STRUKTUR POPULASI Acanthaster planci DI RATAAN TERUMBU BAGIAN SELATAN PULAU BUNAKEN

dokumen-dokumen yang mirip
PREFERENSI DAN DAYA PREDASI Acanthaster planci TERHADAP KARANG KERAS

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

KELIMPAHAN SERTA PREDASI Acanthaster planci di PERAIRAN TANJUNG KELAYANG KABUPATEN BELITUNG. Anugrah Dwi Fahreza, Pujiono Wahyu P., Boedi Hendrarto*)

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

Analisis Populasi Acanthaster planci di Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan Kota Gorontalo

STATUS EKOLOGI KEPADATAN PREDATOR KARANG Acanthaster planci LINN: KAITANNYA DENGAN KONDISI TERUMBU KARANG DI PERAIRAN TOMIA, TAMAN NASIONAL WAKATOBI

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:


3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

Rizaldy Mauliza: Keterkaitan Kepadatan Predator Karang Bintang Laut Berduri

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE KERJA. A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan

LEMBAR PENGESAHAN. ARTIKEL JURNAL ANALISIS POPULASI Acanthaster planci DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO OLEH

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-2, Januari 2013 ISSN:

KONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

3 METODOLOGI PENELITIAN

STATUS PERSENTASE TUTUPAN KARANG SCLERACTINIA DI PULAU BUNAKEN (TAMAN NASIONAL BUNAKEN) DAN DI PANTAI MALALAYANG, PESISIR KOTA MANADO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Diterima : 5 Juni 2012 : ABSTRAK

Distribusi Karang Batu Di Rataan Terumbu Pantai Selatan Pulau Putus- Putus Desa Ratatotok Timur Kecamatan Ratatotok Kabupaten Minahasa Tenggara

PENGARUH KEDALAMAN TERHADAP MORFOLOGI KARANG DI PULAU CEMARA KECIL, TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

DENSITY AND DISTRIBUTION PATTERN OF SEA URCHIN POPULATION (Diadema setosum) ON CORAL REEF (REEF FLAT) AT SETAN ISLAND

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG

BAB III METODE PENELITIAN

ANALYSIS OF BUTTERFLY FISH (CHAETODONTIDAE) ABUNDANCE IN THE CORAL REEF ECOSYSTEM IN BERALAS PASIR ISLAND BINTAN REGENCY ABSTRACT

JURNAL KELIMPAHAN DAN POLA PENYEBARAN BULU BABI (ECHINOIDEA) DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PANTAI PASIR PUTIH, SITUBONDO

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-2, Januari 2013 ISSN:

Coral reef condition in several dive points around Bunaken Island, North Sulawesi

Maspari Journal 03 (2011) 42-50

Perbandingan Kondisi Terumbu Karang Selama Tiga Tahun Terakhir pada Perairan Taka Malang dan Tanjung Gelam Kep. Karimunjawa

STUDI KEPADATAN DAN PENYEBARAN ECHINODERMATA DI SEKITAR RATAAN TERUMBU KARANG DI DESA WAEURA KECAMATAN WAPLAU KABUPATEN BURU

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

3 BAHAN DAN METODE. KAWASAN TITIK STASIUN SPOT PENYELAMAN 1 Deudap * 2 Lamteng * 3 Lapeng 4 Leun Balee 1* PULAU ACEH

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Tutupan Terumbu Karang dan Kelimpahan Ikan Terumbu di Pulau Nyamuk, Karimunjawa

DISTRIBUSI VERTIKAL KARANG BATU (SCLERACTINIA) DI PERAIRAN DESA KALASEY, KABUPATEN MINAHASA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan

3. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di perairan Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan

Perbedaan Presentasi Penutupan Karang di Perairan Terbuka dengan Perairan yang Terhalang Pulau-Pulau. di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu Jakarta.

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

3. METODE. Tabel 1 Posisi geografis stasiun penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

THE CORAL REEF CONDITION IN SETAN ISLAND WATERS OF CAROCOK TARUSAN SUB-DISTRICT PESISIR SELATAN REGENCY WEST SUMATERA PROVINCE.

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEANEKARAGAMAN ECHINODERMATA DAN KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN DANGKAL PULAU PANDANG KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Kelimpahan dan Distribusi Gastropoda Di Zona Intertidal Teluk Sikulo Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Oleh : ASEP SOFIAN COG SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Geiar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

METODE KERJA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober Lokasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

III. MATERI DAN METODE

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH

4 UJI COBA PENGGUNAAN INDEKS DALAM MENILAI PERUBAHAN TEMPORAL RESILIENSI TERUMBU KARANG

Akuatik- Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 10. Nomor. 1. Tahun 2016

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

7 PEMBAHASAN UMUM. 7.1 Beragam Pilihan Dalam Penggunaan Metode Transek Foto Bawah Air

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

KEANEKARAGAMAN JENIS OPHIUROIDEA DI ZONA INTERTIDAL PANTAI BAMA TAMAN NASIONAL BALURAN SKRIPSI. oleh Indrianita Wardani NIM

Sebuah Temuan Awal dari XPDC Alor Flotim Penulis: Amkieltiela Marine Science and Knowledge Management Officer, WWF-Indonesia

Transkripsi:

STRUKTUR POPULASI Acanthaster planci DI RATAAN TERUMBU BAGIAN SELATAN PULAU BUNAKEN (Population Structure of Acanthaster planci on the Reef Flat at the Southern Part of Bunaken Island) Patritia Napitupulu 1*, Hanny Tioho 1, Agung Windarto 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi, Manado. *e-mail: patritia_napitupulu@yahoo.com The information on population structure of Acanthaster planci in Bunaken National Park (BNP) is urgent to be presented in order to be considered in decision making especially on coral reef management in BNP. The objectives of this study was to examine the population structure of A. planci, represented by the diameter and weight, number of arms, while the density, distribution and types of coral predation by reef animals in the Southern part of Bunaken Island also observed. Data were collected at the three locations namely, front reef flat (FRF), middle reef flat (MRF) and back reef flat (BRF) with total coverage area of 100 x 50 meters. Sixty two individuals (41 at night and 21 at day time) were found with a body diameter ranging between 14 28 cm, whereas body weight ranged from 80 700 gr, with the number of arms between 9 until 17. The density of A. planci during day time was 0.0042 ind/m 2, while the night time was 0.0082 ind/m 2, moreover the animal is generally spread aggregated. The results of this study indicated that the population of A. planci in BNP was an adult population with density is still relatively normal, despite an alert sign for the sustainability of coral reef ecosystems in the BNP. Keywords : Structure, Population, Acanthaster planci, Bunaken Island Informasi tentang struktur populasi Acanthaster planci di Taman Nasional Bunaken (TNB) sudah sangat mendesak untuk dihadirkan guna menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan khususnya tentang pengelolaan terumbu karang di TNB. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur populasi A. planci yang direpresentasikan oleh diameter dan berat tubuh, jumlah lengan, sedangkan kepadatan, distribusi dan jenis karang yang dimangsa oleh hewan ini di rataan terumbu bagian Selatan Pulau Bunaken juga diamati. Pengambilan data dilakukan di Rataan Terumbu Bagian Depan (RTBD), Rataan Terumbu Bagian Tengah (RTBT) dan Rataan Terumbu Bagian Belakang (RTBB) dengan total luasan area 100 x 50 meter. Ditemukan sebanyak 62 individu A. planci (41 malam dan 21 siang hari), dengan diameter tubuh berkisar antara 14 28 cm, sedangkan berat tubuh berkisar antara 80 700 gr, dengan jumlah lengan antara 9 sampai 17 buah. Kepadatan A. planci pada siang hari adalah 0.0042 ind/m 2, sedangkan malam hari adalah 0.0082 ind/m 2, dan umumnya hewan ini menyebar secara mengelompok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi A. planci di TNB berdasarkan ukuran tubuh adalah sudah dewasa tapi kepadatannya masih tergolong normal walaupun sudah merupakan tanda awas bagi kelangsungan ekosistem terumbu karang di TNB. Kata kunci : Struktur, Populasi, Acanthaster planci, Pulau Bunaken PENDAHULUAN Salah satu ekinodermata yang banyak dijumpai di Taman Nasional Bunaken adalah bintang laut termasuk bintang laut berduri (Acanthaster planci) yang lebih dikenal dengan Crown of 34

Thorns Starfish (COTs). Tubuh Acanthaster planci dewasa pada umumnya berukuran 30 40 cm (Moran 1988 dan Lucas 1990), ukuran maksimal yang ditemukan di Great Barrier Reef (GBR) yakni 80 cm (Anonimous 2003). Seluruh permukaan tubuhnya ditutupi oleh duri yang beracun dan memiliki lengan antara 7-23 buah (umumnya 14-18) (Setyastuti 2009). Hewan ini merupakan salah satu predator pemakan polip karang (Yamaguchi 1973, Moran 1988, Suharsono 1991). Kepadatan A. planci dalam keadaan normal di daerah terumbu karang merupakan pengontrol bagi ekosistem terumbu karang, karena hewan ini mempunyai pilihan makanan berupa karang yang pertumbuhannya cepat dan mendominasi wilayah terumbu. Sedangkan pada kepadatan melimpah, kehadiran A. planci merupakan ancaman yang serius bagi keutuhan ekosistem tersebut. Taman Nasional Bunaken (TNB) merupakan kawasan konservasi yang memiliki ragam ekosistem. Banyak faktor yang memungkinkan terjadinya gangguan terhadap ekosistem ini. Khusus bagi terumbu karang yang ada di TNB, predator pemakan poilp karang seperti A. planci, populasinya cenderung mulai meningkat. Khairunnisa (2011) melaporkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2003-2010 sebanyak ± 522.871 ekor A. planci telah diangkat dari lokasi TNB. Informasi tentang struktur populasi hewan ini sudah sangat mendesak untuk dihadirkan guna menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan khususnya tentang manajemen terumbu karang di TNB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur populasi terkini A. planci yang direpresentasikan oleh ukuran tubuh, kepadatan serta penyebarannya di bagian selatan Pulau Bunaken. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian berada di kawasan TNB, tepatnya di bagian depan Gambar 1. Lokasi Penelitian (Sumber : Adaptasi dari Google Map) pos pengawasan Balai Taman Nasional Bunaken (Gambar 1). Pengambilan data dilakukan di rataan terumbu bagian depan (RTBD), rataan terumbu bagian tengah (RTBT) dan rataan terumbu bagian belakang (RTBB) dengan total luasan area 100 x 50 m. Sebanyak 5 transek garis dengan panjang 10 m diletakkan pada masingmasing areal dimana jarak tiap transek adalah 10 m, sehingga total semua transek berjumlah 15 buah. Line Intercept Transect (LIT) digunakan untuk mengetahui tutupan karang hidup dan beberapa komponen biotik dan abiotik di lokasi penelitian. Data A. planci didapatkan dengan mensurvei sepanjang semua transek garis dengan areal pengamatan selebar 2,5 m sebelah kiri dan kanan garis transek sehingga total areal pengamatan adalah 750 m 2. Setiap individu A. planci yang ditemukan di dalam areal survei diameter tubuhnya diukur dari ujung lengan yang satu ke ujung lengan lain yang berlawanan dengan meteran plastik sebanyak 4 kali pengukuran dan kemudian nilainya dirata-ratakan. Selanjutnya individu A. planci tersebut dimasukkan ke dalam keranjang plastik dan dipindahkan ke atas perahu, untuk selanjutnya berat tubuh ditimbang dan jumlah lengan dihitung. Tipe substrat dimana A. planci ditemukan dicatat dan untuk menentukan kesukaan makanannya, setiap koloni karang yang menjadi mangsa ataupun memperlihatkan tanda pemangsaan diambil foto dengan kamera bawah air untuk selanjutnya lewat tampilan digital 35

image diidentifikasi di laboratorium, sedangkan parameter fisika kimia perairan berupa suhu, kadar garam air laut dan kecerahan kemudian diukur. ANALISIS DATA Analisis data mengikuti beberapa formula berikut ini : Prosentase tutupan (PT) karang. Total panjang intersep spesies ke-i PT = x 100 Total panjang transek Ukuran rata-rata diameter, berat dan jumlah lengan serta standar deviasi (Fowler dkk. 1998). x x n Dimana : x = Rata-rata diameter tubuh x = Jumlah total pengukuran panjang lengan setiap individu n = Banyaknya jumlah pengukuran SD ( x x) n Dimana : SD = Standar Deviasi x = Ukuran Individu x = Rata-rata Kepadatan individu A. planci Krebs (1989) : ni D A Dimana: D = Kepadatan Spesies (Ind/m 2 ) ni = Jumlah total Individu (Ind) A = Luas total area (m 2 ) Indeks distribusi Morisita (1959) dalam Krebs (1989). 2 n I 2 2 x x x x Untuk menentukan signifikan I sama dengan atau tidak sama dengan 1, maka digunakan kalkulasi sebagai berikut : 2 x I ( x 1) n Dimana : I = Distribusi spesies n = Total jumlah transek seluruhnya x = Total jumlah individu Dimana jika : I = 1, distribusinya random/acak. I > 1, distribusinya berkelompok. I < 1, distribusinya seragam. Hubungan antara berat (gr), diameter (cm), jumlah lengan menggunakan analisis regresi dengan formula : Y a bx Dimana : Y = Variabel terikat X = Variabel bebas a = koefisien titik potong (intercept) b = Koefisien kemiringan (slope) HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase tutupan karang di lokasi penelitian yang tertinggi diperlihatkan oleh komponen karang hidup (karang keras + karang lunak; 46.90%) sedangkan komponen karang mati dan karang mati alga mempunyai tutupan sebesar 37.35%. Untuk x 36

lengkapnya prosentase tutupan semua komponen dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Prosentase tutupan komponen biotik dan abiotik pada lokasi penelitian KOMPONEN LOKASI RTBD RTBT RTBB TOTAL Karang Keras 34.44 27.02 8.64 23.36 Karang Lunak 22.48 32.06 16.04 23.53 Karang Mati 35.50 39.22 31.66 35.46 Karang Mati 1.66 0.98 3.02 1.89 Alga Rubble 5.22 0.72 30.26 12.07 Pasir 0.00 0.00 10.38 3.46 Ascidians 0.70 0.00 0.00 0.23 TOTAL 100 100 100 100 Hasil penelitian di rataan terumbu (RTBD, RTBT, RTBB) bagian selatan Pulau Bunaken memperlihatkan bahwa total individu A. planci yang ditemukan sebanyak 41 individu pada malam hari dan 21 individu pada siang hari dalam luasan area sebesar 100 x 50 m (0.5 ha). Untuk lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Individu Acanthaster planci di Lokasi Penelitian. Tran Siang Malam -sek RTBD RTBT RTBB RTBD RTBT RTBB 1 6 3 0 14 3 0 2 4 2 0 4 9 2 3 2 0 0 1 1 0 4 1 1 0 2 1 0 5 2 0 0 1 3 0 total 15 6 0 22 17 2 Tabel 2 menunjukkan bahwa Acanthaster planci relatif lebih banyak ditemukan pada malam hari di rataan terumbu bagian depan dibandingkan dengan areal yang lain. A. planci adalah salah satu hewan yang bersifat nokturnal (aktif pada malam hari). Suharsono (1991) melaporkan bahwa tingkah laku makan berhubungan dengan ukuran tubuh. A. planci dewasa makan pada siang dan malam hari, sedangkan yang muda makan pada malam hari untuk menghindarkan diri dari predator. Napitupulu (2012) melaporkan bahwa pada siang dan malam hari A. planci banyak ditemukan baik itu sedang bersembunyi ataupun sedang makan di karang bentuk pertumbuhan masif dari jenis Porites lobata, P. lutea dan pada karang lunak. Pada sebagian jenis karang, ketika hewan ini diangkat maka akan terdapat scars pada karang yang menandakan bahwa A. planci telah memakan jaringan karang tersebut. Kussoy (1995) juga melaporkan bahwa A. planci yang di temukan di Pantai Mokupa pada umumnya menyukai karang bentuk pertumbuhan masif dari jenis Pavona. Acanthaster planci menyukai daerah terumbu karang yang padat dengan persentase tutupan yang tinggi (Suharsono 1991). Beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa A. planci umumnya lebih menyukai karang yang pertumbuhannya cepat seperti karang jenis Montipora dan Acropora (Suharsono 1991, Anonimous 2003, Setyastuti 2009). Berbeda dengan jenis karang yang menjadi mangsa hewan ini di lokasi penelitian, seperti yang telah dikemukakan oleh Napitupulu (2012). Hal ini diduga karena di rataan terumbu lokasi penelitian didominasi oleh karang bentuk pertumbuhan masif. Kepadatan dan Distribusi Nilai kepadatan Acanthaster planci baik siang maupun malam hari yang tertinggi ditemukan di RTBD (0.044 ind/m 2 ), diikuti oleh RTBT (0.034 ind/m 2 ) sedangkan kepadatan terendah ditemukan di RTBB (0.004 ind/m 2 ). Secara keseluruhan, nilai kepadatan A. planci di luasan area 100 x 50 m pada siang hari adalah 0.0042 ind/m 2, sedangkan malam hari adalah 0.0082 ind/m 2. Moran (1986) dalam Aziz (1995) melaporkan bahwa tingkat populasi normal dari A. planci apabila jumlahnya kurang dari 14 ind/1000m 2 (0.014 37

ind/m2), sedangkan tingkat kepadatan melebihi 14 ind/1000m 2 dianggap telah mengkhawatirkan. Kepadatan A. planci di lokasi penelitian masih dalam kategori populasi normal. Kepadatan normal artinya jumlah yang belum dianggap berbahaya untuk dapat merusak komunitas karang (Suharsono 1991). Tabel 3. Pola distribusi Acanthaster planci di lokasi penelitian LOKASI RTBD RTBT RTBB WAKTU SIANG MALAM SIANG MALAM SIANG MALAM I δ 1.10 2.12 1.33 1.54 _ 5.00 (Mengelompok) (Mengelompok) (Mengelompok) (Mengelompok) Hasil analisis pola distribusi Acanthaster planci pada setiap transek di daerah rataan terumbu secara berurut RTBD, RTBT, RTBB ditampilkan pada Tabel 3. Umumnya pola distribusi A. planci di lokasi penelitian pada waktu siang dan malam hari adalah mengelompok (Iᵟ > 1). Sebaran individu A. planci secara horizontal dapat bersifat merata, bergerombol atau soliter (Suharsono, 1991), lebih lanjut dikatakan bahwa pada saat makan diduga hewan ini mengeluarkan suatu zat tertentu yang dapat merangsang A. planci lain untuk berkumpul dan makan secara beramairamai. Ukuran Tubuh _ (Mengelompok) Acanthaster planci yang ditemukan pada siang dan malam hari mempunyai ukuran diameter tubuh terbesar 21.7 cm di RTBD. Moran (1986) dalam Aziz (1995) menyatakan bahwa ukuran dimeter tubuh A. planci dewasa berkisar antara 10 350 mm dengan umur 180 hari atau lebih. Hal yang sama dikemukakan oleh Zann et al. (1987) dalam Aziz (1998) dimana ukuran diameter tubuh di atas 100 mm diduga berusia lebih dari 20 bulan. Dengan demikian, umumnya individu A. planci yang ditemukan di lokasi penelitian tergolong dalam kategori individu dewasa. Hubungan Berat dan Diameter Hasil analisis hubungan antara berat dengan diameter tubuh pada siang dan malam hari mengikuti hubungan regresi linear dengan model persamaan matematis berturut-turut adalah sebagai berikut : Y = 26.86X 304.3 dengan R 2 = 0.898 dan Y = 33.773X 421.4 dengan R 2 = 0.789 (Gambar 2). Berdasarkan persamaan hubungan terlihat bahwa ukuran tubuh setiap individu yang ditemukan pada siang dan malam hari memiliki hubungan. Nilai koefisien regresi sebesar 26.86 (siang) dan 33.77 (malam) artinya jika ukuran Gambar 2. Hubungan antara berat dan diameter tubuh Acanthaster planci pada siang dan malam hari. 38

Gambar 3. Hubungan antara berat dan jumlah lengan tubuh Acanthaster planci pada siang dan malam hari. diameter bertambah 1 cm, akan mengakibatkan pertambahan berat sebesar 26.86 gr dan 33.77 gr. Sebaliknya untuk setiap pengurangan 1 cm diameter tubuh akan mengakibatkan pengurangan berat tubuh sebesar 26.86 gr dan 33.77 gr. Indeks determinasinya adalah 0.89 (siang) dan 0.78 (malam) artinya 89% dan 78% variasi dalam berat tubuh dapat dijelaskan oleh bervariasinya diameter tubuh sisanya sebesar 11% dan 22% dijelaskan oleh bervariasinya variable bebas lainnya yang mempengaruhi berat tubuh tetapi tidak dimasukkan ke dalam model persamaan regresinya. Hubungan Berat dan Jumlah Lengan Hasil analisis hubungan antara berat dan jumlah lengan pada siang dan malam hari mengikuti hubungan regresi linear dengan model persamaan matematis berturut-turut adalah sebagai berikut : Y = 18.71X 20.53 dengan R 2 = 0.14 dan Y = 34.97X 227.0 dengan R 2 = 0.16 (Gambar 3). Berdasarkan persamaan hubungan terlihat bahwa ukuran tubuh setiap individu yang ditemukan pada siang dan malam hari memiliki hubungan. Nilai koefisien regresi sebesar 18.71 (siang) dan 34.97 (malam) artinya jika jumlah lengan bertambah 1, akan mengakibatkan pertambahan berat sebesar 18.71 gr dan 34.97 gr. Sebaliknya untuk setiap pengurangan 1 jumlah lengan akan mengakibatkan pengurangan berat tubuh sebesar 18.71 gr dan 34.97 gr. Indeks determinasinya adalah 0.14 (siang) dan 0.16 (malam) artinya 14% dan 16% variasi dalam berat tubuh dapat dijelaskan oleh bervariasinya jumlah lengan, sisanya sebesar 86% dan 84% dijelaskan oleh bervariasinya variable bebas lainnya yang mempengaruhi berat tubuh tetapi tidak dimasukkan ke dalam model persamaan regresinya. Hubungan Diameter dan Jumlah Lengan Hasil analisis hubungan antara diameter dan jumlah lengan pada siang dan malam hari mengikuti hubungan regresi linear dengan model persamaan matematis berturut-turut adalah sebagai berikut : Y = 0.5X 14.91 dengan R 2 = 0.07 dan Y = 0.746X 9.742 dengan R 2 = 0.10 (Gambar 4). 39

