PERKEMBANGAN DAN HUBUNGAN DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Jawa Timur Tahun Anggaran )

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia telah memulai babak baru dalam kehidupan bermasyarakat sejak

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya flypaper effect pada

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

Transkripsi:

Departemen Pendidikan Nasional Universitas Lampung JL. Soemantri Brojonegoro 1 Bandar Lampung PERKEMBANGAN DAN HUBUNGAN DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH ( Studi Kasus Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung ) Oleh Nama : Repi Tresiana Npm : 0011021088 Konsentrasi : Ekonomi Publik dan Fiskal Jurusan : Ekonomi Pembangunan Pembimbing I : Marselina, S.E., M.P.M. Pembimbing II : M.A. Irsan Dalimunthe, S.E. FAKULTAS EKONOMI JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2008

1 I. PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang Perubahan masa pemerintahan dari masa Orde Baru menjadi Orde Reformasi, membawa dampak yang sangat besar terhadap sistem pemerintahan di Indonesia. Salah satu perubahan yang dihasilkan adalah sistem pemerintahan yang pada masa Orde Baru menganut sistem sentralisasi dimana segala kebutuhan pemerintah termasuk kebutuhan daerah dan pemenuhannya dikelola oleh pusat, maka kini di Orde Reformasi segala kebutuhan pemerintah termasuk kebutuhan daerah serta pemenuhannya diatur oleh daerah masing-masing yang dikenal dengan otonomi daerah. Otonomi daerah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat di daerah yang selama ini dirasakan kurang terpenuhi karena sistem yang memusat yaitu sistem top-down sehingga kebijakan yang digulirkan ke daerah tidak sesuai dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat di daerah. Dalam pelaksanaannya tentu diperlukan aturan-aturan yang jelas sehingga tujuan dari keberadaan otonomi daerah itu sendiri bisa tercapai. Sebagai dasar hukum dan landasan untuk pelaksanaan otonomi daerah pemerintah menerbitkan Undang-undang Nonor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan

2 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut Undang-undang tersebut pasal 1 ayat (5) dan ayat (6), Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonomi, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menginginkan, Otonomi Daerah dilaksanakan dengan lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokratis, peran masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah. Sebagai acuan untuk melaksanakan otonomi daerah tersebut perlu memperhatikan prinsip pelaksanaan otonomi daerah yaitu dilaksanakan secara luas, nyata, dan bertanggung jawab, maka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah akan semakin banyak dilimpahkan kepada daerah, hal ini menjadikan peranan keuangan daerah semakin penting dan menentukan, karena daerah dituntut untuk

3 semakin aktif dalam memobilisasi dan mengelola sumber dananya sendiri secara efisien, disamping mengelola dana yang diterima dari pemerintah pusat. Pengelolaan keuangan daerah sendiri diatur secara terperinci di dalam Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, pasal (1), Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah suatu sitem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transfaran dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan daerah penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantu. Berdasarkan undang-undang tersebut, pengelolaan keuangan daerah dituntut adanya keadilan antar-daerah, sesuai dengan proporsinya, dan adanya transparansi atau keterbukaan pemerintah di dalam proses pembuatan kebijakan tentang keuangan daerah serta partisipasi dari masyarakat, sehingga publik dan pihak-pihak yang terkait seperti DPRD dapat mengetahui, mengkaji, dan memberikan masukan serta mengawasi pelaksanaan kebijakan publik yang tertuang di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 pasal 1, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rencana keuangan

4 tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Dana Perimbangan merupakan sumber penerimaan dalam rangka transfer dana dari pemerintah pusat yang diambil dari APBN. Bagian dari dana perimbangan adalah Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian dana transfer DAU dan DAK oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersumber dari APBN, bertujuan untuk membantu keuangan daerah dalam pelaksanaan kegiatan rumah tangganya. Pada prakteknya, transfer dari pusat merupakan dana utama Pemda untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari yang oleh pemda dilaporkan dalam APBD. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi jika tidak mungkin menghilangkan kesenjangan fiskal antar daerah. Menurut Halim ( 2002a) bahwa pemda kabupaten/kota di Pulau Jawa Bali memiliki kemampuan keuangan yang berbeda dengan pemda Kabupaten/Kota di luar Pulau Jawa-Bali. Pulau Sumatera adalah pulau yang berada di sebelah barat kepulauan di Indonesia yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan Pulau Jawa. Dan Lampung adalah salah satu Propinsinya.

