LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT"

Transkripsi

1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 105 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Pasal 511 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah Lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1649); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1971 tentang Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2967); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994

2 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3573) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4515); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penjualan Barang Milik Negara/Daerah Berupa Kendaraan Perorangan Dinas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5610); 11. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemeirntahan Daerah; 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembetukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036); 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah; 15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 108 Tahun 2016 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Daerah; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT dan GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH.

3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah Pemerintah daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 6. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 7. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah atau disebut dengan nama lainnya adalah Satuan unit kerja pada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 8. Organisasi Organisasi perangkat daerah, yang selanjutnya disebut OPD adalah Organisasi perangkat daerah selaku pengguna barang. 9. Unit Pelaksana Teknis Dinas atau disingkat UPTD adalah bagian Organisasi perangkat daerah selaku kuasa pengguna barang. 10. Unit Pelaksana Teknis Badan atau disingkat UPTB adalah bagian Organisasi perangkat daerah selaku kuasa pengguna barang. 11. Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau berasal dari perolehan lainnya yang sah maupun yang dikuasai pemerintah daerah dalam menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. 12. Pengelola barang milik daerah yang selanjutnya disebut Pengelola adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab melakukan koordinasi pengelolaan barang milik daerah. 13. Pejabat Penatausahaan Barang adalah kepala Organisasi perangkat daerah yang mempunyai fungsi pengelolaan barang milik daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah. 14. Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah. 15. Kuasa Pengguna Barang Milik Daerah selanjutnya disebut sebagai Kuasa Pengguna Barang adalah kepala unit kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang

4 milik daerah yang berada dalam penguasaannya dengan sebaikbaiknya. 16. Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang adalah Pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha barang milik daerah pada Pengguna Barang. 17. Pengurus Barang Milik Daerah yang selanjutnya disebut Pengurus Barang adalah Pejabat dan/atau Jabatan Fungsional Umum yang diserahi tugas mengurus barang. 18. Pengurus Barang Pengelola adalah pejabat yang diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, dan menatausahakan barang milik daerah pada Pejabat Penatausahaan Barang. 19. Pengurus Barang Pengguna adalah Jabatan Fungsional Umum yang diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, menatausahakan barang milik daerah pada Pengguna Barang. 20. Pengurus Barang Pembantu adalah yang diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, menatausahakan dan mempertanggung jawabkan barang milik daerah pada Kuasa Pengguna Barang. 21. Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. 22. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa barang milik daerah pada saat tertentu. 23. Penilai Pemerintah adalah Penilai Pemerintah Pusat dan Penilai Pemerintah Daerah. 24. Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian. 25. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. 26. Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah, yang selanjutnya disingkat RKBMD, adalah dokumen perencanaan kebutuhan barang milik daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 27. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi Organisasi perangkat daerah yang bersangkutan. 28. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Organisasi perangkat daerah dan/atau optimalisasi barang milik daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan. 29. Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. 30. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan Barang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah

5 daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Gubernur/Bupati/Walikota. 31. Kerja Sama Pemanfaatan yang selanjutnya disingkat KSP adalah pendayagunaan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan daerah atau sumber pembiayaan lainnya. 32. Bangun Guna Serah yang selanjutnya disingkat BGS adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. 33. Bangun Serah Guna yang selanjutnya disingkat BSG adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 34. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat KSPI adalah kerjasama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 35. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang selanjutnya disingkat PJPK adalah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan peraturan perundang-undangan. 36. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah. 37. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. 38. Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang. 39. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian. 40. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.

