mereka. Seperti telah diketahui misalnya KPI telah melakukan kerjasama sebelumnya dengan pihak Jepang dan Vietnam dalam downstream business di Vietnam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah memasuki fase yang lebih menantang dimana harga minyak dunia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

BAB IV KESIMPULAN. Keterbatasan sumber daya dalam negeri menjadi alasan bagi Pertamina untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero)

KEPPRES 31/1997, PEMBANGUNAN DAN PENGUSAHAAN KILANG MINYAK DAN GAS BUMI OLEH BADAN USAHA SWASTA

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 207. K/30 /M.PE/1998 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara. Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Awal tahun 1990 terdapat fenomena di negara negara pengutang yang

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (subsidiary) dari PT. Pertamina (Persero). Ada dua sektor yang menjadi target

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH

BAB I PENDAHULUAN. Industri Hilir Migas merupakan penyediaan jasa/kegiatan usaha yang

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi, PT Pertamina (Persero) atau yang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI

Kesimpulan. Universitas Indonesia

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan. Perusahaan saat ini menyadari bahwa stakeholders (pemangku

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V. dari minyak dan gas. Namun saat itu, pengelolaan ladang-ladang minyak

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

RechtsVinding Online. menjadikan Migas merupakan bagian dari sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

K L I P I N G. Jum at / 25 Juli Energi & Pertamina Pasarkan Produk Lewat Koperasi dan

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

Shell Meresmikan Terminal Bahan Bakar Minyak di Pulau Laut Kalimantan Selatan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

10Pilihan Stategi Industrialisasi

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi persaingan bisnis transportasi yang kian meningkat

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32

NO. PENANYA PERTANYAAN JAWABAN 1. Andre Parlian Ciptadana Securities

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gelombang krisis ekonomi di dunia, bahkan berhasil menjadi negara yang meningkat di

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

Lampiran I. Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis Pada PT Rekadaya Elektrika

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pesat

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal langsung baik melalui penanaman modal asing maupun

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnisnya berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola korporasi yang baik

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

PERTAMINA BUTUH RP 520 TRILIUN DALAM 10 TAHUN UNTUK BANGUN KILANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan di dunia yang memiliki wilayah

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai penemuan cadangan minyak bumi dan pembangunan kilang-kilang minyak yang

Sumber: Comtrade (2017), diolah. Analis APBN di Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN

I. PENDAHULUAN. bagaimana keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sementara itu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sistem dan teknologi di Indonesia sudah mengalami. kemajuan yang pesat. Di era informasi dan globalisasi menyebabkan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS

BAB I PENDAHULUAN. kerja melalui pembangunan perusahaan untuk meningkatkan daya saing

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian Selatan dengan PT. Muba Daya Pratama sehubungan dengan

MENTERl ENERGI DAN SUMBIER DAYA MINERAL REPUB!,EK INDONESIA

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

BAB IV P E N U T U P

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. batasan, asumsi, dan sistematika penulisan laporan.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

DAFTAR PERTANYAAN PAPARAN PUBLIK INVESTOR SUMMIT AND CAPITAL MARKET EXPO 2014 TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PT BANK MANDIRI PERSERO TBK

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan terus melonjaknya kebutuhan minyak bumi di dalam negeri

Transkripsi:

BAB IV KESIMPULAN Harapan akan adanya kerjasama yang menguntungkan dari masing-masing pihak menjadi fondasi terjadinya negosiasi antara kedua belah pihak seperti pembahasan sebelumnya. Ketersediaan minyak yang besar serta kebutuhan atas perluasan wilayah pemasaran produk yang mereka hasilkan dapat memberikan penjelasan faktor pendorong yang mempengaruhi KPI bernegosiasi dengan pihak Pertamina. Dengan produksi Kuwait yang cukup besar dalam hal ini mencapai angka rata-rata 3,5 bpd pada tahun 2013. Hal tersebut berkolerasi dengan pangsa pasar yang besar untuk minyak yang dihasilkan oleh Kuwait. Memperluas keuntungan dari pasar domestik ke luar dapat kita lihat juga sebagai merupakan pendorong terjadinya negosiasi kerjasama dari pihak KPI. Shadow of future yang tergambar kemudian adalah harapan akan adanya akses perluasan produk yang dihasilkan oleh KPI serta tidak boleh dilupakan terkait harapan akan kemudahan pengurusan perijinan. Dari sisi Pertamina, kerjasama ini terutama terkait dengan pemenuhan BBM domestik. Negosiasi yang terjadi antara PT Pertamina (Persero) dan Kuwait Petroleum International Company (KPI) dapat kita lihat sebagai upaya kedua belah pihak untuk mendapatkan kepentingan kedua belah pihak. Tujuan dalam hal memaksimalkan keuntungan dari masing-masing pihak terlihat dalam negosiasi yang berlangsung. Tujuan yang hendak dicapai oleh pihak PT Pertamina (Persero) dengan pembangunan kilang minyak ini adalah dapat terpenuhinya kebutuhan domestik atas bahan bakar minyak (BBM). Dapat kita lihat bahwa jumlah pasokan minyak lebih sedikit daripada jumlah permintaan yang ada di masyarakat (supply-demand). Hal ini yang menjadi landasan dasar utama PT Pertamina (Persero) melakukan kerjasama dengan pihak KPI. Di sisi lain pihak KPI melihat bahwa kerjasama yang dilaksanakan dengan pihak PT Pertamina (Persero) adalah upaya untuk meluaskan pasar bisnis usaha 74

