PENDAHULUAN Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D), serta disusul terbitnya Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, pengelolaan barang milik daerah telah memiliki landasan hukum yang lebih kuat agar tertib administrasi dan tertib pengelolaan BMN/D yang dimaksud dapat diwujudkan. Pengelolaan barang milik daerah menurut Permendagri No. 17 Tahun 2007 ada beberapa hal, yaitu perencanaan kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran; penggunaan; penatausahaan; pemanfaatan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemindahtanganan; pembinaan, pengawasan, dan pengendalian; pembiayaan; dan tuntutan ganti rugi. Untuk dapat mengkonversi aset tetap ke dalam Laporan Keuangan, salah satu yang harus dilakukan adalah penatausahaan barang milik daerah. Penatausahaan menurut Permendagri No.17 tahun 2007 merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut akun resmi Pemkot Salatiga fenomena yang terjadi di Kota Salatiga adalah barang milik daerah yang belum terkoordinir dengan baik. Belum terkoordinirnya barang milik daerah disebabkan oleh pengelolaan yang kurang terstruktur sesuai dengan peraturan yang telah ada (http://salatigakota.go.id/). Permasalahan yang sering terjadi pada pengelolaan barang milik daerah di Kota Salatiga antara lain pengadaan yang menumpuk diakhir periode, penganggaran 1
yang kurang tepat, kurang baiknya pendataan aset, serta inventarisasi yang kurang rapi. Proses pengelolaan barang milik daerah yang dilakukan secara bertahap akan membuat permasalahan yang muncul ditahap awal akan terus berlanjut ditahap berikutnya. Misalnya saja permasalahan pada tahap pengadaan yang merupakan tahap kedua dalam proses pengelolaan barang milik daerah. Masalah tersebut akan mempengaruhi kinerja pada tahap berikutnya, tidak terkecuali dengan penatausahaan barang milik daerah. Pengadaan yang menumpuk diakhir periode akan membuat proses penatausahaan yang terdiri dari kegiatan pembukuan, inventarisasi dan pelaporan menjadi terhambat pula. Berdasarkan audit BPK RI, tiga tahun terkhir Pemerintah Kota Salatiga masih memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dengan salah satu pengecualiannya yaitu aset tetap. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningrum et al. (2013), pengelolaan aset/barang milik daerah di pemerintah Kota Salatiga diketahui belum optimal. Belum optimalnya pengelolaan aset daerah di Kota Salatiga diakibatkan oleh kurang disiplinnya pengguna aset sesuai dengan peraturan yang berlaku, kurangnya pengelola barang milik daerah yang memahami pengadministrasian barang milik daerah, dan belum tertibnya administrasi pengelolaan barang milik daerah. Pengguna aset daerah, seperti sekolah, rumah sakit, dan beberapa instansi pemerintah, sering kali tidak melaporkan aset yang digunakan. Masalah sumber daya manusia juga mempengaruhi belum optimalnya pengelolaan aset daerah seperti, kualitas pegawai yang tidak sesuai dengan bidang pekerjaan dan kuantitas pegawai bidang aset yang tidak sebanding dengan jangkauan pengelolaan aset daerah yaitu seluruh aset yang dimiliki pemerintah 2
Kota Salatiga. Beberapa alasan di atas yang menjadi alasan mengapa selama tiga tahun terakhir BPK selalu memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian kepada Laporan Keuangan Kota Salatiga. Terfokus pada pengecualian di bidang aset tetap. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini memfokuskan pada pelaksanaan penatausahaan barang milik daerah di Pemerintah Kota Salatiga. Untuk mengetahui mengapa barang milik daerah yang dimiliki tidak bisa seluruhnya tercatat dalam laporan keuangan, sehingga menimbulkan adanya perbedaan yang signifikan antara nilai yang tercantum pada laporan keuangan dengan nilai fisik yang sebenarnya, serta menimbulkan pengecualian dari hasil audit BPK selama tiga tahun terakhir. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memberikan solusi mengenai langkah strategik yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga, khususnya Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, dalam rangka melaksanakan penatausahaan barang milik daerah yang sesuai dengan Permendagri No. 17 Tahun 2007. KAJIAN PUSTAKA Aset Tetap Daerah Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No. 07, aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun 3
masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Sedangkan aset tetap dalam PSAP 07 didefinisikan sebagai aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Lebih lanjut dalam Paragraf 8, aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Aset tetap dibagi menjadi 6 klasifikasi, yaitu: a. Tanah Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai. b. Peralatan dan Mesin Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. c. Gedung dan Bangunan Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. 4
d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap pakai. e. Aset Tetap Lainnya Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. f. Konstruksi dalam Pengerjaan Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya Aset yang dimiliki oleh pemerintah harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Menurut Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, menyebutkan bahwa pengelolaan barang milik daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran; penggunaan; penatausahaan; pemanfaatan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemindahtanganan; pembinaan, pengawasan, dan pengendalian; pembiayaan; dan tuntutan ganti rugi. 5
Penatausahaan Barang Milik Daerah Menurut Permendagri No. 17 Tahun 2007, penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 1. Pembukuan Menurut penjelasan Permendagri No. 17 Tahun 2007 Pasal 25 dan 26, pembukuan dapat disimpulkan sebagai proses pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Pencatatan barang milik daerah dimuat dalam Kartu Inventaris Barang A, B, C, D, E, dan F sesuai dengan golongan masing-masing aset tetap tersebut. Selanjutnya pembantu pengelola yang bertanggungjawab mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada masing-masing SKPD, melakukan rekapitulasi atas pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Milik Daerah (DBMD). 2. Inventarisasi Inventarisasi merupakan kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian. Tujuan dari inventarisasi barang milik daerah adalah untuk: a. Meyakini keberadaan fisik barang yang ada pada dokumen inventaris dan ketepatan jumlahnya 6
