Ilham 2, M. Mukhlis Kamal 3, dan Setyo Budi Susilo 3 ABSTRAK ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

Diterima : 5 Juni 2012 : ABSTRAK

3 BAHAN DAN METODE. KAWASAN TITIK STASIUN SPOT PENYELAMAN 1 Deudap * 2 Lamteng * 3 Lapeng 4 Leun Balee 1* PULAU ACEH

KONDISI IKAN HERBIVORA DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PERAIRAN TELUK BAKAU, PULAU BINTAN

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU

BAB III METODE PENELITIAN

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

3. METODE PENELITIAN

By : ABSTRACT. Keyword : Coral Reef, Marine Ecotourism, Beralas Pasir Island

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS STATUS TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI DESA TELUK BUTON KABUPATEN NATUNA 1

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

ANALYSIS OF BUTTERFLY FISH (CHAETODONTIDAE) ABUNDANCE IN THE CORAL REEF ECOSYSTEM IN BERALAS PASIR ISLAND BINTAN REGENCY ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN

STRATEGI KONSERVATIF DALAM PENGELOLAAN WISATA BAHARI DI PULAU MAPUR, KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU 1

ANALISIS PENGELOLAAN TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PULAU PONCAN KOTA SIBOLGA, SUMATERA UTARA 1

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

III. METODE KERJA. A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan

BAB III METODE PENELITIAN

Akuatik- Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 10. Nomor. 1. Tahun 2016

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

THE CORAL REEF CONDITION IN BERALAS PASIR ISLAND WATERS OF GUNUNG KIJANG REGENCY BINTAN KEPULAUAN RIAU PROVINCE. By : ABSTRACT

HUBUNGAN KARAKTERISTIK HABITAT DENGAN KELIMPAHAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON POMACANTHUS XANTHOMETAPON DI PERAIRAN KABUPATEN PANGKEP, SULAWESI SELATAN

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

Oleh : ASEP SOFIAN COG SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Geiar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pulau Beras Basah Kotamadya Bontang

Perbedaan Presentasi Penutupan Karang di Perairan Terbuka dengan Perairan yang Terhalang Pulau-Pulau. di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu Jakarta.

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN MANGROVE DI DAERAH PERLINDUNGAN LAUT GILI PETAGAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

THE CORAL REEF CONDITION IN SETAN ISLAND WATERS OF CAROCOK TARUSAN SUB-DISTRICT PESISIR SELATAN REGENCY WEST SUMATERA PROVINCE.

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN

PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR.

Korelasi Tutupan Terumbu Karang dengan Kelimpahan Relatif Ikan Famili Chaetodontidae di Perairan Pantai Pasir Putih, Situbondo

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENILITIAN. Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara,

KONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

STUDI BASELINE EKOLOGI

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

3. METODE. Tabel 1 Posisi geografis stasiun penelitian.

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN


BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung. Perameter yang diamati dalam penelitian adalah jenis-jenis

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Karakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Nusa Manu dan Nusa Leun untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

5 HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

STUDI BASELINE EKOLOGI KABUPATEN NATUNA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan,