Gambar 4. Hubungan antara diameter dan jumlah lengan tubuh Acanthaster planci pada siang dan malam hari. Berdasarkan persamaan hubungan terlihat bahwa ukuran tubuh setiap individu yang ditemukan pada siang dan malam hari memiliki hubungan. Nilai koefisien regresi sebesar 0.5 (siang) dan 0.746 (malam) artinya jika jumlah lengan bertambah 1, akan mengakibatkan pertambahan ukuran diameter sebesar 0.5 cm dan 0.746 cm. Sebaliknya untuk setiap pengurangan 1 jumlah lengan akan mengakibatkan pengurangan diameter tubuh sebesar 0.5 cm dan 0.746 cm. Indeks determinasinya adalah 0.07 (siang) dan 0.10 (malam) artinya 7% dan 10% variasi dalam diameter tubuh dapat dijelaskan oleh bervariasinya jumlah lengan, sisanya sebesar 93% dan 90% dijelaskan oleh bervariasinya variable bebas lainnya yang mempengaruhi diameter tubuh tetapi tidak dimasukkan ke dalam model persamaan regresinya. KESIMPULAN Kepadatan Acanthaster planci pada siang hari adalah 0.0042 ind/m 2, sedangkan malam hari adalah 0.0082 ind/m 2 dengan pola distribusi umumnya mengelompok. Populasi A. planci yang ditemukan di lokasi penelitian umumnya terdiri dari individu dewasa dengan kisaran diameter tubuh antara 14 28 cm, sedangkan berat tubuh berkisar antara 80 700 gr dengan jumlah lengan antara 9 17 buah. Ucapan terima kasih. Terima kasih ditujukan kepada Lab. Biologi Kelautan, PS. Ilmu Kelautan, FPIK UNSRAT Manado atas dukungan peralatan selama penelitian ini, Jeremias Tuhumena untuk foto bawah air, BIOKEL CORAL GROUP (Priska Mampuk, Agrialin Tampubolon, Hartato Sormin, Biondi Tampanguma, Anas Sauyai, Armiyanti Lessy, Faldy Pungus), Nicholas Schaduw dan Petronela Padja untuk koreksi draft awal. Sebagian penelitian ini juga didukung oleh United Board for Christian Higher Education in Asia (UBCHEA) Hongkong. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2003. Crown of Thorns Starfish in The Great Barrier Reefs: Current State of Knowledge (revised edition). Cooperative Research Center. Townsville, Australia. Website: www.reef.crc.org.au (Diakses tanggal 18 Oktober 2012). hal. 1-6 Aziz, A. 1995. Beberapa Catatan Tentang Kehadiran Bintang Laut Jenis Acanthaster planci di 40

Perairan Indonesia. Oseana Vol. XX, No. 2: 23-31 Aziz, A. 1998. Beberapa Catatan Tentang Daur Hidup Bintang Laut Pemakan Karang. Oseana Vol. XXXIII, No. 2: 11-17 Fowler, J., Cohen, L. dan Jarvis, P. 1998. Practical Statistics for Field Biology. Second edition. John Wiley & Sons Ltd, The Atrium, Sounthern Gate, Chicnhester. England. Special Reference to Acanthaster planci (L). In : Biology and Geology of Coral Reef. Vol. II : Biology I. Academic Press. New York. Fransisco. London. pp. 369-387 Krebs C J. 1989. Ecologycal Methodology. Harper Collins Publishers. University of British Columbia. Kussoy, P. P. 1995. Skripsi. Study Tentang Acanthaster planci (L): Pola Pertumbuhan, Rasio Seks dan Kesukaan Makanan di Pantai Mokupa. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Unsrat. Manado. hal. 16-27 Moran, P. J. 1988. Crown of Thorns Starfish : Questions and Answers. Australian Institute of Marine Science (AIMS). Australia. pp : 95-96. Website: http://www.aims.gov.au Napitupulu, P. 2012. Praktek Keterampilan Lapang. Kesukaan Makanan Acanthaster planci di Rataan Terumbu Bagian Selatan Pulau Bunaken. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Unsrat. Manado. hal.16-20 Setyastuti, A. 2009. Biologi dan Ekologi Bintang Laut Mahkota Duri (Acanthaster planci). Oseana Vol. XXXIV, No. 4:17-24 Suharsono. 1991. Bulu Seribu (Acanthaster planci). Oseana vol. XVI, No. 3:1-7 Yamaghuci, M. 1973. Early Life Histories of Coral Reef Asteroids, with 41