PENAMBAHAN LATEKS KARET ALAM KOPOLIMER RADIASI DAN PENINGKATAN INDEKS VISKOSITAS MINYAK PELUMAS SINTETIS OLAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIKA KOPOLIMER LATEKS KARET ALAM-METIL METAKRILAT DALAM MINYAK LUMAS DASAR MINERAL. Meri Suhartini dan Rahmawati ABSTRAK

PENINGKATKAN STABILITAS VISKOSITAS PELUMAS HIDROLIK DARI KOPOLIMER LATEKS KARET ALAM-STIRENA

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP VISKOSITAS MINYAK PELUMAS. Daniel Parenden Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Musamus

BAB I PENDAHULUAN. dan otomatis. Maka dari itu minyak pelumas yang di gunakan pun berbeda.

KOPOLIMER KARET ALAM-STIRENA IRRADIASI SEBAGAI ADITIF MINYAK LUMAS: PENINGKATAN INDEKS VISKOSITAS M CHAIRIL IMAN

Pemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga

Analisis Kegagalan isolasi Minyak Trafo jenis energol baru dan lama dengan minyak pelumas

ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN JENIS MINYAK LUMAS DASAR (BASE OIL) TERHADAP MUTU PELUMAS MESIN

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN

ADE PUTRI AULIA WIJHARNASIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan (RKPM)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

PENGARUH PENAMBAHAN ZAT ADITIF PADA OLI SCOOTER MATIC TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR DALAM PEMANASAN MESIN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN. INDONESIA Cilandak - Jakarta dengan menggunakan mesin Viscosity Kinematic Bath,

JURNAL REKAYASA PROSES. Analisis Pengaruh Bahan Dasar terhadap Indeks Viskositas Pelumas Berbagai Kekentalan

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR BIO SOLAR DAN SOLAR DEX TERHADAP PELUMAS MESIN PADA MESIN DIESEL ISUZU PANTHER 2300 CC TIPE C-223

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

Pemeriksaan & Penggantian Oli Mesin

BAB I PENDAHULUAN. membuka peluang bagi pihak lain diluar Pertamina untuk mendistribusikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian penelitian terdahulu berhubungan dengan pelumas M. Syafwansyah Effendi dan Rabiatul Adawiyah (2014).

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

LUBRICATING SYSTEM. Fungsi Pelumas Pada Engine: 1. Sebagai Pelumas ( Lubricant )

RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (SATUAN ACUAN PERKULIAHAN) : Teknologi Bahan Bakar dan Pelumasan Kode MK/SKS : TM 333/2

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN KINERJA PELUMAS MOTOR SKUTIK MINERAL DAN SINTETIK PADA UJI JALAN SAMPAI 6000 KM

KINERJA MESIN BENSIN BERDASARKAN PERBANDINGAN PELUMAS MENERAL DAN SINTETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil

ANALISIS KELAYAKAN-PAKAI MINYAK PELUMAS SAE 10W-30 PADA SEPEDA MOTOR (4TAK) BERDASARKAN VISKOSITAS DENGAN METODE VISKOMETER BOLA JATUH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR LAMPIRAN... xiv

Pengaruh Penambahan Aditif Proses Daur Ulang Minyak Pelumas Bekas terhadap Sifat-sifat Fisis

Bab III Metoda, Peralatan, dan Bahan

DEPOLIMERISASI KARET ALAM SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL

SILABUS. Status Mata Kuliah : Mata Kuliah Dasar Prasyarat : - : Drs. Sunarto Halim Untung

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF NABATI SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA DAN KETAHANAN MESIN DIESEL GENERATOR SET TF55R

KEGIATAN BELAJAR 1 PENGENALAN SISTEM HIDROLIK

MENGENAL PELUMAS PADA MESIN

KARAKTERISTIK ESTER POLIGLISEROL DARI ESTOLIDA & ASAM OLEAT SEBAGAI BAHAN DASAR PELUMAS MESIN OTOMOTIF

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

PABRIK BASE OIL DARI MINYAK DEDAK PADI (RICE BRAN OIL) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Maulida dan Erika (2010) melakukan penelitian yang berjudul analisis