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

Perbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

DAMPAK KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH TERHADAP KONDISI EKOLOGI TERUMBU KARANG (STUDI KASUS DESA SABANG MAWANG DAN TELUK BUTON KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU) 1 (Impact of Marine Conservation Area to the Condition of Coral Reef Ecology: Case Study Sabang Mawang and Teluk Buton Village Natuna Regency Kepulauan Riau Province) ABSTRAK Ilham 2, M. Mukhlis Kamal 3, dan Setyo Budi Susilo 3 Melalui Proyek Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II atau Coral Reef Rehabilitation and Management (COREMAP II), sebagian kawasan perairan Kepulauan Natuna diperuntukkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). KKLD di Kabupaten Natuna ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati Natuna No. 299 Tahun 2007, tanggal 5 September 2007. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sabang Mawang dan Desa Teluk Buton, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Tujuan penelitian ini adalah untuk (a) mengkaji dampak KKLD terhadap kondisi ekologi terumbu karang berupa persentase tutupan karang hidup, kelimpahan ikan karang, keanekaragaman, dan kemerataan ikan karang, dan kelimpahan megabenthos, dan (b) menyusun skenario pengelolaan KKLD. Pengambilan data karang menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT), ikan karang menggunakan metode Underwater fish Visual Census (UVC), dan bentos menggunakan metode Reef Check Benhtos (RCB). Selanjutnya pengumpulan data sosial menggunakan metode observasi, wawancara terstruktur dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya peningkatan persentase tutupan karang hidup, keanekaragaman karang batu, dan ikan karang serta kelimpahan megabenthos di stasiun penelitian yang berstatus sebagai Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPLBM) Desa Sabang Mawang. Sedangkan di Desa Teluk Buton yang tidak berstatus sebagai DPLBM hanya variabel persentase tutupan karang hidup yang meningkat. Kondisi sosial sangat mempengaruhi pencapaian tujuan ekologis pembentukan KKLD. Intensitas pendampingan serta intervensi proyek sebagai alat untuk melakukan perubahan sosial telah berhasil merubah persepsi, partisipasi, dan pola pemanfaatan sumberdaya terumbu karang di Desa Sabang Mawang. Sebaliknya di Desa Teluk Buton belum terlihat adanya perubahan yang cukup nyata. Skenario jalur yang dikembangkan berhasil menetapkan beberapa hal penting yang harus dilakukan untuk pengembangan KKLD terutama terkait dengan lembaga pengelola KKLD, zonasi, dan penegakan hukum. Kata kunci : daerah perlindungan laut berbasis masyarakat, kawasan konservasi laut daerah, kondisi ekologi terumbu karang, partisipasi masyarakat, skenario. ABSTRACT Through Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II (COREMAP II), some areas of Natuna Islands waters has been designated as the Marine Conservation Area (MCA). MCA in Natuna regency set through Natuna Regent Decree No. 299 of 2007, dated 5 September 2007. Research was conducted in the village of Sabang Mawang and Teluk Buton, Natuna Regency. The purpose of this study are to: (a) assess the impact of MCA to the percentage of live coral cover, diversity and evenness index of coral, diversity and evenness index of reef fish, and abundance of megabentos, and (b) promote management alternatives. Coral data was collected by using Line Intercept Transect method, reef fish using Underwater Visual Census Fishs, and benthos using Reef Check Benthos. While the social data was collected by using the method of observation, structured interviews and Focus Group Discussion. The results showed an increasing percentage of live coral cover, coral diversity and reef fish, megabenthos abundance for Community based- Marine Protected Area Setanau in Sabang Mawang Village. Whereas the location of Teluk Buton Village only variable percentage of live coral cover increased. Social conditions affect the achievement of ecological objectives MCA establishment. The intensity of assistance and intervention projects have been successfully changed perceptions, participation and utilization patterns of coral reef resources in the village of Sabang Mawang. Conversely in the Teluk Buton Village no visible changes could be seen. Scenario (pathways 1 2 3 Diterima 21 Oktober 2009 / Disetujui 16 Desember 2009. Direktorat Sumberdaya Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 119