5 Untuk mengetahui pendapatan Pemda Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1. Pendapatan Pemda Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung Tahun Anggaran 2005-2006. (Rp.000,-) NO Kabupaten/Kota 2005 2006 1 Lampung Barat 243.670.456 376.621.284 2 Tanggamus 380.470.651 568.770.219 3 Lampung Selatan 473.201.790 722.983.047 4 Lampung Timur 431.458.363 633.519.793 5 Lampung Tengah 443.858.532 694.245.953 6 Lampung utara 326.192.110 526.206.751 7 Way Kanan 233.940.947 343.840.669 8 Tulang Bawang 307.601.895 508.257.841 9 Bandar Lampung 393.519.346 595.004.848 10 Metro 198.640.947 271.454.597 Sumber : Badan Pusat Statistik ( BPS ) Popinsi Lampung tahun 2006. Dari data di atas dapat dilihat dari tahun 2005-2006 pendapatan di masing-masing daerah mengalami peningkatan. Di tahun 2005 Lampung Selatan yang memiliki pendapatan tertinggi yaitu sebesar Rp. 473.201.790.000,- sedangkan yang terendah adalah Kota Metro hanya sebesar Rp. 198.640.947.000,- Bandar Lampung sendiri sebagai ibu kota Propinsi memiliki pendapatan sebesar Rp. 393.519.346.000,-. Di tahun 2006 Kabupaten Lampung Selatan tetap yang tertinggi yaitu sebesar Rp. 722.983.047.000,-untuk yang terendah tetap sama yaitu Kota Metro sebesar Rp. 271.454.597.000,-. Untuk melihat Penerimaan DAU dan PAD Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :

6 Tabel 2. Bagian PAD dan DAU Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung tahun 2005-2006. (Rp.000,-) N Kabupaten /Kota PAD DAU O 2005 2006 2005 2006 1 Lampung Barat 6.195.941 11.215.887 165.705.000 259.182.000 2 Tanggamus 10.872.112 15.038.624 285.091.000 448.288.000 3 Lampung Selatan 15.937.350 19.101.375 337.196.000 532.654.000 4 Lampung Timur 7.499.519 16.137.121 282.847.000 445.966.497 5 Lampung Tengah 11.101.704 14.215.610 331.429.000 549.303.000 6 Lampung utara 8.489.554 11.406.398 225.960.000 368.683.000 7 Way Kanan 2.585.982 8.550.638 154.730.000 233.913.000 8 Tulang Bawang 5.313.907 8.340.166 224.124.000 362.113.000 9 Bandar Lampung 46.513.716 46.137.259 264.715.000 421.911.000 10 Metro 12.899.125 17.543.355 128.166.080 178.609.000 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Lampung tahun 2006. (Data Diolah ) Dari data di atas tahun 2005 penerimaan DAU terendah adalah kota Metro yaitu sebesar Rp. 128.166.080.000,- dan penerimaan tahun 2006 untuk penerimaan DAU terendah masih kota metro yaitu Rp. 178.609.000.000,-. untuk penerimaan DAU tahun 2005 terbesar diterima oleh Kabupaten Lampung Selatan dan di tahun 2006 DAU terbesar diterima oleh Kabupaten Lampung Lampung Tengah. Untuk Perkembangan PAD daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung total peningkatan adalah 639,53 % dengan rata-rata peningkatan sebesar 63,95 % sedang peningkatan PAD tertinggi terjadi di kabupaten Way Kanan yaitu sebesar 230,65% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp. 5.964.656.000,- dan terbesar kedua adalah Kabupaten Lampung Timur yaitu sebesar 115, 17 % dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp. 8.637.602.000,-. Daerah yang PAD nya menurun adalah kota Bandar Lampung sebesar 0,8 % dari PAD sebelumnya yaitu berkurang sebesar Rp. 376.457.000,-.

