BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. 27 Dewasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Abrasi merupakan suatu lesi servikal pada gigi dan keadaan ausnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memuaskan. Meningkatnya penggunaan resin komposit untuk restorasi gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi yang telah lama digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik restorasi indirek maupun pasak. Dibandingkan semen konvensional, semen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin (SIKMR) ionomer kaca. Waktu kerja yang singkat dan waktu pengerasan yang lama pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ETSA & B ndinģ AgЁņT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas menunjukkan penyakit gigi menduduki urutan pertama (60% penduduk)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi pengunyahan, meningkatkan pengucapan dan memperbaiki estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencegah, mengubah dan memperbaiki ketidakteraturan letak gigi dan

dengan konsep minimal invasive dentistry, yaitu tindakan perawatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. Resin

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan sampai saat ini. 1,2,3 Resin komposit adalah suatu bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. terhadap restorasi estetik semakin banyak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melindungi jaringan periodontal dan fungsi estetik. Gigi yang mengalami karies,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian mengenai perbedaan kekuatan tarik antara adhesif semen dan

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. inovasi, salah satunya dengan ketersediaan bahan restorasi sewarna gigi (Giachetti

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah estetika yang berpengaruh terhadap penampilan dan menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tambahan dengan menggunakan sistem pasak dan inti untuk retorasi akhirnya. Pasak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk area yang memiliki daerah tekan yang lebih besar (Powers dan

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pergaulan, pasien menginginkan restorasi gigi yang warnanya sangat mendekati

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi mempunyai banyak fungsi antara lain fonetik, mastikasi, estetis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu tindakan restorasi gigi tidak hanya meliputi pembuangan karies

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga untuk mengembalikan fungsinya

Nicke R. R., dkk. : Pengaruh Agitasi dan Lama Pengeringan Udara ISSN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Komposit terus mengalami peningkatan kualitas dengan adanya bahan filler yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan dan tuntutan pasien akan bahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 14% pada awal perkembangannya tetapi selama zaman pertengahan, saat bangsa

BAB III METODE PENELITIAN. tentang Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding Total-Etch Terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. restorasi resin komposit tersebut. Material pengisi resin komposit dengan ukuran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasien untuk mencari perawatan (Walton dan Torabinejad, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. warna gigi baik karena faktor intrinsik ataupun ekstrinsik dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem adhesif dalam kedokteran gigi telah dipakai selama 30 tahun terakhir. Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat diandalkan dan bertahan lebih lama. 18 Sistem adhesif yang lebih baru menghasilkan kekuatan perlekatan yang tinggi pada dentin yang lembab dan kering, dengan pembuangan smear layer secara keseluruhan ataupun sebagian. Akan tetapi, kekuatan perlekatan dapat bervariasi tergantung pada kelembaban intrinsik dentin, daerah yang dietsa, dan bahan adhesifnya. 19 1. Sistem Adhesif Kata adhesif berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti melekatkan. Secara terminologi, adhesi adalah suatu proses interaksi zat padat maupun cair dari suatu bahan (adhesive atau adherent) dengan bahan yang lain (adherend) pada sebuah interface. Dental adhesion biasanya disebut juga dengan dental bonding. Kebanyakan keadaan yang berhubungan dengan dental adhesion akan melibatkan adhesive joint. Adhesive joint adalah hasil interaksi lapisan bahan intermediet (adhesive atau adherent) dengan dua permukaan (adherend) menghasilkan dua buah adhesive interface. Enamel bonding agent yang melekat di antara enamel yang dietsa dan bahan resin komposit, merupakan dental adhesive joint yang klasik. 2

Gambar 1. Skema adhesi dan adhesive joint dental 2 Perlekatan yang kuat bahan tumpatan pada dentin sulit didapatkan bila dibandingkan ke permukaan enamel meskipun telah dilakukan pengetsaan asam. Hal ini disebabkan adanya komponen tertentu yang dimiliki dentin seperti struktur tubulus dentin, kelembaban intrinsik dentin dan bersifat lebih hidrofilik dibanding enamel. 20 Beberapa faktor yang memberikan pengaruh pada perlekatan dentin antara lain komposisi dari dentin (dentin mengandung air lebih banyak 12%, kolagen 18% dan hidroksiapatit 70%), adanya cairan di dalam tubulus dentin, prosesus odontoblast yang terdapat pada tubulus dentin, jumlah dan lokasi dari tubulus dentin, serta keberadaan smear layer. Smear layer tersebut dapat menutup tubulus dentin dan berperan sebagai barrier difusi sehingga mengurangi permeabilitas dentin. 18