6 41. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan barang milik daerah. 42. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. 43. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 44. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah. 45. Dokumen kepemilikan adalah dokumen sah yang merupakan bukti kepemilikan atas barang milik daerah. 46. Daftar barang milik daerah adalah daftar yang memuat data seluruh barang milik daerah. 47. Daftar barang pengguna adalah daftar yang memuat data barang milik daerah yang digunakan oleh masing-masing Pengguna Barang. 48. Daftar Barang Kuasa Pengguna adalah daftar yang memuat data barang milik daerah yang dimiliki oleh masing-masing Kuasa Pengguna Barang. 49. Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki Pemerintah Daerah dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan. 50. Pihak lain adalah pihak-pihak selain Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah. 51. Sensus Barang Milik Daerah adalah kegiatan penatausahaan dan penilaian barang milik daerah secara menyeluruh yang dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam lima tahun. 52. Kodefikasi adalah pemberian pengkodean barang kepada setiap barang inventaris milik daerah yang menyatakan lokasi dan bidang barang. 53. Rumah daerah adalah bangunan yang dimiliki Pemerintah Daerah berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau Pegawai Negeri. 54. Rumah daerah golongan I adalah rumah milik daerah yang disediakan untuk ditempati oleh pemgang jabatan tertentu yang berhubungan dengan sifat dinas dan jabatannya, harus tinggal di rumah tersebut. 55. Rumah daerah golongan II adalah rumah milik daerah yang tidak boleh dipindahtangankan dan hanya disediakan untuk ditempati oleh aparatur sipil negara. 56. Rumah daerah golongan III adalah rumah milik daerah yang lainnya yang tidak termasuk rumah daerah golongan I dan rumah daerah golongan II.

7 57. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. 58. Daftar Barang Milik Daerah, yang selanjutnya disingkat dengan DBMD adalah daftar yang memuat data Barang Milik Daerah yang dimiliki/dikuasai oleh pemerintah daerah. 59. Daftar Barang Pengguna, yang selanjutnya disingkat dengan DBP, adalah daftar yang memuat data barang yang dimiliki oleh masing-masing pengguna. 60. Daftar Barang Kuasa Pengguna, yang selanjutnya disingkat dengan DBKP, adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing-masing kuasa pengguna. 61. Standarisasi sarana dan prasarana kerja Pemerintah Daerah adalah pembakuan ruang kantor, perlengkapan kantor, rumah dinas, kendaraan dinas dan lain-lain barang yang memerlukan standarisasi. 62. Standarisasi harga adalah penetapan besaran harga barang sesuai jenis, spesifikasi dan kualitas dalam1 (satu) periode tertentu. 63. Badan Usaha Milik Daerah selanjutnya disingkat BUMD adalah Badan Usaha yang seluruhnya atau sebagian modalnya berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini adalah: a. pejabat pengelola barang milik daerah; b. perencanaan kebutuhan dan penganggaran; c. pengadaan; d. penggunaan; e. pemanfaatan; f. pengamanan dan pemeliharaan; g. penilaian; h. pemindahtanganan; i. pemusnahan; j. penghapusan; k. penatausahaan; l. pembinaan, pengawasan dan pengendalian; m. pengelolaan barang milik daerah pada Organisasi perangkat daerah yang menggunakan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah; dan n. ganti rugi dan sanksi. BAB III WEWENANG, TUGAS DAN FUNGSI Bagian Kesatu Umum

8 Pasal 3 Pengelolaan barang milik daerah merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah. Pasal 4 (1) Barang milik Daerah meliputi: a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; b. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah; dan c. barang yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. (2) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat berwujud maupun tidak berwujud. (3) Barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilengkapi dokumen pengadaan. (4) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau e. barang yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas penyertaan modal pemerintah daerah. Pasal 5 (1) Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) huruf a meliputi hibah/sumbangan atau yang sejenis dari negara/lembaga internasional sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal (4) ayat (4) huruf b antara lain berasal dari: a. kontrak karya; b. kontrak bagi hasil; c. kontrak kerjasama; d. perjanjian dengan negara lain/lembaga internasional; dan e. kerja sama pemerintah daerah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Pasal 6 (1) Setiap orang atau badan dilarang menggadaikan/menjaminkan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 untuk mendapatkan pinjaman atau diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah daerah. (2) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tidak dapat disita sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian Kedua