7 Sedangkan untuk perkembangan DAU, total peningkatannnya adalah 569,63% dengan rata-rata peningkatan sebesar 56,96 % untuk peningkatan DAU tertinggi diperoleh Kabupaten Lampung Tengah yaitu meningkat sebesar 65,73 % dari tahun lalu atau sebesar Rp.217.874.000.000,- sedangkan penngkatan DAU terendah dialami oleh Kota Metro yang hanya meningkat sebesar 39,35% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp.50.442.920.000,- Untuk lebih jelasnya perkembangan PAD dan DAU seluruh Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung dapat di lihat pada table 3 berikut: Tabel 3. Perkembangan PAD dan DAU Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung tahun 2005-2006. (Rp.000,-) No Kabupaten/Kota Peningkatan PAD % Peningkatan DAU % 1 Lampung Barat 5019946 81.01 93.477.000 56.41 2 Tanggamus 4166512 38.32 163.197.000 57.24 3 Lampung Selatan 3164025 19.85 195.458.000 57.96 4 Lampung Timur 8637602 115.17 163.119.497 57.67 5 Lampung Tengah 3113906 28.04 217.874.000 65.73 6 Lampung utara 2916844 34.35 142.723.000 63.16 7 Way Kanan 5964656 230.65 79.183.000 51.17 8 Tulang Bawang 3026259 56.94 137.989.000 61.56 9 Bandar Lampung -376457-0.8 157.196.000 59.38 10 Metro 4644230 36.00 50.442.920 39.35 Rata-rata 63.95 56,96 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Lampung tahun 2006. (Data Diolah ) Dari Tabel. 3 di atas dapat dilihat nilai peningkatan PAD masing-masing daerah lebih rendah dari nilai peningkatan DAU. Dari Tahun Anggaran 2005 ke Tahun

8 Anggaran 2006 DAU dan PAD pada masing-masing daerah mengalami peningkatan. Bandar lampung adalah kota yang menghasilkan PAD terbesar di tahun 2005 dan 2006 meskipun pada tahun 2006 mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar Rp.376.457.000,- atau sebesar -0.8 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan Kabupaten/Kota penghasil PAD terendah adalah Kabupaten Way Kanan yaitu hanya sebesar Rp. 2.585.982.000,- dan daerah terendah kedua adalah Kabupaten Tulang Bawang dengan PAD sebesar Rp. 5.313.907.000,-, Pada DAU daerah penerima DAU terbesar di tahun 2005 adalah Kabupaten Lampung Selatan yaitu sebesar Rp. 337.196.000.000,- dan DAU terendah di terima oleh Kota Metro sebesar Rp.128.166.080.000,-sedangkan penerimaan tahun 2006 untuk penerima DAU terbesar adalah Kabupaten Lampung Tengah sebesar Rp.549.303.000.000,- dan daerah yang terendah menerima DAU masih Kota Metro yaitu sebesar Rp.178.609.000.000,- dengan peningkatan di tahun sebelumnya sebesar 39,35%. Untuk Perkembangan PAD daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung total peningkatan adalah 639.53% dengan rata-rata peningkatan sebesar 63.95% Peningkatan PAD tertinggi terjadi di Kabupaten Way Kanan yaitu sebesar 230.65% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp. 5.964.656.000,- dan terbesar kedua adalah Kabupaten Lampung Timur yaitu 115.17 % dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp.8.637.602.000,-. Daerah yang PAD nya menurun adalah kota Bandar lampung, menurun 0.8% dari PAD sebelumnya yaitu berkurang sebesar Rp. 376.457.000,-.