Permukaan dentin yang telah dietsa dapat dikeringkan dengan dua cara yaitu teknik wet-bonding dan dry-bonding. Teknik wet-bonding yaitu permukaan dentin dikeringkan dengan cara blotting sehingga permukaan dentin dalam kondisi lembab. Teknik dry-bonding yaitu permukaan dentin dikeringkan dengan semprotan udara yang menghasilkan permukaan dentin yang benar-benar kering. 10 Teknik wet-bonding mencegah perubahan yang timbul (kolapsnya kolagen) saat pengeringan dentin yang terdemineralisasi. Penggunaan bahan adhesif pada dentin yang lembab dimungkinkan oleh penggabungan solvent organik aseton atau etanol dalam primer atau adhesif. Karena solvent dapat menggantikan air dari permukaan dentin dan kolagen yang lembab, hal tersebut mendukung infiltrasi monomer resin ke dalam kolagen. Teknik wet-bonding meningkatkan kekuatan perlekatan karena air mempertahankan porositas kolagen untuk difusi monomer. 9 Penelitian in vitro yang telah dilakukan menyebutkan bahwa kondisi dentin yang basah dapat memberi pengaruh buruk dan dapat mengurangi kekuatan perlekatan bahan adhesif pada dentin, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kanca menunjukkan kekuatan perlekatan bahan adhesif dengan pelarut aseton secara signifikan lebih tinggi pada permukaan dentin yang basah daripada permukaan dentin yang kering. Tay et al menyebutkan bahwa bahan adhesif yang menggunakan primer berpelarut air pada permukaan dentin yang basah akan menimbulkan fenomena over-wet. 10 Banyak praktisi masih mengeringkan gigi yang telah dietsa untuk memeriksa enamel yang teretsa. Karena tidak mungkin mengeringkan enamel tanpa

mengeringkan dentin, kolagen dentin kolaps selama pengeringan udara, menyebabkan penutupan celah mikro dalam kolagen. 9 Jika dilakukan pengeringan udara pada dentin yang demineralisasi maka dapat mengakibatkan kolapsnya kolagen dan mencegah infiltrasi resin. 14 Adanya air dalam komposisi beberapa bahan adhesif dapat membasahkan serat kolagen sehingga membuka celah untuk infiltrasi resin primer. Oleh karena itu, adanya solvent organik dan air dapat menjadi dasar untuk infiltrasi beberapa adhesif ke dalam dentin yang terdemineralisasi. 9 Kanca cit. Yesilyurt membagi sistem adhesif menjadi dua jenis ditinjau dari tekniknya, yaitu sistem total-etching dan sistem self-etching. 19 Van Merbeek B et al. cit. Purnama Dewi membagi bahan adhesif berdasarkan jumlah tahap-tahap dalam aplikasi klinisnya yaitu total-etching three-step adhesive (generasi keempat), totaletching two-step adhesive (generasi kelima), self-etching two-step adhesive (generasi keenam) dan self-etching one-step adhesive (generasi ketujuh). 10 Perbedaan dari generasi-generasi bahan adhesif yang telah ada terletak pada perlakuan yang diberikan terhadap smear layer. 21 Self-etching telah diperkenalkan untuk mengurangi sensitivitas teknik dengan menyederhanakan langkah bonding 22, yaitu menggabungkan langkah conditioning dengan langkah infiltrasi monomer hidrofilik (priming). Demineralisasi jaringan keras gigi terbatas pada daerah infiltrasi monomer. Monomer self-etching yang lemah dengan ph 2 atau self-etching yang kuat dengan ph 0.8 sudah tersedia saat ini. Beberapa produk mengandung semua substansi yang digunakan untuk adhesi dalam satu kemasan (one-bottle system). 23 Keuntungan dan kerugian primer dengan bermacam solvent dapat dilihat pada tabel 1. 7

Tabel 1. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PRIMER DENGAN BERMACAM SOLVENT Solvent Keuntungan Kerugian Aseton Cepat kering Menguap dengan cepat setelah dikeluarkan, dapat menguap dari kemasan; sensitif pada kelembaban dentin; diperlukan lapisan yang multipel; menimbulkan bau Etanol/air Air Tanpa solvent Lebih lama menguap, kurang sensitif pada kelembaban dentin Lambat menguap, tidak sensitif pada kelembaban dentin Tidak diperlukan pengeringan, diperlukan satu lapisan Diperlukan waktu pengeringan yang lebih lama Diperlukan waktu pengeringan yang lama; air dapat menghalangi adhesif jika tidak dihilangkan Ketebalan lebih tinggi Sistem adhesif generasi ke-7 menggunakan sistem self-etching sebagai karakteristik utamanya, yaitu sistem one-step self-etching. Sistem adhesif ini disebut juga dengan all-in-one adhesive system, 10 ketiga langkah etsa, priming, dan bonding resin telah digabung, 16,22 dalam satu kemasan dengan air, etanol atau aseton. 16 Aplikasi dari asam primer menyebabkan demineralisasi dentin dan penetrasi adhesif. 22 Air dan monomer hidrofilik merupakan komponen penting yang akan menghasilkan ion hidrogen yang diperlukan untuk melarutkan dan mendemineralisasi gigi. 16 Etanol dan/atau aseton juga mendukung kelarutan monomer resin. 22 Untuk mendapatkan perlekatan ke dentin yang stabil, sistem adhesif self-etch harus berpenetrasi melewati smear layer ke dalam dentin. Sistem adhesif one-step self-etching mengandalkan demineralisasi sebagian dari permukaan dentin oleh monomer asam untuk menghilangkan smear layer serta mengekspos serat kolagen

untuk penetrasi monomer resin. Efek pengetsaan sistem adhesif one-step self-etching berhubungan dengan interaksi monomer fungsional asam dengan komponen mineral substrat gigi, dan membentuk kesatuan antara permukaan gigi dan adhesif oleh demineralisasi yang simultan dan penetrasi resin. Sistem adhesif one-step self-etching harus mengandung air serta monomer hidrofilik yang larut terhadap air seperti 2- hidroksietil metakrilat (HEMA), sehingga monomer asam dapat penetrasi ke dalam dentin yang hidrofilik. Kedalaman demineralisasi selama aplikasi adhesif tergantung pada tipe monomer asam, konsentrasinya, dan lamanya aplikasi serta komposisi dentin. 24 Gambar 2 : Bonding resin pada dentin dengan teknik selfetch 9 Sistem adhesif one-step self-etching adalah alternatif sistem adhesif yang menguntungkan untuk restorasi karena dapat digunakan dengan mudah dan dirancang untuk digunakan pada dentin yang kering 25,26 Walaupun tidak bisa mendapatkan dentin yang kering, permukaan dentin dapat dikeringkan setelah preparasi kavitas. 25

Tujuan aplikasi bahan adhesif one-step self-etching adalah untuk memudahkan prosedur restorasi dengan mengurangi langkah-langkah yang dibutuhkan dalam prosedur bahan adhesif. 26 Keuntungan lain dari sistem adhesif one-step self-etching yaitu sistem adhesif ini tidak teretsa terlalu jauh ke dalam dentin di bawah smear layer. 25 Pada sistem ini, smear layer tidak disingkirkan sehingga sensitivitas postoperative, yang disebabkan infiltrasi resin yang tidak sempurna pada tubulus dentin, dapat dikurangi. 25,26 Secara klinis, sistem one-step self-etching ini tidak hanya mengurangi jumlah tahap aplikasi, tetapi juga menghilangkan beberapa sensitivitas teknik dari sistem total-etching. 26 Meskipun lapisan hybrid dangkal, kekuatan perlekatan resin ke dentin sangat tinggi. 25 Pada umumnya sistem adhesif one-step self-etching atau sistem all-in-one memiliki kemampuan perlekatan yang lebih lemah dibandingkan sistem adhesif lain. Hal ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, asam, monomer hidrofilik dan hidrofobik, solvent organik, dan air digabung bersama dalam satu atau dua botol ini mempengaruhi fungsi dan efisiensi komponen ini menjadi buruk. Kedua, konsentrasi solvent yang tinggi. Ketiga, kadar air yang tinggi dan viskositas yang rendah menyebabkan lapisan adhesif yang tebal selama light cured. Keempat, kemungkinan beberapa solvent yang tersisa (air), mengganggu polimerisasi resin. Kelima, sifat hidrofilik yang tinggi setelah polimerisasi, membuatnya berperan seperti membran yang permeabel. 22 Pada sistem adhesif one-step self-etching, solvent dan monomer fungsional biasanya 50% dari adhesif. Maka konsentrasi monomer hidrofobik cross-linking berkurang drastis. Oleh karena kekuatan mekanis bahan adhesif diberikan oleh

polimerisasi monomer cross-linking, monomer hidrofobik yang lebih sedikit terdapat pada permukaan gigi setelah aplikasi bahan adhesif ini mengganggu kekuatan perlekatan. 22 Tokuyama Bond Force memiliki ph sebesar 2,3 sehingga dikelompokkan sebagai self-etch yang ringan. Kemampuan self-etch yang lebih ringan untuk bereaksi secara kimia dengan kristal hidroksiapatit di dalam smear layer yang terdemineralisasi sebagian dapat dipertimbangkan. Di samping itu, monomer selfreinforcing Bond Force diperlukan untuk memberikan lapisan adhesif yang lebih kuat yang dapat menghasilkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi. 27 Reis et al cit. Shafiei et al melaporkan bahwa pengurangan kekuatan perlekatan secara signifikan pada dentin terjadi dengan pembuangan solvent organik (etanol atau aseton) pada dua macam sistem adhesif. Berkurangnya kekuatan perlekatan ini ditandai dengan penetrasi monomer yang tidak sempurna ke dalam dentin yang terdemineralisasi dan penggantian air mungkin mengakibatkan pengenceran komponen resin, yang mengurangi derajat polimerisasi serta kekuatan perlekatan. 22 Pengetsaan pada ujung enamel rod menghasilkan keuntungan yang besar. Desain margin enamel dengan bevel 45 derajat merupakan desain yang paling umum digunakan. Desain ini melindungi struktur gigi yang banyak dan mengekspos ujung enamel rod. Jika dibandingkan dengan desain 90 derajat, desain dengan bevel 45 derajat memberikan penutupan yang lebih baik untuk enamel. 6 Penelitian terdahulu pernah mengevaluasi efek dari aplikasi multipel dari selfetching atau self-priming adhesives. Meskipun dianjurkan teknik aplikasi double dari

bahan adhesif untuk menambah kemampuan perlekatannya, tidak ada keuntungan signifikan yang dilaporkan dari teknik aplikasi ini. Efek dari ketebalan lapisan adhesif terhadap kekuatan perlekatan tergantung pada bahan adhesif itu sendiri. 26 Meskipun ketebalan lapisan adhesif mempengaruhi kekuatan perlekatan, namun hal ini dapat ditanggulangi dengan memperpanjang waktu pengeringan udara pada bahan adhesif. 17 Agitasi yang lemah dari bahan adhesif dapat meningkatkan difusi ke dentin yang terdemineralisasi, terutama bahan adhesif dengan viskositas yang lebih tinggi. Agitasi yang kuat harus dihindari karena solvent yang tersisa akan berperan sebagai penghambat dan memberi efek buruk pada perlekatan. 28 IIjima et al menyatakan bahwa bertambahnya waktu aplikasi dan agitasi tidak menambah shear bond strength secara signifikan. Miyazaki et al cit IIjima et al meneliti shear bond strength pada enamel jika self-etching bonding diaplikasikan dengan dan tanpa agitasi, dan melaporkan bahwa kekuatan perlekatan ke enamel bertambah dengan agitasi pada Imperva Fluorobond, MacBond II dan Unifil Bond. Tetapi, tidak ditemukan adanya perbedaan signifikan untuk Clearfil SE Bond. 29 Shah et al menyatakan bahwa agitasi tidak menambah shear bond strength secara signifikan pada enamel yang kering tapi memberikan pengaruh pada dentin yang basah. 30 Bianco et al menyatakan bahwa pada dentin yang kering kekuatan perlekatan paling tinggi didapatkan ketika dilakukan agitasi yang kuat pada dentin. Ketika dentin dalam keadaan lembab, agitasi yang lemah dan kuat menghasilkan kekuatan perlekatan yang tinggi. 31 Ostby et al cit. IIjima et al melaporkan bahwa bertambahnya waktu aplikasi dari Transbond Plus self-etching primer dari 3 detik menjadi 16 detik tidak

menambah shear bond strength secara signifikan. Velasquez et al cit IIjima et al menyatakan bahwa shear bond strength dengan waktu aplikasi self-etching primer untuk 30 detik secara signifikan lebih tinggi dari 10 detik. 29 Di samping pentingnya metode aplikasi yang berpengaruh pada kekuatan perlekatan adhesif, faktor yang membedakan kekuatan perlekatan antara bahan adhesif self-etching yang berbeda-beda seperti penggunaan monomer yang berbeda dengan sifat yang berbeda, keasaman, stabilitas hidrolitik dan kapasitas interaksi secara kimia. Faktanya, varian utama di antara bahan adhesif yang menentukan tingkat penguapan air dan solvent seperti konsentrasi air/hema, adanya campuran fotoinisiator dalam primer dan adanya etanol. Kekuatan perlekatan yang berkurang dengan waktu pengeringan yang singkat disebabkan oleh solvent yang tersisa seperti air dan etanol, yang berperan sebagai inhibitor penetrasi monomer dan polimerisasi. Penemuan yang baru menunjukkan bahwa dengan penambahan 30% etanol pada bahan adhesif yang diteliti dapat menghasilkan perubahan kekuatan perlekatan. Pada penelitian yang sama, penambahan 50% etanol mengganggu polimerisasi resin. 13 Dalam penelitian ini, akan diuji shear bond strength bahan adhesif one-step self-etching dengan waktu pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik pada bahan adhesif. 2.2. Resin Komposit Resin komposit didefinisikan sebagai bahan tumpatan sewarna gigi yang mempunyai kombinasi dari tiga dimensi dari sekurang-kurangnya dua bahan kimia yang berbeda dengan suatu komponen pemisah yang berada di antara keduanya. 1,32

Bahan resin komposit diperkenalkan dalam profesi kedokteran gigi pada awal tahun 1960. 1 Bahan ini pada dasarnya merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh R. Bowen. 32 Resin komposit digunakan untuk menggantikan struktur gigi yang hilang dan memodifikasi warna dan kontur gigi, serta menambah estetik. 7 Resin komposit yang pertama kali diciptakan adalah bahan yang sifatnya autopolimerisasi (swa-polimer), sedangkan berikutnya adalah bahan yang polimerisasinya dibantu dengan sinar. Resin ini berbahan dasar BIS-GMA, yang saat ini banyak digunakan, merupakan monomer dimetakrilat yang disintesis oleh reaksi antara bisfenol-a dan glisidil metakrilat. 34 Resin komposit adalah monomer dimetakrilat, bahan ini mengeras melalui mekanisme tambahan yang diawali oleh radikal bebas. Radikal bebas ini dapat diperoleh melalui aktivasi kimia atau energi dari luar (panas dan penyinaran). 32 Pada resin komposit aktivasi sinar, pengkerutan terjadi ke arah sumber sinar. Pada resin komposit aktivasi kimiawi, pengkerutan terjadi ke arah tengah dari massa resin. Pengkerutan polimerisasi berhubungan dengan c-factor (faktor konfigurasi). C-factor merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan yang bebas. Semakin tinggi c-factor maka semakin tinggi potensi terjadinya pengkerutan polimerisasi. 33 Hal ini dapat menyebabkan stress pada struktur gigi sehingga menimbulkan sensitivitas post operative, fraktur gigi, kebocoran mikro dan resiko terjadinya karies sekunder. 33 Dengan memperkecil tekanan interfasial selama peletakan restorasi penting untuk mendapatkan perlekatan interfasial. Tekanan yang dihasilkan oleh pengerutan polimerisasi menjadi perhatian utama. Peletakan resin komposit secara incremental

telah menjadi strategi yang efektif untuk hal ini. 28 Pada teknik insersi incremental, lapisan pertama resin komposit diletakkan pada gingival floor, lapisan kedua serta ketiga ditempatkan secara diagonal, dan lapisan terakhir digunakan untuk menyelesaikan tumpatan di bagian oklusal. 35 Seperti yang dikatakan oleh beberapa peneliti, salah satu keuntungan dari teknik incremental adalah pengurangan volume dari setiap lapisan dapat diimbangi dengan lapisan berikutnya. Penelitian saat ini mengindikasikan bahwa penggunaan teknik incremental mungkin efektif pada ukuran kavitas yang besar. Teknik incremental dianjurkan pada kavitas klas I untuk mengurangi c-factor sehingga memperkecil efek dari tekanan yang merugikan pada perlekatan adhesif. Beberapa studi menunjukkan bahwa teknik incremental dapat menambah kekuatan perlekatan pada kavitas klas I dan klas II. 36 Resin komposit yang beredar sekarang ini, polimerisasinya dibantu dengan sinar tampak yang mengandung fotoinisiator champoroquinone yang peka dengan panjang gelombang 460-470nm, sumber sinar harus diperiksa secara teratur dengan intensitas 400 mw/cm 2 dan membutuhkan sistem bonding untuk meningkatkan kekuatan perlekatan (adhesi) pada struktur gigi. 1,33 Resin komposit diklasifikasikan berdasarkan viskositasnya, yaitu: 1. Resin komposit flowable Resin komposit ini memiliki ukuran filler yang berkisar antara 0.04-1 μm dan persentase komposisi atau muatan fillernya berkurang hingga 44-54%. 1 Resin komposit flowable memiliki modulus elastisitas yang rendah, sehingga dapat digunakan pada bagian servikal. Oleh karena kandungan filler yang rendah, resin komposit ini menunjukkan tingginya pengerutan selama polimerisasi, daya tahan

pemakaian yang rendah, dan viskositas yang rendah. 2,5,7,8 Kelebihannya yaitu mudah diadaptasikan, lebih fleksibel, radiopak, dan tersedia dalam warna yang berbeda. 5,6 Resin komposit flowable dengan kandungan filler yang lebih rendah dapat digunakan untuk pit dan fisur sealant atau restorasi anterior yang kecil, sedangkan resin komposit flowable dengan kandungan filler yang lebih tinggi dapat digunakan untuk restorasi klas I, II, III, IV, dan V. 2 2. Resin komposit packable Pada akhir tahun 1996 diperkenalkan resin komposit packable atau resin komposit condensable. 4 Resin komposit packable memiliki ukuran partikel filler yang tinggi, 5,6 berkisar antara 0.7-2 μm dan persentase komposisi atau muatan fillernya berkisar antara 48-65% volume. 1 Komposisi filler yang tinggi dapat menyebabkan kekentalan atau viskositas bahan menjadi meningkat sehingga sulit untuk mengisi celah kavitas yang kecil. Tetapi dengan semakin besarnya komposisi filler juga menyebabkan bahan ini dapat mengurangi pengerutan selama polimerisasi, memiliki koefisien thermal yang hampir sama dengan struktur gigi, dan adanya perbaikan sifat fisik terhadap adaptasi marginal. Resin komposit ini juga diharapkan dapat menunjukkan sifat-sifat fisik dan mekanis yang baik karena memiliki kandungan filler yang tinggi. 4 Kelebihan dari resin komposit packable yaitu mudah dirapikan, mudah mendapatkan kontak yang bagus, dan mudah membentuk anatomi oklusal, sedangkan kekurangannya yaitu sulit beradaptasi antara satu lapisan dengan lapisan lainnya, sulitnya penanganan, dan estetis yang kurang. 5,6 Resin komposit ini diindikasikan untuk restorasi klas I, klas II dengan luas kavitas yang kecil, klas V, dan MOD. 2,4,7