9 Wewenang, Tugas dan Fungsi Pasal 7 (1) Gubernur adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah. (2) Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai wewenang : a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah; b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindah tanganan tanah dan/atau bangunan; c. menetapkan kebijakan pengamanan barang milik daerah; d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan Barang Milik Daerah; e. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD; f. menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya; g. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan; dan h. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk kerjasama penyediaan infrastruktur. (3) Gubernur dalam rangka pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan fungsinya dibantu oleh : a. Sekretaris Daerah selaku Pengelola; b. Kepala Organisasi Perangkat Daerah yang menangani pengelolaan Aset Daerah selaku Pejabat Penatausahaan Barang; c. Kepala Organisasi perangkat daerah selaku Pengguna; d. Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Kepala unit Pelaksana teknis badan selaku kuasa pengguna; e. Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang; f. Pengurus Barang Pengelola; g. Pengurus Barang Pengguna; h. Pengurus Barang Pembantu; dan i. Pejabat lain yang dipandang perlu; (4) Pembantu Gubernur dalam pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selain huruf a ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 8 (1) Sekretaris Daerah adalah pengelola barang milik daerah. (2) Sekretaris Daerah selaku Pengelola Barang berwenang dan bertanggung jawab : a. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah; b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaanan/ perawatan barang milik daerah; c. mengajukan usul pemanfaatan barang dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan gubernur;

10 d. mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah yang telah disetujui oleh gubernur; e. mengatur pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh Gubernur atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; f. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah; dan g. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah. Pasal 9 (1) Kepala Organisasi Perangkat Daerah yang menangani pengelolaan Aset Daerah adalah Pejabat Penatausahaan Barang dan Pusat Informasi Barang Milik Daerah; (2) Kepala Organisasi Perangkat Daerah yang menangani pengelolaan Aset Daerah Selaku Pejabat Penatausahaan Barang bertanggung jawab mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada Organisasi Perangkat Daerah maupun yang ada pada pengelola. (3) Pejabat Penatausahaan Barang mempunyai wewenang dan tanggung jawab : a. membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada Pengelola Barang; b. membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah kepada Pengelola Barang; c. memberikan pertimbangan kepada Pengelola Barang atas pengajuan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Gubernur; d. memberikan pertimbangan kepada pengelola barang untuk mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah; e. memberikan pertimbangan kepada pengelola barang atas pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh Gubernur atau DPRD; f. membantu Pengelola Barang dalam pelaksanaan koordinasi inventarisasi barang milik daerah; g. melakukan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Organisasi Perangkat Daerah dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada Gubernur melalui Pengelola Barang, serta barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; h. mengamankan dan memelihara barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada huruf g; i. membantu Pengelola Barang dalam pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah; dan j. menyusun laporan barang milik daerah.

11 (4) Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pejabat penatausahaan barang dibantu oleh pengurus barang pengelola. Pasal 10 (1) Kepala Organisasi perangkat daerah selaku pengguna barang berwenang dan bertanggung jawab : a. mengajukan RKBMD dan RKPBMD kepada pengelola barang; b. mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah; c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya; d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Organisasi perangkat daerah yang dipimpinnya; e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya; f. mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada gubernur melalui pengelola; g. menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Organisasi perangkat daerah yang dipimpinnya kepada gubernur melalui pengelola; h. mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah; i. melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; j. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran dan Laporan Barang Pengguna Tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola. (2) Kepala Organisasi perangkat daerah selaku Pengguna Barang dapat melimpahkan sebagian kewenangan dan tanggung jawab kepada Kepala UPTD selaku kuasa pengguna barang; (3) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, pengguna barang dibantu oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang; Pasal 11 Kepala UPTD dan UPTB selaku Kuasa Pengguna Barang milik daerah berwenang dan bertanggung jawab: a. mengajukan RKBMD dan RKPBMD kepada Kepala Organisasi perangkat daerah yang bersangkutan; b. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya; c. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang dipimpinnya; d. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;

12 e. melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; f. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Kepala Organisasi perangkat daerah yang bersangkutan. Pasal 12 (1) Pejabat Penatausahaan Pengguna barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) berwenang dan bertanggung jawab : a. menyiapkan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah pada Pengguna Barang; b. meneliti usulan permohonan penetapan status penggunaan barang yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah; c. meneliti pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu; d. menyusun pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan; e. mengusulkan rencana penyerahan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak dimanfaatkan oleh pihak lain; f. menyiapkan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah; g. meneliti laporan barang semesteran dan tahunan yang dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu; h. memberikan persetujuan atas Surat Permintaan Barang (SPB) dengan menerbitkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB) untuk mengeluarkan barang milik daerah dari gudang penyimpanan; i. meneliti dan memverifikasi Kartu Inventaris Ruangan (KIR) setiap semester dan setiap tahun; j. melakukan verifikasi sebagai dasar memberikan persetujuan atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah; dan k. meneliti laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan oleh Pengurus Barang Pengguna dan/atau Pengurus Barang Pembantu. (2) Dalam melaksanakan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat penatausahaan pengguna barang dibantu oleh pengurus barang pengguna; Pasal 13 (1) Pengurus Barang Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) berwenang dan bertanggungjawab: a. membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang;