9 Perkembangan DAU,total peningkatannya adalah 569.63% dengan rata-rata mengalami peningkatan sebesar 56,96%. Untuk peningkatan DAU tertinggi diperoleh Kabupaten Lampung Tengah yaitu meningkat sebesar 65,73% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp. 217.874.000.000,- sedangkan peningkatan DAU terendah di alami oleh Kota Metro yaitu hanya meningkat sebesar 39,35% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp. 50.442.920.000,. DAU dan PAD adalah sebagian sumber dana yang digunakan untuk Belanja Daerah dalam rangka memenuhi kebutuhan daerahnya. Besarnya dana Belanja daerah seluruh Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung tahun Anggaran 2005-2006 dapat dilihat pada Tabel. 4 dan Tabel. 5 berikut: Tabel 4. Dana Belanja Daerah seluruh Kabupaten/ Kota di Propinsi Lampung tahun Anggaran 2005 (Rp.000,-) BELANJA Kabupaten/Kota Aparatur Daerah Pelayanan Publik Bagi hasil dan Tidak Tersangka TOTAL bantuan keu Lampung Barat 78.867.111 148.357.893 11.584.593 404.901 239.214.498 Tanggamus 62.398.989 275.892.576 17.066.265 779.600 356.137.430 Lampung Selatan 84.361.446 320.227.873 15.846.531 0 420.435.850 Lampung Timur 99.067.600 240.959.487 53.475.344 715.000 394.217.431 Lampung Tengah 97.369.225 288.621.359 57.531.126 1.727.832 445.249.542 Lampung utara 72.855.505 218.152.391 15.330.398 1.593.807 307.932.101 Way Kanan 70.798.316 111.279.602 21.494.037 312.800 203.884.754 Tulang Bawang 95.321.090 184.283.255 16.743.673 859.660 297.207.678 Bandar Lampung 65.653.979 316.486.106 26.625.121 1.551.171 410.316.377 Metro 66.228.947 106.399.084 11.602.021 163.400 184.393.452 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Lampung tahun 2006.

10 Data Belanja daerah pada tahun anggaran 2006 di atas menunjukkan pengeluaran Belanja Daerah di seluruh Kabupaten /Kota di Propinsi Lampung didominasi pada Belanja Pelayanan Publik. Pada tahun anggaran 2005, Lampung tengah memiliki jumlah Belanja terbesar yaitu sebesar Rp. 445.249.542.000,-sedangkan daerah yang memiliki Belanja Daerah terkecil adalah kota Metro yaitu sebesar Rp.184.393452.000,- Tabel 5. Dana Belanja Daerah Pemda Kabupaten/ Kota di Propinsi Lampung tahun Anggaran 2006 (Rp.000,-) Kabupaten/Kota Aparatur Daerah Pelayanan Publik BELANJA Bagi hasil dan bantuan keu Tidak Tersangka TOTAL Lampung Barat 91.958.438 219.990.886 20.661.678 1.203.477 333.814.480 Tanggamus 94.460.844 408.244.740 33.443.040 599.883 536.748.507 Lampung Selatan 128.778.180 442.412.547 69.073.390 1.924.116 642.188.233 Lampung Timur 138.910.676 364.083.039 45.517.786 100.000 584.611.501 Lampung Tengah 141.788.752 482.559.824 68.138.782 8.538.409 701.025.767 Lampung utara 86.583.913 397.234.956 20.682.589 1.1517.639 506.019.097 Way Kanan 102.817.900 162.882.016 16.438.865 100.000 282.238.781 Tulang Bawang 163.275.490 278.928.781 59.123.382 488.019 501.815.672 Bandar Lampung 65.757.762 445.720.321 25.762.464 748.046 537.988.593 Metro 91.228.557 144.883.940 21.692.401 506.470 258.316. 368 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Lampung tahun 2006. Data Belanja daerah pada tahun anggaran 2006 di atas menunjukkan pengeluaran untuk belanja daerah di seluruk Kabupaten /Kota di Propinsi Lampung masih didominasi untuk belanja Pelayanan Publik.