120 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 2009, Jilid 16, Nomor 2: 119-126 method) developed has successfully defined several important things to do for the development of MCA in Natuna regency, especially related to the institutions of MCA, zoning, and law enforcement. Keywords: community based-marine protected areas, community participation marine conservation areas, condition of coral reef ecology, scenarios. PENDAHULUAN Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena terdapat berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikanikan laut seperti ekosistem mangrove, lamun, dan karang. Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya pembangunan di segala bidang serta krisis ekonomi yang berkelanjutan, telah memberikan tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya lingkungan perairan. Melalui kegiatan Coral Reef Rehabilitation and Management (COREMAP II), sebagian kawasan perairan Kepulauan Natuna diperuntukkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). KKLD di Kabupaten Natuna ditetapkan melalui SK Bupati Natuna No. 299 Tahun 2007, tanggal 5 September 2007. KKLD ini secara keseluruhan memiliki luas 142 977 ha, yang terbagi dalam 3 kawasan dan memiliki tujuan yang merupakan perpaduan dari kepentingan ekologis, sosial, dan ekonomi. Kinerja keberhasilan KKLD dapat diukur dari 3 sudut pandang penting, yakni ekologi, ekonomi, dan sosial. Beberapa variabel ekologi yang dapat diukur diantaranya adalah (a) kekayaan spesies dan indeks keanekaragaman; (b) kelimpahan invertebrata; (c) penutupan karang, (d) distribusi spasial spesies; dan (e) komposisi spesies dan kepadatan relatif. Variabel sosial yang dapat diukur adalah (a) persepsi masyarakat dan (b) frekuensi pertemuan antara masyarakat dan pengelola KKLD. Secara garis besar pembentukan KKLD di Kabupaten Natuna memiliki tujuan yang merupakan perpaduan dari kepentingan ekologis, sosial, dan ekonomi. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka secara singkat permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana dampak KKLD di Kabupaten Natuna terhadap keberadaan ekosistem terumbu karang dan kondisi sosial masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji dampak KKLD secara ekologis terhadap ekosistem terumbu karang berupa persentase tutupan karang hidup, keanekaragaman dan kemerataan karang batu, keanekaragaman dan kemerataan ikan karang, dan kelimpahan megabenthos, (2) menyusun skenario pengelolaan KKLD di Kabupaten Natuna yang merupakan bagian penting dari pengelolaan secara adaptif (adaptive management) untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2009 di dua desa yaitu Desa Sabang Mawang dan Desa Teluk Buton yang merupakan bagian dari KKLD. Desa Sabang Mawang mewakili kawasan I yakni kawasan yang diprioritaskan untuk kegiatan perikanan berkelanjutan. Sementara itu, Desa Teluk Buton mewakili kawasan III, yaitu kawasan yang diprioritaskan untuk mendukung kegiatan pariwisata bahari. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Ilham, Kamal MM, dan Susilo SB. Dampak Kawasan Konservasi Laut Daerah terhadap... 121 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari lapangan melalui metode survei lapang. Data primer meliputi (1) data ekologi terdiri dari: (a) persentase tutupan karang hidup; (b) keanekaragaman dan kemerataan karang; (c) keanekaragaman dan kemerataan ikan karang; dan (d) kelimpahan megabenthos. Pengumpulan data persentase tutupan karang hidup, keanekaragaman karang, dan kemerataan karang menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) mengikuti English et al. (1997) dengan beberapa modifikasi. Panjang garis transek 10 m dan diulang sebanyak 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapangan yakni meletakkan roll meter sepanjang 70 m sejajar garis pantai, posisi pantai berada di sebelah kiri. Kemudian LIT ditentukan pada garis transek 0-10 m, 30-40 m, dan 60-70 m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga cm. Kelimpahan megabenthos menggunakan metode Reef Check Benthos pada stasiun transek permanen. Semua biota tersebut yang berada 1 m di sebelah kiri dan kanan roll meter berukuran 70 m, dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati per transeknya, yaitu (2 mx70 m)=140 m 2. Pengamatan ikan karang menggunakan metode Underwater fish Visual Census (UVC). Pada setiap titik transek permanen, ikan- ikan yang dijumpai pada jarak 2.5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jenis dan jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati per transeknya, yaitu (5 m x 70 m) = 350 m 2. Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda et al. (1984), Kuiter (1992), dan Lieske dan Myers (1994). Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Pusat Statistik. Analisis Data Ekologi Analisis data ekologi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Persentase penutupan karang Persen penutupan karang berdasarkan pada kategori dan persentasi karang hidup (life form). Data persen penutupan karang hidup dihitung menggunakan rumus: Νi li L 100% Keterangan: Ni = Persen penutupan karang li = Panjang total life form/ jenis ke-i L = Panjang transek (70 m) Data kondisi penutupan terumbu karang yang diperoleh dari persamaan di atas kemudian dikategorikan berdasarkan Gomez dan Yap (1988) yaitu: 75-100% (sangat baik), 50-74,9% (baik), 25-49,9% (sedang) dan 0-24,9% (rusak). Keanekaragaman karang batu dan ikan karang Analisis keanekaragaman jenis karang batu dan ikan karang menggunakan nilai indeks keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index = H ) (Shannon 1948; Zar 1996). Rumus untuk nilai H adalah: H' n i 1 pi lnpi Keterangan: pi = ni/n ni = frekuensi kehadiran jenis i N = frekuensi kehadiran semua jenis Kemerataan karang batu dan ikan karang Analisis kemerataan jenis karang batu dan ikan karang menggunakan indeks kemerataan Pielou (Pielou s evenness index = J ) (Pielou 1966; Zar 1996) dengan rumus sebagai berikut: H' J' H'max Keterangan: H'max = ln S S = jumlah jenis Kelimpahan megabenthos Kelimpahan megabentos (ind/transek) dihitung dengan menggunakan rumus:

122 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 2009, Jilid 16, Nomor 2: 119-126 Xi Ni = L Keterangan: N i = kelimpahan megabentos (individu) X i = jumlah individu suatu megabentos (individu) L = luas daerah pengamatan per transek (140 m 2 ) Penyusunan skenario pengelolaan KKLD Skenario yang dikembangkan adalah skenario jalur. Skenario ini digunakan untuk membandingkan kondisi sekarang dan kondisi yang diinginkan di masa depan sehingga dapat menyusun strategi untuk melakukan perubahan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) di Kabupaten Natuna ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Natuna No. 299 Tahun 2007. Selanjutnya SK ini diperkuat dengan adanya Perda No. 1 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Terumbu Karang. Salah satu substansi yang diatur dalam Perda tersebut adalah penetapan dan pengelolaan KKLD. KKLD dengan luas total 142 977 ha (Gambar 2), dibagi dalam 3 kawasan sesuai tujuan pemanfaatannya yaitu: a) Kawasan I meliputi Pulau Tiga-Sedanau dan laut di sekitarnya diprioritaskan untuk mendukung kegiatan perikanan berkelanjutan, seluas 54 572 ha; b) Kawasan II meliputi: Bunguran Utara dan laut di sekitarnya diprioritaskan untuk suaka perikanan, seluas 52 415 ha; dan c) Kawasan III meliputi: Pesisir Timur Bunguran dan laut disekitarnya diprioritaskan untuk mendukung kegiatan pariwisata bahari, seluas 35 990 ha. Desa Teluk Buton merupakan desa baru yang dimekarkan dari desa induk, yakni Desa Kelarik Utara. Secara administratif desa yang memiliki luas 45 km 2 ini berbatasan dengan Laut China Selatan Sebelah Utara, Sebelah Selatan dengan Desa Kelarik Utara, Sebelah Barat dengan Laut China Selatan, dan Sebelah Timur dengan Desa Pengadah. Desa Sabang Mawang merupakan salah satu desa di Kecamatan Pulau Tiga, yang berbatasan dengan Desa Pulau Tiga di sebelah Utara, sebelah Selatan dengan Laut Natuna, sebelah Timur dengan Cemaga dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sededap. Tipologi desa dengan luas wilayah 120 km 2 ini adalah termasuk dalam kategori desa kepulauan dan desa pesisir. Gambar 2. Sebaran Kawasan Konservasi Laut Kabupaten Natuna Variabel Lingkungan Perairan Perairan Pulau Natuna merupakan perairan terbuka yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan di bagian Timur Laut. Ke arah Tenggara perairan Pulau Natuna berhadapan dengan Laut Jawa. Sedangkan ke arah Barat Laut, perairan ini berhadapan dengan Teluk Thailand. Perairan yang berada di tepi paparan benua (continental shelf) dari dangkalan Sunda ini, memiliki kedalaman rata-rata 40 m. Perair-

Life Coral Cover Percentage (%) Ilham, Kamal MM, dan Susilo SB. Dampak Kawasan Konservasi Laut Daerah terhadap... 123 an di sebelah Selatan relatif lebih dangkal dengan kedalaman sekitar 35 m. Dengan kondisi seperti ini, parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, densitas, gelombang, maupun arus, banyak dipengaruhi oleh keadaan musim, selain faktor pasang surut. Pengaruh musim akan sangat terasa pada bulan Juni-Agustus dimana angin bertiup dari arah Barat Daya, dan pada bulan November-Januari dengan angin kencang berhembus dari Laut Cina Selatan di arah Timur Laut. Tabel 1 merupakan beberapa variabel lingkungan perairan yang diamati selama kegiatan penelitian meliputi: suhu, salinitas, arus, kecerahan, dan derajat keasaman (ph). Nilai tersebut merupakan hasil dari dua kali pengukuran, yakni pada pagi hari (jam 09.00) dan siang hari (12.00). Tabel 1. Variabel lingkungan perairan di masingmasing stasiun penelitian Variabel Unit Lokasi Pantai Utara Pantai Selatan DTLB1 DTLB2 DPLS3 (St. 1) (St. 2) (St. 3) Suhu C 29.87 29.75 29.90 Salinitas 33.45 32.41 31.19 Arus m/s 0.18 0.20 0.17 Kecerahan m 8.3 13.5 10.1 ph 8.26 8.16 8.19 Sumber : Data Primer 2009 Mengacu pada indikator yang direkomendasikan Kementerian Lingkungan Hidup, nilai yang diperoleh ini menunjukkan bahwa perairan pada stasiun penelitian berada dalam kondisi baik. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Persentase tutupan karang hidup Dari hasil pengamatan pada ketiga stasiun, diperoleh rata-rata persentase tutupan karang hidup sebesar 73.37%. Persentase tutupan karang tertinggi ditemukan pada stasiun 3, yaitu sebesar 91.33% dan terendah pada stasiun 2 sebesar 60.40%. Tutupan karang hidup (LC), dari 3 stasiun yang diamati dalam selang waktu t 0 (2007) atau sebelum penetapan KKLD dan t 1 (2009) atau sesudah penetapan KKLD, menunjukkan terjadinya fluktuasi terhadap persentase penutupan karang hidup (Gambar 3). Secara keseluruhan, dari ketiga stasiun penelitian, jika dilihat dari nilai rata-rata persentasi tutupan karang hidup pada tahun 2007 dan tahun 2009 menunjukkan adanya peningkatan (Gambar 4). Gambar 3. Persentase tutupan karang hidup pada masing-masing waktu pengamatan (t 0 dan t 1 ). 95 90 85 80 75 70 65 60 2007 64.79 Year Gambar 4. Boxplot persentasi tutupan karang hidup tahun 2007 dan 2009. 2009 Indeks keanekaragaman dan kemerataan karang batu Berdasarkan jumlah individu karang batu yang dijumpai pada masing-masing stasiun penelitian, terlihat adanya perbedaan jumlah sebelum dan sesudah KKLD. Perbedaan ini ditunjukkan oleh adanya fluktuasi dari nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan. Perbedaan nilai indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan pada masing-masing stasiun pada selang waktu pengamatan disajikan pada Gambar 5. 73.37

124 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 2009, Jilid 16, Nomor 2: 119-126 dan 2. Sementara itu, peningkatan kelimpahan megabenthos, hanya ditemukan pada stasiun 3 (Gambar 9). Gambar 5. Nilai indeks keanekaragaman karang batu (H ) pada masing-masing waktu pengamatan (2007 dan 2009). Gambar 7. Nilai indeks keanekaragaman ikan karang (H ) pada masing masing waktu Pengamatan (2007 dan 2009). Gambar 6. Nilai indeks kemerataan karang batu (H ) pada masing masing waktu pengamatan (2007 dan 2009). Indeks keanekaragaman dan kemerataan ikan karang Nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan ikan karang tahun 2009 menunjukkan perbedaan dengan tahun 2007. Berdasarkan nilai keanekaragaman ikan karang dari 3 stasiun penelitian, memperlihatkan bahwa peningkatan keanekaragaman hanya ditemukan pada stasiun 3, yakni 2.75 pada tahun 2007 menjadi 3.20 pada tahun 2009. Sedangkan 2 stasiun lainnya, menunjukkan terjadinya penurunan indeks keanekaragaman ikan karang (Gambar 7). Gambar 8. Nilai indeks kemerataan ikan karang (H ) pada masing masing waktu pengamatan (2007 dan 2009). Kelimpahan megabentos Kelimpahan megabenthos pada tahun 2009 cenderung mengalami penurunan dibandingkan tahun 2007. Penurunan kelimpahan megabenthos utamanya terjadi pada stasiun 1 Gambar 9. Kelimpahan megabenthos pada masing masing waktu Pengamatan (2007 dan 2009).

Ilham, Kamal MM, dan Susilo SB. Dampak Kawasan Konservasi Laut Daerah terhadap... 125 Analisis Dampak KKLD terhadap Ekosistem Terumbu Karang Berdasarkan uraian sebelumnya terlihat bahwa terjadi perubahan beberapa variabel terumbu karang setelah KKLD dibentuk. Berikut ini akan diuraikan secara keseluruhan nilai variabel terumbu karang sebelum dan setelah KKLD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan nilai variabel ekologi terumbu karang sebelum KKLD (2007) dan sesudah KKLD (2009) Variabel Dampak Ekologi Persen tutupan karang hidup (%) Indeks keanekaragaman karang batu Indeks kemerataan karang batu Indeks keanekaragaman ikan karang Indeks kemerataan ikan karang Kelimpahan megabenthos (ind/stasiun) Stasiun 1 (TLB01) Stasiun 2 (TLB02) Stasiun 3 (STN01) 2007 2009 2007 2009 2007 2009 62.00 68.37 60.67 60.40 71.70 91.33 3.54 2.64 3.40 2.35 1.56 2.59 0.92 0.93 0.93 0.89 0.65 0.88 3.76 1.99 3.42 2.56 2.75 3.20 0.90 0.57 0.82 0.72 0.67 0.80 43.00 3.00 400.00 222.00 46.00 182.00 TLB = Desa Teluk Buton STN01 = DPLBM Setanau Desa Sabang Mawang Skenario Pengelolaan KKLD Alternatif pengelolaan KKLD menggunakan skenario jalur. Hasil skenario jalur disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Skenario jalur untuk pengembangan KKLD di Kabupaten Natuna Indikator Kondisi Sekarang Keinginan (Tahun 2010) Lembaga pengelola Belum ada lembaga pengelola. Lembaga pengelola terbentuk dan masyarakat terlibat langsung sebagai komponen pengelola Zonasi KKLD Zonasi rumit dan tidak mudah dipahami masyarakat. di dalamnya. Bentuk zonasi KKLD diharapkan dapat lebih sederhana sehingga Indikator Kondisi Sekarang Keinginan (Tahun 2010) DPL sebagai zona inti jumlahnya masih sangat kurang. Penetapan lokasi DPL belum sepenuhnya mengakomodasi kepentingan nelayan setempat. mudah dipahami. Perlu penambahan zona inti baru setelah pengelolaan KKLD berjalan optimal. Penetapan lokasi DPL harus mempertimbang-kan kepentingan nelayan Penegakan hukum Penegakan hukum masih lemah, ditandai masih maraknya illegal fishing seperti pencurian ikan oleh kapal ikan nelayan asing (Thailand, Vietnam, Malaysia), penggunaan bius, penambangan karang batu. Sumber : Data Primer (2009) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan setempat. Tindakan yang tegas dari aparat penegak hukum, terutama terhadap kapal ikan asing karena hal ini sudah sangat meresahkan masyarakat. Dari enam variabel ekologi terumbu karang yang diamati pada tiga stasiun penelitian, hanya ada dua variabel yang mengalami peningkatan setelah KKLD dibentuk. Persentase tutupan karang hidup yang mengalami peningkatan sebesar 8.58%, yakni dari 64.79% (2007) menjadi 73.37% (2009). Indeks kemerataan karang batu dari 0.83 (2007) menjadi 0.90 (2009). Stasiun 3 menunjukkan peningkatan untuk semua variabel yang diamati. Skenario jalur berhasil mengidentifikasi tiga permasalahan utama terkait pengelolaan KKLD ialah (a) lembaga pengelola; (b) zonasi; dan (c) penegakan hukum. Pemerintah daerah perlu mempertimbangkan dan mengakomodasi kepentingan masyarakat dalam pengelolaan KKLD, misalnya dengan membentuk DPLBM yang lebih banyak di wilayah KKLD, karena terbukti telah memberikan dampak yang sangat nyata bagi kelestarian ekosistem terumbu karang dan kelimpahan ikan karang serta biota laut lainnya yang berasosiasi dengan terumbu karang. Selain itu, pemerintah daerah harus secepatnya memben-