13 b. membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang; c. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Gubernur; d. meneliti dokumen usulan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan dari Pengguna Barang, sebagai bahan pertimbangan oleh Pejabat Penatausahaan Barang dalam pengaturan pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah; e. menyiapkan bahan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Organisasi perangkat daerah dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada Gubernur melalui Pengelola Barang; f. menyimpan dokumen asli kepemilikan barang milik daerah; g. menyimpan salinan dokumen Laporan Barang Pengguna/Kuasa Pengguna Barang; h. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang milik daerah; dan i. merekapitulasi dan menghimpun Laporan Barang Pengguna semesteran dan tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagai bahan penyusunan Laporan barang milik daerah. (2) Pengurus Barang Pengelola secara administratif dan secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pengelola Barang melalui Pejabat Penatausahaan Barang. (3) Dalam hal melaksanakan tugas dan fungsi administrasi Pengurus Barang Pengelola dapat dibantu oleh Pembantu Pengurus Barang Pengelola yang ditetapkan oleh Pejabat Penatausahaan Barang. (4) Pengurus Barang Pengelola dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD. Pasal 14 (1) Pengurus Barang Pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) berwenang dan bertanggung jawab : a. membantu menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah; b. menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah; c. melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah; d. membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang; e. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah

14 dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan; f. menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain; g. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah; h. menyusun laporan barang semesteran dan tahunan; i. menyiapkan Surat Permintaan Barang (SPB) berdasarkan nota permintaan barang; j. mengajukan Surat Permintaan Barang (SPB) kepada Pejabat Penatausahaan Barang Pengguna; k. menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB) yang dituangkan dalam berita acara penyerahan barang; l. membuat Kartu Inventaris Ruangan (KIR) semesteran dan tahunan; m. memberi label barang milik daerah; n. mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah berdasarkan pengecekan fisik barang; o. melakukan stock opname barang persediaan; p. menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan asli/fotokopi/salinan dokumen penatausahaan; q. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan r. membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan kepada Pengelola Barang melalui Pengguna Barang setelah diteliti oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang. (2) Pengurus Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara administratif bertanggung jawab kepada Pengguna Barang dan secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pengelola Barang melalui Pejabat Penatausahaan Barang. (3) Dalam melaksanakan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengurus barang pengguna dapat dibantu oleh pengurus barang pembantu; (4) Pembentukan pengurus barang pembantu sebagaimana dimaksudkan pada ayat (3) dilakukan berdasarkan pertimbangan jumlah barang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. (5) Pengurus Barang Pengguna dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD. BAB IV

15 PERENCANAAN KEBUTUHAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 15 (1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi Organisasi perangkat daerah serta ketersediaan barang milik daerah yang ada. (2) Ketersediaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang milik daerah yang ada pada Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang. (3) Perencanaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dapat mencerminkan kebutuhan riil barang milik daerah pada Organisasi perangkat daerah sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan RKBMD. (4) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dilaksanakan setelah rencana kerja Organisasi perangkat daerah ditetapkan; (5) Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan salah satu dasar bagi Organisasi perangkat daerah dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran. Pasal 16 (1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal 15 ayat (1) dituangkan dalam RKBMD. (2) Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Rencana Kerja Organisasi perangkat daerah; (3) Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali dilakukan dengan berpedoman pada : a. standar barang; b. standar kebutuhan; dan/atau c. standar harga. (4) RKBMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 17 (1) Standar barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf a adalah spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan penghitungan pengadaan barang milik daerah dalam perencanaan kebutuhan. (2) Standar kebutuhan barang sebagaimana dimaksud pada 16 ayat (4) huruf b adalah satuan jumlah barang yang dibutuhkan sebagai acuan perhitungan pengadaan dan penggunaan barang milik daerah dalam perencanaan kebutuhan barang milik daerah pada Organisasi perangkat daerah.

16 (3) Standar harga sebagaimana dimaksud pada 16 ayat (4) huruf c adalah besaran harga yang ditetapkan sebagai acuan pengadaan barang milik daerah dalam perencanaan kebutuhan. (4) Standar barang, standar kebutuhan dan standar harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 18 (1) Penetapan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) mempedomani peraturan perundang-undangan. (2) Penetapan standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) dilakukan setelah berkoordinasi dengan dinas teknis terkait. Pasal 19 (1) Pengguna/Kuasa Pengguna Barang menyampaikan usulan RKBMD kepada Pengelola Barang. (2) Pengelola Barang melakukan penelaahan atas usulan RKBMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersama Pengguna Barang dengan memperhatikan data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang. (3) Data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain: a. laporan Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna semesteran; b. laporan Daftar Barang Pengguna/Kuasa Pengguna tahunan; c. laporan Daftar Barang Pengelola semesteran; d. laporan Daftar Barang Pengelola tahunan; e. laporan Daftar Barang milik daerah semesteran; dan f. laporan Daftar Barang milik daerah tahunan. (4) Pengelola Barang dalam melakukan penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibantu Pejabat Penatausahaan Barang dan Pengurus Barang Pengelola. (5) Pejabat Penatausahaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah. (6) Hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan dasar penyusunan RKBMD. Pasal 20 RKBMD yang telah ditetapkan oleh Pengelola Barang digunakan oleh Pengguna Barang sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Organisasi perangkat daerah. Pasal 21 (1) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah tidak dapat diusulkan oleh Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang terhadap: a. barang milik daerah yang berada dalam kondisi rusak berat; b. barang milik daerah yang sedang dalam status penggunaan sementara; c. barang milik daerah yang sedang dalam status untuk

17 dioperasikan oleh pihak lain; dan/atau d. barang milik daerah yang sedang menjadi objek pemanfaatan. (2) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diusulkan oleh Pengguna Barang yang menggunakan sementara barang milik daerah. (3) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak termasuk pemanfaatan dalam bentuk pinjam pakai dengan jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan. Bagian Kedua Ruang Lingkup Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Daerah Pasal 22 (1) Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Daerah meliputi : a. perencanaan pengadaan barang milik daerah; b. perencanaan pemeliharaan barang milik daerah; c. perencanaan pemanfaatan barang milik daerah; d. perencanaan pemindahtanganan barang milik daerah; dan e. perencanaan penghapusan barang milik daerah. (2) Perencanaan pengadaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dituangkan dalam dokumen RKBMD Pengadaan. (3) Perencanaan pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dituangkan dalam dokumen RKBMD Pemeliharaan. (4) Perencanaan pemanfaatan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dituangkan dalam dokumen RKBMD Pemanfaatan. (5) Perencanaan pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dituangkan dalam dokumen RKBMD Pemindahtanganan. (6) Perencanaan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dituangkan dalam dokumen RKBMD Penghapusan. Pasal 23 Tata Cara Penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah diatur dalam Peraturan Gubernur. BAB V PENGADAAN Pasal 24 (1) Pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel. (2) Pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

18 Pasal 25 (1) Pengguna barang wajib membuat laporan hasil pengadaan barang/jasa pemerintah daerah dan menyampaikannya kepada pengelola barang setiap 6 (enam) bulan sekali untuk ditetapkan status penggunaannya. (2) Laporan hasil pengadaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas laporan hasil semesteran dan tahunan. (3) Pejabat Penatausahaan Barang mengkompilasi laporan hasil pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk dijadikan dasar penyusunan daftar hasil pengadaan barang milik daerah. Pasal 26 Pengadaan barang/jasa Pemerintah Daerah yang bersifat khusus dan menganut asas keseragaman, dilaksanakan oleh Pejabat Penatausahaan Barang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 27 (1) Hasil pengadaan yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan diserahterimakan dari Organisasi perangkat daerah kepada Gubernur disertai dengan dokumen kepemilikan/ penguasaan dan dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. (2) Hasil Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diserahkan kembali kepada Organisasi perangkat daerah untuk digunakan. BAB VI PENERIMAAN DAN PENYALURAN Pasal 28 (1) Hasil pengadaan barang diterima Pengguna barang selanjutnya disimpan dalam gudang atau tempat penyimpanan oleh Pengurus Barang Pengguna. (2) Pengurus Barang Pengguna berkewajiban melaksanakan tugas administrasi penerimaan barang. Pasal 29 (1) Pemerintah Daerah menerima barang dari pemenuhan kewajiban Pihak Ketiga berdasarkan perjanjian dan/atau pelaksanaan dari suatu perijinan tertentu. (2) Pemerintah Daerah dapat menerima barang dari Pihak Ketiga yang merupakan sumbangan, hibah, wakaf dan penyerahan dari masyarakat. (3) Penyerahan dari Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima dan disertai dokumen kepemilikan/penguasaan yang sah.

19 (4) Pengelola barang atau pejabat yang ditunjuk mencatat, memantau, dan aktif melakukan penagihan kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1); Pasal 30 (1) Penyaluran Barang Milik Daerah oleh Pengurus Barang Pengguna dilaksanakan atas dasar Surat Perintah Pengeluaran Barang dari Pengguna/Kuasa Pengguna Barang disertai dengan Berita Acara Serah Terima. (2) Pengurus Barang Pengguna berkewajiban melakuksanakan tugas administrasi penyaluran barang dan melaporkannya kepada Pengguna/Kuasa Pengguna Barang. (3) Pengurus Barang Pengguna wajib melaporkan sisa barang kepada pengguna/kuasa pengguna barang setiap 1 (satu) triwulan. (4) Pengguna/Kuasa Pengguna Barang wajib melaporkan sisa barang kepada Pengelola Barang setiap 6 (enam) bulan sekali. BAB VII PENGGUNAAN Bagian Kesatu Prinsip Umum Pasal 31 Barang milik daerah ditetapkan penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Organisasi perangkat daerah dan dapat dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka mendukung pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi Organisasi perangkat daerah yang bersangkutan. Pasal 32 (1) Gubernur menetapkan status penggunaan Barang Milik Daerah. (2) Penggunaan barang milik daerah terdiri atas: a. penggunaan tanah dan/atau bangunan; b. penggunaan kendaraan dinas; dan/atau c. penggunaan barang milik daerah lainnya. (3) Penetapan penggunaan tanah dan/atau bangunan sebagaimaana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh gubernur. (4) Gubernur dapat melimpahkan kewenangan penetapan penggunaan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada pengelola barang. (5) Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (6) Penetapan status penggunaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) dilaksanakan secara tahunan. Pasal 33 (1) Penggunaan Barang Milik Daerah meliputi: a. penetapan status penggunaan Barang Milik Daerah;

20 b. pengalihan status penggunaan Barang Milik Daerah; c. penggunaan sementara Barang Milik Daerah; dan d. penetapan status penggunaan Barang Milik Daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain. (2) Penetapan status penggunaan sebagaimana ayat (1) dilakukan untuk: a. penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja Organisasi perangkat daerah; dan b. dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan umum yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah; Pasal 34 (1) Objek penetapan status penggunaan Barang Milik Daerah meliputi seluruh Barang Milik Daerah. (2) Dikecualikan dari objek penetapan status penggunaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Barang Milik Daerah berupa: a. barang persediaan; b. Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP); c. barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan; dan d. Aset Tetap Renovasi (ATR). (3) Barang persediaan, Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP), dan Aset Tetap Renovasi (ATR) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 35 (1) Penetapan status penggunaan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan apabila diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau kuasa Pengguna Barang yang bersangkutan. (2) Pengguna Barang wajib menyerahkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada gubernur melalui Pengelola Barang Milik Daerah apabila tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang, kecuali telah direncanakan untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh gubernur (3) Gubernur mencabut status penggunaan atas Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang sebagaimana dimaksud ayat (2). (4) Dalam hal Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diserahkan kepada Gubernur, Pengguna Barang dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan atas Barang Milik Daerah dimaksud.