11 Dapat dilihat di tahun anggaran 2006 Lampung Tengah masih menjadi daerah yang memiliki Belanja Daerah terbesar yaitu sebesar Rp.701.025.767.000,- dan untuk daerah yang memiliki Belanja Daerah Terkecil masih Kota Metro yaitu sebesar Rp.258.316.368.000,-. Untuk melihat lebih jelas peningkatan dari Belanja Daerah di seluruh Kabupaten/Kota di Lampung dapat dilihat pada Tabel.6 di bawah ini : Tabel 6. Dana Belanja Daerah seluruh Kabupaten/ Kota di Propinsi Lampung tahun Anggaran 2006 (Rp.000,-) No. Kabupaten/Kota Peningkatan % 1 Lampung Barat 94.599.982 28.33 2 Tanggamus 180.611.077 33.64 3 Lampung Selatan 221.752.383 34.53 4 Lampung Timur 190.394.070 32.56 5 Lampung Tengah 255.776.225 36.48 6 Lampung utara 198.086.996 39.14 7 Way Kanan 78.354.027 27.76 8 Tulang Bawang 204.607.994 40.77 9 Bandar Lampung 127.672.216 23.73 10 Metro 73.922.916 28.61 Rata-rata 32,55 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Lampung tahun 2006 ( Data Diolah) Data diatas menunjukkan belanja daerah Kabupaten/ Kota di propinsi Lampung. Pada tahun anggaran 2005 Lampung Tengah memiliki jumlah Belanja Daerah tertinggi yaitu sebesar Rp. 445.249.542.000,- begitu juga di tahun anggaran 2006 yaitu sebesar Rp. 701.025.767.000,-, naik 36,43% dari tahun sebelumnya.

12 Sedangkan untuk daerah yang memiliki jumlah Belanja Daerah terkecil di tahun anggaran 2005 adalah Kota Metro, sebesar Rp. 184.393.452.000,- di tahun anggaran 2006 Kota metro masih memiliki jumlah Belanja Daerah terkecil di bandingkan dengan daerah yang lain yaitu sebesar Rp. 258.316. 368.000,- yang hanya naik 28,61% dari tahun 2005. Perkembangan atau peningkatan dari Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung totalnya mencapai 325.55% dengan rata-rata peningkatan adalah 32,55%. Peningkatan Belanja Daerah yang tertinggi terjadi di Kabupaten Tulang Bawang sebesar Rp. 204.607.994.000,- atau 40.77% dari tahun sebelumnya. Dari perkembangan DAU dan PAD serta Belanja Daerah seperti yang telah diuraikan di atas dapat dilihat bahwa peningkatan DAU dan PAD yang masing-masing rata-rata peningkatannya adalah 56,96% dan 63,95% lebih besar dari peningkatan Belanja Daerah yang rata-rata peningkatannya hanya 32,55% atau kurang lebih setengah dari peningkatan DAU dan PAD. Pada penelitian- penelitian terdahulu telah banyak mengangkat permasalahan transfer ini di Amerika Serikat, persentase dari seluruh pendapatan mencapai 50% untuk pemerintahan federal dan 60% untuk pemerintahan daerah (Fisher,1996). Khususnya di daerah Winconsin di ASsebesr 47% pendapatan pemda berasal dari transfer pusat ( Deller et al, 2002). Di Afrika selatan, persentase transfer pemerintah pusat terhadap pengeluaran Pemda adalah 85%, di Nigeria 67%-95%, dan di