mereka. Seperti telah diketahui misalnya KPI telah melakukan kerjasama sebelumnya dengan pihak Jepang dan Vietnam dalam downstream business di Vietnam pada tahun 2008. Selain itu pihak KPI juga menjalani kerjasama pembangunan proyek minyak, petrokimia, retail di China. Kerjasama di China sendiri melibatkan pihak asing dalam hal ini Total. Dapat kita lihat bahwa pihak-pihak melihat adanya peluang yang menjanjikan dengan adanya kerjasama yang terjadi pasca negosiasi. Dinamika negosiasi antara kedua belah pihak berkutat pada salah satu isu utama yaitu insentif pajak berupa tax holiday. Masing-masing pihak memiliki alasan tersendiri berpihak pada keputusan yang mereka jalankan. Alasan masing-masing pihak terkait kepentingan strategis dalam hal ini pendapatan yang akan diperoleh menjadi salah satu penggerak dalam negosiasi yang berlangsung terkait insentif pajak yang diminta oleh KPI. Hal ini sendiri menunjukkan bahwa analisis two level game berlangsung dalam perundingan yang berlangsung. Dapat kita lihat bahwa pihak Indonesia memiliki patokan tersendiri begitu juga dengan pihak Kuwait. Pihak Indonesia mengacu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 sebagai salah satu alasan kuat untuk tidak mengabulkan permohonan insentif pajak yang diminta oleh pihak KPI. CIT negara kawasan yang berada di sekitar Indonesia juga menjadi pertimbangan pihak Pemerintah Indonesia untuk menetapkan besaran pajak yang dibebankan kepada perusahaan dalam hal ini Corporate Insentive Tax (CIT) sebesar 25%. Di sisi lain pihak KPI menjadikan patokan pembebasan tax holiday dinegaranya selama 10 tahun sebagai landasan untuk meminta lebih kepada pihak Pertamina selaku perwakilan Indonesia. Lebih jauh lagi pembebasan pajak impor (0%) dalam investasi di negara lain misalnya di Vietnam sebagai acuan permohonan insentif pajak yang mereka ajukan kepada saat negosiasi berlangsung. Kedua belah pihak dalam hal ini KPI serta Pertamina sama-sama menggunakan strategi Contending dimana kedua belah pihak bertahan pada posisi mereka masing-masing. Di satu sisi KPi menggunakan taktik positional commitment dengan bertahan pada argumen ataupun aspirasi yang telah mereka usulkan 75

sebelumnya. Disisi lain Pertamina menggunakan taktik positional agreement dengan beragam langkah persuasif agar pihak KPI menurunkan permintaan terutamanya terkait insentif pajak. Langkah KPI dengan belum membalas surat dari Pertamina serta dengan berakhirnya MoU pada Februari 2014 menunjukkan bahwa pihak KPI mengambil langkah inaction. Kedua belah pihak sendiri sekarang berada dalam fase tenang dan belum ada perundingan lanjutan hingga akhir tahun 2013 bahkan sampai MoU keduanya berakhir pada Februari 2014. Lebih jauh lagi hingga akhir tahun 2013 dan berakhirnya MoU kedua belah pihak pada Februari 2014, pihak KPI belum memberikan jawaban atas surat yang telah dikirimkan Pemerintah Indonesia terkait permohonan insentif pajak yang mereka minta. Hal tersebut dapat dikategorikan dalam voluntary defect dimana pihak KPI melakukan pengingkaran dengan tidak memberikan jawaban hingga batas waktu yang disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Dalam surat tersebut Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa Indonesia tidak dapat mengabulkan permintaaan KPI atas insentif pajak yang diminta KPI. Pembangunan kilang di Vietnam serta China dapat kita lihat menjadi prioritas yang lebih diutamakan oleh KPI dikarenakan kedua proyek tersebut telah masuk dapat Corporate Sustainability Report (CSR) 2012 KPI dalam hal pembangunan kilang. Kita dapat melihat hal tersebut sebagai pertimbangan pihak KPI saat memberikan sikap terkait negosiasi dengan pihak Pertamina. Dapat kita lihat bahwa negosiasi dalam kasus ini antara Pertamina dan KPI berada dalam sistem yang kompleks. Hal ini dikarenakan kedua perusahaan juga merupakan National Oil Company dari masing masing-masing negara yaitu Indonesia dan Kuwait. Sebagai perwakilan dari negara, pihak Pertamina serta pihak KPI harus mempertimbangkan dan menjadikan acuan keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah di masing-masing negara. Power dalam hal ini pemerintah memberikan pengaruh strategis baik secara langsung atau tidak yang akan berpengaruh dalam proses pengambilan kebijakan selama negosiasi berlangsung. Hal yang tidak boleh kita lupakan bahwa aspek internasional juga berpengaruh dalam 76

