II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet berbentuk pohon, tinggi m, bercabang dan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Kartasapoetra, 1988) tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell

TINJAUAN PUSTAKA. karet ini dibudidayakan, penduduk asli diberbagai tempat seperti : Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

KERAGAAN MATERI GENETIK KLON KARET HASIL PERSILANGAN TAHUN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SELEKSI PROJENI TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DARI HASIL PERSILANGAN TAHUN SEBAGAI PENGHASIL LATEKS DAN KAYU

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet


TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam.

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Seleksi Progeni F1 Hasil Persilangan Tetua Betina IRR 111 dengan Beberapa Tetua Jantan 2006Pada Tanaman Karet(Hevea brassiliensis Muell Arg.).

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet sudah dikenal berabad abad yang lalu.tanaman ini bukan

I. PENDAHULUAN. Asia tenggara lainnya, yaitu Malaysia dan Thailand, sejak dekade 1920-an sampai sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan (William dkk., 1987 in Anzah,2010), sistematika tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Steenis, et. al, (1967) sistematika tanaman karet adalah

Warta Perkaretan 2016, 35 (2), KEUNGGULAN KLON KARET IRR 220 dan IRR 230. The Superiority of IRR 220 and IRR 230 Rubber Clone

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:

KERAGAAN DAN POTENSI HASIL KARET DARI BEBERAPA GENOTIPE HASIL PERSILANGAN ANTAR TETUA TANAMAN BERKERABAT JAUH

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae; Class :

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

GENOTIPE TERPILIH BERDASARKAN KARAKTER PERTUMBUHAN DAN HASIL LATEKS DARI UP/03/96

PERKEMBANGAN PENELITIAN KLON KARET UNGGUL IRR SERI 100 SEBAGAI PENGHASIL LATEKS DAN KAYU

THE POTENTIAL BENEFITS OF EIGHT GENOTYPE MATERIAL AMAZON 1981 PLANT RUBBER (Hevea brasiliensis Muell.-Arg.)

Subdivisi : Angiospermae, Kelas :Monocotyledoneae, Ordo : Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg.

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 314/Kpts/SR.120/8/2005 TENTANG PELEPASAN KARET VARIETAS/KLON IRR.104 SEBAGAI VARIETAS/KLON UNGGUL

TINJAUAN PUSTAKA. subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae,

Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau ISSN

STUDI KARAKTER FISIOLOGIS DAN SIFAT ALIRAN LATEKS KLON KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300

SISTEM PENYADAPAN TANAMAN KARET

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

SELEKSI GENOTIPE TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) DARI HASIL PERSILANGAN TAHUN SEBAGAI PENGHASIL LATEKS DAN KAYU SKRIPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

Penemuan Klon Kakao Tahan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM. dikenal dengan nama botani Hevea Brasiliensis berasal dari daerah Amazone di

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

ANALISIS DINAMIKA DAYA HASIL LATEKS BEBERAPA GENOTIPE KARET HARAPAN PP/07/04 TERHADAP PERUBAHAN MUSIM SAYURANDI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. : Hevea brasiliensis Muell Arg. penyediaan batang bagian bawah harus sungguh-sungguh baik

PRODUKTIVITAS KLON KARET IRR SERI-100 DAN 200 PADA BERBAGAI AGROKLIMAT DAN SISTEM SADAP

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

Seleksi Progeni F1 Sebagai Klon Unggul Penghasil Lateks dan Lateks Kayu

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman

METODE PENELITIAN. (turunan) dari persilangan intraspesifik RRIM 600 x PN 1546 di Balai Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

OPTIMASI PRODUKSI KLON IRR SERI 200 DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA SISTEM SADAP DI PENGUJIAN PLOT PROMOSI

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

AKTIVITAS PEMULIAAN TANAMAN DALAM PERAKITAN KLON KARET UNGGUL DI INDIA

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BISNIS BUDIDAYA KARET

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

SELEKSI PROGENI F1 HASIL PERSILANGAN TETUA BETINA IRR 111 DENGAN BEBERAPA TETUA JANTAN TAHUN PADA TANAMAN KARET

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENYADAPAN TANAMAN KARET

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

SISTEM EKSPLOITASI OPTIMAL DAN BERKELANJUTAN TANAMAN KARET

Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet.

EVALUASI PENGUJIAN LANJUTAN KLON KARET IRR SERI

PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

II. TINJAUAN TEORITIS. Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan tanaman asli dari

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

SELEKSI DINI POHON INDUK TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) DARI HASIL PERSILANGAN RRIM 600 X PN 1546 BERDASARKAN PRODUKSI LATEKS DAN KAYU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 312/Kpts/SR.120/8/2005 TENTANG PELEPASAN KARET VARIETAS KLON IRR 32 SEBAGAI VARIETAS/KLON UNGGUL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Botani Tanaman Menurut Kartasapoetra (1988) tanaman karet memiliki sistematika sebagai berikut; Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Class : Dicotyledoneae, Ordo : Euphorbiales, Family : Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg. Tanaman karet berbentuk pohon, tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung banyak getah susu. Daun berselang-seling, tangkai daun panjang, 3 anak daun yang licin bertangkai, petiola pendek, hijau dan memiliki panjang 3,5 30,0 cm. Helaian anak daun bertangkai pendek dan berbentuk elips atau bulat telur, pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5 35 cm dan lebar 2,5 12,5 cm (Sianturi, 1996). Buah jadi (fruit set) merupakan produk dari keberhasilan persilangan secara alami maupun secara buatan. Satu buah karet biasanya mengandung tiga butir biji tetapi kadang-kadang ada yang empat biji. Biji karet dilindungi oleh epicarp (lapisan luar) dan endocarp (lapisan dalam). Epicarp berwarna hijau muda sedangkan endocarp berwarna putih pudar dan apabila buah telah masak fisiologis epicarp akan berwarna hijau tua dan endocarp akan mengeras dan mengayu. Jika epicarp kering buah akan pecah dan melepaskan biji (Djikman, 1951). Biji karet memiliki bentuk dan ukurannya bervariasi tergantung pada masing masing tetua. Biasanya biji berbentuk bulat lonjong (ellips), panjang 14-25 mm dan berat rata-rata 3,5 gram sampai 6 gram. Bentuk permukaan perut

(ventral) biji agak rata dan punggung (dorsal) agak menonjol. Kulit biji biasanya keras, berkilat dan berwarna cokelat atau cokelat keabu-abuan dengan banyak batik (mosaik) pada permukaan punggung tetapi sedikit atau tidak ada pada bagian perut (Webster dan Baulkwill, 1989). Bunga karet termasuk bunga majemuk tidak terbatas yang berbentuk rangkaian (inflorecentia) yang tangkai utamanya (pedenculus) bercabang terdiri dari atas beberapa malai (panicula) yang berbentuk piramida atau kerucut (Djikman, 1951; Darjanto dan Satifah, 1982). Batang dan kulit merupakan wadah dari produksi tanaman karet, dimana segala proses assimilasi yang terjadi di daun ditransfer ke dalam tubuh pohon untuk memproduksi lateks. Terbentuknya lateks di dalam batang berhubungan dengan besarnya pertumbuhan pohon (Indraty, 1987). Penampang melintang batang pohon karet dimulai dari bagian tengah sampai lapisan terluar terdiri dari bagian kayu kambium, kulit lunak, kulit keras dan akhirnya lapisan gabus. Di dalam kulit lunak terdapat deretan pembuluh tapis yang vertikal mengandung karbohidrat hasil dari fotosintesa. Jumlah susunan pembuluh lateks bervariasi diantara klon dan bahkan dari pohon ke pohon. Hal ini dipengaruhi oleh umur tanaman, posisi kulit, tebal kulit, jenis pohon dan pertumbuhan batang tanaman(ginting, 1990).

2. Pemuliaan Tanaman Karet Program pemuliaan dan seleksi pada tanaman karet bertujuan untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baik, sehingga diperoleh klon dengan potensi produksi dan sifat sekunder lainnya yang lebih baik dari pada klon yang sudah ada. Usaha ini harus dilakukan secara berkesinambungan dengan tahapantahapan pengujian pada tanaman karet. Selain itu, tindakan yang juga perlu dilakukan adalah evaluasi dari beberapa pengujian, sehingga dari beberapa hasil pengujian tersebut akan diperoleh klon anjuran yang lebih baik. Evaluasi ini juga penting untuk melihat perkembangan terakhir dari klon-klon yang sudah dianjurkan (Lasminingsih dan Situmorang, 1990). Kemajuan pemuliaan tanaman karet dapat diukur dari pencapaian peningkatan potensi produksi dari klon-klon unggul baru yang dihasilkan, dibandingkan dengan klon sebelumnya. Selama empat generasi pemuliaan tanaman karet dari tahun 1910 sampai saat ini telah mencapai kemajuan yang pesat. Hal ini dapat diukur dari peningkatan potensi tanaman untuk menghasilkan lateks serta perbaikan sifat-sifat sekunder lainnya seperti pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap gangguan angin, respon terhadap stimulan, ketahanan terhadap kering alur sadap (KAS) dan perbaikan mutu lateks. Kegiatan pemuliaan dan seleksi karet di Indonesia telah berjalan selama empat generasi yang dimulai pada tahun 1910-1935 (generasi 1), tahun 1935-1960 (generasi 2), 1960-1985 (generasi 3) dan tahun 1985-2010 (generasi 4). Dari empat generasi yang sudah berjalan, terdapat kemajuan genetik yang besar yaitu adanya peningkatan rata-rata potensi produksi karet kering dari sekitar 500 kg/ha/th pada populasi awal berupa tanaman semaian terpilih menjadi 3000 kg/ha/th dan masa

tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat disingkat dari enam tahun menjadi empat tahun (Aidi-Daslin et.al., 2009). 2.1 Tahapan Pemuliaan Tanaman Karet Adapun beberapa tahapan dalam pemuliaan tanaman karet dimulai dari persilangan, seleksi awal pada tanaman F1, pengujian pendahuluan, dan pengujian lanjutan/adaptasi bahan tanaman seperti yang terlihat pada Gambar 1. Tahun 0 Persilangan Buatan 2 3 5-10 Seleksi Turunan (F1) Seleksi 10% Uji Pendahuluan Skrining turunan terbaikseleksi 1 % Uji Plot Promosi Seleksi Ulang Evaluasi & Seleksi Evaluasi & Seleksi 10-15 Uji Lanjutan/Adaptasi Rekomendasi Klon Harapan 15-20 Rekomendasi Klon Harapan Rekomendasi Klon Komersial 20-25 Rekomendasi Klon Komersial Gambar 1.Tahapan Kegiatan Pemuliaan Karet Dalam Satu Siklus Seleksi

2.1.1 Persilangan Persilangan pada tanaman karet dapat terjadi secara alami dan buatan. Untuk terjadinya persilangan secara alami diperlukan penataan klon secara baik pada pertanaman yang khusus dirancang untuk itu. Kesulitan dalam pemanfaatan biji silang alami adalah disebabkan tidak ada kriteria yang dapat membedakan antara biji-biji hasil silang dalam dan silang luar (Woelan dan Azwar, 1990). Persilangan buatan merupakan salah satu kegiatan perakitan genotipe unggul baru yang secara terus-menerus dilakukan untuk mendapatkan klon karet unggul dengan potensi produksi tinggi yang didukung karakter sekunder yang lebih baik. Kegiatan ini selain dititikberatkan untuk mendapatkan klon karet unggul penghasil lateks juga diharapkan sebagai penghasil kayu, sehingga materi persilangan yang harus digabungkan yaitu berasal dari populasi Wickham 1876 yang memiliki keunggulan hasil lateks tinggi dan PN IRRDB 1981 yang memiliki keunggulan pertumbuhan cepat dan jagur (Woelan dan Pasaribu, 2009). Sumber genetik terbaik dari material Wickham yang memiliki potensi produksi tinggi dan sifat sekunder yang baik dipilih sebagai tetua dalam program persilangan buatan sejak tahun 1985. Tetua yang dipilih untuk persilangan buatan sebahagian besar berasal dari klon-klon sekunder dan tersier seperti BPM seri 100, PB seri 200, RRIC seri 100, seri F, FX dan IAN (Tabel 1). (Aidi-Daslin, 2005). Setiap tahun program persilangan buatan yang ditargetkan antara 15.000 25.000 bunga betina yang dapat disilang, hanya realisasi sangat tergantung dari ketersediaan bunga dan sinkronisasi waktu pembungaan dari klon yang diprogramkan sebagai tetua pada saat itu (Woelan dan Pasaribu, 2009).

Biji-biji hasil persilangan buatan disebut biji legitim, karena kedua tetuanya diketahui dan dikendalikan dengan baik, sehingga kombinasi-kombinasi persilangan yang diinginkan dapat dirancang dan diatur lebih leluasa. Masalah utama dalam pembentukan keragaman genetik melalui persilangan buatan adalah rendahnya persentase buah jadi. Disamping itu, waktu pembungaan yang tidak serentak antara dua klon yang ingin disilangkan selalu menghambat keberhasilan pelaksanaan program persilangan (Woelan dan Azwar, 1990). Dalam program persilangan tanaman karet, umumnya persentase buah jadi dikatakan rendah, hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara genetik dan lingkungan. Pengaruh genetik dapat dilihat dari adanya perbedaan kompatibilitas dari pasangan klon yang disilangkan. Dengan adanya faktor-faktor tersebut diatas, maka penyediaan bahan yang akan digunakan untuk seleksi dapat menghambat kemajuan penemuan klon unggul baru. Maka salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan metode seleksi yang dipercepat (Woelan dan Azwar, 1990). Berdasarkan data penelitian yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Sungei Putih, dari 225.278 bunga betina yang disilangkan selama periode tahun 1985 s.d 2005, menghasilkan 6.794 buah jadi yaitu sebesar 3,0 % dari jumlah persilangan. Rendahnya persentase buah jadi pada persilangan karet disebabkan beberapa hal yaitu, 1) adanya inkompatibilitas antara tetua jantan dan betina, 2) kebutuhan hormon tumbuh dalam endosperm, dan 3) faktor curah hujan dan kelembaban yang menyebabkan meningkatnya serangan penyakit (Aidi-Daslin, 2005).

Tabel 1. merupakan daftar tetua-tetua yang sudah digunakan sebagai bahan persilangan buatan untuk program pemuliaan karet semenjak 1985-2005. Tabel 1. Tetua Persilangan Program Pemuliaan Karet 1985-2005 Periode Betina Persilangan 1985-1990 BPM 1, BPM 101, BPM 107, BPM 109, FX 25, F 4542, GT 1, IAN 873, LCB 870, LCB 1320, PB 86, PB 260, PR 305, RRIC 102, RRIC 110, RRIM 701, PR 107. 1991-1995 BPM 24,BPM 101, BPM 107, BPM 109, FX 2784, GT 1, IAN 717, IAN 873, LCB 870, PB 5/51, PB 86, PB 260, RRIM 600, PR 300. 1996-2000 PB 5/51, PB 86, PB 260, PB 280, BPM 1, BPM 13, BPM 24, BPM 107, BPM 109, RRIC 100, RRIM 600, RRIM 712, IRR 111, IRR 208, IRR 209, IRR 212, IRR 216, IRR 220. 2001-2005 BPM 24, BPM 109, PM 10, RRIM 600, RRIM 921, RRII 105, PB 260, PB 330, PB 340, RRIC 100, RRIC 110, RRIC 130, RRIC 131, RRIC 133, IRR 42, IRR 105, IRR 111, IRR 118, IRR 200, IRR 203, IRR 219, IRR 220. Jantan BPM 109, FX 25, FX 2784,FX 4037, IAN 717, RRIC 110, RRIM 717, RRIM 600, PB 86, LCB 1320, RRIC 100, RRIC 102. BPM 101, F 4542, FX 25, FX 4037, FX 2784, IAN 873, GX 2117, PB 260, PR 300, RRIC 102, RRIC 110, AVROS 427, LCB 870, PN 6, PN 7, PN 1505, PN 2662, PB 5/51, PB 260, PB 255, RRIC 100, RRIC 110, IAN 873, F 4542, IRR 100, IRR 111, IRR 203, IRR 206, PN 7, 11, 20, 2190, 2217, 1429, 2508, 2509, 3964, 3966, 4312, 4335, 4343, 5828, 7108, 7115, 8537, 8991. PB 260, PB 330, RRIC 110, RRIC 130, RRIC 131, RRIM 712, RRIM 901, RRII 105, IRR 5, IRR 42, IRR 105, IRR 107, IRR 111, IRR 118, IRR 200, IRR 220, PN 3508, 3758, 3760,4346,4369,5008,5009,5082, 5507,7684, 8537, 8985. 2.1.2 Seleksi Tanaman F1 (Genotipe) Seleksi tanaman dilakukan pada tanaman F1 hasil persilangan ditanam di Seedling Evaluation Trial (SET) dengan jarak tanam yang digunakan 2x2 m. Seleksi individu dilakukan berdasarkan potensi produksi dan sifat-sifat pertumbuhan. Potensi produksi diamati dengan menggunakan metode sadap HMM (Hamaker Morris Man), dengan sistem sadap ½ S d/3 pada ketinggian 50 cm (Woelan, 2008).

Metode Hamaker-Morris-Mann Test Seleksi progeni dari hasil persilangan, didasarkan kepada beberapa sifat penting yang meliputi a) potensi hasil lateks, b) pertumbuhan tanaman, c) ketahanan terhadap penyakit, dan d) beberapa karakteristik sekunder yang menguntungkan. Untuk mempersingkat waktu seleksi, metode evaluasi yang diperkenalkan oleh Hamaker Moris Mann (Djikman, 1951) yaitu biji F1 disadap dengan sistem penyadapan ½ S d/3 pada ketinggian 50 cm dari pertautan okulasi. Seleksi pada populasi F1 dilakukan terhadap progeni-progeni yang memiliki potensi hasil dan sifat sekunder yang baik, dengan intensitas seleksi 1%. Progeni terpilih diperbanyak secara okulasi untuk material dalam pengujian plot promosi. Tahap berikutnya dipilih progeni-progeni terbaik dengan intensitas seleksi 10%, untuk material dalam pengujian pendahuluan klon (Aidi-Daslin, 2005). Proses seleksi pada tanaman karet untuk mendapatkan klon unggul baru, sangat diperlukan variasi yang luas, baik itu mendatangkan plasma-plasma nutfah maupun persilangan dari genotipe-genotipe yang berkerabat jauh. Dengan demikian, seleksi tanaman karet merupakan bentuk kegiatan yang harus dilakukan secara bertahap, terperinci dan memerlukan waktu yang cukup lama (Woelan dan Azwar, 1990).

2.1.3 Pengujian Pendahuluan Uji Pendahuluan (UP) merupakan tahap kedua dalam siklus pemuliaan tanaman karet. Pada tahap ini, genotipe-genotipe hasil persilangan yang telah diseleksi pada Seedling Evaluation Trial diuji dan diseleksi kembali pada UP dalam skala kecil (10-20 tanaman/genotipe) dengan jarak tanam 4 x 5 meter dalam satu baris tanaman. Dari UP ini nantinya akan diperoleh klon-klon unggul harapan dengan nama seri IRR (Indonesian Rubber Research). Evaluasi dan pengamatan pada UP umumnya lebih dititikberatkan untuk menemukan genotipegenotipe yang pertumbuhannya jagur, berproduksi tinggi, dan memiliki sifat-sifat sekunder yang baik. Orientasi yang paling utama adalah klon karet penghasil lateks dengan target hasil lateks (karet kering) di atas 3000 kg/ha/tahun dan hasil kayu karet di atas 300 m 3 /ha/siklus (Suhendry, 2002). 2.1.4 Pengujian Lanjutan/Adaptasi Pengujian lanjutan/adaptasi merupakan pengujian yang dilakukan untuk menguji klon harapan pada berbagai lingkungan. Berdasarkan pada analisis variansnya, akan diketahui ada tidaknya interaksi genotipe x lingkungan (g x e). Jika tidak terjadi interaksi g x e penentuan klon yang ideal sangat mudah untuk dilakukan, yaitu dengan memilih klon-klon harapan dengan rata-rata hasil yang lebih tinggi, namun apabila terjadi interaksi g x e, hasil tertinggi suatu klon pada suatu lingkungan tertentu belum tentu memberikan hasil yang tertinggi pula pada lingkungan yang berbeda (Aidi-daslin dan Sayurandi, 2006). Pada tanaman karet disamping produksi, karakter agronomi sangat penting digunakan sebagai variabel seleksi untuk memilih klon-klon unggul. Respon sifatsifat fenotipe ini pada interaksi g x e, berguna sebagai dasar dalam seleksi klon

untuk menghasilkan genotipe-genotipe apakah nanti sesuai ditanam dalam lingkungan yang luas atau hanya untuk lingkungan tertentu (Aidi-Daslin, 1986). 2.1.5 Pengujian Plot Promosi Dalam kegiatan pemuliaan tanaman karet lamanya satu siklus tanaman karet merupakan kendala untuk dapat menghasilkan klon-klon unggul baru. Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk mempersingkat siklus tanaman tersebut adalah dengan melakukan pengujian Plot Promosi. Pengujian Plot Promosi adalah pengujian yang dipercepat dengan memanfaatkan materi genetik hasil seleksi 1% pada tanaman seedling (Seedling Evaluation Trial = SET). Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan klon unggul baru melalui pengujian ini dapat dipersingkat menjadi 15-20 tahun (Woelan, 2005). Pengujian Plot Promosi ini menggunakan rancangan percobaan Simple Latice Design. Masing-masing plot terdiri dari 30-60 tanaman. Peubah yang diamati adalah lilit batang, tebal kulit, jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, waktu buka sadap, persentase matang sadap, ketahanan terhadap penyakit daun, dan potensi produksi kayu (m 3 /pohon) (Woelan, 2005). 2.1.6 Klon Karet Anjuran Klon anjuran komersial adalah klon unggul yang dianjurkan untuk pengembangan komersial yang menurut Undang-Undang No. 12 1992 disebut sebagai Benih Bina dan pelepasannya dilakukan secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri. Klon harapan adalah klon-klon yang pada pengujian pendahuluan terbukti memiliki sifat keunggulan lebih baik dari klon anjuran komersial pembanding, namun belum teruji secara luas. Klon harapan dianjurkan

masuk pengembangan skala terbatas oleh pekebun melalui kerjasama pengembangan dengan Pusat Penelitian (Woelan, 2008). Klon penghasil lateks yaitu klon yang memiliki produksi lateks tinggi tetapi produksi kayunya rendah. Klon-klon seperti ini sangat sesuai dikembangkan untuk produksi lateks tetapi tidak sesuai untuk produksi kayu. Klonpenghasil lateks-kayu yaitu klon yang memiliki potensi hasil lateks tinggi dan produksi kayu tinggi yang dicirikan dengan pertumbuhan tanaman jagur dengan kayu log yang cukup tinggi. Klon-klon seperti ini sangat sesuai dikembangkan untuk produksi lateks dan kayu karet atau produksi kayunya saja (Sayurandi, 2009). Berdasarkan rumusan Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet yang dilaksanakan pada tanggal 4-6 Agustus 2009 di Batam Provinsi Kepulauan Riau, maka rekomendasi bahan tanaman karet periode 2010-2014 disusun dengan memperhatikan kepentingan konsumen untuk mengembangkan agribisnis karet baik dari segi kebutuhan lateks maupun kayu. Rekomendasi dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok klon penghasil lateks, klon penghasil lateks-kayu dan benih anjuran untuk batang bawah, yang merupakan anjuran komersial untuk penanaman skala luas yang disebut sebagai benih bina, dengan komposisi anjuran sebagai berikut: a. Klon penghasil lateks terdiri dari IRR 104, IRR 112, IRR118, IRR 120, BPM 24, PB 260, PB 230 dan PB 340. b. Klon penghasil lateks-kayu terdiri dari IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 107, IRR 119, dan RRIC 100. c. Benih anjuran untuk batang bawah terdiri dari benih yang berasal dari tanaman monoklonal AVROS 2037, GT1, PB 260, RRIC 100, PB 330, dan BPM 24.

Klon-klon yang sudah dilepas seperti BPM 1, BPM 107, BPM 109, AVROS 2037, GT1, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, masih dapat digunakan dengan beberapa pertimbangan, antara lain dengan memperhatikan kepentingan pengguna untuk penanaman klon tersebut pada wilayah tertentu maupun kebutuhan lateks atau kayu untuk spesifikasi produk tertentu (Aidi-Daslin, et.al., 2009) 3. Keragaman Genotipe dan Fenotipe Keragaman yang sering ditunjukkan oleh tanaman sering dikaitkan dengan aspek negatif. Hal ini sering tidak diperhatikan oleh peneliti yang menganggap bahwa susunan genetik dari bahan tanaman digunakan adalah sama karena berasal dari klon yang sama. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis tanaman yang sama. Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik dari tanaman yang bersangkutan (Sitompul dan Guritno, 1995). Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan dua individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari genotipe kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian umum para

pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat menghasilkan varietas baru yang lebih baik (Welsh, 2005). Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika mereka berada pada lingkungan yang sesuai dan sebaliknya tidak ada pengaruh terhadap perkembangan karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan individu berada (Allard, 2005). 4. Kriteria Seleksi Adanya perubahan paradigma berkebun karet dari menghasilkan lateks menjadi menghasilkan kayu dan lateks, menyebabkan kegiatan pemuliaan berupaya menghasilkan klon-klon unggul baru sebagai penghasil lateks maupun biomassa non lateks. Kemajuan pemuliaan selama empat siklus seleksi telah mampu menghasilkan klon karet unggul yang dapat dibagi kedalam tiga kategori yaitu: klon penghasil lateks: produksi karet kering > 3 ton/ha/thn, produksi kayu 150 200 m 3 /ha, klon penghasil lateks-kayu: produksi karet kering 2 2,5 ton/ha/thn, potensi kayu > 200 m 3 /ha, klon penghasil kayu: produksi karet kering 1,2 1,8 ton/ha/thn, potensi kayu > 300m 3 /ha (Aidi-Daslin, et.al. 2009).

4.1. Kriteria Seleksi Produksi Lateks Sifat primer adalah potensi menghasilkan produksi tinggi. Sedangkan sifat yang langsung mempengaruhi rendah tinggi potensi hasil adalah sifat lateks. Sifat ini erat kaitannya dengan volume lateks dan yang dihasilkan pohon, berat kering lateks yang dapat dihasilkan tiap pohon (Rasjidin, 1989). Lilit batang berkorelasi positif dengan potensi produksi yang dimiliki oleh masing-masing genotipe. Pertumbuhan lilit batang setiap tahun sebelum penyadapan berkisar antara 6,25 10,44 cm dengan nilai rata-rata 9,08 cm/thn. Pertambahan lilit batang sesudah tanaman menghasilkan (TM) disadap berkisar antara 1,82 4,64 cm/thn dengan nilai rata-rata 3,0 cm/thn. Dari hasil penelitian di kebun percobaan Sembawa, Sumatera Selatan, ternyata pertumbuhan lilit batang mencapai 3,36-4,64 cm/thn (Danimihardja, 1988). Lilit batang hasil pengamatan terhadap genotipe dari hasil persilangan 1998/1999 menunjukkan keragaman yang tinggi dengan rata-rata 38,57 cm dengan kisaran 10,6-85,5 yang berarti ada segregasi antara turunan yang dihasilkan oleh masing-masing kombinasi (Woelan et.al., 2007). Tebal kulit mempunyai hubungan langsung dengan potensi produksi dengan koefesien korelasi mencapai 0,826. Diharapkan genotipe-genotipe yang mempunyai tebal kulit yang tinggi maka memiliki produksi yang tinggi juga. Pertumbuhan tebal kulit sangat dipengaruhi oleh klon dan faktor lingkungan. Pada umumnya kulit yang tebal untuk terjadi luka ketika penyadapan lebih kecil. Klon AVROS 2037, mempunyai kulit yang tebal dan pada umumnya terwaris pada keturunannya. Pertumbuhan kulit pulihan pada tiap tahunnya berkisar antara

1-1,9 mm. Dengan demikian setelah 5 tahun kemudian kulit pulihan sudah dapat disadap kembali (Danimihardja, 1988). Tebal kulit merupakan kriteria yang cukup penting di dalam melakukan identifikasi suatu klon yang mempunyai keunggulan di dalam produksi lateks tinggi. Potensi produksi tinggi mempunyai korelasi yang positif dengan tebal kulit (Woelan, et.al., 2001). Jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, tebal kulit dan lilit batang berpengaruh nyata terhadap hasil karet. Artinya bahwa apabila ada peningkatan komponen hasil lateks maka hasil lateks akan lebih tinggi (Woelan et.al., 2001). Kadar Karet Kering (KKK) Lateks menunjukkan keseimbangan regenarasi lateks antar sadap. KKK yang rendah menunjukkan terlalu rapatnya frekuensi sadapan sehingga tidak memberikan waktu yang cukup bagi tanaman untuk melakukan sintesis sepenuhnya terhadap lateks yang dipanen. KKK bisa juga sebagai petunjuk bahwa eksploitasi terlalu berat sehingga terkuras semua cadangan karbohidrat dalam jaringan kulit maupun kayu. Solusinya dapat berupa penurunan frekuensi sadap dan atau penurunan aplikasi stimulasi (Kuswanhadi, et. al., 2009). 4.2. Kriteria Seleksi Produksi Kayu Kayu karet dapat dibuat menjadi kayu gergajian atau kayu lapis, sedangkan limbahnya atau kayu sisa yang berukuran lebih kecil dapat dibuat papan partikel, papan semen, papan serat dan arang. Saat ini kayu karet banyak digunakan sebagai bahan baku pada industri mebel karena warna dan serat

kayunya sangat menarik, kayunya mudah digergaji, dibengkokkan dipaku dan diketam (Azwar,1990). Adapun parameter yang mempengaruhi perhitungan produksi kayu karet adalah lilit batang, tinggi tanaman, dan percabangan pohon karet. Menurut Wan Razali Mohd et al (1983) bahwa volume kayu karet seangat ditentukan oleh besaran lilit batang dan tinggi tanaman, semakin besar lilit batang dan tinggi tanaman maka volume kayu karet yang dihasilkan semakin besar dan sebaliknya semakin kecil lilit batang dan ketinggian tanaman maka volume kayu yang dihasilkan semakin kecil. Demikian halnya dengan semakin tinggi cabang primer dan tebal kulit maka kayu log yang dihasilkan semakin besar. Peubah pertumbuhan tanaman yang berhubungan dengan potensi kayu adalah lilit batang dan panjang log bebas cabang. Lilit batang selain berhubungan dengan hasil lateks, juga mempengaruhi volume kayu yang akan dihasilkan. Namun tidak ada korelasi antara lilit batang dengan panjang log pada setiap umur tanaman. Oleh karena volume kayu log diduga melalui subsitusi lilit batang dan panjang log, maka kondisi ideal tanaman penghasil kayu adalah yang memiliki batang besar dan percabangan yang tinggi (Suhendry, 2002). Pertumbuhan tanaman yang jagur ditandai dengan ukuran lilit batang menjelang penyadapan dan selanjutnya. Perkembangan lilit batang sangat dipengaruhi oleh penyadapan. Selama masa penyadapan pertumbuhan pohon mengalami tekanan sebagai akibat penyadapan. Tiap klon memperlihatkan reaksi tersendiri terhadap lilit batang dalam masa penyadapan (Suhaimi dan Lubis, 1984).

Tinggi tanaman diukur untuk mengetahui volume kayu per pohon. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan bambu berskala yang dilakukan dari permukaan tanah hingga ke titik tumbuh. Tinggi percabangan tanaman diukur guna untuk mengestimasi volume kayu log. Volume kayu log nantinya akan diestimasi dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh Wan Razali et al. (1983) dan salah satu variabel yang diukur untuk itu adalah tinggi batang bebas cabang (Siagian, et.al., 2005). Untuk mencari suatu genotipe yang memiliki keunggulan pada sifat produksi dan kayu sekaligus tampaknya sulit ditemukan. Genotipe yang memiliki potensi kayu besar umumnya menghasilkan lateks yang rendah, begitu juga dengan genotipe yang berproduksi tinggi cenderung memiliki potensi kayu yang rendah dengan lilit batang yang lebih kecil (Suhendry, et.al., 2001).