BAB VIII PELUMAS. Pelumas adalah suatu zat (media) yang berfungsi untuk melumasi bagian bagian yang bergerak.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil pengujian Pengaruh Perubahan Temperatur terhadap Viskositas Oli

Perbandingan Tegangan Tembus Isolasi Minyak Transformator Diala B Dan Mesran Super Sae 40 W Menggunakan Hypot Model 04521aa

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboraturium Riset Kimia Lingkungan,

REFRIGERAN & PELUMAS. Catatan Kuliah: Disiapakan Oleh; Ridwan

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI SURFAKTAN SODIUM LAURYL SULFATE (SLS) TERHADAP TEGANGAN PERMUKAAN DAN VISKOSITAS OLI PERTAMINA ENDURO 4 STROKE

PEMBUATAN BIOGASOLINE DARI PALM OIL METIL ESTER MELALUI REAKSI PERENGKAHAN DENGAN INISIATOR METIL ETIL KETON PEROKSIDA DAN KATALIS ASAM SULFAT

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGIKAT PARTIKEL - PARTIKEL LOGAM YANG TERKANDUNG DALAM PELUMAS AKIBAT GESEKAN PADA MESIN

TUGAS AKHIR. Akurasi Pengujian Oli Metode Cepat Dengan Laboratorium Oli. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

KARAKTERISASI SURFAKTAN POLIMER PADA SALINITAS PPM DAN SUHU 85 C

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI

PEMBUATAN ADITIF PENINGKAT INDEKS VISKOSITAS UNTUK MINYAK LUMAS MELALUI KOPOLIMERISASI LATEKS KARET ALAM-STIRENA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dalam penunjang aktivitas di segala bidang. Berbagai aktivitas seperti

BAB 2 POLIMER, CIRI-CIRI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI. (mer). Akhiran mer mewakili unit struktural kimiawi berulang yang paling sederhana dari

Created by Training Department Edition : April 2007

Identifikasi Fisis Viskositas Oli Mesin Kendaraan Bermotor terhadap Fungsi Suhu dengan Menggunakan Laser Helium Neon

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODELOGI PENGUJIAN

I. PENDAHULUAN. Menurut sistem penyalaannya motor bakar terdiri dari dua jenis yaitu spark

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FORMULASI GEMUK LUMAS RAMAH LINGKUNGAN (BIODEGRADABLE GREASE) Ratu Ulfiati, M. Rizkia Malik, Pandu Asmoro Bangun

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

MODUL II VISKOSITAS. Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS KARAKTERISTIK PENGARUH SUHU DAN KONTAMINAN TERHADAP VISKOSITAS OLI MENGGUNAKAN ROTARY VISCOMETER

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN ADITIF EKSTRAK DAUN KAPUK TERHADAP PENGOLAHAN OLI BEKAS MENJADI OLI STANDAR LAYAK PAKAI

BAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENAMBAHAN BIOADITIF UNTUK PENINGKATAN KUALITAS BBM BLENDING PETRODIESEL DAN BIODIESEL

Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana

Penentuan Berat Molekul (M n ) Polimer dengan Metode VIiskositas

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian

METODE SEDERHANA PENENTUAN HARGA BARU KONSTANTA KAPILARITAS VISKOMETER (C) UNTUK PENGUJIAN VISKOSITAS KINEMATIK ASTM D 445

GANDAR 800 PELUMAS ASPOT GERBONG KERETA API

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

Tegangan Tembus (kv/2,5 mm) Jenis Minyak RBD FAME FAME + aditif

Transkripsi:

Akreditasi LIPI Nomor : 536/D/2007 Tanggal 26 Juni 2007 PENAMBAHAN LATEKS KARET ALAM KOPOLIMER RADIASI DAN PENINGKATAN INDEKS VISKOSITAS MINYAK PELUMAS SINTETIS OLAHAN ABSTRAK Meri Suhartini dan Rahmawati Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi(PATIR)-BATAN Jl. Cinere, Kotak Pos 7002 JKSKL, Jakarta 12070 PENAMBAHAN LATEKS KARET ALAM KOPOLIMER RADIASI DAN PENINGKATAN INDEKS VISKOSITAS MINYAK PELUMAS SINTETIS OLAHAN. Pada penelitian ini, minyak pelumas sintetis hasil olahan (recovery) dan minyak pelumas mineral diberi aditif lateks karet alam-metil metakrilat kopolimer radiasi (kopolimer LKA-MMA) yang telah dibuat larutan dengan konsentrasi bervariasi yaitu 0,25%, 0,70%, 1%, 3%, 5%, 7%, 10%. Hasil analisis indeks dan kinematik dibandingkan dengan minyak pelumas komersial yang beredar. Hasil menunjukkan bahwa indeks minyak pelumas sintetis olahan meningkat lebih dari 50% dengan pemberian 0,25% kopolimer LKA-MMA. Pada konsentrasi penambahan yang sama minyak pelumas mineral HVI 60 meningkat 11%. Pour point minyak pelumas sintetis olahan dan mineral bernilai kurang dari minus 36 yang berarti memenuhi standar Society of Automotive Engineers (SAE). Selain itu angka basa total pada minyak pelumas tersebut meningkat dengan signifikan setelah diberi kopolimer LKA-MMA. Kata kunci : Lateks karet alam, Metil Metakrilat, Kopolimer radiasi, Minyak pelumas sintetis olahan, Viskositas ABSTRACT RADIATION COPOLYMER ADDITION AND VISCOSITY INDEX IMPROVEMENT OF RECOVERY SYNTHETIC LUBRICANT OIL. In this study, irradiation copolymer of natural rubber latexmethyl methacrylate ( NRL-co-MMA) was added into recovery synthetic and mineral lubricant oil as samples at concentration of 0.25%, 0.70%, 1%, 3%, 5%, 7%, 10%. The viscosity index and kinematic viscosity of samples were compared to commercial lubricant oils. The results shown that viscosity index of recovery sinthetyc lubricant oil increased more than 50% at 0.25% addition of NRL-co-MMA. At similar addition of NRL-co-MMA, the viscosity index of mineral lubricant oil increased up to 11%. Pour point of samples were less than minus 36, means fulfill the Society of Automotive Engineers (SAE) standard. The total base number of lubricant samples increased significantly by NRL-co-MMA addition. Key words : Natural Rubber Latex, Methyl Methacrylate, Radiation copolymer, Recovery sinthetic lubricant oil, Viscosity index PENDAHULUAN Pada suhu tinggi, pelumas akan menurun nya, karena suhu tinggi menyebabkan molekul bergerak lebih cepat sehingga pelumas tersebut menjadi encer. Untuk menghambat turunnya pelumas karena kenaikan suhu dibutuhkan zat aditif peningkat indeks untuk menambah kemampuan pelumas dalam mempertahankan nya terhadap suhu [1]. Dewasa ini telah berkembang teknologi polimer yang dapat memformulasikan polimer sebagai zat aditif untuk peningkat indeks dari pelumas. Polimer yang biasa digunakan ialah kopolimer olefin, kopolimer stearat dan kopolimer metakrilat, karena ketiga polimer ini mempunyai sifat mengembang pada suhu tinggi [2]. Viskositas semua jenis fluida akan mengalami penurunan dengan adanya kenaikan suhu. Kenaikan suhu ini akan mengakibatkan melemahnya ikatan molekul fluida yang kemudian menurunkan nya. Pada Gambar 1 ditampilkan hubungan antara perubahan dengan kenaikan suhu. Perubahan yang disebabkan pengaruh kenaikan suhu ini merupakan hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan pada berbagai jenis penerapan minyak pelumas dalam menghadapi jangkauan suhu yang 10

