BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan protein dalam suatu sampel. Sampel yang digunakan dalam pengujian ini adalah kerupuk Udang. 4.1.1 Penetapan Kadar Air Tabel 3 penetapan kadar air pada produk kerupuk udang N o Kode Sampel Berat Awal Berat Akhir Kadar Air 1 Kode Sampel Kerupuk Udang 2,377 gram 2,201 gram 7,40% 2 Kode Sampel Kerupuk Udang 2,436 gram 2,259 gram 7,27% Rata-rata 7,335% 4.1.2 Penetapan Kadar Protein Pembakuan HCl 0,1 N Tabel 4 Pembakuan HCl 0,1 N Zat + Kertas Zat + Sisa Netto Na 2 CO 3 Volume HCl Normalitas 0,2059 0,1331 0,0724 15,6 0,0876 N 0,2051 0,1328 0,0723 15,5 0,0880 N Rata-rata 0,0878 N 21
Tabel 5 Penetapan Kadar protein Kode Sampel Kertas Kertas + Volume Sampel Kosong Sampel HCl Kadar Protein Kerupuk Udang 0,1907 0,6936 0,5029 2,5 3,819% Kerupuk Udang 0,1917 0,6920 0,5003 2,3 3,532% Rata-rata 3,6755% Sumber : Balai POM di Gorontalo Protein = V x N x 0, 014 x F W x 100% Nilai faktor konversi : : 6,25 4.2 Pembahasan 4.1.1 Penetapan Kadar Air Penetapan kadar air dalam sampel sampel tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Moisture balance tipe HG63, yang mana pengeringan tersebut dengan cara memasukkan sampel ke dalam cawan wadah pengering kemudian dikeringkan pada suhu 105 C selama beberapa menit atau sampai beratnya konstan atau tetap. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (kadar air). 22
Gambar 1.2 pemasukan sampel kerupuk udang dan alat Moisture balance tipe HG63 Sebelum sampel dimasukkan kedalam moisture balance, sampel terlebih dahulu dihaluskan tujuannya untuk mempercepat penguapan air pada bahan pangan. Pengeringan dengan Moisture balance tipe HG63 menggunakan sampel yang sejenis/sama, yang mempunyai kadar air sebesar 7,335%. Dengan mempunyai data persen berat dari berat awal, maka bisa dihitung berat sampel sepanjang waktu pengeringan, sehingga dapat diketahui kadar air dalam sampel dalam berbagi waktu dan suhu. Hubungan kadar air dan lama waktu pengeringan dengan menggunakan Moisture balance tipe HG63 dalam berbagai suhu. Sama seperti pengeringan menggunakan oven, pengeringan menggunakan Moisture balance tipe HG63 menunjukkan tren yang sama. Semakin lama waktu pengeringan, kadar air dalam bahan makin berkurang, namun dengan kecepatan penurunan kadar air makin sedikit. Makin tinggi suhu pengeringan, maka waktu yang diperlukan bahan untuk mengering semakin cepat. (Asnawi dkk. 2009). 23
4.1.2 Penetapan Kadar Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1991). Sampel yang dipergunakan dalam analisa kadar protein adalah Produk kerupuk udang yang banyak beredar di pasaran. Dan metode yang dipakai untuk analisa protein ini berdasarkan pada SNI 01-2891-1992 yaitu semimikro kjeldahl. Dari namanya dapat diketahui bahwa metode semimikro kjeldahl dalam analisanya menggunakan sampel yang cukup kecil, yaitu 0,51 g. Metode semimikro kjeldahl adalah penentuan jumlah protein melalui penentuan jumlah N, sehingga total hasilnya disebut jumlah protein kasar atau Crude Protein 1. Tahap Dekstruksi Sampel yang telah ditimbang saat pengujian adalah kode A 0,5029 g dan kode B 0,05003. Setelah itu dimasukan dalam labu kjeldahl 100 ml. dan ditambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H 2 SO 4 pekat, dan dipanaskan. 24
Gambar 1.3 penambahan 25 ml H 2 SO 4 pekat Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Unsur N dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu bahan. 0.51 gram sampel yaitu kerupuk udang ditambah dengan katalisator N 0,5-1 gram dibungkus dengan kertas saring untuk memudahkan dalam memasukkan ke dalam tabung reaksi besar, karena jika tidak sampel dan katalisator akan tercecer. Selain itu kertas saring juga berfungsi untuk menyaring filtrat dengan residu. Katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik didih asam sulfat saat dilakukan penambahan H 2 SO 4 pekat serta mempercepat kenaikan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Katalisator N terdiri dari campuran K 2 SO 4 dan HgO dengan perbandingan 20 : 1. Tiap 1 gram K 2 SO 4 dapat menaikkan titik didih 3 0 C (Sudarmadji, dkk., 1996). Karena titik didih tinggi maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk menguap. Karena hal ini kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses destruksi akan berjalan lebih efektif. Selain itu juga dibuat blanko dalam tabung reaksi besar yang berisi katalisator N dan 3 ml H 2 SO 4 agar 25
analisa lebih tepat. Blanko ini berfungsi sebagai faktor koreksi dari adanya senyawa N yang berasal dari reagensia yang digunakan. Setelah ditambah katalisator N, sampel dimasukkan dalam tabung reaksi besar kemudian ditambah dengan 3 ml H 2 SO 4 pekat. H 2 SO 4 pekat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan dari adanya bahan protein. Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akan mendestruksi sampel menjadi unsurunsurnya. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO 2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh. Tabung reaksi besar yang berisi sampel kemudian ditempatkan dalam alat destruksi (destruktor) dan ditutup. Setelah siap alat di-on-kan sehingga terjadi pemanasan yang mengakibatkan reaksi berjalan lebih cepat. Sampel didestruksi hingga larutan berwarna jernih yang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama destruksi, akan terjadi reaksi sebagai berikut : HgO + H 2 SO 4 HgSO 4 + H 2 O 2 HgSO 4 Hg 2 SO 4 + SO 2 + 2 O n Hg 2 SO 4 + 2 H 2 SO 4 2 HgSO 4 + 2 H 2 O + SO 2 (CHON) + O n + H 2 SO 4 CO 2 + H 2 O + (NH 4 ) 2 SO 4 (Sudarmadji, 1996) 26
Alat destruksi bekerja berdasar prinsip lemari asam. Selama proses destruksi akan dihasilkan gas SO 2 yang berbau menyengat dan dapat membahayakan jika dihirup dalam jumlah relatif banyak. Gas yang dihasilkan ini akan bergerak ke atas (tersedot penutup) dan akan disalurkan ke alat penetral. Alat ini terdiri dari dua larutan yaitu NaOH dan aquadest. Awalnya gas SO 2 akan masuk dalam tabung yang berisi NaOH. Dalam tabung ini terjadi penetralan gas SO 2 oleh larutan NaOH. Kemudian gas hasil penetralan tahap pertama masuk dalam tabung kedua yang berisi aquadest. Dalam tabung ini kembali terjadi penetralan sehingga diharapkan semua gas SO 2 telah ternetralkan. Selain dibebaskan gas SO 2 juga dibebaskan gas CO 2 dan H 2 O sesuai dengan reaksi sebagai berikut : panas Bahan organik + H 2 SO 4 CO 2 + SO 2 + (NH 4 ) 2 SO 4 + H 2 O Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH 4 ) 2 SO 4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan karena reaksi yang sebelumnya sudah usai. 27
2. Tahap destilasi Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambah dengan aquadest untuk melarutkan sampel hasil destruksi dan blankonya agar hasil destruksi dapat didestilasi dengan sempurna serta untuk lebih memudahkan proses analisa karena hasil destruksi melekat pada tabung reaksi besar. Kemudian larutan sampel dan blanko didestilasi dalam Kjeltec. Pada dasarnya tujuan destilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan memecah amonium sulfat menjadi amonia (NH 3 ) dengan menambah 20 ml NaOH-Na 2 S 2 O 3 kemudian dipanaskan. Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam. Sedangkan fungsi penambahan Na 2 S 2 O 3 adalah untuk mencegah terjadinya ion kompleks antar ammonium sulfat dengan Hg dari katalisator (HgO) yang membentuk merkuri ammonia sehingga membentuk ammonium sulfat. Kompleks yang terjadi ikatannya kuat dan sukar diuapkan. HgO merupakan senyawa yang sukar dipecah dan bersifat mudah meledak. Na 2 S 2 O 3 berfungsi untuk mengendapkan HgO sehingga tidak mengganggu reaksi kimia selanjutnya. Hg + aquadest + SO 4 HgSO 4 + aquadest Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH 3 ) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam alat Kjeltec. Selain itu sifat NaOH yang apabila ditambah 28
dengan aquadest menghasilkan panas, meski energinya tidak terlalu besar jika dibandingkan pemanasan dari alat Kjeltec, ikut memberikan masukan energi pada proses destilasi. Panas tinggi yang dihasilkan alat Kjeltec juga berasal dari reaksi antara NaOH dengan (NH 4 ) 2 SO 4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm sehingga energinya sangat tinggi. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat. Asam standar yang dapat dipakai adalah asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Larutan sampel yang telah terdestruksi dimasukkan dalam Kjeltec dan ditempatkan di sebelah kiri. Kemudian alat destilasi berupa pipa kecil panjang dimasukkan ke dalamnya hingga hampir mencapai dasar tabung reaksi sehingga diharapkan proses destilasi akan berjalan maksimal (sempurna). Erlenmeyer yang berisi 50 ml asam borat 4 % + BCG-MR (campuran brom cresol green dan methyl red) ditempatkan di bagian kanan Kjeltec. BCG-MR merupakan indikator yang bersifat amfoter, yaitu bisa bereaksi dengan asam maupun basa. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini adalah karena memiliki trayek ph 6-8 (melalui suasana asam dan basa / dapat bekerja pada suasana asam dan basa) yang berarti trayek kerjanya luas (meliputi asam-netral-basa). Pada suasana asam indikator akan berwarna merah muda, sedang pada suasana basa akan berwarna biru. Setelah ditambah BCG-MR, larutan akan berwarna merah muda karena berada dalam kondisi asam. 29
Asam borat (H 3 BO 3 ) berfungsi sebagai penangkap NH 3 sebagai destilat berupa gas yang bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat ditentukan jumlah protein sesuai dengan kadar protein bahan. Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah membiru karena larutan menangkap adanya ammonia dalam bahan yang bersifat basa sehingga mengubah warna merah muda menjadi biru. Reaksi yang terjadi : (NH 4 )SO 4 + NaOH Na 2 SO 4 + 2 NH 4 OH 2NH 4 OH 2NH 3 + 2H 2 O 4NH 3 + 2H 3 BO 3 2(NH 4 ) 2 BO 3 +H 2 Reaksi destilasi akan berakhir bila ammonia yang telah terdestilasi tidak bereaksi basah. Setelah destilasi selesai larutan sampel berwarna keruh dan terdapat endapan di dasar tabung (endapan HgO) dan larutan asam dalam erlenmeyer berwarna biru karena dalam suasana basa akibat menangkap ammonia. Ammonia yang terbentuk selama destilasi dapat ditangkap sebagai destilati setelah diembunkan (kondensasi) oleh pendingin balik di bagian belakang alat Kjeltec dan dialirkan ke dalam erlenmeyer. 3. Tahap titrasi 30
Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan yang dianalisis. Dengan melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia. Untuk tahap titrasi, destilat dititrasi dengan HCl yang telah distandarisasi (telah disiapkan) sebelumnya. Normalitas yang diperoleh dari hasil standarisasi adalah 0,0878 N. Selain destilat sampel, destilat blanko juga dititrasi karena selisih titrasi sampel dengan titrasi blanko merupakan ekuivalen jumlah nitrogen. Jadi, banyaknya HCl yang diperlukan untuk menetralkan ekuivalen dengan banyaknya N. Titrasi HCl dilakukan sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna larutan biru menjadi merah muda karena adanya HCl berlebih yang menyebabkan suasana asam (indikator BCG-MR berwarna merah muda pada suasana asam). Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N dalam bentuk NH 4 sehingga kandungan N dalam protein pada sampel dapat diketahui. Gambar 1.4 proses titrasi 31
Dari data hasil pengamatan dan perhitungan maka diketahui penetapan kadar protein metode semimikro kjeldahl menghasilkan data, yang pertama mengandung protein sebanyak 3,819% dan yang kedua 3,532%. Nilai 0,014 merupakan berat atom N yang dibagi 1000. Dan nilai faktor koreksi yang d ipergu n akan untuk Sampel kerupuk udang adalah 6,25. Ni lai i ni di p ergu n akan s ecara u mum kecuali untuk bahan yang sudah diketahui kadar proteinnya. Maka dirata-ratakan dengan hasilnya adalah adalah 3,6755%. Dasar perhitungan penentuan protein menurut metode ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16 % (dalam protein murni). Karena pada bahan belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti maka faktor konversi yang digunakan adalah 100/16 atau 6,25. Apabila pada bahan telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat maka faktor konversi yang digunakan adalah faktor konversi yang lebih tepat (telah diketahui per bahan) (Sudarmadji, dkk., 1996). 32