I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KEBIJAKAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS BATAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS KARIMUN

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759)

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 GAMBARAN UMUM KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

2008, No Mengingat: formal pemindahan ibu kota Kabupaten Rokan Hilir dari Ujung Tanjung ke Bagansiapiapi telah lama dikehendaki; c. bahwa berdas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

pada akhirnya dapat mengganggu keseimbangan biogeokimia perairan laut terutama di areal sepanjang pantai. Bahkan sejalan dengan berbagai pemanfaatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Batam Dalam Data

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

RGS Mitra 1 of 10 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 7 TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Salah satu bidang yang terus mengalami perkembangan yaitu Bidang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dengan berlakukunya Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999, maka Kotamadya Administratif Batam berubah menjadi daerah otonom Kota Batam dengan membawahi 8

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

Pembangunan perekonomian seperti digariskan Garis-garis Besar Haluan. Negara adalah mengembangkan perekonomian yang berorientasi global

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

The change status / level of Batam district into Batam Administration Municipality, it divided into 3 Districts. Administrations

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Lampiran I.21 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kegiatan ekonomi dunia yang mengarah pada globalisasi ekonomi menuntut dikuranginya hambatan di bidang perdagangan. Pengurangan hambatan tersebut juga merupakan kondisi yang memberikan peluang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan ekspor dan investasi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, diantaranya dengan adanya kebijakan pengembangan ekonomi wilayah tertentu untuk menarik potensi pasar internasional dan mendorong peningkatan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis bagi pengembangan perekonomian wilayah. Kawasan ekonomi khusus tersebut berupa kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (free port) dimaksudkan untuk mendatangkan devisa bagi Negara, memperluas lapangan kerja, meningkatkan kepariwisataan, serta meningkatkan penanaman modal asing dan dalam negeri. Adanya kawasan perdagangan bebas (KPB) atau free trade zone (FTZ) tersebut diharapkan akan mendorong kegiatan perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Wilayah Batam merupakan salah satu dari KPB yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Penunjukan kawasan Batam sebagai KPB ditetapkan untuk jangka waktu selama 70 (tujuh puluh) tahun sampai dengan tahun 2077. Pertimbangan utama penetapan Batam sebagai KPB didasarkan atas letaknya yang strategis di jalur perdagangan internasional paling ramai di dunia yang diharapkan menjadi salah satu gerbang bagi arus masuk investasi, barang, dan jasa dari luar negeri yang berguna bagi peningkatan pembangunan Indonesia. Kawasan Batam pun berfungsi sebagai tempat pengumpulan dan penyaluran hasil produksi dari dan ke seluruh wilayah Indonesia dan negara-negara lainnya, serta pusat pengembangan industri sarat teknologi. Letaknya yang tepat pada jalur kapal laut internasional memungkinkan kawasan tersebut dikembangkan menjadi pusat pelayanan lalu lintas kapal internasional. Selain faktor letak strategisnya

tersebut, Batam didukung pula dengan adanya ketersediaan lahan, infrastruktur dan industri pendukung yang memadai karena sebelum ditetapkan sebagai KPB kawasan Batam merupakan kawasan berikat (bonded area) daerah industri Pulau Batam. Oleh karena itu, sesuai dengan PP Nomor 46 Tahun 2007 telah ditetapkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan dalam KPB Batam meliputi kegiatan sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata, dan bidang lainnya. Untuk mendorong pengembangan Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, pemerintah telah menetapkan sejumlah insentif utama, diantaranya adalah dengan kebijakan pembebasan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan barang mewah, dan cukai. Dalam rangka pengembangan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Indonesia, di tingkat nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2008 tanggal 7 Mei 2008 telah ditunjuk Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (DN-KPPB) yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Dewan tersebut bertugas untuk: (a) menetapkan kebijakan umum dalam rangka percepatan pengembangan kawasan sehingga mampu bersaing dengan kawasan sejenis di negara lain; (b) membantu Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, termasuk dalam upaya penyelesaian permasalahan strategis yang timbul dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPPB); serta (c) melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan KPPB. Dewan KPPB Batam ditunjuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tertanggal 7 Mei 2008 yang diketuai oleh Gubernur Kepulauan Riau dengan wakil ketuanya adalah Walikota. Anggota dari Dewan KPPB Batam terdiri dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Provinsi Kepulauan Riau, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Kepulauan Riau, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kepulauan Riau, Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau, Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Riau, Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut IV, Komandan Gugus Keamanan Laut Wilayah Barat, Komandan Resort Militer 033/Wirapratama, dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. 2

Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam dengan kegiatan ekonominya yang berkembang pesat telah menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk datang menetap dan bekerja. Pertumbuhan ekonomi dan kegiatan pembangunan di Batam yang pesat selain mendatangkan sejumlah keuntungan finansial dan ekonomi, juga menimbulkan eksternalitas negatif terhadap kelestarian ekosistem wilayah baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti adanya limbah domestik maupun limbah industri dan limbah B3, terjadinya kerusakan lingkungan akibat dari pembukaan lahan untuk kegiatan perumahan, menurunnya populasi mangrove akibat reklamasi, cut and fill, menurunnya populasi terumbu karang akibat eksploitasi yang tidak bertanggung jawab, penambangan pasir ilegal, terjadinya pencemaran laut akibat tumpahan minyak dari kapal, serta pembersihan lambung kapal kegiatan konstruksi kapal yang ada di pesisir pantai wilayah Kota Batam dan sekitarnya (Bapedalda Batam, 2006). Hasil studi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Batam (2006) menunjukkan dari 12 (dua belas) titik pengambilan sampel air laut, parameter kualitas air laut baik fisik maupun kimia ada yang kadarnya melebihi ambang batas dan ada juga yang masih di bawah ambang batas yang ditetapkan. Dari semua parameter fisik yang ada, kekeruhan yang mendominasi dengan nilai yang mencapai bahkan melebihi baku mutu yang telah ditetapkan hampir di semua titik lokasi pengambilan sampel, seperti di Perkampungan Batu Merah, Tanjung Sengkuang Sei Tering, Pantai Tanjung Uma, Pelabuhan Ferry-Reklamasi Pulau OB, Bengkong Laut, Pulau Belakang Padang, Pulau Bulan, Reklamasi Pulau Buluh, Pantai Melur, Pulau Kunangan. Sementara itu, kadar kekeruhan di Teluk Sinimba dan Pelabuhan Telaga Punggur masih dibawah baku mutu. Selain kekeruhan, kadar TSS dengan nilai di atas baku mutu juga dijumpai di Tanjung Sengkuang-Sei Tering, Pelabuhan Ferry-Reklamasi OB, Pulau Kunangan, Reklamasi Pulau Buluh. Tingginya nilai TSS dan kekeruhan kemungkinan berasal dari aktivitas transportasi laut dan kegiatan reklamasi. Selain itu, perumahan pasang surut di sekitar perairan juga menjadi sumber pencemaran limbah domestik, baik limbah padat maupun limbah cair, yang dibuang langsung ke perairan tanpa pengelolaan terlebih dahulu. Selain parameter 3

fisik tersebut, parameter kimia seperti salinitas DO, BOD, nitrat, ammonia dengan nilai tinggi terdeteksi di beberapa lokasi. Terdeteksinya parameter ini kemungkinan berasal dari aktivitas permukiman pasang surut seperti antara lain di perairan Pantai Tanjung Uma, Perkampungan Batu Merah sampai Tanjung Sengkuang. Di beberapa lokasi ada beberapa logam berat yang melebihi baku mutu seperti Cd, Zn, Cr 6+, CU, Ni seperti pada Pelabuhan Telaga Punggur, Pelabuhan Ferry-reklamasi OB, Pulau Belakang Padang, Pulau Bulan dan reklamasi Pulau Buluh. Tingginya kandungan logam berat ini dapat berasal dari aktifitas transportasi laut yang berlangsung di daerah pelabuhan, dan pencemaran dari kegiatan industri lokasi sekitarnya yang membuang limbah ke perairan tanpa diolah terlebih dahulu. Secara umum logam berat tersebut merupakan bahan yang digunakan dalam suatu kegiatan industri dan sebagai elemen dari komponenkomponen manufaktur yang merupakan bahan pendukung kegiatan industri manufaktur di kawasan industri (Bapedalda Kota Batam, 2006). Uraian sebelumnya menunjukkan bahwa Batam yang secara de facto telah lama menjadi kawasan perdagangan bebas merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang pesat di Indonesia dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7,5% per tahun (Batam, 2009). Pertumbuhan ekonomi di awal industrialisasi selain meningkatkan pendapatan juga menurunkan kualitas lingkungan (Katz, 2000; Copeland dan Taylor, 2004). Dalam hal ini aktifitas perdagangan bebas selalu terkait permasalahan lingkungan, sehingga kebijakan perdagangan bebas pun dalam kerangka pembangunan berkelanjutan akan terkait dengan kebijakan lingkungan yang diterapkannya (Butler, 1992). Indikator kualitas lingkungan yang menurun sebagaimana diuraikan sebelumnya mengindikasikan adanya permasalahan lingkungan (environmental problems) yang terjadi di dalam dan sekitar KPB Batam. Permasalahan lingkungan tersebut perlu dikendalikan melalui sejumlah kebijakan (policy), sehingga pembangunan ekonomi KPB (FTZ) Batam dapat berjalan secara berkelanjutan. Adanya permasalahan lingkungan membutuhkan upaya pengendalian lingkungan melalui kebijakan, karena kebijakan dibuat untuk mengantisipasi dan menyelesaikan masalah yang ada dalam suatu komunitas serta menjadi salah satu instrumen dalam pengelolaan sumberdaya alam (Ramdan et 4