b. Mengetahui kondisi terkini barang (Baik, Rusak Ringan, dan Rusak Berat) c. Melaksanakan tertib administrasi, yaitu: i. Membuat usulan penghapusan barang yang sudah rusak berat ii. Mempertanggungjawabkan barang-barang yang tidak diketemukan/hilang iii. Mencatat/membukukan barang-barang yang belum dicatat dalam dokumen inventaris. d. Mendata permasalahan yang ada atas inventaris, seperti sengketa tanah, kepemilikan yang tidak jelas, inventaris yang dikuasai pihak ketiga e. Menyediakan informasi nilai aset daerah sebagai dasar penyusunan neraca awal daerah. Di samping itu, untuk mendapatkan data barang yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan serta akurat terbarukan, harus melalui sensus barang daerah. Barang yang akan disensus adalah seluruh barang milik pemerintah yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Barang milik daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), termasuk barang yang dipisahkan pada Perusahaan Daerah/Badan Usaha Milik Daerah/yayasan Milik daerah. b. Barang milik Negara yang dipergunakan oleh pemerintah daerah. 7
3. Pelaporan Penatausahaan barang milik daerah diakhiri dengan pelaporan barang milik daerah. Pelaporan barang milik daerah dilakukan secara berjenjang, mulai dari Kuasa Pengguna Barang, yaitu kepala UPTD kepada Pengguna Barang (kepala SKPD). Selanjutnya Pengguna barang akan melaporkan kepada Pengelola barang (Sekretaris Daerah). Selanjutnya akan disusun Daftar Barang Milik Daerah. Kuasa Pengguna Barang (Kepala Unit Kerja) harus menyampaikan Laporan Pengguna Barang setiap semester, tahunan dan 5 tahunan kepada Pengguna Barang. Selanjutnya Kepala SKPD selaku Pengguna Barang menyampaikan Laporan Pengguna Barang Semesteran, Tahunan dan 5 tahunan kepada Kepala Daerah melalui Pengelola Barang (yaitu Sekretaris Daerah). Pembantu Pengelola (yaitu Kepala Bagian Perlengkapan) menghimpun seluruh Laporan Pengguna Barang Semesteran, Tahunan, dan 5 tahunan dari masing-msing SKPD, baik jumlah maupun nilainya, dan membuat rekapitulasinya. Hasil rekapitulasi ini yang menjadi bahan pembuatan Neraca Daerah. METODE PENELITIAN Objek pada penelitian ini adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Salatiga. DPPKAD yang terletak di Jalan Letjend Sukowati No. 51 Salatiga, merupakan salah satu instansi 8
pemerintahan yang ada di Kota Salatiga yang salah satu tugasnya adalah melakukan penatausahaan barang milik daerah Kota Salatiga. Data merupakan suatu komponen penting dalam melakukan sebuah penelitian. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari DPPKAD Salatiga, berupa prosedur penatausahaan barang milik daerah yang ada di Kota Salatiga dan kebutuhan informasi mengenai kendala-kendala yang dihadapi dalam proses penatausahaan barang milik daerah. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari DPPKAD Salatiga dalam bentuk dokumentasi, berupa Laporan Barang Milik Daerah mulai dari tahun 2010-2013, yang didalamnya terdapat Kartu Inventaris Barang, Kartu Inventaris Ruangan, Buku Inventaris, Daftar Mutasi Barang dan rekapitulasinya, serta Laporan Pengguna Barang Semesteran dan Laporan Pengguna Barang Tahunan dari masing-masing SKPD. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu melalui observasi dan wawancara. Pada penelitian ini teknik analisis yang digunakan adalah tekhnik analisis deskriptif kualitatif. Langkah-langkah analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Merangkum dan memilih data yang relevan dalam penelitian, agar dapat memberikan gambaran yang jelas sesuai dengan tujuan penelitian, 2. Menganalisis praktek penatausahaan barang milik daerah di DPPKAD Kota Salatiga dan mencari pokok-pokok permasalahan, 3. Identifikasi langkah strategik yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga, khususnya DPPKAD agar dapat melaksanakan penatausahaan 9
barang milik daerah seperti yang tercantum dalam Permendagri No. 17 Tahun 2007. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Barang milik daerah yang ada di Kota Salatiga diperoleh dari berbagai sumber, yaitu bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi (APBD Provinsi), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), serta sumber-sumber lain yang sah, termasuk di dalamnya hibah yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, dan kelompok masyarakat/perorangan dalam negeri dan bantuan yang diberikan oleh instansi atau komite sekolah. Di DPPKAD Kota Salatiga, pelaksanaan penatausahaan barang milik daerah dilaksanakan oleh bidang aset sebagai salah satu tugas pokok dan fungsi bidang aset. Kepala bidang aset bertugas melakukan pencatatan dan inventarisasi terhadap barang milik daerah setiap 6 bulan dan akhir tahun, kemudian dirumuskan menjadi Daftar Barang Milik Daerah, sehingga dapat diketahui bertambah atau berkurangnya aset di setiap periode berdasarkan Laporan Pengguna Barang Semesteran dan Laporan Pengguna Barang Tahunan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Salatiga. 10