13 Meksiko 70%-90%. Di Indonesia, dimana transfer pusat disebut sebagai DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBD. Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja pemerintah Daerah di Pulau Jawa dan Bali telah diteliti dan menghasilkan analisis bahwa ketika tidak digunakan Lag, pengaruh PAD terhadapa Belanja Daerah lebih kuat dari pada DAU, tetapi dengan di gunakan lag, pengaruh DAU terhadap Belanja Daerah justru lebih kuat dari pada PAD (Sukri dan Halim, 2004). Analisis yang dilakukan oleh Suudi,2001, menyimpulkan bahwa DAU merupakan salah satu dana dari pemerintah pusat untuk pemerintah daerah yang digunakan untuk kegiatan baik pemerintahan maupun pembangunan. Besarnya DAU yang diterima untuk pembangunan daerah dirasa sangat membantu dalam menunjang pelaksanaan pembangunan dan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pelayanan umum di kota Bandar lampung. Dalam penelitian Ratnawati,2001 tentang analisis PAD Dalam Menghadapi otonomi daerah di Propinsi Lampung, dana bantuan dari pemerintah pusat merupakan sumber penerimaan yang dominant dari PAD dalam rangka membiayai pengeluaran daerah. PAD Propinsi Lampung memiliki peranan rata-rata sebesar 71,21% dalam membiayai pengeluaran rutin daerah tersebut.

14 Berdasarkan latar belakang dan paparan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti Bagaimanakah pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah Pemda Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung pada tahun Anggaran 2005-2006. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah : Bagaimanakah Hubungan DAU, PAD dan Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung tahun Anggaran 2005-2006 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah 1. Untuk mengetahui Bagaimana Hubungan DAU, PAD dan Belanja Pemerintah Kabupten/Kota di Propinsi Lampung tahun Anggaran 2005-2006 2. Memberikan gambaran tentang DAU, PAD dan Belanja Daerah di propinsi Lampung tahun anggaran 2005-2006 agar pengelolaan kekayaan daerah bisa lebih baik lagi 1.4 Kerangka Pemikiran Sesuai dengan pengertian otonomi daerah pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, bahwa daerah menerima kewenangan untuk mengatur dan mengurus

15 kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat yang harus sesuai dengan peraturan perundang undangan. Daerah adalah bagian dari pemerintahan pusat, sehingga hubungan antara daerah dan pusat tidak terpisahkan, begitu juga dengan aliran dana dari pusat ke daerah dalam bentuk perimbangan keuangan sebagai konsekuensi pusat dalam menyelenggarakan pemerintahannya. Untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah pusat memberikan dana Perimbangan yang terdiri dari DAU dan DAK dan bagian daerah dari bagi hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Di samping dana perimbangan ini pemerintah daerah memiliki sumber penerimaan sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah ( PAD), pembiayaan dan lain-lain pendapatan yang sah. Dan sudah seharusnya sumber pembiayaan tersebut dapat digunakan secara efektif dan efisien. DAU adalah dan transfer dari pusat untuk daerah dengan tujuan mengurangi kalaupun tidak dapat menghilangkan kesenjangan fiskal antar daerah. DAU juga merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai belanja daerah. PAD adalah sumber pendapatan daerah yang dapat digunakan untuk membiayai Belanja Daerah.

16 Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan kerangka skripsi sebagai berikut : DAU PAD BELANJA PEMERINTAH DAERAH 1. Belanja Aparatur Daerah 2. Belanja Pelayanan Publik 3. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan 4. Belanja Tidak Tesangka 1.5 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Berisi latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, kerangka pemikiran, sistematika penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi pengertian-pengertian, teori-teori tentang Otonomi Daerah dan Pemerintahan daerah, keuangan daerah, Penerimaan Daerah, Belanja Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). BAB III METODLOGI PENELITIAN Berisi Jenis dan Sumber Data, Alat Analisis BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Berisi analisis dan pembahasan dari permasalahan

17 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan ini serta saransaran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN