3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

BAB III BAHAN DAN METODE

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) Persiapan Bahan 3.3.

III. METODOLOGI PENELITIAN

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEGANGAN DAN REGANGAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

SURAT KETERANGAN Nomor : '501K13.3.3rrU/2005

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya

SIFAT MEKANIS BAMBU BETUNG SEBAGAI BAHAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DINIAH

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

Analisis Teknis dan Ekonomis Pembangunan Kapal Ikan Menggunakan Laminasi Hybrid Antara Bambu Ori dengan Kayu Sonokembang dengan Variasi Arah Serat

Analisis Teknis Pengaruh Suhu Ruang Mesin Kapal Kayu Terhadap Bambu Laminasi Dengan Variasi Lama Pemanasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH VARIASI BENTUK KOMBINASI SHEAR CONNECTOR TERHADAP PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT BETON-KAYU ABSTRAK

Mekanika Bahan TEGANGAN DAN REGANGAN

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Umur Untuk Pembuatan Kapal Kayu

Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 4 MODULUS ELASTISITAS

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM TUNGGAL KAYU PANGGOH Putri Nurul Hardhanti 1, Sanci Barus 2

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

BAB 2. PENGUJIAN TARIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 1. Pembuatan Contoh Uji 2. Pemilahan Contoh Uji

INFO TEKNIK Volume 8 No. 1, Juli 2007 (15-18) PERILAKU GESER PADA PENGUJIAN KETEGUHAN LENTUR STATIK JENIS KAYU KELAS DUA

BAB III METODE PENELITIAN

PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU ANDONG (Gigantochloa psedoarundinaceae) DAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) BAYU DWI SANCOKO

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

III. TEGANGAN DALAM BALOK

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S)

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BAB III METODE PENELITIAN

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan

ANALISIS MOMEN LENTUR MATERIAL BAJA KONSTRUKSI DENGAN VARIASI MOMEN INERSIA DAN BEBAN TEKAN

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

PENGUJIAN KUAT TARIK DAN MODULUS ELASTISITAS TULANGAN BAJA (KAJIAN TERHADAP TULANGAN BAJA DENGAN SUDUT BENGKOK 45, 90, 135 )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengumpulan data di laboratorium berlangsung selama tujuh bulan dimulai pada bulan Juli 2006 hingga Januari 2007. Contoh bambu betung (Dendrocalamus asper) yang digunakan diambil dari Kebun Bambu Percobaan Institut Pertanian Bogor (IPB) di Kampus IPB Darmaga Pintu II pada akhir Juli hingga awal Agustus 2006. Pemotongan contoh bambu dilakukan di Laboratorium Kayu Solid Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Uji sifat mekanis bambu contoh dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan Laboratorium Keteknikan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. 3.2 Bahan dan Alat Bahan penelitian adalah satu jenis bambu yang biasa digunakan sebagai bahan pembuat alat penangkapan ikan, yaitu bambu betung (Dendrocalamus asper) dari Kebun Bambu Percobaan IPB (Lampiran 1). Batang bambu dipilih yang sudah dewasa, berumur sekitar 4-5 tahun. Peralatan yang digunakan adalah 1) Alat pemotong (Gambar 28) dan peraut (Gambar 29) bambu ; 2) Alat pengukur panjang bambu, seperti penggaris logam 50 cm dengan skala terkecil 1 mm dan jangka sorong ; 3) Tanggem yang besar sebagai alat penjepit bambu (Gambar 30) ; 4) Mesin Uji Universal Instron (Gambar 31) dengan berbagai assesoris untuk keperluan uji kekuatan lentur, kekuatan tarik dan kekuatan tekan. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium. Langkah yang dilakukan (Gambar 32) adalah :

Mesin pemotong bambu Parang, alat pembelah bambu Gergaji, alat pemotong bambu Gambar 28. Alat pemotong bambu. Pisau potong Alat pemotong contoh uji Gambar 29. Alat pemotong/peraut spesimen. 50

Tampak belakang Tampak samping Tampak atas Gambar 30. Tanggem, alat penjepit bambu. Gambar 31. Universal Testing Machine (UTM) Instron. Studi pustaka Survei lapangan Pengering-udaraan bambu uji Penebangan bambu uji Pembuatan spesimen untuk uji Pengujian sifat mekanis : Penghitungan data 1. Uji tarik 2. Uji tekan 3. Simple bending test 4. Cantilever bending test Pengolahan dan analisis data Interpretasi dan penulisan hasil penelitian Gambar 32. Diagram alir tahapan penelitian. 51

1) Persiapan spesimen dan peralatan uji ; 2) Pelaksanaan uji sifat mekanis ; 3) Prosedur perhitungan data dari spesimen; 4) Analisis data ; 5) Penulisan hasil uji. Uji laboratorium dilakukan dengan membedakan lima perlakuan, yaitu 1) uji lentur sederhana; 2) uji lentur cantilever; 3) uji tekan tegak lurus serat dan uji tekan sejajar serat; serta 4) uji tarik. Bahan uji dikelompokkan sebagai berikut: 1) Batang bambu dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu bagian pangkal, tengah dan bagian ujung bambu, 2) Ukuran lebar spesimen dibedakan menjadi dua, yaitu perbandingan tebal dan lebar bambu sebesar 1:1 dan 1:½, 3) Posisi spesimen saat pelaksanaan uji dibedakan menjadi tiga, yaitu posisi kulit luar bilah bambu di atas atau tepi atas, posisi kulit luar bilah bambu di bawah atau tepi bawah dan posisi kulit luar bilah bambu di samping atau tepi samping. Ketiga pengelompokan tersebut tidak diterapkan dalam setiap perlakuan, melainkan disesuaikan dengan pelaksanaan uji (Tabel 3). Perlakuan uji lentur sederhana dan uji lentur cantilever dapat dilakukan untuk semua pengelompokan, yaitu bagian batang bambu, ukuran lebar spesimen dan posisi kulit luar saat pelaksanaan uji kecuali tepi samping. Perlakuan uji tarik hanya dilakukan untuk posisi kulit luar di samping untuk seluruh bagian batang dan ukuran lebar spesimen. Perlakuan uji tekan dibedakan menjadi uji tekan tegak lurus serat dan uji tekan tegak lurus serat. Uji tekan tegak lurus serat dilakukan untuk semua pengelompokan bambu, baik bagian batang, ukuran lebar spesimen dan posisi kulit luar bambu saat uji dilaksanakan. Sementara untuk uji tekan sejajar serat hanya dilakukan untuk setiap posisi tepi samping. Setiap tipe uji dilakukan sebanyak 18 kali ulangan. 52

Tabel 3. Perancangan pengujian bahan Bagian batang Kelompok Ukuran lebar specimen (Tebal:Lebar) Posisi kulit luar Lentur sederhana (Simple bending beam) Perlakuan (uji mekanis) Lentur cantilever Tarik (tension) Tekan (Compress) Tegak lurus serat Pangkal 1:1 PTA 18x 18x - 18x - Sejajar serat PTB 18x 18x - 18x - PTS - - 18x 18x 18x 1:½ PTA 18x 18x - 18x - PTB 18x 18x - 18x - PTS - - 18x 18x 18x Tengah 1:1 TTA 18x 18x - 18x - TTB 18x 18x 18x - TTS - - 18x 18x 18x 1:½ TTA 18x 18x - 18x - TTB 18x 18x - 18x - TTS - - 18x 18x 18x Ujung 1:1 UTA 18x 18x - 18x - UTB 18x 18x - 18x - UTS - - 18x 18x 18x 1:½ UTA 18x 18x - 18x - UTB 18x 18x - 18x - UTS - - 18x 18x 18x Keterangan : x = ulangan; PTA-B-S = pangkal tepi atas-bawah-samping; TTA-B-S = tengah tepi atas-bawah-samping; UTA-B-S = Ujung tepi atas-bawahsamping. 3.3.1 Penyiapan spesimen dan peralatan uji Penelitian ini menggunakan batang satu jenis bambu yang biasa digunakan sebagai bahan alat penangkapan ikan, yaitu bambu betung (Dendrocalamus asper). Bambu betung bahan penelitian dipilih yang dewasa, berumur 4-5 tahun. Yap (1983) mengemukakan bahwa umur bambu yang baik digunakan adalah yang telah berumur 3-5 tahun, karena di atas umur tersebut maka kadar air bambu lebih sedikit, sehingga bambu cenderung kering. Sementara di bawah umur tersebut, kadar air bambu sangat tinggi, sehingga bisa terjadi keadaan keriput pada bambu jika dikeringkan. Bambu betung ditebang dari Kebun Percobaan IPB sebanyak 53

9 (sembilan) batang. Kemudian bambu hasil tebangan dikering-udarakan selama tujuh hari dengan maksud mengurangi kandungan air di dalam batang bambu. Selanjutnya bambu uji diambil dari tiga bagian batang bambu, yaitu bagian pangkal (basal), tengah dan atas atau ujung (top). Masing-masing bagian batang bambu diambil sepanjang 1,5 meter. Bagian pangkal diambil dari ruas ke1-5, bagian tengah dari ruas ke11-16 dan bagian ujung dari ruas ke21-26 dengan diameter minimal 1 cm. Spesimen merupakan bagian batang bambu yang dibelah (Gambar 33) sedemikian rupa, lalu dibentuk dengan ukuran sesuai kebutuhan (Gambar 34). Bilah bambu untuk setiap spesimen diambil dari bagian ruasnya, kecuali spesimen untuk uji lentur catilever. Spesimen untuk uji lentur cantilever memerlukan ukuran yang lebih panjang dibandingkan dengan panjang ruas bambu yang tersedia, sehingga dalam setiap spesimen terdapat bagian buku bambu. Pengaruh adanya buku dalam spesimen tersebut dalam penelitian ini diabaikan. Bagian ruas bambu Bagian buku bambu Kulit bambu bagian dalam Kulit bambu bagian luar Gambar 33. Cara pembelahan bambu untuk spesimen uji. Ukuran tebal bambu yang digunakan adalah bervariasi sesuai dengan ketebalan alami dinding bambu contoh, tidak dipotong lagi. Sementara lebar bambu digunakan dua macam, mengikuti tebal bambu yang ada dengan perbandingan tebal:lebar sebesar 1:1 dan 1:½. Spesimen bambu untuk uji lentur 54

sederhana dan uji tarik berbentuk balok berukuran panjang 30 cm. Spesimen bambu untuk uji lentur cantilever juga berbentuk balok dengan ukuran panjang 50 cm. Spesimen untuk uji tekan tegak lurus serat berbentuk kubus dengan ukuran panjang 2 cm dan lebar 2 cm. Sementara spesimen untuk uji tekan sejajar serat berbentuk balok dengan ukuran panjang 6 cm. Jumlah spesimen untuk masingmasing perlakuan uji adalah dua buah per batang bambu. Keseluruhan spesimen bambu untuk uji laboratorium berjumlah 972 buah. 30 cm (½-1)t A t (½-1)t D (½-1)t 30 cm 2 cm 6cm t C (½-1)t t E B 50 cm t t A = bentuk spesimen uji lentur sederhana (simple bending beam) B = bentuk spesimen uji lentur cantilever C = bentuk spesimen uji tekan tegak lurus serat D = bentuk spesimen uji tekan sejajar serat E = bentuk spesimen uji tarik t = tebal bambu Gambar 34. Bentuk dan ukuran berbagai spesimen uji. (½-1)t Keseluruhan spesimen uji bambu dikelompokkan menjadi : 1) spesimen untuk uji lentur sederhana (simple bending beam test) meliputi PTA 1:1 = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, PTB 1:1 = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, 55

PTA 1:½ = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, PTB 1:½ = spesimen dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, TTA 1:1 = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, TTB 1:1 = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, TTA 1:½ = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, TTB 1:½ = spesimen dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, UTA 1:1 = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, UTB 1:1 = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, UTA 1:½ = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, UTA 1:½ = spesimen dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½. 2) spesimen untuk uji lentur cantilever meliputi PCTA 1:1 = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, PCTB 1:1 = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, PCTA 1:½ = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, PCTB 1:½ = spesimen cantilever dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, TCTA 1:1 = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, 56

TCTB 1:1 = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, TCTA 1:½ = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, TCTB 1:½ = spesimen cantilever dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:½, UCTA 1:1 = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:1, UCTB 1:1 = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di bawah dan perbandingan tebal:lebar 1:1, UCTA 1:½ = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½, UCTB 1:½ = spesimen cantilever dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas dan perbandingan tebal:lebar 1:½. 3) spesimen untuk uji tekan meliputi PTeA = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di atas, PTeB = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di bawah, PTeS = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian pangkal bambu dengan posisi tepi di samping, PTSS = spesimen uji tekan sejajar serat dari bagian pangkal, TTeA = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di atas, TTeB = spesimen dari uji tekan tegak lurus serat bagian tengah bambu dengan posisi tepi di bawah, TTeS = spesimen uji tekan tegak lurus serat ari bagian tengah bambu dengan posisi tepi di samping, TTSS = spesimen uji tekan sejajar serat dari bagian tengah bambu, UTeA = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di atas, 57

UTeB 1:1 = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di bawah, UTeS 1:½ = spesimen uji tekan tegak lurus serat dari bagian ujung bambu dengan posisi tepi di samping, UTSS 1:½ = spesimen uji tekan sejajar serat dari bagian ujung bambu. 4) spesimen untuk uji tarik meliputi TP 1:1 = spesimen uji tarik dari bagian pangkal bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:1, TP 1:½ = spesimen uji tarik dari bagian pangkal bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:½, TT 1:1 = spesimen uji tarik dari bagian tengah bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:1, TT 1:½ = spesimen uji tarik dari bagian tengah bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:½, TU 1:1 = spesimen uji tarik dari bagian ujung bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:1, TU 1:½ = spesimen uji tarik dari bagian ujung bambu dengan perbandingan tebal:lebar 1:½, Peralatan uji yang utama digunakan adalah Universal Testing Machine (UTM) Instron, namun ada penambahan kelengkapan alat dalam uji lentur cantilever. Alat tambahan dimaksud adalah sebuah tanggem dan meja dudukannya (Gambar 35). Tanggem digunakan untuk menjepit salah satu ujung spesimen bambu yang akan diuji agar uji cantilever dapat dilakukan. Gambar 35. Tanggem dan meja dudukannya. 58

3.3.2 Pelaksanaan uji Pelaksanaan uji dilakukan menggunakan Universal testing machine (merk Instron). Ada tiga kekuatan yang akan diuji menggunakan mesin tersebut, yaitu kekuatan lentur atau kelenturan (bending), kekuatan tekan atau tekanan (compression) dan kekuatan tarik atau tarikan (tension). Spesimen uji yang digunakan adalah bambu dalam bentuk bilah dengan struktur serat yang berbeda hampir di setiap bagiannya. Kelenturan diujikan untuk mengetahui nilai modulus elastisitas (MOE), tegangan atau kekuatan lentur dan tahanan lentur dalam aplikasi pembuatan alat penangkapan ikan. Pembebanan untuk uji kelenturan dilakukan dengan penekanan di bagian tengah spesimen dengan kedua ujung tetap atau di atas dua titik sangga selanjutnya disebutkan sebagai uji lentur sederhana atau simple bending beam test (Gambar 36), serta penekanan di salah satu bagian ujung yang berlawanan dengan satu ujung lainnya yang menetap selanjutnya disebut sebagai uji lentur cantilever (Gambar 37). 30 cm P 30 cm P 5 cm 5 cm 5 cm 5 cm = Kulit luar bambu = Arah penekanan beban Gambar 36. Cara pengujian kelenturan bambu untuk simple bending beam test. Tegangan tarik diuji dengan cara satu ujung spesimen diposisikan tetap dalam jepitan dan satu ujung lainnya dijepit dan ditarik ke arah yang berlawanan (Gambar 38) hingga terlihat reaksi yang muncul pada spesimen bambu. Tegangan tekan untuk mengetahui sifat kekerasan (hardness) bambu. Cara 59

pengujian dan bentuk spesimen uji kekerasan bambu dilakukan dengan penekanan tegak lurus serat untuk tiga posisi dan satu posisi untuk penekanan sejajar serat (Gambar 39). P 5 cm 50 cm P 5 cm 15 cm 35 cm = Kulit luar bambu = arah penekanan beban Gambar 37. Cara pengujian kelenturan bambu model cantilever. 5 cm 20 cm 5 cm = arah penarikan Gambar 38. Cara pengujian tegangan tarik bambu. 60

Uji tekan sejajar serat = arah penekanan beban Uji tekan tegak lurus serat Gambar 39. Cara pengujian tegangan tekan bambu. 3.3.3 Prosedur perhitungan data dari contoh uji Nilai-nilai dari hasil uji kekuatan lentur, tekan dan tarik bambu dihitung menggunakan rumus tertentu. Selanjutnya diuraikan cara perolehan data dari beberapa sifat fisis dan mekanis bambu. (1) Kadar air dan berat jenis bambu uji Kadar air spesimen dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997): BA - BKT KA = x 100% BKT Keterangan : KA = kadar air (%) BA = berat awal spesimen (g) BKT = berat kering tanur (g) Berat jenis spesimen dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997): BJ = M kt / V ρ air Keterangan : BJ = berat jenis M kt = massa kering tanur contoh uji (g) V = volume spesimen (cm 3 ) ρ air = kerapatan air (1 g/cm 3 ) 61

(2) Kekuatan lentur sederhana (Simple bending beam) Modulus elastisitas (MOE) dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997; Singer dan Pytel 1995): E b = PL 3 4 b h 3 y Keterangan : E b = MOE - modulus of elasticity (kg/cm 2 ) P = beban atau load (kg) y = jarak dari garis netral (cm) b = lebar spesimen (cm) h = tinggi atau tebal spesimen (cm) L = panjang jarak sangga (cm) Tegangan lentur maksimum yang bisa diterima oleh benda atau Modulus of rupture (σ b ) atau kekuatan lentur dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997, Singer dan Pytel 1995): σ b = 3 PL 2 bh 2 Keterangan σ b = Tegangan lentur - modulus of rupture (kg/cm 2 ) P = beban atau load (kg) b = lebar spesimen (cm) h = tinggi atau tebal spesimen (cm) L = panjang jarak sangga (cm) Tahanan lentur diperoleh dengan rumus: σ b = 5 % EL. faktor penyesuaian 5 % EL = MOR - 1,645 Standar deviasi Angka 1,645 diperoleh dari E tabel, yaitu nilai T untuk tingkat kepercayaan 5 % 1 Faktor penyesuaian kayu untuk sifat lentur adalah. 2,3 Nilai tahanan lentur untuk konstruksi yang selalu terendam di dalam air (Yap 1983) dihitung dengan mengalikan antara nilai tahan lentur dengan faktor ⅔. 62

(3) Kekuatan lentur cantilever Modulus elastis untukuji lentur cantilever dihitung menggunakan rumus (Singer dan Pytel 1995): E b = 4 PL 3 y b.h 3 dan defleksi maksimum dihitung menggunakan rumus (Singer dan Pytel 1995): y max = PL 3 3EI Keterangan : E b = MOE - modulus of elasticitas (kg/cm 2 ) P = beban atau load (kg) y = jarak dari garis netral (cm) b = lebar spesimen (cm) h = tinggi atau tebal spesimen (cm) L = panjang jarak sangga (cm) Tegangan lentur dihitung menggunakan rumus (Singer dan Pytel 1995): σ b = - 6PL bh 2 Keterangan : σ b = Tegangan lentur - modulus of rapture (kg/cm 2 ) P = beban atau load (kg) b = lebar spesimen (cm) h L = tinggi atau tebal spesimen (cm) = panjang dari titik sangga (cm) Perhitungan tahanan lentur cantilever dilakukan menggunakan rumus yang sama dengan kekuatan lentur sederhana yang telah diuraikan pada point (2) di atas. (4) Kekuatan tekan (σ c ) Nilai modulus elastis untuk uji tekan dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997, Singer dan Pytel 1995) : 63

P A E c = ΔL L Keterangan : E c = nilai modulus elastis (kg/cm 2 ) P = beban tekan (kg) A = luas penampang tekan (cm 2 ) L = panjang spesimen mula-mula (cm) Δ L = panjang setelah uji tekan dilakukan (cm) Perhitungan kekuatan tekan sejajar serat dilakukan dengan cara membagi beban maksimum oleh luas penampang uji sebagai berikut (Arinana 1997) : σ c = P max A Keterangan : σ c = F c = kekuatan tekan sejajar serat (kg/cm 2 ) P max = beban tekan maksimum (kg) A = luas penampang (cm 2 ) Dengan mengacu pada Hukum Hooke bahwa σ = Eε, selanjutnya dicari formula hubungan antara modulus elastisitas dan tegangan tekan. Perhitungan tahanan tekan dilakukan menggunakan rumus yang sama dengan kekuatan lentur sederhana yang telah diuraikan pada point (2) di atas. Hanya ada perbedaan nilai pada faktor penyesuaian kayu untuk sifat tekan sejajar serat adalah 1, sedangkan 2,1 1 untuk tekan tegak lurus serat adalah. 1,67 (5) Kekuatan tarik sejajar serat (σ t ) Nilai modulus elastis untuk uji tarik dihitung menggunakan rumus (Arinana 1997, Singer dan Pytel 1995) : E t = P A ΔL L Keterangan : E t = nilai modulus elastis (kg/cm 2 ) P = beban tarik (kg) A = luas penampang tarik (cm 2 ) L = panjang spesimen mula-mula (cm) Δ L = panjang setelah uji tarik dilakukan (cm) 64

Perhitungan kekuatan tarik sejajar serat dilakukan dengan cara membagi beban maksimum oleh luas penampang uji sebagai berikut (Arinana 1997; Singer dan Pytel 1995) : σ t = P max A Keterangan : σ t = F t = kekuatan tarik sejajar serat (kg/cm 2 ) P = beban tarik maksimum (kg) A = luas penampang (cm 2 ) Dengan mengacu pada Hukum Hooke bahwa σ = Eε, selanjutnya dicari formula hubungan antara modulus elastisitas dan tegangan tarik. Perhitungan tahanan tarik dilakukan menggunakan rumus yang sama dengan kekuatan lentur sederhana yang telah diuraikan pada point (2) di atas. Hanya ada perbedaan nilai 1 pada faktor penyesuaian kayu untuk sifat tarik sejajar serat adalah. 2,3 3.3.4 Analisis data Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan, semua hasil perhitungan di atas dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Analysis of Variance digunakan untuk menyelidiki hubungan antara variabel respon (dependent) dengan satu atau beberapa variabel prediktor (independent). ANOVA tidak mempunyai koefisien atau parameter model. ANOVA yang digunakan dalam analisis data ini adalah General Linear Model (Iriawan dan Astuti 2006) dengan menggunakan tiga faktor, yaitu bagian batang bambu, posisi kulit luar spesimen bambu saat diuji dan lebar spesimen bambu. Model uji dalam ANOVA tersebut sebagai berikut : Y ijk = μ + α i + β j + γ k + ( αβ) ij + (αγ) ik + (βγ) jk + (αβγ) ijk + ε ijk keterangan : Y ijk = nilai pengamatan dalam rancangan ; μ = nilai tengah ; α i = pengaruh posisi batang (i = 1,2,3) ; β j = pengaruh posisi kulit luar bambu dalam uji (j = 1,2) ; γ k = pengaruh lebar spesimen (k = 1,2) ; 65

(αβ) ij = pengaruh interaksi antara posisi batang ke-i dan posisi kulit luar spesimen bambu dalam uji ke-j ; (αγ) ik = pengaruh interaksi antara posisi batang ke-i dan lebar spesimen ke-k; (βγ) jk = pengaruh interaksi antara posisi kulit luar spesimen bambu dalam uji ke-j dan lebar contoh uji ke-k; (αβγ) ijk = pengaruh interaksi antara posisi batang ke-i, posisi kulit luar spesimen bambu dalam uji ke-j dan lebar spesimen ke-k ; = galat percobaan. ε ijk Analisis dilakukan terhadap hubungan antara tekanan atau ketahanan (stress) dan regangan atau kemuluran (strain) material bambu untuk menentukan apakah hubungan stress-strain bambu tersebut sebagai material yang elastis mengikuti Hukum Hooke. Kesesuaian kurva hasil percobaan dan hasil perhitungan teoritis untuk hubungan stress-strain yang dihitung berdasarkan Hukum Hooke hubungan gaya dapat menunjukkan apakah Hukum Hooke berlaku pada bambu sebagai bahan yang elastis. Langkah analisis uji lentur sederhana (simple beam bending test) maupun uji lentur cantilever adalah sebagai berikut: 1) Membuat kurva hubungan antara load-deflection dari hasil percobaan dengan rumus P = f(δy), beban merupakan fungsi defleksi. 2) Membuat kurva hubungan antara elasticity-load dari hasil percobaan dan menentukan bentuk persamaan E = f(p). 3) Berdasarkan persamaan E = f(p), selanjutnya secara teoritis ditentukan nilai y max atau Δy (deflection) dan membuat kurva hubungan load-deflection dari hasil perhitungan tersebut. 4) Menyandingkan kurva hubungan load-deflection dari hasil percobaan dan hasil perhitungan teoritis. Langkah analisis berdasarkan Hukum Hooke pada uji tarik (tension) dan uji tekan (compression) adalah sebagai berikut: 1) Membuat kurva hubungan antara tekanan-regangan atau stress-strain dari hasil percobaan. 2) Menghitung nilai elastisitasnya menggunakan rumus E = σ/ε. Selanjutnya membuat kurva hubungan antara elasticity-stress dari hasil percobaan dan menentukan bentuk persamaan E = f(σ). 66

3) Berdasarkan persamaan E = f(σ), selanjutnya secara teoritis ditentukan nilai teoritis modulus elastisitas (E) dan nilai strain (ε). 4) Menyandingkan kurva hubungan stress-strain dari hasil percobaan dan hasil perhitungan teoritis. 67