Penambahan Lateks Karet Alam Kopolimer Radiasi dan Peningkatan Viskositas Minyak Pelumas Sintetis Olahan (Meri Suhartini) Viskositas kinematika (cst) Cara Kerja Pembuatan Kopolimer Lateks Karet Alam-Metil Metakrilat (Kopolimer LKA-MMA) Lateks sebanyak 166,7 g (60% kadar karet kering) ditambah monomer metil metakrilat seberat 50 g. Campuran tersebut diiradiasi dengan sinar- dengan laju dosis 1 kgy per jam selama 10 jam dan selanjutnya kopolimer yang dihasilkan dikeringkan. luas. Jika digunakan pelumas mesin yang rendah nya, maka aktivitasnya untuk melindungi bagian mesin kendaraan pada saat mesin beroperasi akan berkurang. Akan tetapi, jika menggunakan minyak pelumas dengan terlalu tinggi, akan mendapat kesulitan pada saat menghidupkan mesin atau setidaknya baterai akan bekerja keras memberi suplai arus listrik. Kondisi suhu lingkungan yang terlalu rendah juga akan berpengaruh, karena kondisi minyak pelumas yang tinggi pada suhu lingkungan yang rendah di pagi hari akan menyulitkan berputarnya mesin [3]. Kondisi ideal dari suatu minyak pelumas mesin adalah memiliki yang cukup rendah di pagi hari untuk dapat menghidupkan mesin dan cukup tinggi nya dalam melayani operasi mesin. Secara umum yang diharapkan dari suatu minyak pelumas adalah perubahan yang sekecil mungkin dengan adanya perubahan suhu yang besar. Pada studi ini digunakan aditif peningkat indeks yang dibuat dari kopolimer radiasi lateks karet alam dan metil metakrilat. Pelarutan dilakukan dengan beberapa teknik untuk mendapatkan formula yang mempunyai karakteristik optimal sebagai aditif pelumas otomotif. METODE PERCOBAAN Bahan Lateks karet alam (LKA) diambil dari perkebunan PTPN VIII Bandung. Karet alam ini mempunyai kadar karet kering 60%. Sebagai bahan polimer digunakan bahan metil metakrilat (MMA) teknis. Untuk minyak pelumas digunakan minyak mineral HVI 60, HVI 95 dan minyak pelumas sintetis olahan (dasar dan beraditif). Beberapa bahan pelarut yang digunakan meliputi xilen, aseton dan gliserol. Sumber Radiasi Suhu o C Gambar 1. Grafik perubahan Viskositas terhadap kenaikan suhu suatu minyak pelumas Sebagai sumber radiasi dipergunakan Iradiator panorama sinar- Co-60 PATIR - BATAN. Pembuatan Peningkat Viskositas Kopolimer LKA-MMA dilarutkan dalam pelarut antara, yang dilarutkan lagi dalam HVI 60 dengan konsentrasi 10 %. Larutan ini disebut larutan induk. Larutan induk kemudian ditambahkan secara bervariasi yaitu 0,25%, 0,70%, 1%, 3%, 5%, 7% dan 10% pada minyak mineral dan minyak sintetis hasil olahan dasar dan semi dasar. Penentuan Viskositas Menggunakan Metode Cannon Fenske Routine Untuk menentukan indeks maka kinematik perlu diketahui dengan cara mengukur kinematik dengan metode ASTM D445. Viskometer Cannon-Fenske Routine dimasukkan ke dalam bak yang suhunya ditetapkan pada suhu 40 o C. Sampel dimasukkan ke dalam viskometer dan dipanaskan dalam waterbath pada suhu 40 o C selama 30 menit. Sampel ditarik dengan karet balp sampai di atas tanda batas pertama. Kemudian waktu pengaliran diukur dari batas pertama sampai ke batas kedua tabung viskometer. Percobaan ini dilakukan berulang kali dan dirata-ratakan waktu alirnya. Hal yang sama dilakukan untuk mengukur kinematik pada 100 o C (dalam waterbath pada suhu 100 o C). HASIL DAN PEMBAHASAN Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada minyak pelumas sintetik olahan terjadi kenaikan indeks sebesar kurang lebih 73,33%, dengan penambahan 0,25% aditif kopolimer, dan naik sebesar 162% dari kondisi awal tanpa kopolimer, pada penambahan 10% kopolimer. Peningkatan indeks dengan adanya penambahan kopolimer LKA-MMA ini karena kemampuan kopolimer karet alam MMA untuk berintegrasi masuk ke dalam pelumas sintetis dan memperbaiki sifat fisiko kimia minyak pelumas sintetis olahan tersebut. adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan pelumas dalam mempertahankan kekentalan terhadap perubahan suhu yang dialami pelumas. Makin tinggi indeks makin stabil tingkat kekentalannya terhadap perubahan suhu. 11

Tabel 1. Viskositas Kinetik dan Viskositas minyak pelumas sintetis hasil olahan yang diberi aditif kopolimer LKA-MMA KOLAM 0% 24.53071 3.061643 < 90 0.25% 26.14518 5.549505 156 0.70% 27.14752 5.81022 164 1% 28.11161 6.190119 179 3% 36.7425 8.007675 200 5% 48.53346 11.07666 231 7% 67.98358 14.38402 223 10% 116.3411 23.71762 236 Dari data tersebut juga dapat dilihat bahwa kinematik pada 100 o C mengalami kenaikan sebesar 81,26%, dari semula sebesar 3,06 menjadi 5,55 pada penambahan 0,25% kopolimer LKA-MMA dan naik sebesar 674% pada penambahan 10% kopolimer LKA-MMA. Viskositas kinematik adalah ukuran besarnya tahanan laju alir antara pelumas dan permukaan, artinya makin kental pelumas laju aliran dekat permukaan akan makin lambat atau gaya gesek antara pelumas dan permukaan makin besar. Viskositas yang baik adalah penyesuaian untuk mencapai sirkulasi pelumas yang lancar dalam arti tenaga luar yang diperlukan ringan dan kedua permukaan yang dilumasi bergerak bebas. Pada tabel tersebut juga terlihat bahwa kinematik pelumas sintetis olahan tersebut berada pada kisaran 24,53 cst hingga 116,34 cst pada suhu 40 o C dan 3,06 cst hingga 23,72 cst pada suhu 100 o C. Viskositas pelumas sintetis olahan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya konsentrasi kopolimer LKA-MMA yang ditambahkan. Hal ini disebabkan jumlah molekul kopolimer LKA-MMA yang terkandung dalam pelumas sintetis tersebut semakin banyak sehingga dapat lebih menjaga laju alir pelumas pada saat suhu tinggi. Penambahan kopolimer LKA-MMA sebesar 7% meningkatkan klasifikasi pelumas sintetis olahan dari 0W menjadi 40W menurut standar Society of Automotive Engineering (SAE). Penambahan kopolimer LKA-MMA sebesar 10% mampu meningkatkan klasifikasi pelumas sintetis olahan dari 0W menjadi 60 menurut standar SAE. Nilai Tabel 2. Viskositas Kinetik dan Viskositas minyak pelumas sintetis hasil olahan yang diberi aditif komersial dan ditambahi aditif kopolimer LKA-MMA Kopolimer 0% 170.2459 22.60772 160 0.25% 181.4477 24.23905 164 0.70% 185.3576 24.85731 188 3% 207.019 32.61917 203 5% 299.166 42.84665 201 kinematik pada 100 o C menunjukkan penambahan aditif memberikan hasil yang baik untuk meningkatkan mutu pelumas bekas pakai, yaitu mampu meningkatkan klasifikasi pelumas bekas pakai menurut standar SAE dari 0W hingga klasifikasi SAE 60. Tabel 2 memperlihatkan kenaikan yang tidak terlalu signifikan dari pelumas sintetis olahan yang sudah mendapat tambahan peningkat indeks komersil, kemudian diberi kopolimer LKA-MMA. Tabel 3 memperlihatkan kenaikan indeks dari minyak mineral dasar yang diberi kopolimer LKA-MMA. Terlihat bahwa kenaikan cukup signifikan yaitu sebesar 11,11% terjadi pada penambahan 0,25%, dan meningkat sebesar 134,92% pada penambahan kopolimer dengan konsentrasi 10%. Tabel 4 memperlihatkan kinematik pada 40 o C dan 100 o C dan indeks dari beberapa pelumas di pasaran. Terlihat bahwa rata-rata pelumas sintetis komersial untuk otomotif berbahan bakar bensin yang beredar di pasaran mempunyai indeks berkisar antara 180 sampai dengan 191. Pelumas sintetis untuk otomotif yang berbahan bakar diesel mempunyai indeks berkisar 169. Sedangkan pelumas mineral komersial untuk otomotif berbahan bakar bensin yang beredar di pasaran mempunyai indeks 148. Tabel 3. Viskositas Kinetik dan Viskositas minyak lumas HVI 60 yang diberi aditif KOLAM KOLAM 0% 24.10395 4.850452 126 0.25% 24.4824 5.091156 140 0.70% 25.27771 5.414766 156 1% 26.62646 5.722041 163 3% 35.39871 8.338659 224 5% 47.12559 11.6364 254 7% 65.03775 16.52137 272 10% 101.8032 26.73327 296 Tabel 4. Viskositas Kinetik dan Viskositas minyak pelumas HVI 60 yang diberi aditif kopolimer LKA-MMA Sampel Pelumas sintetis A, Pelumas sintetis B, Pelumas sintetis C, Pelumas Mineral A, SAE 20/50 (bensin) Pelumas sintetis D, SAE 15/50 (bensin) Pelumas sintetis E, SAE 15/40 (diesel) Pelumas sintetis F, SAE 20/50 (bensin) 83.76862 14.37445 180 86.19415 15.09594 186 93.06826 16.05414 186 158.1718 20.12546 148 133.4253 20.77761 181 97.69818 15.51417 169 140.4127 22.60647 191 12

