I. PENDAHULUAN. pertanian yang mampu mempertahankan dan meningkatkan produksi, tidak menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, mampu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EM (Effective Microorganism) TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN ARANG SEKAM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BOKASHI (BAHAN ORGANIK KAYA AKAN SUMBER HAYATI)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGOLAHAN PUPUK PADAT DAN CAIR OLEH PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl,

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV. METODE PENELITIAN

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

DWI SETYO ASTUTI A

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan

III. METODE PENELITIAN. beberapa pasar di Kota Bandar Lampung dan di kebun percobaan Universitas

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

LAPORAN AKHIR PRODUKSI KOMPOS

PENGARUH PUPUK ORGANIK CAIR (POC) LIMBAH TERNAK DAN LIMBAH RUMAH TANGGA PADA TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea reptans Poir) Oleh : Sayani dan Hasmari Noer *)

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi. Diajukan Oleh :

PEMUPUKAN BUDIDAYA PADI ORGANIK rekommendasi BWD. Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

PEMBUATAN BIOEKSTRAK DARI SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN UNTUK MEMPERCEPAT PENGHANCURAN SAMPAH DAUN

BAB I PENDAHULUAN. limbah, mulai dari limbah industri makanan hingga industri furnitur yang

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

III. MATERI DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

III. BAHAN DAN METODE

Created by. Lisa Marianah (Widyaiswara Pertama, BPP Jambi) PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

V. GAMBARAN UMUM USAHA

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Varietas Tidar Berdasarkan Dosis Pupuk Organik Padat

III. METODE PENELITIAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. tunggang diikuti dengan penebalan dan perkembangan cabang-cabang akar yang

S U N A R D I A

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Tingkat Konsentrasi dan Lamanya Inkubasi EM4 Terhadap Kualitas Organoleptik Pupuk Bokashi

Pola Pemupukan dan Pemulsaan pada Budidaya Sawi Etnik Toraja di Pulau Tarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 Maret sampai dengan 15 Juni 2015.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berskala besar seperti limbah industri rokok, industri kertas, dan industri

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.

TEKNIK PEMBUATAN pupuk BOKASHI

BAB I PENDAHULUAN. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup

PENGARUH PENGGUNAAN JARAK TANAM TERHADAP HASIL TANAMAN KACANG PANJANG ( VIGNA SINENSIS ) OLEH NINDA AYU RACHMAWATI

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PENAMBAHAN AKTIVATOR BMF BIOFAD TERHADAP KUALITAS PUPUK ORGANIK

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan

I. PENDAHULUAN. sejak diterapkannya revolusi hijau ( ) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

1

2

3

4

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan pertanian yang berkelanjutan diperlukan teknologi pertanian yang mampu mempertahankan dan meningkatkan produksi, tidak menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, mampu mengkonservasi dan mempertahanakan produktivitas yang secara ekonomi menguntungkan dan secara sosial budaya dapat dilakukan oleh masyakatat petani. Tingginya produktivitas tanaman berkat adanya benih unggul, suburnya tanaman berkat penggunaan pupuk, dan terbasminya hama penyakit tanaman berkat keampuhan pestisida sudah menempatkan manusia sebagai pemenang dalam pergulatannya melawan alam. Namun, ternyata dalam posisinya sebagai pemenang tersebut akhirnya menjadi kurang bijaksana. Tidak disadari bahwa dengan penguasaan teknologi pertanian tersebut akhirnya merekan pun menjadi tidak bersahabat lagi dengan alam. Padahal dari alam inilah manusia mendapatkan segalanya untuk keperluan hidupnya. Budidaya suatu tanaman tanaman tentunya tidak telepas dari persoalan benih, penggunaan benih tanaman varietas unggul diharapkan mendapatkan hasil yang optimal, demikian pula halnya dengan media tanam, penggunaan media tanam yang sesuai kebutuhan tanaman tentu akan memberikan dampak yang baik terhadap pertumbuhan dan 5

