TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) PERSEROAN TERBATAS

dokumen-dokumen yang mirip
kepentingan pembangunan di Indonesia. Setiap perusahaan di Indonesia melakukan berbagai kegiatan terencana untuk mencapai tujuan khusus maupun

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)

Bab II. Corporate Social Responsibility

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat dalam permasalahan lingkungan dan kesejahteraan.

Tujuh Regulasi CSR Di Indonesia

Legal Perspective on Corporate Social Responsibility. Timotheus Lesmana W Yogjakarta, 11 September 2015 Rakor CSR Pertamina

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan keadaan gejala sosial budaya yang ada disekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. (shareholders) namun juga bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak

Rapat Koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Dan Forum CSR Kab. Rembang

Oleh: Riki Ardiansyah A.A Ketut Sukranatha Progam Kekhususan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. sakit, dan lain lain. Karena dari pajak yang dilunasi oleh masyarakat pemerintah. mempunyai dana untuk membangun hal tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi situasi ekonomi pasar bebas. Perkembangan bisnis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Ide mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau yang dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. korporasi tidak hanya dituntut memiliki kepedulian pada isu-isu lingkungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Perusahaan dan Perseroan Terbatas. Perusahaan adalah istilah ekonomi yang dipakai dalam Kitab Undang-Undang

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. disahkan 20 Juli 2007 menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perekonomian negara dan masyarakat luas. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. Pajak memiliki peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONTEKS MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam dunia industri yang sangat menuntut perbaikan berkelanjutan

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2015 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT

PROPOSAL KEGIATAN PELATIHAN MANAJEMEN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN COMMUNITY DEVELOPMENT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari kegiatan atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan produksi yang

BAB I PENDAHULUAN. stakeholder lainnya. Tanggung jawab sosial ini sering disebut Corporate Social

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesuksesan pembangunan dalam masa globalisasi saat ini mengarah kepada

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Setelah disahkannya Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. guna tercapainya visi dan misi perusahaan. Didalam komunikasi ada terbagi

ANALISIS PENGATURAN DAN TUJUAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam suatu negara bukan merupakan tanggung

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan persaingan dunia bisnis saat ini mengharuskan perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kondisi tersebut. Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi negara maju, untuk mewujudkan cita-cita tersebut dibutuhkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan public relations. Dalam pelaksanaan kegiatan community relations,

BUPATI PADANG LAWAS PROVINSI SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. Tingkat kehidupan ekonomi masyarakat yang terus berkembang berpengaruh kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. selatan pulau Jawa, Desa Sukorejo, Kecamatan Sudimoro, sekitar 30 km arah

LAMPIRAN. 1. Surat Tugas 2. Daftar hadir peserta pengabdian masyarakat 3. Materi pengabdian masyarakat 4. Foto kegiatan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL, KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pada aspek keuntungan secara ekonomis saja, yaitu nilai

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibandingkan dengan sumber penerimaan lain (non pajak).

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat pasti terjadi. Perusahaan dan masyarakat adalah pasangan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

IV. PELAKSANA KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai pemilik (investor) serta sebagai pimpinan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN 2011 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 8 TAHUN 2011

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 40 TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam kerusakan lingkungan dan masyarakat (Prastowo dan Huda, 2011:39).

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh masyarakat khususnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama dari sebuah perusahaan adalah untuk memaksimalkan laba,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

lingkungan hidup. Atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang

mengalami penurunan kondisi sosial (Anggraini, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. semakin maraknya komitmen untuk melaksanakan good governance. Pelaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan tidak hanya bertanggungjawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. baku yang digunakan oleh pabrik-pabrik berasal dari alam. Seiring dengan

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi melalui pembangunan infrastruktur, aset-aset publik, dan fasilitas umum

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lahan, pencemaran air, urbanisasi, perusakan pencemaran laut dan pantai, dan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan semata (single bottom line), melainkan juga beberapa aspek penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai lingkungan

Tinjauan Hukum Terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Istilah, Konsep, Ruang Lingkup Serta Implikasi Hukumnya)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2011

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun,

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tanggung Jawab Sosial perusahaan (CSR) oleh PT. KCMU ditinjau dari UUPM, UUPT dan UUPLH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Corporate Social Resposibility (CSR)

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantul. Penyelenggaraan,tanggungjawab,sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial perusahaan atau lebih singkatnya CSR (Corporate

BAB I PENDAHULUAN. semakin majunya perindustrian (perusahaan), mengambil peran besar dalam

Transkripsi:

TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) PERSEROAN TERBATAS Dr. Wicipto Setiadi, SH, MH Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Ditjen Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Abstract Corporate Social Responsibility (CSR) is a form of corporate social responsibility to a society where the company is located, has been changed from charity to duty one since the Act Number 40 Years 2007, was announced by Indonesia Government. Therefore, all limited liability companies has to obey those duties. Key words : Corporate Social Responsibility, environment, company, responsibility A. PENDAHULUAN Pada tanggal 20 Juli 2007 DPR dan Pemerintah telah menyetujui bersama Rancangan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas untuk menjadi Undang-Undang. Kemudian, Rancangan Undang-Undang tersebut disahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). UU PT mencabut dan menyatakan tidak berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseoran Terbatas. Salah satu pengaturan yang baru dan cukup menarik untuk dibahas dan didiskusikan adalah mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan (corporate social responsibility/csr.) Perseroan Terbatas. Usulan Rancangan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas berasal dari Pemerintah, yang dalam hal ini diprakarsai oleh Depertemen Hukum dan HAM. Sebetulnya, pengaturan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan tidak terdapat dalam Rancangan Undang- Undang tentang Perseroan Terbatas yang disampaikan kepada DPR, tetapi muncul pada saat pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut di DPR. Ide pengaturan mengenai tanggung jawab sosial korporasi (corporate social responsibility/csr) barangkali diilhami dari peristiwa lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Peristiwa lumpur Lapindo semestinya menjadi tanggung jawab PT Lapindo, tetapi justru pemerintah yang turun tangan. Pengaturan mengenai CSR ini sempat menjadi diskusi yang cukup panjang. Berdasarkan pengamatan, pengaturan mengenai CSR dimandatkan dalam undang-undang merupakan satusatunya di dunia. Terhadap pengaturan CSR muncul reaksi yang beragam, ada yang pro dan kontra. Sebagian pengusaha berpendapat CSR tidak perlu diatur karena selama ini CSR sudah berjalan dan dipraktikkan sebagai tanggung jawab sukarela, bukan kewajiban hukum. Begitu diatur dalam undang-undang, maka CSR menjadi kewajiban hukum, yang cukup menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran. Kalangan yang khawatir tentang pengaturan CSR dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa bisnis adalah bisnis, tanggung jawab sosial hanya ada pada individu, bukan melekat pada perusahaan. Tanggung jawab perusahaan adalah menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan. Pada waktu pembahasan di DPR pun masalah CSR ini cukup alot perjalanannya.

Di sisi lain, bagi perusahaan yang telah menjalankan CSR berpendapat bahwa CSR justru memberi hasil yang lebih besar dan tidak akan mengganggu keuntungan/laba yang diperoleh. CSR bukan sekadar memberikan dana tambahan, tetapi harus menjadi bagian integral dalam berbisnis. Melakukan bisnis dan peduli terhadap komunitas merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan ada yang berpendapat bahwa CSR sudah merupakan strategi. Dari CSR memang tidak akan mendapat profit, yang diharapkan dari CSR adalah benefit berupa citra perusahaan. B. PEMBAHASAN 1. Corporate Social Responsibility (CSR) Pengertian umum CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia usaha untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan. Dalam pengertian yang lebih sempit, CSR sebenarnya telah banyak dilakukan oleh dunia usaha sejak dulu dengan berbagai sebutan, misalnya kegiatan bakti sosial, bantuan sosial, atau pembangunan masyarakat (community development). Kegiatan sosial yang telah banyak dilakukan oleh dunia usaha antara lain: donor darah, program kali bersih, konservasi laut, program desa sehat, program pendidikan kesehatan masyarakat, program anak asuh, sosialisasi pencegahan penyakit kanker, pemberian bea siswa kepada mahasiswa/pelajar, penyediaan bibit tanaman. Sebetulnya sudah banyak perusahaan yang melaksanakan CSR dengan beragam bentuk dan sasarannya. Pada umumnya, CSR yang telah dilaksanakan oleh sejumlah perusahaan telah dirasakan manfaatnya, baik oleh masyarakat, perusahaan, maupun pemerintah. Di sisi lain, CSR harus semakin mengarah pada memberdayakan masyarakat, bukan sekadar charity atau derma dari perusahaan. Di negara-negara berkembang, konsep CSR memang baru menjadi tren belakangan ini. Di negara-negara maju, konsep CSR sudah dikenal sejak tahun 1950-an dan terus mengalami pasang surut sesuai dengan kondisi. Yang diharapkan, CSR tidak dijadikan kedok untuk menutupi pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan, misalnya karena merusak lingkungan, melakukan eksploitasi terhadap buruh, melakukan suap untuk mendapatkan proyek, melakukan kecurangan melalui teknik rekayasa laporan keuangan, penggelapan pajak. Pengalaman yang terjadi, daerah-daerah tambang yang kaya dengan sumber daya mineral tempat perusahaan tambang besar dunia beroperasi justru menjadi kantong-kantong kemiskinan dan pusat konflik. Kenyataan ini merupakan bukti diabaikannya etika dan tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan yang semestinya menjadi pionir. Namun, di sisi lain tidak bisa dipungkiri pula bahwa pionir CSR adalah perusahaan-perusahaan besar dengan laba besar pula. Apabila kita dalami dari berbagai bahan bacaan, secara garis besar ada beberapa manfaat CSR bagi perusahaan, antara lain: a) mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra perusahaan; b) mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial; c) mengurangi atau memperkecil risiko perusahaan; d) melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha; e) membuka peluang pasar yang lebih luas; f) mereduksi biaya perusahaan; g) memperbaiki hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholders ); h) memperbaikihubungan dengan regulator;

i) meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan; j) peluang untuk mendapatkan penghargaan. Dalam praktik, faktor yang sangat berpengaruh terhadap implementasi CSR adalah bagaimana komitmen pimpinan perusahaan. Apabila komitmen pimpinan tinggi terhadap implementasi CSR, maka CSR akan berjalan dengan baik dan begitu sebaliknya. Pemimpin yang berkomitmen tinggi atas implementasi CSR, CSR biasanya diintegrasikan dalam perumusan strategi jangka panjang perusahaan karena CSR diyakini akan memberikan manfaat jangka panjang, baik perusahaan maupun para pemangku kepentingan. Selain itu, faktor lain yang berpengaruh atas implementasi CSR adalah ukuran dan kematangan perusahaan serta regulasi dan sistem perpajakan. Bagi perusahaan dengan ukuran atau skala besar dan sudah matang, CSR tidak akan menjadi beban. Sebaliknya, perusahaan kecil dengan keuntungan yang kecil pula dan belam matang, pelaksaan CSR dirasakan akan sangat membebani. Insentif dan fasilitas perpajakan yang diberikan oleh pemerintah juga akan sangat berpengaruh terhadap implementasi CSR. Insentif dan fasilitas perpajakan akan mendorong perusahaan untuk meningkatkan program CSR, karena CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan secara tidak langsung juga telah membantu tugas pemerintah di bidang sosial. 2. Pengaturan CSR Berdasarkan pada praktik yang berjalan, di Indonesia sebetulnya sudah banyak perusahaan yang mengimplementasikan program CSR, meskipun dengan bentuk dan sasaran yang sangat beragam. Hal ini merupakan gejala positif di lingkungan bisnis dan sekaligus menunjukkan bahwa perusahaan tidak semata-mata mengejar laba, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Apabila melihat fakta seperti ini, kewajiban melakukan CSR yang diatur dalam UUPT mestinya tidak menimbulkan persoalan. Dengan ditetapkan menjadi suatu kewajiban dalam undang-undang, ada sekelompok pengusaha yang mempertanyakan dan merasa khawatir. Apabila ditelusuri, upaya pengaturan mengenai CSR di Indonesia sebetulnya sudah cukup dilakukan. Pengaturan tersebut antara lain diwujudkan dalam berbagai bentuk instrumen hukum, baik dari tingkat menteri, Presiden, maupun undang-undang. Di bawah ini akan diuraikan berbagai instrumen hukum yang mengatur mengenai pelaksanaan CSR. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 90 Tahun 1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Bantuan yang Diberikan untuk Pembinaan Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I. Pasal 2 angka 1 Keppres tersebut menentukan: Wajib Pajak Badan maupun orang pribadi dapat membantu sampai dengan setinggi-tingginya dua persen dari laba atau penghasilan setelah Pajak Penghasilan yang diperolehnya dalam satu tahun pajak untuk pembinaan Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I. Kemudian, ketentuan di atas diubah dengan Keppres Nonror 92 Tahun 1996 menjadi: Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi wajib memberikan bantuan untuk pembinaan Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 sebesar dua persen dari laba atau penghasilan setelah Pajak Penghasilan dalam satu tahun pajak. Perbedaan rumusan di atas tampak pada kata dapat pada Keppres Nomor 90 Tahun 1995 dan diganti menjadi wajib pada Keppres Nomor 92 Tahun 1996. Selanjutnya, kedua Keppres di atas dicabut dengan Keppres Nomor 98 Tahun 1993. Khusus untuk BUMN, dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN ditentukan bahwa: Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah: e. turut aktif menrberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Dalam rangka melaksanakan UU tentang BUMN, Menteri BUMN mengeluarkan