proses negosiasi. Kerjasama yang telah dijalankan oleh KPI dengan pihak luar juga menjadi pertimbangan bagi pihak KPI dalam negosiasi dengan pihak Pertamina. Interlocking system dapat kita lihat memberikan pengaruh yang signifikan dalam berlangsungnya nesogiasi yang dilaksanakan kedua belah pihak. Aspek internasional juga memberikan pengaruh dalam proses negosiasi dan tawar-menawar yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Dari sini dapat lihat bahwa negosiasi kerjasama bisnis yang terjadi dapat dikatakan melibatkan kepentingan yang lebih besar dalam hal ini pemerintah di negara yang bersangkutan dari sisi domestik serta dari sisi internasional. Sebagai pihak pengamat dari luar, penulis melihat bahwa Pertamina sebelum berunding dengan pihak KPI seharusnya telah mempersiapkan BATNA. BATNA yang dapat menjadi pilihan Pertamina adalah membuka kemungkinan untuk mencari investor lain dalam masa perundingan dengan KPI. Pemaparan sebelumnya telah menyebutkan bahwa terdapat banyak negara yang dapat menjadi pilihan Pertamina dalam hal penyediaan minyak. Selain itu Pertamina juga dapat tetap memilih bekerjasama dengan NOC lain dikarenakan masih terbuka kemungkinan untuk bekerjasama. Menanggapi perundingan yang belum menemukan titik temu, penulis melihat bahwa Pertamina selaku NOC Indonesia perlu untuk menggandeng mitra lain di luar KPI. Hal ini dikarenakan masih banyak investor lain yang dapat membantu dalam pembangunan kilang baru. Hal tersebut juga seharusnya menjadi pertimbangan dari pihak Pemerintah Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan agar kedepannya perundingan tidak semata hanya menjadi zero sum game (menang-kalah). Seperti kita ketahui de jure (berdasarkan peraturan perundangan yang ada) kita melihat bahwa PT Pertamina (Persero) memainkan peranan sebagai operator downstream business dan dalam hal pemasaran. Kenyataannya secara de facto (berdasarkan kondisi di lapangan) PT Pertamina (Persero) harus bersaing dengan perusahaan asing yang ada di Indonesia. Dapat kita lihat bahwa banyak perusahaan asing yang bergerak dalam sektor migas di Indonesia. Dengan pangsa pasar penduduk 77

yang cukup besar, diperlukan pembangunan kilang untuk meningkatkan competitiveness perusahaan. Indonesia dapat mencontoh negara tetangga seperti Singapura dimana negara tersebut memiliki kilang minyak dengan produksi yang cukup besar bahkan lebih besar dari kebutuhan domestiknya sehingga memungkinkan terjadinya ekspor. Negara tetangga Indonesia ini menjadi contoh negara yang memiliki produksi kilang lebih besar dari kebutuhan domestiknya serta Singapura memiliki fasilitas tangki timbun. Tangki timbun ini berfungsi tidak hanya untuk penyimpanan minyak yang dihasilkan namun juga untuk pencampuran produk minyak. Telah disebutkan bahwa diperlukan pembangunan kilang baru di Indonesia yang dimiliki oleh Pertamina. Hal ini diperlukan tidak hanya semata untuk pemenuhan kebutuhan domestik BBM di Indonesia namun juga untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Pertamina sekarang bertindak sebagai operator. Sebagai operator pihak Pertamina sendiri diharuskan mengikuti tender jika hendak mengelola potensi ladang minyak. Terjadi kompetisi bebas dalam sektor hilir. Dari sini dapat kita lihat bahwa pihak Pemerintah Indonesia sebaiknya memberikan perhatian kepada Pertamina agar sebagai NOC Indonesia dapat menjadi penyokong perekonomian Indonesia. Mengutip pernyataan Rhenald Khasali bahwa Pertamina seharusnya dapat menjadi powerhouse dalam artian industri yang memegang peranan penting sebagai penyokong perekonomian. Untuk mewujudkan hal tersebut salah satu hal yang dapat dilakukan adalah mendukung upaya Pertamina untuk membangun kilang minyak untuk meningkatkan daya saing Pertamina di tengah kompetisi global. 78