BAB I PENDAHULUAN. merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
|
|
- Utami Hartanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan wilayah juga harus memperhatikan pembangunan ekonomi daerah untuk dapat memacu pengembangan wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi suatu daerah beberapa negara di Asean sudah menerapkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau juga salah satunya adalah kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Perdagangan bebas dan Pelabuhan Bebas merupakan suatu bentuk perjanjian internasional yang dianggap dapat memberikan landasan dan harapan baru bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang diarahkan dalam rangka percepatan pengentasan dan penghapusan kemiskinan, terutama bagi negara berkembang dan miskin, termasuk salah satu adalah bangsa Indonesia (Hidayat dan Agus, 2010). 1
2 Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas adalah wilayah dimana ada beberapa hambatan perdagangan seperti tarif dan kuota dihapuskan dan mempermudah urusan birokrasi dengan harapan menarik bisnis baru dan investasi asing. Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dapat didefinisikan sebagai sebuah kawasan dengan batas-batas fisik yang jelas sehingga berakses terbatas di dalam wilayah suatu negara, yang dikecualikan dari peraturan pabean setempat. Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas berfungsi sebagai sarana perdagangan bebas, bongkar muat dan penyimpanan barang, serta manufacturing, dengan atau tanpa pagar pembatas di sekeliling wilayah, dengan akses terbatas yang dijaga petugas bea cukai. Gambar 1.1 Peta Administrasi KSN Kawasan Bebas Sabang Sumber: RPI2JM 5 Kawasan Strategis Nasional 2
3 Konsep perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sebenarnya merupakan penerapan konsep perdagangan internasional negara-negara yang terlibat dalam perekonomian terbuka. Menurut Mankiw (2007), sebagian perekonomian dunia adalah perekonomian terbuka, yaitu mengekspor barang dan jasa ke luar negeri, mengimpor barang dan jasa dari luar negeri, serta meminjam dan memberi pinjaman pada pasar modal dunia. Asumsinya, suatu negara baik negara maju maupun negara berkembang dipastikan memiliki hubungan internasional satu sama lain sehingga menciptakan peluang untuk melakukan perekonomian secara terbuka. Pada awalnya Pelabuhan Bebas Sabang ditetapkan pada tahun 1970 dengan turunnya Undang-undang No 4 Tahun 1970 tentang Penetapan Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Pelabuhan bebas Sabang pada era tahun 1970 an merupakan era keemasan yang sangat bergeliat dalam hal aktifitas pelabuhan. Namun masa keemasan Pelabuhan Bebas Sabang tidak berlangsung lama. Pelabuhan Bebas Sabang ditutup pada tahun 1985 dengan keluarnya UU No 10 Tahun 1985 tentang Penutupan Pelabuhan Bebas Sabang. Gambar 1.2 Kawasan Pelabuhan Bebas Sabang Tahun Sumber: Laporan Tahunan KPBPB Sabang Tahun 1980 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang ditetapkan kembali yang ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
4 tentang Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, yang meliputi meliputi Kota Sabang (Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako, Pulau Rondo), Pulau Breuh, Pulau Nasi dan Pulau Teunom serta pulau-pulau kecil di sekitarnya yang terdapat di dalam batas-batas koordinat tertentu yang ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu. Letak Kawasan Sabang yang strategis karena berada pada jalur lalu lintas pelayaran (International Shipping Line) dan penerbangan internasional menjadikan posisinya begitu sentral sebagai pintu gerbang arus masuk investasi, barang dan jasa dari dalam dan luar negeri. Didukung juga dengan pembangunan Terusan Kra (Canal Kra) di Thailand yang hampir selesai, telah memposisikan Sabang sebagai Buffer Zone bagi kapal-kapal container atau kapal-kapal kargo lainnya yang melalui Selat Malaka dan Samudera Hindia (Masterplan Kawasan Sabang ). Dalam aplikasi perdagangan bebas, tujuan terpentingnya adalah menurunkan hambatan (tarif atau non tarif) yang masuk dan keluar dari Sabang sehingga produktifitas bisnis dalam kawasan Sabang meningkat, sebagaimana asumsi yang dibangun oleh Mankiw (2007). Oleh karena itu, setidaknya ada tiga peraturan penting yang menjadi kunci penting bagi keberhasilan aplikasi perdagangan bebas tersebut yaitu (1) dalam produksi komoditi untuk konsumsi lokal, pembelian komponen impor dari luar kawasan diberi kemudahan mekanisme pembayarannya; (2) proses produksi yang komponennya diimpor dan produksinya diekspor dibebaskan dari tarif; dan (3) mekanisme pajak hendaknya lebih dikenakan terhadap barang produk yang diimpor dibanding barang yang dibuat di dalam kawasan. 4
5 Kawasan Perdagangan Bebas dan Perdagangan Bebas direncanakan untuk jangka waktu 70 tahun yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian Kawasan Sabang. Namun keberadaan Pelabuhan Bebas Sabang selama 14 tahun sejak ditetapkan tahun 2000 belum memberikan kontribusi sosial dan perekonomian nasional bahkan regional. Minimnya kegiatan kepelabuhanan yang diakibatkan rendahnya jumlah kedatangan kapal, selain itu sektor industri dan perdagangan yang ada di Kota Sabang masih berskala industri rumahan. Kondisi ini yang menyebabkan interaksi perekonomian tersendat akibat masih kecilnya volume transaksi barang yang keluar (ekspor) dan hanya bertumpu pada volume barang yang masuk (impor). Buruknya kinerja pelabuhan bebas ini lebih disebabkan lambatnya realisasi pengembangan pelabuhan yang dilatarbelakangin oleh ragam issue kepentingan, mulai politik, keamanan, hingga dukungan kebijakan. Patton dan Savicky (1986) mengemukakan bahwa implementasi kebijakan sama penting dengan kebijakan itu sendiri sehingga kegagalan implementasi dianggap sama dengan kegagalan kebijakan. Berkenaan dengan policy failures dalam konteks pengawasan dan evaluasi kebijakan. Kegagalan kebijakan dikelompokkan menjadi 2, yaitu (1) program failures di mana kebijakan tidak dapat diimplementasikan sesuai dengan disain, dan (2) theory failures di mana kebijakan dapat diimplementasikan sesuai dengan disain tetapi tidak memberikan hasil yang diharapkan. Dalam perjalanannya sejak ditetapkan kembali pada tahun 2000, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang mengalami banyak hambatan baik 5