Penambahan Lateks Karet Alam Kopolimer Radiasi dan Peningkatan Viskositas Minyak Pelumas Sintetis Olahan (Meri Suhartini) Jika dilihat dari nilai kinematik pada 40 o C, pelumas sintetis olahan yang ditambah aditif (Tabel 1) memiliki sifat lebih encer daripada minyak pelumas sintetis komersial merek B, D dan F yang beredar di pasaran. Tetapi kinematik pada 100 o C minyak pelumas sintetis olahan + 7% aditif kopolimer tidak berbeda dengan pelumas merek B dengan klasifikasi SAE 10/40, dan kinematik 100 o C minyak pelumas sintetis olahan + 10% aditif kopolimer lebih tinggi dari pelumas merek D dan F dengan klasifikasi SAE 15/50 dan SAE 20/50. Artinya, dalam hal ini kinematik, pelumas olahan yang ditambah aditif kopolimer LKA-MMA secara kualitas dapat bersaing dengan pelumas yang beredar di pasaran. Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7 memperlihatkan densitas dan angka basa total dari beberapa sampel yang dianalisis. Dari tabel terlihat, semakin tinggi dari minyak mineral tersebut maka semakin tinggi pula densitas minyak mineral tersebut. Akan tetapi angka basa total dari minyak mineral tersebut memperlihatkan sebaliknya, dimana semakin tinggi minyak mineral tersebut maka semakin rendah Tabel 5. Angka basa total minyak mineral Sampel Densitas (g/ml) TBN HVI 60 0.854 62.52 HVI 95 0.8616 38.43 HVI 160 0.8669 35.5 HVI 650 0.8732 33.27 Tabel 6. Angka basa total minyak mineral yang diberi aditif kopolimer LKA-MMA Densitas (g/ml) TBN 0% 0.854 62.52 0.25% 0.856 64.03 0.70% 0.8588 65.72 1% 0.86 67.25 3% 0.8647 74.12 5% 0.8665 76.5 7% 0.8671 77.48 10% 0.8677 77.95 Tabel 7. Angka basa total minyak pelumas sintetis olahan yang diberi aditif kopolimer LKA-MMA Densitas (g/ml) TBN 0% 0.844 13.73 0.25% 0.86 17.5 0.70% 0.8636 23 1% 0.8656 27.18 3% 0.8672 54.9 5% 0.8688 63.14 7% 0.87 66.3 10% 0.872 67.95 Tabel 8. Pour point dari beberapa jenis minyak pelumas yang diberi aditif kopolimer karet alam MMA No angka basa totalnya. Angka basa total (Total Base Number, TBN) adalah kemampuan pelumas untuk menetralisir asam kuat (sulfat) yang terjadi dari proses perubahan dalam silinder, begitu pula dalam pendinginan gas hasil pembakaran tidak menyebabkan korosi permukaaan silinder, piston dan ring. Angka TBN pada minyak olahan lebih rendah dari pada pelumas baru karena sebagian besar telah digunakan untuk menetralisir asam-asam yang