BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kurang fleksibel dalam melakukan fungsinya. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB I PENDAHULUAN. Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing, mendorong pelaku bisnis jasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

A. Latar Belakang Masalah

PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA ANTARA LESSEE DAN LESSOR. Aprilianti. Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.

PERJANJIAN SEWA BELI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN (Studi Komparatif Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor di Beberapa Perusahaan Finance Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. dijanjikan oleh orang lain yang akan disediakan atau diserahkan. Perjanjian

RAKA PRAMUDYA BEKTI

PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. terutama di kalangan pebisnis atau pelaku usaha. Kebutuhan akan barang modal

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa lepas dari dasar falsafah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dewasa ini, perusahaan dituntut untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang. menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. yang memproduksi dapat tetap berproduksi. Pada dasarnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sistem pasar dan model investasi menjadi acuan seberapa besar potensi laba dan

BAB I PENDAHULUAN. berproduksi. Tapi dalam kenyataannya daya beli masyarakat belum bisa sesuai

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan. kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara agar

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahap permulaan usaha maupun pada tahap pengembangan. usaha yang dilakukan oleh perusahaan, permodalan merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH

BAB I PENDAHULUAN. yang memegang peranan penting dalam pembangunan. Teknologi. menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (bordeless) dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan. Perbankan, dalam pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. ini, semakin meningkat pula kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. tergiur untuk memilikinya meskipun secara financial dana untuk

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah

TINJAUAN YURIDIS WANPRESTASI PADA PERJANJIAN LEASING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, perdagangan terutama dalam bidang ekonomi. Merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. rupiah terhadap Dollar US hingga mencapai lebih dari Rp ,- (posisi

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

Transkripsi:

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dana atau modal bagi seseorang saat ini sangatlah penting, untuk memenuhi kebutuhan dana atau modal maka diperlukan suatu lembaga pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk menanggulangi kebutuhan dana atau modal yang dibutuhkan masyarakat. Hal tersebut diakibatkan keterbatasan jangkauan penyebaran kredit oleh bank, keterbatasan sumber dana, dan keterbatasan lain yang mengakibatkan kurang fleksibel dalam melakukan fungsinya. 1 Sehingga terciptalah lembaga penyandang dana yang lebih fleksibel, dan dalam hal tertentu tingkat risikonya lebih tinggi yang dikenal sebagai lembaga pembiayaan, yang menawarkan bentuk-bentuk baru terhadap pemberian dana atau pembiayaan, yang salah satunya dalam bentuk sewa guna usaha atau leasing. Pengertian leasing menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1169/ KMK.01/1991 adalah suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk secara berkala. Sebagai suatu perjanjian, leasing mempunyai alas hukum yang pokok yaitu asas kebebasan berkontrak. 2 Seperti yang terdapat dalam Pasal 1338 1 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hal 2. 2 Ibid. hal 6

9 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya dalam tulisan ini disebut KUHPerdata), yang disebutkan: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasanalasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. 3 Setiap orang bebas melakukan perjanjian, asal perjanjian tersebut memenuhi persyaratan-persyaratan mengenai sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Sepanjang memenuhi syarat seperti yang diatur oleh perundang-undangan, maka leasing berlaku dan ketentuan tentang perikatan seperti yang terdapat dalam buku ketiga KUHPerdata, berlaku juga untuk leasing, namun demikian di samping alas hukum mengenai asas kebebasan berkontrak terdapat beberapa alas hukum lainnya yang lebih bersifat administratif, dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-38/ MK/ IV/ 1/ 1972, tentang Lembaga Keuangan, yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/ KMK/ 011/ 1982. 2. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, No. Kep-122/ MK/ IV/ 2/ 1974, No. 32/ M/ SK/ 2/ 1974, No. 30/ Kpb/ I/ 1974, Tentang Perijinan Usaha Leasing. 3. Keputusan Presiden RI, No. 61 Tahun 1988, tentang Lembaga Pembiayaan. 342. 3 R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1999. hal

10 4. Keputusan Menteri Keuangan RII No. 1251 /KMK.013/ 1988, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/ KMK.017/ 2000 tentang Pembiayaan Perusahaan. 5. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 634/ KMK.013/ 1990 tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna usaha (Perusahaan Leasing). 6. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/ KMK.01/ 1991, tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). Leasing sebagai lembaga pembiayaan dalam sistim kerjanya akan menghubungkan kepentingan dari beberapa pihak yang berbeda, Dalam suatu perjanjian leasing terdapat beberapa pihak atau subyek perjanjian, yaitu : 4 1. Lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang, terdiri dari beberapa perusahaan. Lessor disebut juga sebagai investor, equity holder, owner participants, atau truster owners. 2. Lessee, yaitu pihak yang memerlukan barang modal, barang modal mana dibiayai oleh lessor dan diperuntukan kepada lessee. 5 3. Kreditur atau lender, yaitu pihak yang disebut juga dengan debt holders atau loan participants dalam suatu transaksi leasing. Umumnya kreditur atau lender terdiri dari bank, insurance company trust dan yayasan. 3-4. 4 Dahara Djoko Prakoso, Leasing dan Permasalahan, Semarang: Effhar & Prize, 1999, hal 5 Munir Fuady, Op.cit, hal 7.

11 4. Supplier, yaitu penjual atau pemilik barang yang disewakan, dapat terdiri dari perusahaan yang berada di dalam negeri atau yang mempunyai kantor pusat di luar negeri. 6 Fasilitas yang diadakan oleh perusahaan leasing sebagai perusahaan pembiayaan sangat meringankan konsumen/ pasar yang kekurangan modal untuk membeli alat pendukung usaha maka leasing menjadi alternatif. Demikian pula kegiatan pembiayaan yang dilakukan oleh PT. Astra Credit Company, Cabang Medan. Memberikan kemudahan bagi masyarakat yang membutuhkan sarana transportasi di Kota Medan dengan pembiayaan secara leasing. Sehingga menimbulkan perjanjian antara pihak lessor dalam hal ini PT. Astra Credit Company Cabang Medan, dengan pihak lessee dalam hal ini pihak konsumen PT. Astra Credit Company Cabang Medan. Hubungan lessor dan lessee merupakan hubungan timbal balik, menyangkut pelaksanaan kewajiban dan peralihan suatu hak atau tuntutan kewajiban dari kenikmatan menggunakan fasilitas pembiayaan, untuk itu antara lessor dan lessee dibuat perjanjian financial lease atau kontrak leasing, dimana perjanjian yang dimuat dan disepakati harus berbentuk perjanjian tertulis, tidak ada ketentuan khusus apakah harus dalam bentuk akta otentik atau akta di bawah tangan. Apabila ditinjau dari sudut hukum pembuktian yang berlaku di Indonesia, maka bukti yang paling kuat adalah bukti dalam bentuk akta otentik, seperti yang diatur dalam Pasal 1870 KUHPerdata dinyatakan bahwa: Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli waris atau orang-orang yang mendapat hak dari apa yang dimuat di dalamnya. 6 Ibid

12 Berdasarkan Pasal ini, maka beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal kebenaran akta otentik tersebut. Sedangkan akta di bawah tangan baru mempunyai kekuatan pembuktian jika pihak yang menandatangani akta mengakui tanda tangannya dalam akta tersebut. Mengingat hal tersebut, maka banyak perusahaan leasing yang membuat perjanjian leasing secara notariil. Dalam perjanjian dimana bentuk, syarat atau isi yang dituangkan dalam klausulklausul telah dibuat secara baku (standard contract) maka posisi hukum (recht positie-kedudukan hukum) pembeli tidak leluasa atau bebas dalam mengutarakan kehendak. Hal ini bisa terjadi karena pembeli tidak mempunyai kekuatan menawar (bargaining power). Dalam standard form contarct pembeli disodori perjanjian dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh penjual, sedangkan pembeli hanya dapat mengajukan perubahan pada hak-hak tertentu, umpamanya tentang harga, tempat penyerahan barang dan tata cara pembayaran, di mana hal inipun dimungkinkan oleh penjual. Tentang hal-hal essensial dalam perjanjian, umpamanya mengenai pembatalan perjanjian, cara penyelesaian perselisihan, risiko perjanjian, tidak dapat ditawar lagi. Untuk itu diperlukan campur tangan pemerintah tentang syarat-syarat dalam perjanjian baku. Pada umumnya dalam perjanjian baku hak-hak penjual lebih menonjol dibandingkan hak-hak pembeli, karena pada umumnya syarat-syarat atau klausul bagi pembeli merupakan kewajiban-kewajiban saja. Sehingga dengan demikian antara hak-hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli tidak seimbang. Kebebasan berkontrak akhirnya menjurus kepada penekanan oleh pihak penjual kepada pembeli. Oleh karena itu, untuk memberi perlindungan hukum kepada

13 pembeli, maka perlu adanya pembatasan kebebasan berkontrak. Untuk itu perlu campur tangan pemerintah guna melindungi pihak yang lemah, dalam hal ini pembeli, melalui peraturan perundang-undangan. Hal tersebut penting karena mengingat menyangkut kepentingan rakyat banyak dan pembangunan ekonomi. Leasing termasuk bisnis yang loosely regulated, dimana perlindungan para pihaknya hanya sebatas itikad dari masing-masing pihak tersebut yang dituangkan dalam bentuk perjanjian leasing. Dalam hal ini terdapat kemungkinan salah satu pihak dalam perjanjian tidak dapat melaksanakan prestasinya sesuai dengan perjanjian, sebagai contoh kelalaian pihak lesse dalam menjaga barang modal di tengah berlangsungnya proses pelaksanaan leasing tersebut. Menyangkut terhindar dari risiko adalah tidak terikatnya seorang lessee pada kemungkinan hilang atau rusaknya obyek leased, karena antisipasi keadaan tersebut telah beralih ke asuransi, dalam hal pembayaran uang sewa atau pembayaran lain yang menjadi kewajiban lessee dalam perjanjian. Pelanggaran perjanjian yang berupa kelalaian dari pihak lessee tersebut bisa merugikan pihak lessor, terutama apabila kelalaiannya berpengaruh secara langsung terhadap obyek leasing. Untuk itu perlu diadakan upaya perlindungan hukum terhadap kepentingan lessor agar terhindar dari risiko kerugian atau kehilangan obyek leasing. Oleh karena itu, menarik sekali untuk diadakan penelitian mengenai tanggung jawab lesse terhadap obyek perjanjian dalam praktek perjanjian sewa guna usaha/leasing, khususnya di PT. Astra Credit Company Cabang Medan. Hal tersebut menarik untuk diteliti karena dalam perjanjian leasing hambatan yang biasa timbul seringkali disebabkan oleh

14 kelalaian dari pihak lessee karena bagaimanapun juga dalam suatu perjanjian para pihak tidak boleh ada yang dirugikan. Berdasarkan latar belakang di atas mertarik untuk dilakukan penelitian secara khusus pada perusahaan leasing PT. Astra Credit Company Medan, dengan judul Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Leasing Kenderaan Bermotor (Studi pada PT. Astra Credit Company Medan) B. Permasalahan Dari uraian pada latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut 1. Bagaimanakah bentuk dan isi perjanjian leasing PT. Astra Credit Company? 2. Bagaimanakah hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Leasing PT. Astra Credit Company? 3. Bagaimanakah tanggung jawab para pihak terhadap objek perjanjian leasing kenderaan bermotor pada PT. Astra Credit Company? 4. Bagaimanakah penyelesaian apabila terjadi perselisihan antara pihak lessor dan pihak lessee yang timbul karena wanprestasi? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bentuk dan isi perjanjian Leasing PT. Astra Credit Company. 2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian leasing PT. Astra Credit Company.

15 3. Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak terhadap objek perjanjian leasing kenderaan bermotor pada PT. Astra Credit Company. 4. Untuk mengetahui penyelesaian apabila terjadi perselisihan antara pihak lessor dan pihak lessee yang timbul karena wanprestasi. D. Manfaat Penulisan Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka manfaat penelitian ini adalah : 1. Dari segi teoretis Penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoritis berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya bidang hukum perjanjian. 2. Dari segi Praktis Bagi pelaku usaha lembaga leasing, khususnya PT. Astra Credit Company, diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka pembuatan klausula perjanjian pembiayaan leasing, sehingga menghindari timbulnya permasalahan atau konflik dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian maka metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris.

16 Metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu pendekatan yang meneliti data primer di lapangan. 7 Faktor yuridisnya adalah seperangkat aturan-aturan hukum perdata pada umumnya dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang hukum perjanjian sebagai cabang ilmu hukum dan sangat berkitan erat dengan materi penelitian ini, sedangkan faktor empirisnya adalah PT. Astra Credit Company Medan yang mengadakan perjanjian Leasing dengan pihak Lessee. 2. Sifat penelitian Sifat penelitiannya adalah deskriptif analitis. Penelitian dengan menggunakan deskriptif analistis adalah penelitian yang hanya semata-mata melukiskan keadaan objek atau peristiwanta tanpa suatu maksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan secara umum. 8 3. Jenis dan sumber data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. a. Data primer, adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kali. Dalam penelitian ini data primer dikumpulkan dengan cara wawancara yang dilakukan pada pimpinan perusahaan, bagian hukum dari perusahaan leasing. b. Data sekunder, adalah perolehan data dengan studi dokumen yang meliputi : 7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 2012, hal. 7. 8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia. Press, Jakarta: 2008, hal.4

17 1) Bahan Hukum Primer, adalah bahan hukum yang bersifat mengikat yang terdiri dari : a) Kitab Undang-undang Hukum Perdata; b) Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-38/ MK/ IV/ 1/ 1972, tentang Lembaga Keuangan, yang telah diubahdengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/ KMK/ 011/ 1982. c) Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, No. Kep-122/ MK/ IV/ 2/ 1974, No. 32/ M/ SK/ 2/ 1974, No. 30/ Kpb/ I/ 1974, Tentang Perijinan Usaha Leasing. d) Keputusan Presiden RI, No. 61 Tahun 1988, tentang Lembaga Pembiayaan. e) Keputusan Menteri Keuangan RII No. 1251 /KMK.013/ 1988, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/ KMK.017/ 2000 tentang Pembiayaan Perusahaan. f) Keputusan Menteri Keuangan RI No. 634/ KMK.013/ 1990 tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna usaha (Perusahaan Leasing). g) Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1169/ KMK.01/ 1991, tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing).

18 2) Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku tentang perjanjian leasing, dan hukum perkreditan. 3) Bahan hukum tersier, merupakan bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, dan kamus hukum sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini. 4. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang di gunakan untuk memperoleh data sekunder adalah dengan cara studi kepustakaan dan kajian dokumen. Untuk melengkapi penelitian ini agar mempunyai tujuan yang jelas dan terarah serta dapat dipertanggung jawabkan sebagai salah satu hasil Karya Ilmiah, maka metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk mendukung antara lain : a. Library Research atau penelitian kepustakaan Mengadakan penelitian terhadap data-data yang diperoleh dari buku-buku literatur, catatan kuliah, kliping, majalah-majalah ilmiah yang ada kaitannya dengan skripsi ini dan KUHPerdata sebagai sumber dalam hukum leasing yang digunakan sebagai rujukan dalam pembahasan skripsi ini untuk memperkuat dalil dan fakta penelitian.

19 b. Field Research atau penelitian lapangan Pengumpulan data melalui riset dilakukan dengan melakukan wawancara kepada Lufi Chief Marketing Officer dan Bertha Aditya Wakil Kepala Cabang PT. Astra Credit Company Medan yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini. 5. Analisis data Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu semua data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Analisis data kualitatif, adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan. Pengertian analisis dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan mengambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. 9 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. F. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelursan dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum, penulis menemukan judul skripsi antara lain : 9 H.B. Sutopo. Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif Bagian II, Surakarta: UNS Press, 1998, hal. 37.

20 1. Arta Dameria P (890200201) dengan judul skripsi financial leasing sebagai suatu alternative pembiayaan perusahaan. 2. Mangasal Situmorang (89200042) dengan judul masalah wanprestasi lessee dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak lessor dalam perjanjian leasing. 3. Heksawati Panjaitan (940200080) dengan judul hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian leasing mobil (studi kasus pada PT. Swadharma Indotama Finance) Dalam penelitian skripsi ini penulis mengambil judul tentang tanggung jawab para pihak dalam perjanjian leasing kenderaan bermotor (studi pada Astra Company Medan). Jadi penelitian ini belum diteliti oleh peneliti yang lain. Kajian pada penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Penulis mengkaji dan mengambil permasalahan tentang bentuk dan isi perjanjian leasing PT. Astra Credit Company. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam perjanjian Leasing PT. Astra Credit Company, tanggung jawab para pihak terhadap objek perjanjian leasing kenderaan bermotor pada PT. Astra Credit Company, Pengaturan mengenai putusnya perjanjian leasing pada PT. Astra Credit Company dan Penyelesaian apabila terjadi perselisihan antara pihak lessor dan pihak lessee yang timbul karena wanprestasi. Permasalahan di atas berbeda dari penulisan skripsi sebelumnya, maka penulis tertarik mengambil judul ini sebagai judul skripsi. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

21 G. Sistematika Penelitian Dalam penulisan skripsi yang berjudul Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Leasing Kenderaan Bermotor (Studi pada PT. Astra Credit Company Medan), sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penelitian. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN Pada bab ini akan membahas mengenai pengertian perjanjian, unsur perjanjian, syarat sahnya perjanjian, prestasi dan wanprestasi. BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG LEASING Pada bab ini akan membahas mengenai pengertian leasing, asasasas perjanjian dasar hukum leasing, pihak-pihak dalam leasing, bentuk dan macam leasing, karakteristik yuridis dari leasing, hak dan kewajiban lessor dan lesseeing BAB IV TANGGUNGJAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN LEASING KENDERAAN BERMOTOR (Studi pada PT. Astra Credit Company Medan) Pada bab ini akan membahas mengenai bentuk dan isi perjanjian leasing PT. Astra Credit Company. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Leasing PT. Astra Credit Company, tanggung

22 jawab para pihak terhadap objek perjanjian leasing kenderaan bermotor pada PT. Astra Credit Company, Penyelesaian apabila terjadi perselisihan antara pihak lessor dan pihak lessee yang timbul karena wanprestasi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran terhadap hasil analisis yang dilakukan. Kesimpulan merupakan intisari dari pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini, sedangkan saran yang ada diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para pembacanya dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian leasing khususnya di Kota Medan.