Tahap pembukuan Di DPPKAD Kota Salatiga, sebelum aset tetap diakui dan dicatat oleh masing-masing SKPD, harus ada dokumen-dokumen yang dilengkapi terlebih dahulu. Aset yang bersumber dari APBD, APBD Provinsi, dan APBN dibutuhkan dokumen pengadaan kontrak. Sedangkan aset yang bersifat hibah dan bantuan, dokumen yang dibutuhkan yaitu berita acara serah terima barang hibah ataupun berita acara serah terima dari Komite terkait. Apabila barang telah selesai diadakan dan dokumen pendukung telah tersedia, barang baru dapat diakui sebagai barang milik daerah. Apabila barang telah dapat diakui sebagai barang milik daerah, pengguna barang melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Pencatatan barang milik daerah tersebut dimuat dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) A, B, C, D, E, dan F. KIB A merupakan kartu catatan untuk tanah. Tanah yang dimiliki oleh pemerintah harus didata dan dicatat di KIB A. Informasi yang perlu dicantumkan dalam KIB A adalah jenis barang/nama barang, nomor kode barang, nomor register, luas tanah, tahun pengadaan, lokasi tanah, hak status tanah, tanggal dan nomor sertifikat tanah, penggunaan tanah, asal-usul tanah, harga tanah, serta keterangan yang perlu ditambahkan. Format pencatatan KIB A sesuai dengan lampiran 1. 11
KIB B untuk mendata dan mencatat mesin dan peralatan yang dimiliki oleh pemerintah. Informasi yang perlu dicantumkan dalam KIB B adalah kode barang, nama/jenis barang, nomor register, merk/type, ukuran/cc, bahan, tahun pembelian, nomor pabrik, nomor rangka, nomor mesin, nomor polisi, nomor BPKB, asal-usul cara perolehan, harga, serta keterangan yang perlu ditambahkan. Format pencatatan KIB B sesuai dengan lampiran 2. KIB C berisi data mengenai gedung dan bangunan yang dimiliki pemerintah. Informasi yang dicantumkan dalam KIB C adalah nama/jenis barang, nomor kode barang, nomor register, kondisi bangunan, konstruksi bangunan apakah bertingkat atau tidak serta beton atau tidak, luas lantai, lokasi gedung/bangunan, tanggal dan nomor dokumen gedung, luas, status tanah, nomor kode tanah, asal-usul, harga, serta keterangan yang perlu ditambahkan. Format pencatatan KIB sesuai dengan lampiran 3. KIB D digunakan untuk mencatat jalan, irigasi, dan jaringan yang dimiliki oleh pemerintah. Informasi yang perlu dicantumkan dalam KIB D adalah nama/jenis barang, nomor kode barang, nomor register, konstruksi, panjang (KM), lebar (M), luas, lokasi, tanggal dan nomor dokumen, status tanah, nomor kode tanah, asal-usul, harga, kondisi, serta keterangan yang perlu dicantumkan. Format pencatatan KIB D sesuai dengan lampiran 4. KIB E merupakan kartu untuk mencatat aset tetap lainnya yang dimiliki oleh pemerintah. Informasi yang perlu dicantumkan dalam KIB E adalah nama/jenis barang, nomor kode, nomor register, judul/pencipta buku 12
perpustakaan, spesifikasi buku perpustakaan, asal daerah barang bercorak kesenian/kebudayaan, pencipta barang bercorak kesenian/kebudayaan, bahan barang bercorak kesenian/kebudayaan, jenis hewan ternak dan tumbuhan, ukuran hewan ternak dan tumbuhan, jumlah, tahun cetak/pembelian, asal-usul cara perolehan, harga, serta keterangan yang perlu ditambahkan. Format pencatatan KIB E sesuai dengan lampiran 5. KIB F merupakan kartu yang digunakan untuk mencatat konstruksi dalam pengerjaan. Informasi yang perlu dicantumkan dalam KIB F adalah nama/jenis barang, jenis bangunan, konstruksi bangunan apakah bertingkat atau tidak serta beton atau tidak, luas lantai, lokasi, tanggal dan nomor dokumen, tanggal/bulan/tahun mulai, status tanah, nomor kode tanah, asal-usul pembiayaan, nilai kontrak, serta keterangan yang perlu ditambahkan. Format pencatatan KIB F sesuai dengan lampiran 6. Selain KIB, pengurus barang masing-masing SKPD juga harus membuat Kartu Inventaris Ruangan (KIR). Dalam mengisi KIR, pengurus barang harus menuliskan kabupaten, provinsi, unit, satuan kerja, dan ruangan yang ditempati terlebih dahulu. Setelah itu baru mencantumkan informasi mengenai nama/jenis barang, merk/model, nomor seri pabrik, ukuran, bahan, tahun pembuatan/pembelian, nomor kode barang, jumlah barang/register, harga beli/perolehan, keadaan barang apakah baik, kurang baik, atau rusak berat, serta keterangan yang perlu ditambahkan. Format KIR sesuai dengan lampiran 7. 13
KIB dan KIR selanjutnya dikompilasi dalam buku inventaris. Mulai dari tanah sampai dengan konstruksi dalam pengerjaan yang dicatat dalam kartu yang terpisah-pisah, selanjutnya dijadikan satu dalam buku inventaris. Dalam mengisi buku inventaris harus dituliskan SKPD, kabupaten/kota, dan provinsi terlebih dahulu. Setelah itu baru mencantumkan informasi nomor kode barang, nomor register, nama/jenis barang, merk/type barang, nomor sertifikat/nomor pabrik/nomor chasis/nomor mesin, bahan, asal/cara perolehan barang, tahun perolehan, ukuran barang/konstruksi, satuan, keadaan barang, jumlah barang, jumlah harga, serta keterangan yang perlu ditambahkan. Format Buku Inventaris sesuai dengan lampiran 8. Sebelum adanya peraturan dari pemerintah, untuk memudahkan pencatatan aset yang berasal dari masing-masing sumber dana dipisahkan menurut warna. Aset yang bersumber dari APBD diberi warna biru, APBD Provinsi diberi warna merah muda, dan aset yang bersumber dari APBN diberi warna kuning. Tetapi, setelah adanya peraturan dari pemerintah yang mengharuskan pencatatan dijadikan satu, saat ini pembukuan untuk seluruh aset yang berasal dari berbagai sumber dana yang berbeda tidak dibedakan dalam pencatatannya, hanya saja diberi keterangan berasal dari mana sumber dana aset tersebut. Tahap Inventarisasi. Aset tetap yang telah dicatat dalam masing-masing KIB disetiap SKPD, akan diinventarisasi. Inventarisasi merupakan kegiatan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian. Inventarisasi dilakukan 14
dengan tujuan sebagai bahan informasi untuk membantu pelaksanaan pengawasan, petunjuk dalam rangka pemeliharaan barang, merencanakan dan menentukan kebutuhan barang, pengarahan pengadaan barang, dan menentukan penghapusan barang. Pada masing-masing SKPD di Kota Salatiga, setelah buku inventaris dibuat, dibuat pula rekap buku inventaris yang berisi rangkuman dari buku inventaris. Jika buku inventaris berisi macam-macam aset secara rinci seperti yang tercantum dalam KIB, rekap buku inventaris ini merupakan total masing-masing golongan saja. Format rekapitulasi buku inventaris sesuai dengan lampiran 9. Buku inventaris dan rekap yang dibuat oleh masing-masing SKPD diserahkan kepada DPPKAD. Selanjutnya DPPKAD membuat Buku Induk Inventaris yang merupakan gabungan dari semua catatan buku inventaris masingmasing SKPD. Untuk mendapatkan data barang dan pembuatan buku induk inventaris yang benar, dapat dipertanggungjawabkan dan akurat terbarukan maka dilakukan melalui Sensus Barang Daerah setiap 5 (lima) tahun sekali. Sensus Barang Daerah Kota Salatiga baru saja dilakukan pada tahun 2013. DPPKAD membuat tim khusus yang bertugas untuk melakukan verifikasi. Tim khusus ini mengecek apakah catatan yang dibuat oleh SKPD tersebut sesuai dengan kondisi fisik aset. Apabila terjadi perbedaan perhitungan menurut tim khusus, SKPD membuat catatan khusus yang berisi hal-hal yang mengakibatkan adanya perbedaan tersebut dan apa saja perbedaan yang ada. Selanjutnya catatan ini diserahkan kepada DPPKAD untuk direkap. 15
Tahap Pelaporan. Pencatatan barang milik daerah pada DPPKAD Kota Salatiga akan menghasilkan daftar yang disebut Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) dan Daftar Barang Pengguna (DBP). SKPD melakukan pelaporan selama dua kali dalam setahun, yaitu laporan semesteran dan laporan tahunan. Setiap akhir smester ataupun akhir tahun, setiap SKPD harus membuat laporan mutasi barang sesuai dengan lampiran 10. Laporan mutasi ini berisi nilai pada awal periode, mutasi tambah atau kurang, dan nilai pada akhir periode. Mutasi tambah biasanya berasal dari pengadaan baru, mutasi dari SKPD lain, adanya hibah ataupun bantuan. Sedangkan mutasi kurang dapat terjadi apabila ada aset yang dihapus oleh SKPD. Aset yang akan dihapus karena rusak atau hilang harus diusulkan terlebih dahulu kepada DPPKAD untuk mendapatkan persetujuan penghapusan aset. Laporan semesteran ataupun tahunan yang akan diserahkan kepada DPPKAD tetap harus dilampiri dengan Kartu Inventaris Barang dan buku inventaris. Berdasarkan wawancara dari key informan, diketahui bahwa penyebab ketidaksesuaian nilai aset tetap pada Laporan Keuangan Kota Salatiga dengan fisiknya ada beberapa hal. Penyebab ketidaksesuaian tersebut dipaparkan dalam tabel berikut ini. 16
Tabel 1. Penyebab Ketidaksesuaian Nilai Aset pada Laporan Keuangan Kota Salatiga Kategori Sebab Kelemahan Utama Sumber daya manusia Kemampuan Sumber Daya Manusia kurang memenuhi Jumlah pegawai DPPKAD bagian aset tidak sebanding dengan jumlah SKPD yang ada di Kota Salatiga. Bukti Fisik Dokumen aset tetap tidak ada / sulit ditelusur Dokumen dibutuhkan diterbitkan yang belum Aset tidak memiliki bukti kepemilikan Proses Belum sesuai dengan kebijakan akuntansi. Salah klasifikasi dalam melakukan pencatatan. Keterangan Pegawai yang ada di unit SKPD maupun yang ada di DPPKAD ada yang belum bisa mengoperasikan komputer, belum mengerti prosedur yang berlaku, serta kurangnya komitmen dari Kepala SKPD dalam menangani aset daerah. Jumlah pegawai DPPKAD bagian aset yang hanya berjumlah 12 orang akan terlihat sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah SKPD yang berjumlah 26 unit. Sehingga seringkali kesulitan dalam memperoleh data yang mengharuskan survey langsung ke masing-masing SKPD. Aset tetap yang telah lama dimiliki oleh Pemkot ataupun aset yang berasal dari proses tukar-menukar seringkali dokumennya telah hilang, sehingga tidak dapat ditelusur harga perolehannya. Untuk mencatat aset yang bersumber dari dana APBN, APBD, maupun APBD Provinsi dibutuhkan berita acara mengenai kontrak atau pengadaan, tetapi seringkali berita acara tersebut belum terbit bisa sampai bertahun-tahun lamanya. Sehingga aset tidak dicatat sampai berita acara tersebut diterbitkan. Masih banyak tanah yang dikuasai oleh Pemkot tetapi masih belum memiliki sertifikat atas nama Pemkot Salatiga. Sehingga tidak ada bukti kepemilikan bahwa aset tersebut benar-benar milik Pemkot Salatiga. Tetapi tanah ini tetap diakui dan dicatat sebagai aset daerah dalam KIB A. Anggaran pemeliharaan yang menambah masa manfaat, umur ekonomis, dan menambah volume aset menurut kebijakan akuntansi seharusnya dapat dikapitalisasi menjadi aset, namun hal itu tidak dilakukan. Beberapa biaya salah mengklasifikasikan dalam pencatatan. Contohnya : mengecat gedung yang seharusnya masuk dalam biaya pemeliharaan karena tidak menambah umur ekonomis, dicatat dalam rehab gedung. Rehab gedung termasuk dalam belanja modal, sehingga pencatatan menjadi keliru. 17
Lanjutan Tabel 1. Penyebab Ketidaksesuaian Nilai Aset pada Laporan Keuangan Kota Salatiga Kategori Sebab Utama Kelemahan Barang yang sudah tidak ada wujudnya, nilainya masih tercantum dalam laporan. Prosedur pencatatan masih manual Produktivitas Rekonsiliasi yang dilakukan tidak maksimal. Sumber : Bagian Aset DPPKAD Kota Salatiga Keterangan Apabila terdapat barang rusak ataupun hilang seharusnya SKPD mengajukan usulan penghapusan barang terhadap DPPKAD. Sehingga barang tersebut tidak perlu dicatat lagi dalam laporan. Akan tetapi pada kenyataannya SKPD sering kali tidak mengajukan usulan penghapusan barang kepada DPPKAD dan tetap mencatat barang yang sudah tidak ada tersebut. DPPKAD sudah mempunyai Program Simbada, namun karena masih perlu pengembangan sehingga belum digunakan. Rencana pada tahun 2014 ini akan dilakukan pengembangan sehingga saling terintegrasi mulai dari perencanaan, penganggaran sampai dengan pelaporan. Setiap akhir periode dilakukan rekonsiliasi antara pejabat penatausahaan keuangan dengan pengurus barang masing-masing SKPD. Hasil yang didapatkan seringkali tidak maksimal. Masih banyak terdapat perbedaan pada saat masa pelaporan. Pembahasan Menurut Permendagri No. 17 Tahun 2007, penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi dan mendukung tertib pengelolaan barang milik daerah. Agar pengelolaan aset/barang milik daerah dapat berjalan dengan maksimal, salah satu tahapnya adalah melaksanakan penatausahaan dengan baik. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus melakukan penatausahaan yang 18
terstruktur terhadap kekayaan daerah yang dimilikinya. Setelah dipaparkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat dianalisis dari ketiga rangkaian kegiatan penatausahaan. Analisis terhadap ketiga rangkaian kegiatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tahap pembukuan Pada DPPKAD Kota Salatiga, Undang-Undang yang dipakai adalah Permendagri No. 17 Tahun 2007, Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2013, dan Peraturan Walikota Salatiga Tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pasal-pasal yang menjadi dasar penatausahaan Barang Milik Daerah yang diatur dalam Permendagri No. 17 tahun 2007 tentang pedoman teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah pada BAB VII pasal 25, 26, 27, 28, 29, dan 30. Sedangkan Peraturan Walikota Salatiga tersebut isinya hampir sama dengan yang tercantum pada Permendagri No. 17 Tahun 2007. Dalam praktiknya, DPPKAD Kota Salatiga sudah melaksanakan pembukuan barang milik daerah yang merupakan proses pencatatan barang milik daerah ke dalam daftar barang pengguna yang dimuat dalam kartu inventaris barang dan kartu inventaris ruang, dan selanjutnya dicatat dalam daftar barang milik daerah. Sebelum melakukan pencatatan barang, terlebih dahulu dilakukan penggolongan dan kodefikasi barang milik daerah. Akan tetapi peraturan daerah yang tersedia saat ini tidak mengatur mengenai pencatatan secara spesifik, sehingga membuat pencatatan menjadi kurang terstruktur. Peraturan daerah yang ada maupun Peraturan Walikota Salatiga, isinya sama dengan Permendagri No. 17 19
Tahun 2007, sehingga tidak membantu untuk menyelesaikan masalah yang ada di Kota Salatiga. Semua aset yang berasal dari sumber yang berbeda-beda, pencatatannya dijadikan satu dan tidak dibedakan. Sehingga menyebabkan kerancuan dalam perlakuan terhadap aset itu sendiri. Aset baru dapat dicatat dan diakui setelah selesai diadakan. Pengadaan seharusnya diadakan sebelum akhir periode, agar dalam proses pencatatannya tidak terlambat dan tidak melewati batas akhir penyampaian laporan. Akan tetapi dalam praktiknya, masih banyak pengadaan yang menumpuk di akhir periode karena perencanaan pengadaan yang kurang matang. Apabila perencanaan pengadaan aset dilakukan diawal periode, maka proses pencatatan dalam laporan tidak akan terhambat diakhir periode seperti saat ini. Selain itu, banyak juga SKPD yang tidak melaporkan barang apa saja dan berapa nilai aset yang telah selesai diadakan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya otorisasi terhadap dokumen pendukung aset yang sangat dibutuhkan dalam tahap pembukuan. Seharusnya dokumen yang dimiliki bisa diarsipkan secara lebih rapi, baik pergolongan maupun pertahun, agar semua pegawai mengetahui keberadaan dokumen dan dapat mencari dengan mudah apabila membutuhkannya sewaktuwaktu. Masalah yang terakhir yaitu banyak aset yang hilang tetapi masih tercatat dalam laporan barang SKPD. Barang di SKPD tidak mendapat perhatian yang cukup dan belum ada pengamanan yang memadai. Sebaiknya ada pegawai yang ditugaskan untuk mengontrol barang masuk dan keluar dan kemudian mengecek kebenaran nilai dalam laporan. Berdasarkan kondisi tersebut, pemetaan masalah dalam tahap pembukuan adalah sebagai berikut. 20
Tabel 2. Pemetaan Masalah pada Tahap Pembukuan Kondisi/Masalah Dampak Penyebab Akar Penyebab Peraturan daerah Pencatatan kurang Isi dari peraturan Pemerintah Kota yang ada tidak terstruktur daerah dan peraturan Salatiga belum mengatur secara Tidak menyelesaikan walikota sama dengan mengadopsi spesifik masalah yang ada di Permendagri No. 17 Permendagri No.17 Kota Salatiga Tahun 2007 Tahun 2007 sesuai dengan kondisi yang ada di Kota Salatiga Pengadaan yang Proses pencatatan Pengadaan aset Dokumen yang akan menumpuk yang terlambat dilakukan diakhir digunakan untuk proses dimasing-masing karena menunggu periode pengadaan belum siap, SKPD pengadaan selesai perencanaan pengadaan dilakukan aset kurang matang, petunjuk teknis pengadaan (khususnya dari anggaran Dana Alokasi Khusus) yang baru keluar pada pertengahan tahun, sehingga proses pengadaan baru dapat dilaksanakan setelah juknis keluar Aset yang nilainya Nilai aset yang Dokumen tidak Tidak ada otorisasi tidak dicatat terdapat dalam neraca lengkap, pegawai yang terhadap dokumen disajikan tidak wajar. Lebih besar nilai aset fisik daripada nilai mengetahui keberadaan dokumen sudah pension pendukung aset yang terdapat Aset hilang yang nilainya masih tercatat dicatatan Nilai aset yang terdapat dalam neraca disajikan tidak wajar. Lebih besar nilai yang terdapat dicatatan daripada nilai aset fisik Sumber: Data primer diolah, april juli 2014 Tidak memperbaharui nilai aset dineraca yang aset fisiknya telah hilang. Belum ada pengamanan barang di SKPD dan tidak ada perhatian yang cukup terhadap aset Tahap Inventarisasi Inventarisasi yang merupakan kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian, sudah dilaksanakan oleh DPPKAD Kota Salatiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini dapat 21
dibuktikan dari adanya bukti-bukti pelaksanaan inventarisasi, seperti dokumen pencatatan yang berbentuk Buku Induk Inventaris, Buku Inventaris, KIB, dan KIR. Selain itu ada juga bukti dari dokumen pelaporan seperti Daftar Rekapitulasi Inventaris dan Daftar Mutasi Barang. Namun dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah di pemerintah kota Salatiga masih terdapat kendala, yaitu keterbatasan jumlah pegawai yang ada di Bagian Aset DPPKAD Kota Salatiga. Jumlah pegawai Bagian Aset DPPKAD berjumlah 12 orang. Sedangkan jumlah SKPD yang ada di Kota Salatiga berjumlah 26. Menurut informan, seharusnya satu orang menangani satu SKPD besar, sedangkan untuk SKPD kecil, satu pegawai bisa menangani dua SKPD. Hal ini disebabkan oleh perencanaan sumber daya manusia yang kurang matang. Sebaiknya pemkot memperhitungkan kebutuhan pegawai yang mampu menangani SKPD dan UPTD diseluruh Kota Salatiga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap 5 (lima) tahun sekali dilakukan Sensus Barang Daerah untuk mendapatkan data barang dan pembuatan buku induk inventaris yang benar, dapat dipertanggungjawabkan dan akurat terbantukan. Dalam melakukan Sensus Barang Daerah ini, DPPKAD harus melakukan inventarisasi yang jangkauannya adalah seluruh aset yang dimiliki Pemerintah Kota Salatiga, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan inventarisasi tersebut menjadi lama. Karena pegawai yang ada di Bagian Aset DPPKAD Kota Salatiga tidak sebanding dengan jumlah SKPD yang ada di Kota Salatiga, sehingga dalam proses survey kemasing-masing SKPD tentu saja memakan waktu yang cukup lama. 22
Selain kendala pada keterbatasan pegawai, masalah yang terjadi pada tahap pembukuan tentu saja akan berdampak pada tahap inventarisasi. Proses pembukuan yang terlalu lama karena banyaknya masalah yang terjadi dalam tahap tersebut akan menghambat proses inventarisasi oleh DPPKAD. Dengan adanya kesalahan yang sering muncul, sensus yang dilakukan setiap 5 tahun sekali jadi terkesan terlalu lama dan akan semakin menyulitkan team khusus yang menangani sensus daerah maupun pegawai DPPKAD yang lain. Masalah juga muncul pada beberapa SKPD yang belum membuat Kartu Inventaris Ruangan (KIR) atau tidak memperbaharui KIR yang dahulu pernah dibuat, dengan alasan waktu yang dibutuhkan tidak ada atau kurang. Seharusnya dengan perencanaan yang lebih matang dan dokumen yang sudah lengkap, proses pencatatn KIB dan KIR tidak akan memakan waktu yang lama. Berdasarkan kondisi di atas, maka pemetaan masalah dapat dipaparkan sebagai berikut: Tabel 3. Pemetaan Masalah pada Tahap Inventarisasi Kondisi/Masalah Dampak Penyebab Akar Penyebab Keterbatasan jumlah Waktu yang Pegawai yang ada di Man Power Planning pegawai Bagian Aset dibutuhkan untuk Bagian Aset tidak DPPKAD Kota survei barang daerah sebanding dengan Salatiga ke SKPD menjadi jumlah SKPD yang lama ada di Salatiga Proses pembukuan Inventarisasi menjadi Banyaknya Pengadaan menumpuk yang terlalu lama terhambat dan permasalahan ditahap diakhir periode, aset memakan waktu lama pembukuan yang nilainya tidak dicatat, dan aset hilang yang nilainya masih tercatat KIR belum dibuat Laporan yang Pegawai SKPD tidak Waktu yang oleh beberapa SKPD dikirimkan ke memperbaharui KIR, dibutuhkan untuk DPPKAD menjadi sehingga tidak sesuai memperbaharui KIR tidak lengkap seperti dengan keadaan saat tidak ada atau kurang ketentuan yang ada ini Sumber: Data primer diolah, april juli 2014 23
Tahap pelaporan Menurut Permendagri No. 17 Tahun 2007, disebutkan bahwa pelaporan barang milik daerah yang dilakukan oleh pengguna barang disampaikan setiap semester, tahunan dan 5 (lima) tahunan kepada Kepala Daerah melalui pengelola. Sementara, pembantu pengelola menghimpun seluruh laporan pengguna barang semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan dari masing-masing SKPD, jumlah maupun nilai serta dibuat rekapitulasinya. Dilihat dari prosedur yang ditetapkan oleh Permendagri No. 17 Tahun 2007, DPPKAD Kota Salatiga memang sudah melaksanakan hal yang sama dengan yang telah ditetapkan. Akan tetapi pelaksanaan yang terjadi di lapangan belum sesuai dengan yang diharapkan. Permasalahan utama yang menjadi penyebab belum optimalnya tahap pelaporan adalah banyaknya SKPD yang sering terlambat dalam menyampaikan laporan kepada DPPKAD melebihi batas waktu penyampaian. Sehingga menyulitkan dan memperlambat DPPKAD untuk melakukan rekapitulasi terhadap semua aset daerah Kota Salatiga, yang untuk selanjutnya akan diserahkan kepada Sekretaris Daerah. Selain itu permasalahan yang terjadi dalam tahap pembukuan dan tahap inventarisasi akan muncul pada tahap pelaporan ini. Banyaknya kesalahan tentu saja akan menyebabkan timbulnya salah saji material seperti yang telah terjadi selama lebih dari tiga tahun belakangan ini. Hal tersebut dapat mempengaruhi pencatatan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Kota Salatiga khususnya nilai aset. Kualitas dan kedisiplinan pegawai yang masih kurang menjadi penyebab masih banyaknya 24
kesalahan yang dilakukan. Berdasarkan kondisi tersebut, pemetaan masalah dalam pelaporan adalah sebagai berikut: Tabel 4. Pemetaan Masalah pada Tahap Pelaporan Kondisi/Masalah Dampak Penyebab Akar Penyebab Pelaporan yang Pembuatan Dalam pembuatan Keterlambatan pada dilakukan oleh SKPD rekapitulasi oleh rekapitulasi aset daerah tahap pembukuan dan sering tidak tepat DPPKAD terhadap harus menunggu semua inventarisasi waktu seluruh aset daerah laporan dari SKPD akan menjadi sulit terkumpul. Apabila dan terhambat laporan dari SKPD terlambat, maka akan menghambat proses rekapitulasi Kesalahan yang Salah saji material Barang yang nilainya Kualitas dan bersumber dari yang terdapat di belum tercatat, barang kedisiplinan dari masalah ditahap Laporan Keuangan yang hilang tetapi pegawai pembukuan Pemerintah Kota nilainya masih Salatiga tercantum dalam laporan Sumber: Data primer diolah, april juli 2014 Berdasarkan wawancara dari key informan, diketahui terdapat beberapa SKPD yang sering tidak tertib dalam melaksanakan penatausahaan barang milik daerah. SKPD yang terbilang tidak tertib biasanya merupakan SKPD yang tergolong besar, atau memiliki jangkauan yang luas. Seperti Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) sering mengalami masalah dalam proses penatausahaan dikarenakan sekolah-sekolah yang dibawahi sering kali tidak memberikan laporan atau terlambat menyampaikan laporan mengenai barang milik daerah yang ada disekolah tersebut, sehingga Disdikpora harus menunggu laporan dari sekolah untuk dapat menginput semua data mengenai barang milik daerah yang tersebar di sekolah yang ada di Kota Salatiga. Apabila dilihat dari keseluruhan SKPD, SKPD yang tertib menjalankan ketiga tahap penatausahaan ada 20 SKPD, sedangkan yang belum tertib ada 6 SKPD. Pada tahap pembukuan, semua SKPD telah melaksanakan dengan tertib. 25
Sedangkan pada tahap inventarisasi dan pelaporan didapat angka yang sama, yaitu 4 SKPD belum tertib, dan 22 SKPD lainnya telah tertib. Tertib dalam artian SKPD melakukan setiap tahapan tersebut masih dalam batas waktu yang telah ditentukan oleh DPPKAD Kota Salatiga. Lebih jelasnya pada lampiran 12. Berikut merupakan diagram yang menunjukkan tingkat kedisiplinan SKPD di Kota Salatiga. Gambar 1. Kedisiplinan SKPD di Kota Salatiga Lingkaran terluar dari grafik tersebut mengambarkan kedisiplinan SKPD dalam menjalankan seluruh tahap penatausahaan barang milik daerah.. Lingkaran kedua menggambarkan kedisiplinan SKPD dalam menjalankan tahap pembukuan. Lingkaran ketiga menggambarkan kedisiplinan SKPD dalam menjalankan tahap inventarisasi. Sedangkan lingkaran terakhir atau lingkaran yang paling dalam menggambarkan kedisiplinan SKPD dalam menjalankan tahap pelaporan. 26
Berdasarkan pembahasan dapat diketahui bahwa permasalahan yang terjadi pada satu tahap akan mempengaruhi tahap-tahap berikutnya. permasalahan tersebut akan menurun dan menyebabkan masalah yang lain pada tahap berikutnya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan berikut ini PEMBUKUAN 1. Peraturan daerah yang ada tidak mengatur secara spesifik. 2. Pengadaan yang menumpuk dimasing-masing SKPD. 3. Aset yang nilainya tidak tercatat. 4. Aset hilang yang nilainya masih tercatat INVENTARISASI 1. Proses pembukuan yang terlalu lama menjadikan inventarisasi menjadi terhambat. 2. Inventarisasi mendapatkan hasil yang tidak akurat. PELAPORAN 1. Pelaporan menjadi tidak tepat waktu 2. Pembuatan rekapitulasi menjadi terhambat 3. Akan melaporkan hasil laporan yang tidak akurat dan menyebabkan salah saji material Gambar 2. Keterkaitan Permasalahan Antar Tahap Dari bagan diatas terlihat jelas bahwa awal mula permasalahan berasal dari tahap pembukuan. Permasalahan yang ada ditahap pembukuan mempengaruhi tahap inventarisasi dan pelaporan. Berdasarkan kondisi yang ada saat ini di lingkungan pemerintah Kota Salatiga, harus ada tindak lanjut strategis yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan yang timbul. 27
Tabel 5. Kondisi dan Usulan Strategis Kondisi/Masalah Peraturan daerah yang ada tidak mengatur secara spesifik. Peraturan tersebut hanya mengacu pada Permendagri No.17 tahun 2007 tanpa mengadopsi dan mengadaptasinya sesuai dengan kondisi yang ada di Kota Salatiga. Hal ini mengakibatkan pencatatan yang kurang terstruktur dan tidak menyelesaikan masalah yang ada di Kota Salatiga. Pengadaan yang menumpuk dimasing-masing SKPD, aset yang nilainya tidak tercatat, dan aset hilang yang nilainya masih tercatat menjadi akar penyebab dari timbulnya masalah ditahaptahap berikutnya. Ketiga hal tersebut dapat terjadi diakibatkan oleh kualitas dan kedisiplinan dari para pegawai. Apabila pegawai memiliki kedisiplinan dan kualitas yang baik, tentu saja hal tersebut tidak akan terjadi. Kesalahan yang sering terjadi dalam prosedur penatausahaan barang milik daerah. Seperti adanya perlakuan terhadap barang milik daerah yang belum sesuai dengan kebijakan akuntansi sehingga seringkali terjadi perbedaan perhitungan dengan BPK yang menggunakan kebijakan akuntansi dalam penilaiannya. Selain itu prosedur pencatatan di pemerintah Kota Salatiga masih manual. Usulan Strategis Pemda ataupun pemkot sebaiknya membuat peraturan yang sesuai dengan kondisi di Kota Salatiga. Walaupun memang harus mengacu pada Permendagri No.17 Tahun 2007, tetapi sebaiknya disesuaikan dengan permasalahan yang sering muncul di Kota Salatiga. Sehingga dengan adanya peraturan tersebut dapat membantu menyelesaikan permasalahan dan mempermudah pegawai untuk bekerja sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Karena permasalahan timbul akibat kualitas dan kedisiplinan pegawai yang kurang baik, maka yang harus diperbaiki terlebih dahulu adalah keahlian teknis dari pegawai yang ada saat ini. Pemerintah kota dapat melakukan pelatihan teknis mengenai proses penatausahaan kepada para pegawai untuk meningkatkan kemampuan, wawasan, dan kinerja pegawai sehingga akan membantu instansi untuk mencapai tujuannya dengan mudah. Pegawai harus menggunakan kebijakan akuntansi dalam perlakuan terhadap barang milik daerah. Melakukan review terhadap program Simbada yang sebenarnya sudah dimiliki oleh Pemkot Salatiga. Sehingga didapatkan program yang saling terintegrasi mulai dari perencanaan penganggaran sampai dengan pelaporan. Dengan adanya Simbada, pengelolaan barang milik daerah akan lebih efisien. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian pada DPPKAD Kota Salatiga menunjukkan bahwa pelaksanaan penatausahaan barang milik daerah masih memiliki banyak kendala dan masalah yang berada di masing-masing tahap, yaitu pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan. Dari banyaknya permasalahan yang muncul dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab utamanya adalah peraturan daerah yang tidak 28
mengatur secara spesifik, lemahnya kualitas dan kedisiplinan pegawai, serta prosedur pencatatan yang masih manual. Peraturan daerah yang tidak mengatur secara spesifik mengakibatkan proses penatausahaan menjadi kurang terstruktur dan tidak menyelesaikan masalah yang sering muncul selama ini di Kota Salatiga terkait penatausahaan. Peraturan daerah yang ada tidak mengadopsi Permendagri No.17 Tahun 2007 sesuai dengan kondisi Kota Salatiga. Selain itu, lemahnya kualitas dan kedisiplinan pegawai yang melaksanakan proses pengelolaan aset pada masingmasing SKPD menyebabkan dalam pelaksanaan belum mengikuti peraturan yang berlaku dan masih sering melakukan kesalahan. Pegawai hanya melakukan tugas sesuai dengan yang pernah dilakukan pegawai sebelumnya. Penyebab yang terakhir yaitu prosedur pencatatan barang milik daerah masih dilakukan secara manual, karena program Simbada yang saat ini dimiliki belum dapat digunakan. Sehingga mengakibatkan proses pengelolaan barang milik daerah menjadi kurang efisien dan memakan waktu yang lama. Saran Berdasarkan simpulan diatas, maka usulan strategis yang dapat diberikan kepada instansi pemerintah untuk memperbaiki permasalahan yang timbul adalah seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan. 1. Walaupun tetap harus mengacu pada Permendagri No.17 Tahun 2007, tetapi pemda ataupun pemkot sebaiknya membuat peraturan yang sesuai dengan kondisi di Kota Salatiga. 29
2. Pemerintah kota dapat melakukan pelatihan teknis mengenai prosedur pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan kepada para pegawai untuk meningkatkan kemampuan, wawasan, dan kinerja pegawai sehingga akan membantu instansi untuk mencapai tujuannya dengan mudah. 3. Pemkot Salatiga harus melakukan review terhadap program Simbada yang dimiliki. Sehingga didapatkan program yang saling terintegrasi mulai dari perencanaan penganggaran sampai dengan pelaporan, dan bisa digunakan dengan mudah oleh pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan adanya Simbada, pengelolaan barang milik daerah akan menjadi lebih efisien. Keterbatasan Penelitian Meskipun telah berusaha sedemikian rupa untuk merancang penelitian, namun masih terdapat keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu dalam proses wawancara hanya dapat dilakukan oleh satu orang pegawai yang telah ditunjuk saja, sehingga tidak bisa mendapatkan pernyataan dan pandangan dari pegawai lain. 30
DAFTAR PUSTAKA Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 9 Tentang Akuntansi Aset Tetap. Fahmi. 2012. Wakil Walikota Arahkan SKPD Pengguna Barang. http://salatigakota.go.id/infoberita.php?id=242&. 28 Agustus 2014. Hilmah, Fairoza, 2013, Analisis Pelaksanaan Penatausahaan Dan Akuntansi Aset Tetap Pada DPKA Kota Padang, E-Journal Universitas Negeri Padang. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 07 Tentang Akuntansi Aset Tetap. Peraturan Walikota Salatiga Tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Barang Milik Daerah. Wahyuningrum, Endah, et.al., 2013, Analisis Optimalisasi Proses Perencanaan Pengelolaan Aset Daerah Di Pemerintah Kota Salatiga, Journal of Public Policy, Universitas Diponegoro. 31
Lampiran-lampiran Lampiran 1 FORMAT KARTU INVENTARIS BARANG (KIB) A TANAH NO. KODE LOKASI: No Jenis Barang/ Nama Barang Nomor Luas Tahun Letak/ Status tanah Penggunaan Asal- Kode Register (m 2 ) Pengadaan Alamat Hak Sertifikat Usul barang Tanggal Nomor Harga (Ribuan Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Ket MENGETAHUI KEPALA SKPD.., PENGURUS BARANG ( ) NIP ( ) NIP 32
Lampiran 2 FORMAT KARTU INVENTARIS BARANG (KIB) B PERALATAN DAN MESIN NO. KODE LOKASI: No. Urut Kode Barang Nama/ Jenis Barang Nomor Register Merk/ Type Ukuran/ CC Bahan Tahun Pembelian Nomor Pabrik Rangka Mesin Polisi BPKB Asal-usul Cara Perolehan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Harga Ket MENGETAHUI KEPALA SKPD.., PENGURUS BARANG ( ) NIP ( ) NIP 33
Lampiran 3 FORMAT KARTU INVENTARIS BARANG (KIB) C GEDUNG DAN BANGUNAN NO. KODE LOKASI: No. Urut Nama/ Jenis Nomor Kondisi Bangunan Konstruksi Bangunan Luas Lantai Letak/ Lokasi Dokumen Gedung Luas (m 2 ) Status Tanah Nomor Kode Asal- Usul Harga Ket Barang Kode Register (B,KB,RB) Bertingkat/ Beton/ (m 2 ) Alamat Tanggal Nomor Tanah Barang Tidak Tidak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 MENGETAHUI KEPALA SKPD.., PENGURUS BARANG ( ) NIP ( ) NIP 34
NO. KODE LOKASI: Lampiran 4 FORMAT KARTU INVENTARIS BARANG (KIB) D JALAN, IRIGASI DAN JARINGAN No. Nama/ Nomor Konstruksi Panjang Lebar Luas Letak/ Dokumen Status Nomor Asal- Harga Kondisi Ket Urut Jenis Kode Register (KM) (M) (m 2 ) Lokasi Tanggal Nomor Tanah Kode Usul (B,KB.RB) Barang Barang Tanah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 MENGETAHUI KEPALA SKPD.., PENGURUS BARANG ( ) NIP ( ) NIP 35
NO. KODE LOKASI: Lampiran 5 FORMAT KARTU INVENTARIS BARANG (KIB) E ASSET TETAP LAINNYA No. Urut Nama/ Jenis Nomor Buku/ Perpustakaan Barang Bercorak Kesenian/ Kebudayaan Hewan/ Ternak dan Tumbuhan Jumlah Tahun Cetak/ Asal-usul Cara Harga Ket Barang Kode Register Judul/ Spesifikasi Asal Pencipta Bahan Jenis Ukuran Pembelian Perolehan Pencipta Daerah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 MENGETAHUI KEPALA SKPD.., PENGURUS BARANG ( ) NIP ( ) NIP 36
NO. KODE LOKASI: No. Urut Nama/ Jenis Barang Bangunan (P,SP,D) Konstruksi Bangunan Bertingkat/ Beton/ Tidak Tidak LAMPIRAN 6 FORMAT KARTU INVENTARIS BARANG (KIB) F KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN Luas Lantai (m 2 ) Letak/ Lokasi Alamat Dokumen Tanggal Nomor Tgl/ Bln/ Thn Mulai Status Tanah Nomor Kode Tanah Asal-Usul Pembiayaan Nilai Kontrak (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Ket MENGETAHUI KEPALA SKPD.., PENGURUS BARANG ( ) NIP ( ) NIP 37
KAB : PROVINSI : UNIT : SATUAN KERJA : Lampiran 7 FORMAT KARTU INVENTARIS RUANGAN RUANGAN : NO. KODE LOKASI : No. Urut Nama/ Merk/ No. Seri Ukuran Bahan Tahun No. Kode Jumlah Harga Keadaan Barang Ket Jenis Barang Model Pabrik Pembuatan/ pembelian Barang Brang/ Register Beli/ Peroleha Baik Kurang Baik Rusak Berat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 MENGETAHUI KEPALA SKPD.., PENGURUS BARANG ( ) NIP ( ) NIP 38
SKPD : KABUPATEN/KOTA : Lampiran 8 FORMAT BUKU INVENTARIS PROVINSI : NO. KODE LOKASI : No. Urut NOMOR SPESIFIKASI BARANG Bahan Asal/ Kode Barang Register Nama/ jenis barang Merk/ Type No.Sertifikat No.Pabrik No.Chasis Cara Perolehan Barang No.Mesin Tahun Perolehan Ukuran Barang/ Konstruksi (P,S,D) Satuan Keadaan barang (B,RR,RB) Jumlah Barang Harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Ket MENGETAHUI KEPALA SKPD.., PENGURUS BARANG ( ) NIP ( ) NIP 39
SKPD : KABUPATEN/KOTA : PROVINSI : Lampiran 9 FORMAT REKAPITULASI BUKU INVENTARIS (REKAP HASIL SENSUS) NO KODE JUMLAH JUMLAH URUT GOLONGAN BIDANG NAMA BIDANG BARANG BARANG HARGA KET BARANG 1 2 3 4 5 6 7 1 01 01 TANAH 2 02 PERALATAN DAN MESIN 02 a.alat-alat besar 03 b.alat-alat angkota 04 c.alat-alat bengkel dan alat ukur 05 d.alat-alat pertanian dan peternakan 06 e.alat-alat kantor dan rumah tangga 07 f.alat-alat stodio dan komunikasi 08 g.alat-lat kedokteran 09 h.alat-alat laboratorium 10 i.alat-alat keamanan 3 03 GEDUNG DAN BANGUNAN 11 a.bangunan dan gedung 12 b.bangunan dan monumen 4 04 JALAN,IRIGASI DAN JARINGAN 13 a.jalan dan jembatan 14 b.bangunan air dan irigasi 15 c.instalasi 16 d.jaringan 5 05 ASET TETAP LAINNYA 17 a.buku perpustakaan b.barang bercorak 18 kesenian/kebudayaan 19 c.hewan ternak dan tumbuhan 6 06 KONTRUKSI DALAM PENGERJAAN 40