Keputusan Menteri BUMN Nonror: Kep236/MBU/2003, yang antara lain mengatur agar BUMN menyelenggarakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Kemudian, melalui Surat Edaran Menteri BUMN Nomor: SE-433/MBU/2003 ditegaskan bahwa setiap BUMN disyaratkan membentuk unit tersendiri yang bertugas secara khusus menangani PKBL. Pada tahun 2007 ada 2 UU yang mengatur mengenai tanggung jawab sosial (CSR), yaitu Undang-Undang Nornor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalarn Pasal 15 huruf b UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pasar Modal ditentukan bahwa Setiap penanarn modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Kemudian, dalam Pasal 17 UU tersebut juga ditentukan bahwa Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan. Pasal 34 UU tersebut menentukan bahwa Badan usaha atau usaha perseorangan yang tidak memenuhi kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial akan dikenai sanksi administratif. Mengenai CSR dalam UU PT hanya diatur dalam 1 pasal dan substansinya pun sangat sumir, yaitu Pasal 74 dan akan ditur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Istilah yang digunakan dalam UU PT adalah tanggung jawab sosial dan lingkungan. Secara lengkap Pasal 74 UU PT menentukan: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sehagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sesuai dengan penjelasan Pasal 74 UU PT, ketentuan mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ditujukan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Ada 2 kategori perseroan yang terkena ketentuan ini, yaitu Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam dan/atau Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam. Yang dimaksud dengan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. Sedangkan yang dimaksud dengan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. Seperti diungkapkan di atas, pengaturan mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam UU PT sangat sumir. Dalam konteks ini, diharapkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pelaksanaan Pasal 74 mengatur secara jelas mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan. Misalnya, apakah semua perseroan yang bergerak di bidang sumber daya alam akan diwajibkan semua atau disesuaikan dengan UU Penanaman Modal, yang diwajibkan adalah perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam yang tidak terbarukan. Kemudian, apakah dalam PP akan ditentukan mengenai besaran (persentase) yang harus dibebankan pada

Perseroan terkait dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan atau biarkan tidak diatur tetapi diserahkan pada kemampuan perseroan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran, dan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka memperjelas pengaturan mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan. C. KESIMPULAN Pengaturan mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam UU PT memang sempat menimbulkan kontroversi. Namun, kontroversi ini akan hilang dan malah menjadi positif apabila ada aturan main yang jelas agar Perseroan terdorong untuk mengimplementasikan CSR. Tanpa ada aturan main yang jelas, bisa saja terjadi CSR justru dimanfaatkan sebagai lahan untuk memperoleh pendapatan baru. Terlepas dari kontroversi tersebut, apabila CSR. dilaksanakan dengan baik, akan banyak manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat, perseroan itu sendiri, maupun pemerintah. D. DAFTAR PUSTAKA A. Partomuan Pohan, Beberapa Perubahan yang Perlu Dicermati Dalam RUUPT, Paper yang disampaikan pada acara Rapat Pleno Ikatan Notaris Indonesia, Medan, 30 Maret 2007. Budi Arjono, Menelisik Konsep CSR Dalam UU PT, Majalah Ombudsman, Edisi No. 94/Tahun VII/September 2007, hal. 34-35. Majalah Trust, No. 41 Tahun V, 30 Juli - 5 Agustus 2007. Pieter E. Latumeten, Proses Pendirian PT Sebagai Badan Hukum yang Sempurna (Direksi Tidak Wajib Mengumumkan Dalam BN/TBNRI dan Mendaftarkan Dalam Daftar Perusahaan Menurut UU 3/1982), Majalah Renvoi, Nomor 4.52.V, 3 September 2007. Ratnawati W. Prasodjo, Overview dan Perbedaan Prinsip Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas Tahun 1995 dan 2007 dan Dampaknya pada Perusahaan dan Dunia Usaha, Bahan Seminar yang Disampaikan pada Seminar Sehari Dampak Revisi Undang-Undang Perseroan Terbatas, IAI, 30 Agustus 2007, Intercontinental Jakarta Midplaza. Syamsudin Manan Sinaga, Penyederhanaan Prosedur Pengesahan Perseroan Terbatas Dalam Rangka Menggairahkan Iklim Investasi di Indonesia, Paper yang disampaikan pada acara Rapat Pleno Ikatan Notaris Indonesia, Medan, 30 Maret 2007. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.