al., 2003). Upaya mencari alternatif kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam perlu dilakukan sebagai upaya mengoptimalkan kegiatan perekonomian di KPB Batam yang bersinergis dengan perlindungan lingkungan dan ekosistemnya. Adanya sinergitas antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan di KPB Batam diharapkan akan meningkatkan daya tarik masuknya investasi yang lebih besar ke kawasan Batam tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan di kawasan tersebut. Oleh karena itu, perlu dikaji tingkat keberlanjutan KPB Batam, kebijakan pengelolaan lingkungan, peranan para pihak dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam untuk mendapatkan alternatif kebijakan yang sesuai di KPB Batam yang mampu mensinergikan pembangunan ekonomi dengan kelestarian lingkungan. 1.2. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 1. Pasar bebas dunia yang mengarah pada globalisasi ekonomi telah mendorong dikembangkannya zona/kawasan perdagangan bebas (KPB). Pada umumnya suatu kawasan KPB yang juga dikenal sebagai export processing zone (EPZ) merupakan kawasan khusus di sebuah negara yang menghilangkan hambatan perdagangan (trade barriers) normal seperti tarif, pajak, dan kuota barang, serta menurunkan persyaratan birokrasi dengan harapan dapat menarik bisnis baru serta investasi domestik dan asing. Aktifitas ekonomi perdagangan bebas menimbulkan eksternalitas terhadap lingkungan, karena lingkungan berperan sebagai barang konsumsi, penyedia sumberdaya alam, dan tempat menampung limbah (Butler, 1992). Oleh karena itu, kegiatan perdagangan bebas tidak terlepas dari lingkungan. Kota Batam sebagai kawasan KPB telah berkembang menjadi pusat perdagangan internasional dan kawasan industri dengan sejumlah insentif kebijakan yang umumnya terkait dengan penurunan atau penghapusan sejumlah bea dengan harapan menjadi daya tarik investasi nasional dan internasional, sehingga investasi nasional dan internasional di kawasan tersebut meningkat. Dampak dari adanya peningkatan investasi tersebut adalah terciptanya pertumbuhan ekonomi wilayah dan nasional. Namun di sisi lain daya tarik 5

Pasar Bebas Kawasan Perdagangan Bebas Pusat Perdagangan dan Kawasan Industri Bebas Batam Daya Tarik Investasi Nasional/Internasional Eksternalitas Kegiatan di Kawasan Perdagangan Bebas (KPB) Batam Peningkatan Investasi Nasional/Internasional Pencemaran Lingkungan di Kawasan Perdagangan Bebas Batam Pertumbuhan Ekonomi Wilayah dan Nasional Peningkatan Resiko Lingkungan di Kawasan Perdagangan Bebas Batam Keberlanjutan Wilayah KPB Batam Analisis Kebijakan dan Regulasi terkait KPB Batam Analisis Tingkat Keberlanjutan Wilayah KPB Batam Analisis Peranan Stakeholders Faktor Kunci Keberlanjutan KPB Batam Arahan Kebijakan Keberlanjutan KPB Batam Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian kawasan perdagangan bebas tersebut menimbulkan eksternalitas negatif di kawasan tersebut yang diindikasikan dengan terjadinya pencemaran di KPB tersebut. Adanya pencemaran lingkungan dan degradasi lingkungan lainnya akan meningkatkan resiko lingkungan di kawasan tersebut yang akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan wilayah KPB Batam. Adanya permasalahan lingkungan di KPB Batam akibat kegiatan perekonomian yang berkembang pesat memerlukan upaya pengendalian lingkungan. Keberlanjutan wilayah KPB Batam berkaitan dengan tingkat keberlanjutan KPB Batam saat ini, peraturan dan kebijakan terkait dengan 6