Pada penelitian ini akan dilakukan penumpatan pada klas I restorasi resin komposit. Resin komposit jenis packable memiliki viskositas yang tinggi sehingga memiliki kekuatan fisik dan mekanis yang tinggi. Resin komposit jenis packable juga diindikasikan pada restorasi klas I. Oleh karena itu, pada penelitian ini dipakai resin komposit jenis packable untuk penumpatan klas I. 2.3. Waktu pengeringan terhadap bahan adhesif one-step self-etching Sistem adhesif one-step self-etching menggabungkan self-etching primer dan bonding dalam satu aplikasi. 16,17 Fase pencucian, yang diperlukan untuk menghilangkan hidroksiapatit yang terlarut dan smear plug pada substrat yang teretsa, dihilangkan pada sistem adhesif self-etching. 14 Dentin primer mengandung monomer hidrofilik untuk menambah kelembaban dan infiltrasi monomer resin yang hidrofobik ke dalam matriks demineralisasi pada permukaan dentin yang teretsa. 17 Sistem adhesif one-step self-etching mengandung konsentrasi solvent yang lebih tinggi dan lebih hidrofilik. 13,14 Sifat hidrofilik tersebut mengakibatkan sistem adhesif ini sangat permeabel dan mengurangi kemampuannya untuk menutup dentin secara hermetis. 14 Sejak diperkenalkan sistem self-etching, pengeringan udara yang lemah umumnya dianjurkan untuk menghilangkan solvent yang tersisa. Umumnya pengeringan udara yang lemah harus dilakukan untuk mendapatkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi. Dengan pengeringan udara yang kuat, air pada permukaan interfasial dapat dihilangkan sehingga menambah efektivitas bonding. 13

Chiba et al melakukan penelitian tentang efek waktu pengeringan terhadap bahan adhesif self-etching selama 0, 5 dan 10 detik. Hasil penelitian diperoleh waktu pengeringan yang optimal adalah 5 detik. Pada penelitian tersebut juga dikemukakan bahwa ketika pengeringan tidak digunakan (0 detik), solvent seperti air dan etanol menghambat polimerisasi komponen resin dalam bahan adhesif. Kemungkinan waktu pengeringan yang lebih lama dapat juga memberikan efek yang kurang baik pada kekuatan perlekatan. 16 Sadr et al melakukan penelitian tentang efek waktu pengeringan solvent terhadap bahan adhesif one-step self-etching dan two-step self-etching selama 2, 5 dan 10 detik. Hasil penelitian diperoleh micro-shear bond strength paling rendah dengan waktu pengeringan 2 detik. Dengan waktu pengeringan 10 detik, bahan adhesif two-step self-etching menunjukkan kekuatan perlekatan yang lebih baik daripada bahan adhesif one-step self-etching. Pada bahan adhesif two-step selfetching, waktu pengeringan 10 detik telah dapat menghilangkan bahan primer yang berlebihan dari permukaan dentin, sedangkan pada bahan adhesif one-step selfetching, waktu pengeringan yang baik adalah 5 detik karena telah tercapai konsentrasi filler yang optimal. Penelitian terdahulu menunjukkan konsentrasi filler yang lebih tinggi dari level optimal tidak menambah sifat-sifat dari resin. 17 Garcia et al melakukan penelitian tentang pengaruh waktu dan temperatur pengeringan terhadap kekuatan perlekatan bahan adhesif ke dentin. Pada penelitian ini digunakan waktu pengeringan selama 5, 20, 30 atau 40 detik dengan temperatur 21 o C atau 38 o C. Hasil penelitian diperoleh bahan adhesif two-step self-etching menunjukkan kekuatan perlekatan yang lebih baik pada waktu pengeringan 20 detik

dan temperatur 38 o C. Bahan adhesif one-step self-etching menunjukkan kekuatan perlekatan yang lebih baik pada waktu pengeringan 30 detik dan 40 detik dengan temperatur 38 o C. 13 Mathews et al melakukan penelitian yang membandingkan cara untuk menghilangkan air pada bahan adhesif self-etching dengan radiasi panas dan pengeringan udara dan menyatakan bahwa pengeringan dengan udara pada gigi yang telah dilakukan bonding direkomendasikan untuk menghilangkan air yang berlebihan. 14 Ikeda et al melakukan penelitian tentang efek pengeringan udara dan penguapan solvent pada kekuatan bahan adhesif one-step yang kaya HEMA dengan yang tanpa HEMA. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa waktu pengeringan udara yang lebih lama menghasilkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi secara signifikan untuk bahan adhesif yang kaya HEMA, tetapi tidak ada perbedaan signifikan pada bahan adhesif yang tanpa HEMA. 37 Instruksi yang diberikan pada saat dilakukan pengeringan udara di mulut pasien terlihat sulit dikarenakan variabel yang membatasi seperti bentuk atau konfigurasi kavitas, posisi gigi di mulut, sensitivitas dentin terhadap tekanan udara yang besar pada gigi vital, dan tekanan udara yang bervariasi dari semprotan udara yang berbeda. 17