perkembangan tanaman. Untuk mendapatkan media tanam yang sesuai dengan kebutuhan tanaman tidak lain dari ketersedian unsur hara yang terdapat dalam tanah sebagai media tanam, ketersediaan unsur hara baik makro maupun mikro didalam tanah tentu sangatlah terbatas sehingga diperlukan adanya penambahan unsur hara yang biasa diistilakan Pemupukan, Dalam rangka mendukung pengembangan pertanian berkelanjutan maka diperlukan inventarisasi tekhnologi pertanian alternatif yang mampu mempertahankan dan meningkatkan produksi tanpa menyebabkan dampak terhadap lingkungan, mampu mempertahankan produktifitas lahan, secara ekonomi menguntungkan, dan secara sosial budaya dapat dilaksanakan oleh petani (Sutanto, 2002). Dewasa ini lahan sawah sangat memerlukan pupuk organik untuk mempertahankan kesehatan tanah serta kecukupan unsur hara tanaman. Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat merusak kondisi tanah sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Penurunan kandungan bahan organik pada sebagian lahan sawah menuntut perlunya penggunanaan pupuk organik untuk meningkatkan produktivitas tanah. Dalam menunjang perekonomian yang mengutamakan pembangunan pada sektor pertanian terutama sektor ketahanan pangan dalam hal ini pemenuhan akan bahan pokok terutama beras. Provinsi Sulawesi Selatan sebagai penyedia sumberdaya pendukung memiliki potensi yang sangat besar yang belum dimanfaatkan 6

secara optimal. Limbah yang berupa kotoran ternak merupakan bahan dasar yang sangat baik dalam membuat pupuk organik. Seluruh jenis kotoran yang dihasilkan dapat diolah menjadi berbagai macam pupuk organik. Hal ini dimungkinkan karena ternak sapi merupakan penghasil kotoran terbesar jika dibandingkan dengan jenis ternak lainnya yaitu 18 kg kotoran basah/ekor/hari. Disisi lain pembuatan dan pemanfaatan pupuk organik sangat berarti pada tanah dan tanaman. Pertumbuhan suatu tanaman dapat berlangsung dengan baik apabila kandungan unsur hara yang diperlukan tersedia dalam tanah. berdasarkan kondisi tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji pengaruh penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu sekam terhadap pertumbuhan benih padi pada persemaian. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara pemanfaatan bokashi kotoran sapi dan abu sekam pada persemaian benih padi. 2. Bagaimana pengaruh dan manfaat bokashi kotoran sapi dan abu sekam pada pertumbuhan benih padi. C. Tujuan Tujuan dari Penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui cara pemanfaatan bokashi kotoran sapi dan abu sekam terhadap persemaian benih padi 7

2. Untuk mengetahui pengaruh dan manfaat bokashi dan abu sekam terhadap pertumbuhan benih padi. 3. Kegunaan Kegunaan kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan oleh masyarakat petani khususnya dalam meningkatkan dan mengembangkan penggunaan pupuk organik khususnya bokashi kotoran sapi pada media persemaian padi. 2. Sebagai referensi dan bahan perbandingan bagi peneliti lainnya, sekaligus sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pupuk Kandang Sapi sebagai bahan Organik Menurut Setiawan (2005), tanaman memerlukan pupuk alami (kandang) dan pupuk buatan, tetapi pupuk kandang mempunyai kelebihan dapat memperbaiki sifat tanah. Pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap sifat tanah antara lain: memudahkan tanah dalam penyerapan air hujan, memperbaiki kemampuan tanah dalam mengikat air, mengurangi erosi, memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi kecambah biji dan akar, serta merupakan sumber unsur hara tanaman. Pupuk kandang atau kotoran ternak lebih subur, gembur dan lebih mudah diolah. Kandungan unsur hara dalam kotoran ternak yang penting untuk tanaman antara lain unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Ketiga unsur inilah yang paling banyak dibutuhkan karena masing-masing memiliki fungsi yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Unsur kalium (K) utamanya untuk membantu membentuk protein dan karbohidrat. Pemberian unsur ini akan memperkuat tanaman sehingga daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Selain itu kalium juga membuat tanaman tahan terhadap kekeringan dan penyakit. Unsur nitrogen (N) berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, terutama batang, cabang dan daun. Pembentukan hijauan daun juga berkaitan erat dengan unsur nitrogen serta dalam pembentukan protein, lemak, dan berbagai persenyawaan 9

lainnya. Unsur fosfor (P) lebih banyak berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar tanaman muda. Fosfor juga berfungsi untuk membantu asimilasi dan pernafasan, sekaligus mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah (Anonim, 2007). B. Bahan Organik Bagi Pertanian Pertanian organik lebih mengutamakan penggunaan bahan organik baik yang berasal dari mahluk hidup maupun yang sudah mati sebagai input dalam proses produksi, untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil. Pembangunan pertanian dituntut untuk mengubah dan menciptakan serta mementingkan kualitas hasil produksi yang dapat memberikan alternatif dari segi keamanan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan ekosistem. Pupuk organik memiliki peranan yang sangat penting bagi tanah karena dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik dan biologinya. Penambahan pupuk organik ke dalam tanah dapat memperbaiki struktur, tekstur, dan lapisan tanah sehingga akan memperbaiki keadaan aerasi, drainase, absorsi panen, kemampuan daya serap, tahan air serta berguna untuk mengendalikan erosi tanah. Pupuk organik juga berfungsi menggantikan unsur hara tanah yang hilang akibat terbawa oleh tanaman ketika panen atau terbawa aliran air permukaan (erosi). Sehingga dengan melihat potensi bahan organik yang digunakan sebagai pupuk organik, akan 10

mengurangi ketergantungan petani terhadap penggunaan pupuk anorganik. C. Komposisi dan Dekomposisi Bahan Organik 1. Berdasakan Komponen yang Dikandungnya Bahan organik berdasarkan komponen yang dikandungnya terdiri atas (Djuarnani dkk, 2006) : Bahan organik lunak Bahan organik dikatakan lunak jika bahan tersebut sebagian besar terdiri dari air. Bahan-bahan yang termasuk dalam kategori ini adalah buah-buahan, sayuran, limbah kebun termasuk rumput dan dedaunan serta limbah dapur. Bahan keras Bahan organik keras memiliki kadar air relatif rendah dibandingkan dengan jumlah total berat bahan tersebut. Dalam proses pengomposan bahan ini akan didekomposisikan secara sempurna. Namun proses tersebut akan terjadi secara sempurna tanpa tersedianya air yang banyak. Contoh bahan organik keras adalah dedaunan segar, bunga, dan hasil pemotongan pagar hidup. Bahan selulosa Bahan selulosa adalah bahan yang struktur selulernya sebagian besar terdiri dari selulosa adalah sisipan kayu, jerami padi, daun kering, kulit pohon dan kertas. 11

Limbah protein Limbah protein merupakan bahan yang banyak mengandung protein, seperti kotoran hewan, limbahdari pemotongan hewan, dan limbah makanan. Limbah yang banyak mengandung protein ini merupakan bahan pembuat kompos yang sangat bagus karena kandungan nutrisinya baik untuk pertumbuhan tanaman. Namun proses dekomposisi dari protein ini akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Bau ini sangat disukai oleh kuman dan serangga, jumlah mereka akan lebih banyak. 2. Proses Dekomposisi Pengomposan merupakan proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat organik dalam kondisi aerobik (terdapat oksigen) atau anaeorobik (tanpa oksigen). Bahan organik akan diubah hingga menyerupai tanah. Kondisi terkendali tersebut mencakup rasio karbon dan nitrogen (C/N), kelembaban, ph, dan kebutuhan oksigen. Menurut Indriani (2007), prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan organik sehingga sama dengan C/N tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Waktu yang diperlukan untuk menurunkan C/N tersebut bermacam-macam dari tiga bulan hingga tahunan. Hal ini terlihat dari proses pembuatan humus di alam, dari bahan 12

organik untuk menjadi humus diperlukan waktu bertahun-tahun (humus merupakan hasil proses lebih lanjut dari pengomposan). Djuarnani dkk. (2006) menyebutkan agar diperoleh hasil pengomposan yang optimal perlu memperhatikan beberapa faktor lingkungan yang berbeda karena proses ini merupakan proses biologi. Faktor yang mempengaruhi laju pengomposan diantaranya ukuran bahan, dimana proses pengomposan akan lebih cepat jika bahan mentahnya memiliki ukuran yang kecil. Hal ini disebakan luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan karena kegiatan mikroorganisme membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel dan nitrogen untuk membentuk sel. Kelembaban dan aerasi juga berperan terhadap kelangsungan proses pengomposan, dimana mikroorganisme melakukan aktivitas metabolisme diluar sel tubuhnya, sementara reaksi biokimia yang terjadi dalam selaput air tersebut membutuhkan oksigen dan air. Mikroorganisme perombak dapat beraktivitas pada temperatur tertentu, namun pada umumnya mikroorganisme membutuhkan temperatur optimum untuk merombak bahan adalah berkisar 35 55 0 C sehingga temperatur pengomposan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengomposan.derajat keasaman (ph) turut berbeda dalam proses pengomposan, dimana derajat keasaman yang terlalu tinggi akan mengubah nitrogen dalam bahan berubah mamonia sedangkan apabila ph rendah akan 13

menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. Mikroorganisme merupakan faktor terpenting yang berperan dalam proses perombakan. 3. EM4 (Effective Microorganism 4) Effective microorganism (EM) merupakan biodekomposer yang banyak digunakan di dalam proses pembuatan kompos menjadi lebih singkat, mudah, dan berkualitas lebih baik. Effective microorganism (EM) memiliki kandungan mikroorganisme yang sangat banyak, beberapa di antaranya yang sering digunakan untuk fermentasi sebagai bahan-bahan organik adalah bakteri Streptomyces, ragi (yeast), Lactobacillus, dan bakteri fotosintetik (Anonim, 2007). EM merupakan bahan yang membantu mempercepat proses pembuatan pupuk organik dan meningkatkan kualitasnya. Selain itu, EM juga bermanfaat memperbaiki struktur dan tekstur tanah menjadi lebih baik, serta menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Dengan demikian, penggunaan EM akan membuat tanaman menjadi lebih subur, sehat, dan relatif tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Berikut ini beberapa manfaat EM bagi tanaman dan tanah : a. Menghambat pertumbuhan hama dan penyakit tanaman dalam tanah. b. Membantu meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman. c. Membantu proses penyerapan dan penyaluran unsur hara dari akar ke daun. d. Meningkatkan kualitas bahan organik sebagai pupuk. 14

e. Meningkatkan kualitas pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Larutan effective microorganism 4 yang disingkat EM4 ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang. Adapun penerapannya di Indonesia banyak dibantu oleh Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Sc. larutan EM4 ini berisi mikroorganisme fermentasi yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., dan Actinomycetes. EM 4 mengandung bakteri yang dapat mempercepat pengomposan, dimana hasil pengomposannya sering disebut bokashi (Indriani, 2007). 4. Bokashi Bokashi adalah kompos yang salah satu bahan penyusunannya menggunakan EM4. kata bokashi berasal dari bahasa jepang yang artinya kira-kira bahan-bahan organik yang sudah diuraikan (Anonim, 2007). Lebih jelas Indriani (2007), menjelaskan bahwa kata bokashi diambil dari bahasa jepang yang berarti bahan organik yang terfermentasi, oleh orang Indonesia kata bokashi diperpanjang menjadi bahan organik kaya akan sumber hayati. Secara umum Djuarnani (2006) menguraikan penggunaan bokashi dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Untuk media pembibitan dapat dilakukan dengan perbandingan kotoran ternak dan tanah 1 : 1. selanjutnya dicampur dengan bokashi 15

dan dibiarkan selama tujuh hari sambil disirami dengan EM4 murni 1 cc per liter air. 2. Untuk penutup tanah atau mulsa dapat digunakan bokasi sebanyak 200 g/m 2 untuk tanah yang subur dan 500 g/m 2 untuk tanah kurang subur. Menurut waryanto (2002), aplikasi di lapangan terhadap pupuk bokashi relatif mudah. Lahan satu hektar membutuhkan bokashi 3 5 ton. Teknis aplikasinya, seluruh bokasi tersebut disebar sebelum lahan diolah (dibajak). Diupayakan agar pupuk organik itu menyebar secara merata dalam areal satu hektar, lalu dilakukan pembajakan sehingga bokashi tercampur secara sempurna dengan tanah di sekitarnya. D. Pembenihan Padi Penyiapan tempat pembenihan pada prinsipnya sama dengan menyiapkan lahan penanaman. Bagian sawah yang akan digunakan untuk pembenihan dicangkul merata sedalam kira-kira 30 cm. Selanjutnya tanah dihaluskan dengan cara pengcangkulan ulang menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sampai menjadi lumer bersamaan dengan ini ditambahkan pupuk kandang yang sudah matang yang ditebar secara merata (Andoko, 2002). Menurut Sugeng (2001) menyatakan bahwa tanah persemaian harus mulai dikerjakan lebih kurang 50 hari sebelum penanaman. Karena adanya dua jenis padi, yaitu padi basah dan padi kering, maka tanah 16

persemaian juga dapat dibedakan atas persemain basah dan persemaian kering. 1. Persemaian Basah Dalam membuat persemaian harus dipilih tanah atau sawah yang betul-betul subur. Rumput-rumput dan jerami yang masih tertinggal harus dibersihkan lebih dahulu, kemudian sawah digenangi air. maksud dari penggenangan itu antara lain : Agar tanah menjadi lunak, Rumpu-rumputan yang akan tumbuh, mati Bermacam-macam serangga yang dapat merusak bibit yang akan ditebarkan mati pula. Selanjutnya, apabila tanah sudah cukup lunak lalu dibajak/digaru dua kali atau sampai tanah menjadi halus. Pada saat itu pula sekaligus dibuat petakan-petakan dan memperbaiki pematang. Sebagai ukuran dasar luas persemaian yang harus dibuat kurang lebih 1/20 luas areal sawah yang akan ditanami. 2. Persemain kering Pada prinsipnya pembuatan persemaian kering sama dengan pembuatan persemaian basah. Rumput-rumput dan sisa jerami yang harus dibersihkan lebih dahulu. Tanah dibolak-balik dengan bajak dan digaru masing-masing dua kali atau apabila pembuatan persemaian itu terlalu luas, pengolahan tanah dapat juga dikerjakan dengan cangkul yang 17

penting tanah menjadi gembur dan halus. Setelah tanah menjadi halus, diratakan dan dibuat bedengan. 18

III. METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari sampai Maret 2015 bertempat di lahan praktik STPP Gowa Kelurahan Romanglompoa Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. B. Alat dan Bahan 1. Alat : cangkul, sekop, parang, ember, timbangan, meteran, gelas ukur, karung, thermometer, tali plastik, dan alat tulis menulis. 2. Bahan: Benih Padi Varietas Cigeulis, air, gula Pasir, EM4, kapur pertanian, kotoran sapi, sekam, dedak dan abu sekam. C. Rancangan Percobaan Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk percobaan yang dirancang menurut rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan dan empat ulangan yaitu masing-masing perlakuan diulang sebanyak empat kali. Ketiga perlakuan itu terdiri dari : P0 : Tanpa pupuk bokashi (kontrol) P1 : Pupuk bokashi 10 ton/ha (1 kg/m 2 ) + abu sekam (5kg/m 2 ) P2 : Pupuk bokashi 10 ton/ha (1 kg/m 2 ) D. Metode Pelaksanaan Adapun pelaksanaan praktik percobaan sebagai berikut: 19

1. Pembuatan Bokashi Kotoran sapi Bahan: 1. Pupuk kandang 20 kg 2. Dedak 5 kg 3. Sekam 5 kg 4. Gula pasir (3 sendok makan) 5. EM4 50 ml (5 sendok makan) 6. Air secukupnya 7. Abu Sekam padi 20 kg Cara Pembuatan: 1. Larutkan EM4 dan gula kedalam air 2. Pupuk kandang, sekam dan dedak dicampur secara merata. 3. Siramkan larutan EM4 secara perlahan-lahan kedalam secara merata sampai kandungan air adonan mencapai 30% Bila adonan dikepal dengan tangan, air tidak keluar dari adonan, dan bila kepal dilepas, maka adonan akan megar. 4. Adonan digundukkan di atas ubin yang kering dengan ketinggian 15-20 cm, kemudian ditutup dengan karung goni, selama 3-4 hari 5. Pertahankan suhu gundukan adonan 40-50 0 C. Jika suhu lebih dari 50 0 C, bukalah karung penutup dan gundukan adonan dibalik-balik, kemudian ditutup lagi dengan karung goni. Suhu yang tinggi dapat 20

mengakibatkan Bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan, Pengecekan suhu dilakukan setiap 5 jam 6. Setelah 4 hari, Bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organik. 2. Penyiapan lahan Penyiapan lahan dimulai dengan pengolahan tanah, meliputi kegiatan penggemburan tanah dan pembuatan petakan penanaman. Tanah yang hendak digemburkan mula-mula di bersihkan dari bebatuan, rerumputan, semak, dan lain-lain. Selanjutnya lahan digemburkan, diratakan dan di buat petakan dengan ukuran 1 m x 1 m sebanyak 12 petak yang dibagi kedalam 4 Kelompok/ulangan. 3. Penyiapan benih Persyaratan benih secara umum yang harus diperhatikan adalah ciri-ciri sebagai berikut: Daya kecambah tinggi Tidak tercampur benih / varietas lain. Tidak mengandung kotoran. Bebas hama dan penyakit Sehat dan bernas 4. Perlakuan benih Benih padi direndam 1 x 24 jam kemudian ditiriskan dan selanjutnya dimasukkan ke dalam karung goni kemudian dibungkus 21

dengan plastik, perlakuan ini dimaksudkan agar perkecambahan benih seragam. 5. Penaburan benih Setelah lahan diolah selanjutnya dilakukan penaburan benih, Adapun kebutuhan benih yang digunakan 60-75 gram/petakan. 6. Pemeliharaan Tindakan pemeliharaan meliputi penyiangan yang bertujuan untuk membersihkan lahan dari gulma/tanaman pengganggu, penyiangan dilakukan dengan menggunakan tangan atau dengan cangkul. 7. Pengamatan Parameter yang di amati meliputi pertumbuhan benih yang meliputi perkembangan jumlah daun dan perkembangan tinggi benih padi, cara pengukuran adalah diukur dari pangkal yang berada diatas tanah sampai pada titik tumbuh atau ujung daun tertinggi. E. Analsis Data Data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan dengan menggunakan parameter tinggi dan jumlah daun benih padi di persemaian, selanjutnya dikumpulkan dan susun dalam bentuk tabulasi, kemudian dianalisis statistik melalui komputer dengan program SPSS for windows Version 12. 22

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu sekam pada media persemaian padi dengan parameter pengamatan tinggi dan jumlah daun dapat diuraikan sebagai berikut: 1). Tinggi Tanaman Hasil pengamatan rata-rata tinggi benih padi pada umur satu minggu, dua minggu dan tiga minggu setelah tabur (MST). Dapat dilihat melalui tabel dibawah ini: Tabel 1. Tinggi benih padi rata-rata di persemaian pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tabur Perlakuan Rata-rata tinggi tanaman perminggu I II III P0 5.95 c 12.50 b 20.02 a Hasil Uji BNJD P1 10.20 a 19.13 a 24.01 a 0,00**,0,00** 0,144 tn P2 7.59 b 14.22 b 20.18 a Total 23.75 45.84 64.21 Keterangan : ** = Sangat nyata pada taraf uji α = 0,01, * = Nyata pada taraf uji α = 0,05 Nilai Rata-rata yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji duncan 0,01 dan 0,05 Hasil analisis uji duncan α = 0,01 pada tabel 1 diatas menunjukkan bahwa perlakuan Bokasi kotoran sapi dan abu sekam pada minggu pertama setelah tabur benih dengan dosis Bokashi kotoran sapi 10 ton/ha (1 kg/m2) dan abu sekam 5 kg/m2 (P1), memperlihatkan pertumbuhan 23

benih padi yang paling baik dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan P0 (tanpa bokashi dan abu sekam) dan P2 (bokashi 10 ton/ha). Sementara perlakuan bokasi kotoran sapi dan abu sekam pada minggu kedua dengan dosis Bokashi kotoran sapi 10 ton/ha (1 kg/m2) dan abu sekam 5 kg/m2 (P1), masih tetap memperlihatkan pertumbuhan benih padi yang paling baik dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan P0 (tanpa bokashi) dan P2 (bokashi 10 ton/ha) sedangkan pemberian bokashi (P2) tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa bokashi dan abu sekam (P0) sedangkan untuk Perlakuan Bokasi kotoran sapi dan abu sekam. Sedangkan pada minggu ketiga, perlakuan Bokashi kotoran sapi 10 ton/ha dan abu sekam 5 kg/m2 (P1), berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0 (tanpa bokashi dan abu sekam) dan P2 (bokashi 10 ton/ha) 2). Jumlah Daun Hasil pengamatan rata-rata jumlah daun benih padi pada umur satu minggu, dua minggu dan tiga minggu setelah tabur (MST). Dapat dilihat melalui tabel berikut ini: 24

Tabel 2. Jumlah daun benih padi rata-rata di persemaian pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tabur Rata-rata jumlah daun Perlakuan Hasil Uji BNJD tanaman perminggu I II III P0 1.97 a 2.13 b 3.09 a P1 2.00 a 2.47 a 3.56 a 0,422tn, 0, 025* 0,165tn P2 2.00 a 2.19 b 3.09 a Total 5.97 6.78 9.75 Keterangan : Nilai Rata-rata yang diikuti huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji duncan 0,01 dan 0,05 ** = Sangat nyata pada taraf uji α = 0,01, * = Nyata pada taraf uji α = 0,05 Hasil analisis uji duncan α = 0,01 pada tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan Bokasi kotoran sapi dan abu sekam pada minggu pertama setelah tabur benih terhadap jumlah daun dengan dosis Bokashi kotoran sapi 10 ton/ha (1kg/m2) dan abu sekam 5 kg/m2 (P1), memperlihatkan bahwa jumlah daun benih padi berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0 (tanpa bokashi dan abu sekam) dan P2 (bokashi 10 ton/ha). Sementara pada minggu kedua menunjukkan perlakuan Bokasi kotoran sapi dan abu sekam dengan dosis Bokashi kotoran sapi 10 ton/ha dan abu sekam 5 kg/m2 (P1), memperlihatkan bahwa jumlah daun benih padi berbeda nyata dengan perlakuan P0 (tanpa bokashi dan abu sekam) dan P2 (bokashi 10 ton/ha) sedangkan P0 dengan P2 tidak berbeda nyata. Perlakuan Bokasi kotoran sapi dan abu sekam pada minggu ketiga dengan dosis Bokashi kotoran sapi 10 ton/ha (1kg/m2) dan abu sekam 5 kg/m2 (P1), memperlihatkan bahwa jumlah daun benih padi tidak berbeda 25

nyata dengan perlakuan P0(tanpa bokashi dan abu sekam) dan P2 (bokashi 10 ton/ha). B. PEMBAHASAN Pemberian bokashi kotoran sapi dan abu sekam pada media persemian memberikan respon yang baik terhadap pertumbuhan benih dari parameter pengamatan yaitu tinggi benih dan jumlah daun. Berdasarkan hasil analisis uji duncan, menunjukkan bahwa antara perlakuan yang menggunakan bokashi kotoran sapi dan abu sekam pada (P1) dan perlakuan Bokashi (P2) serta perlakuan tanpa menggunakan bokashi kotoran sapi dan abu sekam dengan kebiasaan petani (P0), terlihat adanya perbedaan yang sangat nyata terhadap tinggi benih pada umur satu dan dua minggu setelah tabur benih dipersemaian. Hal ini berarti perlakuan penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu sekam memberikan pengaruh perlakuan terbaik. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan uji duncan menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu sekam berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun pada umur 14 hari setelah tabur benih. Penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu sekam dapat menaikkan jumlah hara tanah yang diambil oleh tanaman dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sebagaimana dikemukakan oleh Setyamidjaya (1986) bahwa penyerapan unsur hara oleh tanaman selama periode pertumbuhannya tidak sama banyaknya tergantung 26

tingkat pertumbuhan tanaman, seperti pada pertumbuhan vegetatif, tanaman sangat intensif dalam pengambilan unsur hara. Sarif (1989) menjelaskan bahwa pertumbuhan awal tanaman akan membutuhkan jumlah unsur hara yang banyak, hal ini seiring dengan pendapat Setyati (1988) bahwa dengan tersedianya unsur hara dalam jumlah cukup dan seimbang untuk proses pertumbuhan tanaman, maka proses pembelahan, proses fotosintesis dan proses pemanjangan sel akan berlangsung cepat mengakibatkan beberapa organ tanaman tumbuh cepat terutama pada fase vegetatif. 27

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pemberian bokashi kotoran sapi dan abu sekam pada persemaian padi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pertambahan tinggi benih padi. Hasil analisis uji duncan dengan parameter pengamatan jumlah daun memberikan pengaruh yang nyata berdasarkan hasil analisis uji duncan pada taraf uji α = 0,01 dan 0,05. B. Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas yang menunjukkan bahwa penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu sekam memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan benih padi, maka penulis menyarankan agar penggunaan bokashi kotoran sapi dan abu sekam pada lahan persemaian padi dapat diterapkan. 28

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta Andoko A, 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Solo Djuarnani, N., Kristian, dan Setiawan B.S., 2006. Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta Indriani, Y.H., 2007. Membuat Kompos secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta Sarief. S., 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung Setiawan, A.I., 2005. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta Setyamidjaja.D., 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV. Simplex : Jakarta Setyati. S., 1988. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia : Jakarta Sugeng HR, 2001. Bercocok tanam PADI. Aneka Ilmu.Semarang Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit KanisIus. Yogyakarta. Wariyanto. A., 2002. Bokashi (Penggembur Tanah dari Bahan Murah). Harian Suara Merdeka. htpp.//www.google.co.id 29

Lampiran 1. Denah Plot Percobaan penggunaan bokashi dan abu sekam pada persemain padi U DENAH PERCOBAAN S I P0 P1 P2 U L A N G A N II III P2 P0 P1 P2 P0 P1 IV P1 P0 P2 30