hasil belajar siswa. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni : 1) Keterampilan dan kebiasaan, 2) Pengetahuan dan pengertian, 3) Sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni : 1) Informasi verbal, 2) Keterampilan Intelektual, 3). Strategi kognitif, 4). Sikap, dan 5). Keterampilan Motoris. Bloom (Sudjana, 1999: 22-31) membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Hasil belajar dalam ranah kognitif menurut Bloom dalam artikel yang ditulis oleh Maksum (2012: 1): 1. Mengingat (C1) : mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi, menemukan kembali dsb. 2. Memahami (C2): menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, mebeberkan dsb.

3. Menerapkan (C3): melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb 4. Menganalisis (C4): menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan dsb. 5. Mengevaluasi (C5): menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, mebenarkan, menyalahkan, dsb. 6. Berkreasi (C6): merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah dsb. 12 Selain dari kategori hasil belajar tersebut, tentunya ada pengaruh-pengaruh yang menjadikan faktor penilaian dari hasil belajar siswa, yaitu faktor kepandaian, teman, faktor pengajar, dan faktor lingkungan tempat siswa tersebut belajar. Menurut Syah (2011: 1) dalam makalahnya, penilaian hasil belajar kepada siswa didalam dunia pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting, karena dengan adanya penilaian hasil belajar maka akan terlihat dengan jelas tingkat keberhasilan suatu penyelenggaraan pendidikan (sekolah) dalam mendidik siswanya. Adanya penilaian hasil belajar juga akan memberikan gambaran yang jelas tentang prestasi hasil belajar siswa, baik secara individu ataupun menyeluruh. Maksum (2012: 2) berpendapat hasil belajar pada ranah kognitif pada jenjang penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5) dan kreasi (C6) merupakan aspek kognitif tingkat atau level tinggi yang diukur dari kemampuan berpikir siswa. Keterampilan berpikir kritis termasuk salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi yang secara esensial merupakan keterampilan menyelesaikan masalah (Problem Solving) Costa (1985). Sedangkan menurut Ennis dalam Costa (1985) berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang diarahkan

untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan. Presseisen dalam Costa (1985:14) mengatakan bahwa : berpikir kritis diartikan sebagai ketrampilan berpikir yang menggunakan proses berpikir dasar, untuk menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi, mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi yang mendasari tiap-tiap posisi, memberikan model presentasi yang dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan. 13 Menurut Ennis dalam Costa (1985: 16) terdapat 12 indikator berpikir kritis yang terangkum dalam 5 kelompok keterampilan berpikir, yaitu memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics). Kemudian 12 indikator tersebut dijabarkan dalam beberapa sub indikator seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 2.1. Dua Belas Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis. NO Kelompok Indikator Sub indikator 1. Memberikan penjelasan sederhana Memfokuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban Menjaga kondisi berpikir 2 Membangun keterampilan dasar Menganalisis argumen Bertanya dan menjawab pertanyaan Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak Mengidentifikasi kesimpulan Mengidentifikasi kalimat-kalimat pertanyaan Mengidentifikasi kalimat-kalimat bukan pertanyaan Mengidentifikasi dan menangani suatu ketidaktepatan Melihat struktur dari suatu argumen Membuat ringkasan Memberikan penjelasan sederhana Menyebutkan contoh Mempertimbangkan keahlian Mempertimbangkan kemenarikan konflik Mempertimbangkan kesesuaian sumber Mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat Mempertimbangkan risiko untuk reputasi Kemampuan untuk memberikan alasan

14 Tabel 2.1 (lanjutan) NO Kelompok Indikator Sub indikator Mengobservasi dan Melibatkan sedikit dugaan mempertimbangkan laporan observasi Menggunakan waktu yang singkat antara observasi dan laporan Melaporkan hasil observasi Merekam hasil observasi Menggunakan bukti-bukti yang benar Menggunakan akses yang baik Menggunakan teknologi Mempertanggungjawabkan hasil observasi 3 Menyimpulka Mendeduksi dan Siklus logika Euler n mempertimbangkan Mengkondisikan logika hasil deduksi Menyatakan tafsiran 4 Memberikan penjelasan lanjut 5 Mengatur strategi dan taktik Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi Membuat dan menentukan hasil pertimbangan Mendefinisikan istilah danmempertimbangk an suatu definisi Mengidentifikasi asumsi-asumsi Menentukan suatu tindakan Berinteraksi dengan orang lain Mengemukakan hal yang umum Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis mengemukakan hipotesis merancang eksperimen menarik kesimpulan sesuai fakta menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar belakang fakta-fakta Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan penerapan fakta Membuat dan menentukan hasil pertimbangan Membuat bentuk definisi Strategi membuat definisi bertindak dengan memberikan penjelasan lanjut mengidentifikasi dan menangani ketidakbenaran yg disengaja Membuat isi definisi Penjelasan bukan pernyataan Mengonstruksi argumen Mengungkap masalah Memilih kriteria untuk mempertimbangkan solusi yang mungkin Merumuskan solusi alternatif Menentukan tindakan sementara Mengulang kembali Mengamati penerapannya Menggunakan argumen Menggunakan strategi logika Menggunakan strategi retorika Menunjukkan posisi, orasi, atau tulisan