pengembangan kawasan Batam, serta peranan dari masing-masing stakeholders. Oleh karena itu, diperlukan analisis tentang keberlanjutan wilayah, analisis peraturan-peraturan dan kebijakan pengembangan KPB Batam, serta analisis stakeholders untuk mendapatkan alternatif kebijakan pengendalian lingkungan yang sesuai (compatible environmental policy) dengan kondisi KPB Batam. 1.3. Perumusan Masalah Wilayah Kota Batam yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam, memiliki luas administratif 1.570,35 km 2 yang terdiri dari pulau besar dan pulau kecil dibagi ke dalam delapan (8) kecamatan, yaitu: Kecamatan Belakang Padang, Kecamatan Bulang, Kecamatan Galang, Kecamatan Sei Beduk, Kecamatan Nongsa, Kecamatan Sekupang, Kecamatan Lubuk Raja dan Kecamatan Batu Ampar. Sejak tahun 2006 delapan kecamatan tersebut telah dimekarkan menjadi 12 (dua belas) kecamatan. Kota Batam yang sebelum ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas merupakan kawasan berikat (bonded area) yang memiliki daya tarik ekonomi bagi pengembangan kegiatan perdagangan dan industri. Sebagai kawasan perdagangan dan industri dengan status sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPPB) telah mendorong berkembangnya pembangunan infrastruktur fisik, seperti pusat industri, pemukiman penduduk, serta pemrosesan kegiatan industri yang memiliki potensi dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dari ekosistem di kawasan tersebut. Pertumbuhan ekonomi Batam dengan laju pertumbuhan ekonomi 7,5% per tahun selama ini cenderung menurunkan kualitas lingkungan, karena di awal kegiatan pertumbuhan industri membutuhkan kebutuhan sumberdaya alam yang banyak (air, lahan, bahan bakar minyak) dan membuang limbah ke lingkungan. Menurut Katz (2000) perdagangan bebas mendorong peningkatan pendapatan dan tingkat pencemaran sampai pada suatu titik balik dimana pendapatan akan meningkat dan kebutuhan masyarakat terhadap lingkungan yang lebih baik akan tinggi, sehingga publik akan menuntut ditetapkannya kebijakan pengelolaan 7

lingkungan yang lebih baik. Kondisi KPB Batam yang tingkat pendapatannya belum setinggi di negara maju masih memiliki potensi degradasi lingkungan yang cukup tinggi. Tanda (symptom) dari permasalahan lingkungan di kawasan tersebut adalah pencemaran lingkungan di KPB Batam, terutama pencemaran air yang dapat menurunkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan dari ekosistem di kawasan tersebut. Atas dasar permasalahan pengendalian lingkungan di kawasan Batam tersebut, maka disusun empat pertanyaan penelitian sebagai berikut : a. Bagaimana tingkat keberlanjutan KPB Batam sekarang? b. Apakah kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan KPB Batam saat ini efektif dalam mengendalikan permasalahan lingkungan di kawasan tersebut? c. Bagaimana peranan pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan sistem pengendalian lingkungan di KPB Batam? d. Bagaimana kebijakan pengendalian lingkungan yang sesuai dan dapat diterapkan di KPB Batam? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat keberlanjutan kawasan KPB Batam saat ini. 2. Mengetahui efektifitas kebijakan dan peraturan perundang-undangan dalam pengembangan KPB Batam dalam kaitannya dengan pengendalian lingkungan di kawasan tersebut. 3. Mengetahui peranan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pelaksanaan sistem pengendalian lingkungan di KPB Batam 4. Menyusun arahan kebijakan pengendalian lingkungan yang sesuai dengan pengembangan KPB Batam. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa manfaat praktis dalam menata kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam. Selain itu, dari aspek pengembangan keilmuan diharapkan bermanfaat dalam mengembangkan ilmu lingkungan yang terkait dengan pengembangan kawasan perdagangan bebas. 8

1.6. Kebaruan (Novelty) Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Melakukan penilaian keberlanjutan KPB Batam dengan analisis MDS Rap-KAPERBA (Multi Dimensional Scaling Rapid Apraisal Kawasan Perdagangan Bebas). Analisis tersebut merupakan pengembangan dari metode Rapfish yang didesain untuk menilai status keberlanjutan perikanan tangkap; b. Mengembangkan metode analisis stakeholders 4 Rs sebagai instrumen analisis tentang peranan para pihak yang terkait dengan kinerja KPB Batam yang menyangkut analisis tentang rights, responsibilities, return dan relationship diantara para pihak. Analisis stakeholders 4Rs sebelumnya dikembangkan dan digunakan untuk menganalisis peranan stakeholders di dalam pengembangan masyarakat di sekitar areal hutan. 9