126 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Desember 2009, Jilid 16, Nomor 2: 119-126 tuk lembaga pengelola KKLD sebagai konsekuensi ditetapkannya PERDA No. 1 Tahun 2007. Saran Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan terutama terkait dengan dampak ekonomi atau peningkatan pendapatan nelayan di kawasan KKLD. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dana COREMAP II ADB. Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf yang tergabung dalam COREMAP II ADB. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Sdr. Ichal, staf dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna yang telah membantu pengambilan data di lapangan; rekan-rekan seangkatan SPL Sandwich ADB, terima kasih atas kebersamaan dan sharing knowledge-nya. Terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada Bapak Hadi Suryanto dan Dedi Damhudi yang telah bersedia membantu dan menyiapkan berbagai fasilitas yang dibutuhkan selama penelitian berlangsung. DAFTAR PUSTAKA CRITC-COREMAP II-LIPI. 2006. Manual Monitoring Kesehatan Karang (Reef Health Monitoring). CRITC - LIPI. Jakarta. English SA, Wilkinson C, dan Baker VJ. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. 2 nd Edition. Townsville: Australian Institute of Marine Science. Gomez ED dan Yap HT. 1984. Monitoring Reef Condition. In : Kenchington RA, Hudson BET, editor. Coral Reef Management Handbook. 2 nd Edition. Jakarta : UNESCO Regional Office for Science and Technology for South East Asia. Page 187-195. Grafton RQ dan Kompas T. 2005. Uncertainty and active adaptive of marine reserves. Marine Policy 29 : 471-479. Kuiter RH. 1992. Tropical Reef Fishes of the Western Pacific, Indonesia and Adjacent Waters. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Lieske E dan Myers R. 1994. Reef Fishes of the World. Periplus Edition. Singapore. Matsuda AK, Amoka C, Uyeno T dan Yoshiro T. 1984. The Fishes of the Japanese Archipelago. Tokai University Press. Jepang. Pielou EC. 1966. The measurement of diversity in different types of biological collections. Theoret Biology 13 : 131-144. Shannon CE. 1948. A mathematical theory of communication. Bell System Tech. 27 : 379-423, 623-656 Zar JH. 1996. Biostatistical Analysis. Second Edition. Prentice Hall Int. Inc. New Jersey.