15 Dalam penelitian ini, indikator keterampilan berpikir yang ditinjau adalah: Tabel 2.2. Indikator Berpikir Kritis Yang Ditinjau. NO Kelompok Indikator Sub Indikator Menganalisis argumen Mengidentifikasi dan menangani ketidaktepatan Bertanya dan menjawab Memberikan penjelasan sederhana pertanyaan 2. Menyimpulkan Menginduksi dan mempertimbangkan hasil Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki induksi Membuat dan menentukan hasil pertimbangan Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat 3. Mengatur strategi dan taktik Menentukan suatu tindakan Mengungkap masalah Merumuskan solusi alternatif B. Metode Pembelajaran Konvensional Salah satu metode pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah metode pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya: 1. Djamarah (1996) dalam Iyas (2010: 1), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi 2. Freire (1999) dalam Iyas (2010: 1-2) memberikan istilah terhadap pengajaran konvensional sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber gaya bank penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas

pemberian informasi yang harus ditelan oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal. 16 Kholik (2011: 2) dalam artikelnya menjelaskan ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah: 1. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar. 2. Belajar secara individual 3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis 4. Perilaku dibangun atas kebiasaan 5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final 6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran 7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik 8. Interaksi di antara siswa kurang 9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Selanjutnya Kholik (2012: 2) mengemukakan pembelajaran konvensional mempunyai keunggulan dan kekurangan, keunggulan-keunggulan tersebut diantaranya: 1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain 2. Menyampaikan informasi dengan cepat 3. Membangkitkan minat akan informasi 4. Membangkitkan minat akan informasi 5. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan 6. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar. Sedangkan kelemahan pembelajaran ini adalah sebagai berikut: 1. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan 2. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari 3. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu 4. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas 5. Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.

17 Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan), dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum. Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi. C. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Inkuiri Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins dalam Trianto (2007: 56). Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak

kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. 18 Menurut Arends (2007: 5) pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (Lie, 1994: 5). Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok

19 siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997:6) : Kelompok Asal Kelompok Ahli Gambar 2.1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw Pelaksanaan pembelajaran koopertaif tipe Jigsaw terdiri dari 6 langkah kegiatan (Trianto, 2007: 56-57) sebagai berikut: Tabel 2.3. Sintaks Pembelajaran Koopertaif Tipe Jigsaw. Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Fase Keterangan Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok belajar. Setiap kelompok beranggotakan 5 6 orang siswa. Guru memberikan materi ajar dalam bentuk teks yang telah terbagi menjadi beberapa sub materi untuk dipelajari secara khusus oleh setiap anggota kelompok. Semua kelompok mempelajari materi ajar yang telah diberikan oleh guru. Kelompok ahli bertemu dan membahas topik materi yang menjadi tanggung jawabnya. Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masingmasing (home teams) untuk membantu kelompoknya. Guru mengevaluasi hasil belajar siswa secara individual

20 Selain menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam penelitian ini juga menggunakan metode inkuiri dengan teknis pelaksanaan model pembelajaran jigsaw yang di dalamnya terdapat proses inkuiri, yaitu pada saat diskusi dikelompok ahli. Metode inkuiri menurut Taufik dalam Uaksena (1985-1986: 74) adalah suatu kegiatan atau cara belajar yang bersifat mencari secara logis, kritis, dan analisis menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan. Sedangkan menurut Gulo dalam Trianto (2007: 135) inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajara, (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran, (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan. Menurut Trianto (2007: 109) Siklus inkuiri terdiri dari : 1) Observasi (observation) 2) Bertanya (questioning) 3) Mengajukan dugaan (hyphotesis) 4) Pengumpulan data (data gathering) 5) Penyimpulan (conclussion) Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan masalah 2) Mengamati dan melakukan observasi

3) Menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya 4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain. 21 D. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) oleh Satria (2005) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dicanangkan. Menurut Miarso dalam Warsita (2008: 287), Pembelajaran yang efektif adalah belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi peserta didik, melalui pemakaian prosedur yang tepat. Pengertian ini mengandung dua indikator, yaitu terjadinya belajar pada siswa dan apa yang dilakukan guru. Sedangkan menurut Dick dan Reiser dalam Warsita (2008: 288), pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk belajar keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan, dan sikap serta yang membuat peserta didik senang. Jadi ketika siswa senang dalam belajar, mereka akan mudah menerima ilmu yang diberikan oleh guru. Eggen dan Kauchak dalam Warsita (2008: 289) menyebutkan ciri pembelajaran yang efektif sebagai berikut: 1. Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan. 2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran. 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

4. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada peserta didik dalam menganalisis informasi. 5. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir. 6. Guru menggunakan teknik pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya pembelajaran guru. 22 Dari uraian di atas dan keterbatasan peneliti maka yang menjadi indikator keefektifan pembelajaran matematika pada penelitian ini hanya ditinjau dari: 1. Siswa secara aktif mengkaji dan menemukan ilmu pengetahuannya sendiri 2. Pemahaman dan keterampilan berpikir siswa meningkat diukur dari tes kemampuan berpikir kritis siswa yang menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan pemahaman awal sebelum pembelajaran (ditunjukkan dengan gain yang signifikan). E. Kerangka Pikir Dalam proses pembelajaran yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode Inkuiri dengan desain pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang di dalamnya terdapat proses inkuiri. Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijelaskan sebelumnya dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode inkuiri pada tahap pertama siswa dibagi dalam beberapa kelompok dimana setiap kelompok beranggotakan 5-6 orang yang selanjutnya disebut kelompok asal. Pada tahap kedua setiap dua atau tiga anggota kelompok asal diberi topik yang berbeda kemudian tahap ketiga siswa-siswa tersebut berdiskusi dengan anggota kelompok lainnya dengan topik yang sama dalam kelompok yang baru yang disebut kelompok ahli. Dalam proses inilah siswa mendiskusikan topik tertentu secara inkuiri. Pada proses inkuiri ini

23 keterampilan kritis siswa dikembangkan. Pada tahap ini indikator berpikir kritis yang terukur adalah memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya, mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi, serta mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi. Kemudian berlanjut pada tahap keempat setiap anggota kelompok ahli kembali kepada kelompok asal dan bertanggung jawab untuk menjelaskan hasil diskusi topik pada kelompok asal. Pada tahap ini setiap siswa bertanggung jawab untuk melaporkan hasil observasi yang telah dilakukan di kelompok ahli. Keterampilan berpikir kritis yang terukur pada tahap ini sama dengan keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan pada proses inkuiri baik pada siswa yang menjelaskan atau siswa yang diberi penjelasan. Selanjutnya pada tahap kelima setiap kelompok diberi kesempatan untuk menyajikan hasil diskusinya kepada kelompok lain, kemudian guru bersama kelompok lain memberikan penilaian kepada kelompok penyaji. Indikator keterampilan berpikir kritis yang terukur pada tahap ini adalah menganalisis argumen dengan sub indikator mengidentifikasi kalimat-kalimat pertanyaan dan indikator mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya dengan sub indikator kemampuan untuk memberikan alasan. Dari penjelasan di atas terdapat tiga tahap pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa, yaitu saat diskusi di kelompok ahli, menjelaskan hasil observasi di kelompok asal dan saat presentasi hasil diskusi kepada kelompok lain.

24 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam pembelajaran konvensional siswa sebagai penerima informasi secara pasif hanya menerima pengetahuan dari gurunyanya tanpa mengembangkan pengetahuan yang didapatnya ke arah aplikatif, sehingga pengetahuan atau informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar. Dalam pembelajaran konvensional juga terukur beberapa indikator berpikir kritis, namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan indikator berpikir kritis yang terukur pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode Inkuiri. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran konvensional pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa masih kurang optimal. Berdasarkan uraian di atas, diharapkan penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Inkuiri lebih efektif daripada penggunaan pembelajaran konvensional ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa. F. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: 1. Semua siswa dalam populasi penelitian ini dianggap telah menempuh pembelajaran matematika dengan kurikulum yang sama. 2. Semua hal yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa di luar permasalahan yang diukur akan diabaikan.

25 G. Hipotesis Penelitian Hipotesis umum pada penelitian ini adalah: Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode Inkuiri lebih efektif daripada pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa. Sedangkan hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah: Keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan Metode Inkuiri lebih baik daripada keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas konvensional.