6 pada tahapan implementasi kebijakan hingga pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan, hingga saat ini belum mampu memberikan hasil nyata dari pengembangan Kawasan Bebas Sabang. Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai: Evaluasi Kebijakan Penetapan Kembali Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu bagaimana output dan proses kebijakan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengevaluasi kebijakan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang. 2. Menjelaskan proses pelaksanaan kebijakan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas terhadap dan sebagai tambahan referensi bagi penelitian ilmiah lainnya terkait dengan topik penelitian ini. 6
7 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan rekomendasi bagi Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, khususya Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) terkait pelaksanaan kebijakan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, serta menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan penetapan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dimasa yang akan datang. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian ini asli karena topik mengenai evaluasi output dan proses kebijakan penetapan kembali kawasan pelabuhan bebas sabang dengan fokus dan lokus yang sama belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun penelitian yang bertemakan tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas beberapa kali pernah dilakukan meskipun dengan fokus dan lokus yang berbeda, seperti yang pernah dilakukan oleh Syahputra (2005) meneliti tentang faktor-faktor penghambat pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang: Studi pada Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Tujuan dari penelitiannya mengetahui implementasi penyelenggaraan tugas di Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dan Mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin menjadi penghambat pelaksanaan kebijakan Kawasan Pelabuhan Bebas Sabang. Metode penelitian yang digunakan dengan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pemikiran logis, induktif, deduktif, analogis dan komparatif. Temuan hasil penelitian mengemukakan bahwa pengelolaan kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang masih banyak mengalami kelemahan baik dari sisi perencanaan dimana tahap konsolidasi belum tercapai. Demikian juga dalam masalah pengorganisasian, 7
8 pengarahan, maupun dalam sisi pengawasan. Kemampuan manajerial BPKS masih cukup lemah baik dalam penyusunan rencana kerja, proses komunikasi, maupun dalam pelaksanaan tugas. Hambatan-hambatan dalam pengelolaan baik dari kebijakan politik, kemampuan manajerial maupun dari aspek hubungan kelembagaan ini berakibat pada tidak berjalannya pengelolaan kawasan bebas sabang. Tidak berjalannya pengelolaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sabang ditunjukkan dengan kecilnya kontribusi kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sabang dalam peningkatan pendapatan daerah. Kurniawan (2007) meneliti tentang analisa pelaksanaan Asean-China Free Trade Agreement dengan Peraturan Pemerintah No 46 tahun 2007 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apa dan bagaimana penerapan kebijakan ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) di wilayah yang merupakan zona perdagangan bebas khususnya di Pulau Batam sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk menanggulangi dampak penerapan kebijakan ACFTA. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis empiris dengan pendekatan perbandingan hukum dan pendekatan peraturan perundang - undangan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Kerangka Kerja ACFTA diwilayah Zona Perdagangan bebas tidak menimbulkan dampak pada industri lokal di P. Batam. Industri P. Batam memiliki orientasi ekspor dalam memasarkan produk yang dihasilkan, sehingga memiliki standar internasional agar dapat diterima di negara tujuan ekspor dan dapat bersaing dengan produk luar negeri. Pemerintah Pusat 8
9 melalui Keppres ataupun PP, berdasarkan kisah sukses P. Batam, hendaknya wilayah yang berdekatan dengan perbatasan ditentukan sebagai wilayah beorientasi ekspor produk yang paling dibutuhkan. Bagi wilayah yang tertinggal dalam bidang industri dikembangkan sebagai industri penyokong bahan baku disamping tetap mengembangkan industri yang ada sebelumnya tanpa melupakan ketersediaan Sumber Daya Alam. Novia (2007) meneliti mengenai efektifitas pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2007 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Bintan terhadap investasi di Bintan, Kepulauan Riau. Penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif kualitatif yang fokus pada isi dan implikasi kebijakan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas PP No 47 tahun 2007 terhadap investasi dan juga untuk mengetahui faktof-faktor yang menghambat efektifitas PP No 47 tahun 2007 terhadap investasi. 9
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN
Lebih terperinciRGS Mitra 1 of 10 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG
RGS Mitra 1 of 10 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penetapan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMERINTAH KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMERINTAH KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMERINTAH KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMERINTAH KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciFasilitas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone)
Fasilitas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Batam OUTLINE PEMAPARAN 1 2 PENGANTAR PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan
Lebih terperinciNo. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.944, 2013 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Pemberian Izin Prinsip. Dewan Kawasan Sabang. Pelimpahan Wewenang. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan merupakan sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Perkembangan pelabuhan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.169, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Perizinan. Kawasan Perdagangan Bebas. Pelabuhan Bebas. Sabang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/M-DAG/PER/1/2013
Lebih terperinciBERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Pelimpahan Wewenang. Pemberian Izin Usaha. Penanaman Modal.
No.505, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Pelimpahan Wewenang. Pemberian Izin Usaha. Penanaman Modal. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG
PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman
Lebih terperinciSATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA
RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan cita-cita luhur yang ingin dicapai setelah lahirnya bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciQANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PEMERINTAH ACEH KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG
QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PEMERINTAH ACEH KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
Lebih terperinciKEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA
DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Implementasi asas Cabotage merupakan sebuah prinsip yang lahir dari rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan udaranya. Dalam konteks
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga
BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integrasi ekonomi, Sesuai dengan tujuan pembentukannya, yaitu untuk menurunkan hambatan perdagangan dan berbagai macam hambatan lainnya diantara satu negara dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang
Lebih terperinciBab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian
12 Rapat Dengan Wakil Presiden (Membahas Special Economic Zone) Dalam konteks ekonomi regional, pembangunan suatu kawasan dapat dipandang sebagai upaya memanfaatkan biaya komparatif yang rendah untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM, SELAKU KETUA DEWAN KAWASAN SABANG
GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERSETUJUAN OLEH DEWAN KAWASAM SABANG (DKS) KEPADA BADAN
Lebih terperinci# masuk ke suatu daerah tertentu dan sebagai prasarana penghubung antar daerah, antar pulau, bahkan antar negara. Hal tersebut ditegaskan dalam UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang akan digunakan untuk membiayai kebutuhan negara, salah satunya untuk membangun infrastruktur. Infrastruktur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengendalian internal pada suatu perusahaan adalah hal yang sangat penting. Pelaksanaan pengawasan internal auditor dapat dilakukan secara langsung oleh Internal Auditor
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a.
Lebih terperinciBoks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG
Boks SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) telah menghasilkan paradigma terhadap keunggulan
Lebih terperinciDAFTAR GAMBAR. Renstra Strategis Tahun
DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1.1 GAMBAR 1.2 GAMBAR 2.1 GAMBAR 2.2 GAMBAR 2.3 GAMBAR 2.4 GAMBAR 2.5 GAMBAR 2.6 GAMBAR 2.7 GAMBAR 4.1 Hubungan Renstra SKPD dengan Dokumen Perencanaan Lainnya. Bagan Alir Penyusunan
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan global merupakan masalah besar bagi industri tekstil dan produk tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami masa
Lebih terperinciKEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA KEPELABUHANAN UNTUK ANGKUTAN LAUT JALUR PELAYARAN INTERNASIONAL
KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA KEPELABUHANAN UNTUK ANGKUTAN LAUT JALUR PELAYARAN INTERNASIONAL Latar Belakang Angkutan laut berupa kapal-kapal dalam jalur pelayaran internasional sangat berperan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih dari 2/3 wilayahnya berupa perairan. Dari zaman nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal dan menggunakan transportasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi
Lebih terperinciDAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))
DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) Resume Muhammad Akbar Budhi Prakoso 151040071 JURUSAN ILMU HUBUNGAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH PERDAGANGAN BEBAS DENGAN PELABUHAN BEBAS SABANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH PERDAGANGAN BEBAS DENGAN PELABUHAN BEBAS SABANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinci2017, No Bintan, dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun, perlu mendelegasikan kewenangan penerbitan perizinan di bidang perd
No.914, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Penerbitan Izin bidang Perdagangan LN. Pendelegasian Kewenangan kepada KPBPB- BBK. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor
BAB V KESIMPULAN China beberapa kali mengalami revolusi yang panjang pasca runtuhnya masa Dinasti Ching. Masa revolusi yang panjang dengan sendirinya melahirkan para pemimpin yang mampu membawa China hingga
Lebih terperinci- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, p
- 2 - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2013; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong negara-negara di dunia untuk memperluas ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya keterbukaan, baik keterbukaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat saat ini, secara sadar memahami bahwa dalam pola hidup bermasyarakat, penegakan hukum sangat berperan penting, tidak hanya mengatur bagaimana manusia berperilaku,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejatinya tak dapat dipungkiri bahwa setiap negara menghadapi berbagai macam polemik terutama dari segi ekonomi. Hal ini mengharuskan pemahaman lebih mendalam secara
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 57 TAHUN 1996 TENTNAG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI ORANG PRIBADI YANG BERTOLAK KE
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan ini diperlukan strategi yang tepat agar dapat
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990)
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN 5.1 Temuan Studi
BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan penutup dari studi yang dilakukan dimana akan dipaparkan mengenai temuan studi yang dihasilkan dari proses analisis terutama untuk mencapai tujuan penelitian yang telah
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMERINTAH KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMERINTAH KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMERINTAH KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG
www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMERINTAH KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciIII. KERANGKA KONSEP PENELITIAN. Kebijaksanaan pembangunan nasional di sektor transportasi adalah
1 III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Pikir Penelitian Kebijaksanaan pembangunan nasional di sektor transportasi adalah untuk memperlancar arus barang dan jasa serta meningkatkan mobilitas manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. 1. entitas ekonomi didasarkan atas kenyataan bahwa masing-masing pihak saling
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sedang dilanda krisis ekonomi akibat menguatnya mata uang dollar terhadap hampir seluruh mata uang di dunia. Perubahan tersebut memunculkan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai kajian menunjukkan bahwa selama 20 tahun mendatang aliran peti kemas di Indonesia akan meningkat secara dramatis, dari 8,8 juta TEUs pada tahun 2009 diperkirakan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan investasi
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2015 KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768). PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur
Lebih terperinciKETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM PERATURAN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KETUA DEWAN
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
No. 5768 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279). PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciPERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)
PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh : RINA MERIANA L2D 305 139 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan
Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : SANDRA DODY TRISNA B
PENGARUH MOTIVASI DAN KEMAMPUAN PEGAWAI TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI SEKSI PERDAGANGAN LUAR NEGERI DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN DAN PENANAMAN MODAL KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Penerimaan devisa yang berasal dari ekspor dan adanya berbagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. uraian tentang teori- teori dan penelitian terdahulu yang dapat menjelaskan secara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Adapun uraian pada tinjauan pustaka yang di uraikan penulis adalah memberi uraian tentang teori- teori dan penelitian terdahulu yang dapat menjelaskan secara teoritis kajian tersebut.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinci7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT. Pendahuluan
73 7 STRATEGI PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG PRIOK SEBAGAI INTERNATIONAL HUB PORT Pendahuluan Selama ini jalur pengiriman kontainer dari Indonesia ke luar negeri diarahkan ke Pelabuhan Singapura atau Port
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERIN TAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia usaha di Indonesia mengalami perubahan ketika memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas. Hal ini dikarenakan Indonesia terlibat dalam kawasan perdagangan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS GALANG BATANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS GALANG BATANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mengembangkan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2010 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KENA CUKAI KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH DITUNJUK SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang pesat secara tidak langsung berdampak pada kehidupan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi ditandai dengan persaingan yang tajam, pertumbuhan ekonomi yang pesat secara tidak langsung berdampak pada kehidupan masyarakat Indonesia
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan
A. Ekspor BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Ekspor Ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta
Lebih terperinci142/PMK.04/2011 IMPOR SEMENTARA
142/PMK.04/2011 IMPOR SEMENTARA Contributed by Administrator Thursday, 25 August 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA
Lebih terperinciKementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Jakarta, 22 September 2015 A. RPP Tempat Penimbunan Berikat, (D1) B. RPP Perubahan PP Nomor 23 Tahun 2010, (F3) C. RPerpres
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu
Bab I Pendahuluan a. Latar belakang Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu dengan negara lain yang saling ketergantungan sehingga melahirkan adanya perekonomian internasional.
Lebih terperinciMateri Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional
E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pengembangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN ( DALAM SATU NASKAH )
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN ( DALAM SATU NASKAH ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A
Lebih terperinciBAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.
BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi
Lebih terperinci