terbentuk atau untuk menghancurkan kotoran. Dengan mengukur Angka TBN dapat diketahui kemampuan pelumas yang telah beberapa kali diolah untuk dapat dipergunakan kembali sebagai pelumas otomotif. Tabel 8 memperlihatkan pour point dari minyak pelumas yang telah diberi aditif kopolimer LKA-MMA. Pour point adalah suhu terendah pelumas dengan kemampuan alir yang baik yang berhubungan dengan daerah pemakaian atau kondisi kerja. Dari tabel terlihat bahwa nilai pour point pada beberapa sampel yang diberi aditif masih memenuhi standar internasional yang ditetapkan. KESIMPULAN Penambahan kopolimer LKA-MMA pada minyak pelumas sintetis olahan memberikan peningkatan indeks lebih tinggi dibandingkan penambahan kopolimer LKA-MMA tersebut pada minyak mineral. Angka basa total pada minyak pelumas sintetis olahan meningkat secara signifikan dengan adanya penambahan kopolimer LKA-MMA. Hasil uji pour point pada minyak pelumas sintetis olahan, setelah diberi kopolimer LKA-MMA, memenuhi standar internasional yang ditetapkan. DAFTAR ACUAN Jenis sampel Pour point ASTM D 97 1 HVI 60+ 1% Kopolimer LKA-MMA -24 2 HVI 60+ 7% Kopolimer LKA-MMA Below -36 3 Minyak sintetis olahan Below -36 4 Minyak sintetis olahan + 1% Kopolimer LKA-MMA Below -36 5 Minyak sintetis olahan + 7% Kopolimer LKA-MMA Below -36 [1]. A. CHAPIRO, Radiation Chemistry of Polymer System, Jhon Wiley & Sons Inc, New York, (1962) [2]. GUNAWAN, Pemanfaatan Radiasi Pada Proses Polimerisasi Metil Metakrilat Sebagai Penguat Beton, Universitas Nusa Bangsa, Bogor, (1999) [3]. P. E. LESTARI, Pengaruh Penggilingan Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Campuran Karet Alam 13

Iradiasi Polimetil Metakrilat dan Karet Alam Polimetil Metakrilat Kopolimer, Akademi Kimia Analis, Bogor, (1991) [4]. A. MULYANA dan E.W. TJAHYONO, Penelitian Teknologi Proses Pembuatan Polyester Sebagai Bahan Dasar Minyak Lumas Sintetik, Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri 2003 III, (2003)165-175 [5]. NURSIAH, Studi Sintetis Peningkat Viskositas Pelumas dari Kopolimer LKA-Stiren dengan Jumlah Inisiator dan Lama Proses, Program Pasca Sarjana UI, Depok, (2004) [6]. A. PERDANA, Optimasi Kopolimer LKA-g-MMA sebagai Peningkat Viskositas Dalam Minyak Pelumas, FMIPA UI - Depok, (2005) [7]. SYED Q.A. RIZVI, Lubricants Additive and Their Function, ASM Hand Book, Northwestern University, 18 (1993) 109 14