21 Pasal 36 (1) Gubernur menetapkan Barang Milik Daerah yang harus diserahkan oleh Pengguna Barang karena tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau kuasa Pengguna Barang dan tidak dimanfaatkan oleh pihak lain. (2) Dalam menetapkan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur memperhatikan: a. standar kebutuhan Barang Milik Daerah untuk menyelenggarakan dan menunjang tugas dan fungsi Pengguna Barang; b. hasil audit atas penggunaan tanah dan/atau bangunan; dan/atau c. laporan, data, dan informasi yang diperoleh dari sumber lain. (3) Sumber lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c antara lain termasuk hasil pelaksanaan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh Pengelola Barang atau gubernur dan laporan dari masyarakat. (4) Tindak lanjut pengelolaan atas penyerahan Barang Milik Daerah sebgaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penetapan status penggunaan; b. pemanfaatan; atau c. pemindahtanganan. Bagian Kedua Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Daerah Pasal 37 (1) Barang Milik Daerah dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan Gubernur. (2) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan tidak digunakan oleh Pengguna Barang bersangkutan. (3) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa kompensasi dan tidak diikuti dengan pengadaan Barang Milik Daerah pengganti. (4) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan: a. inisiatif dari Gubernur; b. Inisiatif dari Pengelola Barang; atau c. permohonan dari Pengguna Barang lain. Pasal 38 Pengalihan status penggunaan Barang Milik Daerah berdasarkan inisiatif dari Gubernur dan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud

22 dalam Pasal 37 ayat (4) huruf a dan huruf b dilakukan dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Pengguna Barang Pasal 39 (1) Pengalihan status penggunaan Barang Milik Daerah berdasarkan permohonan dari Pengguna Barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) huruf c dilakukan dengan pengajuan permohonan secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang. (2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. data Barang Milik Daerah yang akan dialihkan status penggunaannya; b. Organisasi perangkat daerah calon Pengguna Barang baru; dan c. penjelasan serta pertimbangan pengalihan status penggunaan Barang Milik Daerah. (3) Data Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diantaranya kode barang, jumlah, jenis, nilai perolehan, nilai buku, lokasi, luas, dan tahun perolehan. (4) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri: a. fotocopy daftar barang daerah untuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan b. surat pernyataan bermeterai cukup yang memuat kesediaan calon Pengguna Barang baru untuk menerima pengalihan Barang Milik Daerah dari Pengguna Barang lama. Pasal 40 (1) Rumah daerah golongan I hanya dapat dihuni oleh : a. Gubernur; b. Wakil gubernur; c. Pimpinan DPRD; dan d. Sekretaris Daerah. (2) Rumah daerah golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan selama yang bersangkutan menduduki jabatan. (3) Rumah Daerah milik Pemerintah Provinsi NTB yang berada di wilayah administrasi Ibukota Provinsi dan/atau rumah daerah yang berada di luar wilayah ibukota Provinsi dan bersifat strategis untuk kepentingan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat merupakan rumah daerah golongan II. (4) Rumah daerah hanya dapat dihuni oleh Aparatur Sipil Negara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan Surat Ijin Penghunian yang dikeluarkan oleh Sekretaris Daerah selaku Pengelola Barang selama yang bersangkutan masih aktif menjadi Aparatur Sipil Negara pada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. (5) Sekretaris Daerah dapat melimpahkan kewenangan penandatanganan Surat Izin Penghunian Rumah Daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang Milik Daerah.

23 (6) Surat Ijin Penghunian rumah daerah berlaku maksimal selama 5 (lima) tahun terhadap penghunian 1 (satu) unit rumah dengan kewajiban melakukan registrasi setiap tahun. (7) Surat Ijin Penghunian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diperpanjang. (8) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara penghunian rumah daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. BAB VIII PEMANFAATAN Bagian Kesatu Bentuk-bentuk Pemanfaatan Pasal 41 (1) Pemanfaatan Barang Milik Daerah dilaksanakan oleh: a. Pengelola Barang dengan persetujuan Gubernur, untuk Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaan Pengelola Barang; b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang, dan selain tanah dan/atau bangunan. (2) Pemanfaatan Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan daerah dan kepentingan umum. (3) Pemanfaatan Barang Milik Daerah dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah. (4) Pemanfaatan Barang Milik Daerah dilakukan dengan tidak mengubah status kepemilikan Barang Milik Daerah. (5) Pemanfaatan barang milik daerah dilakukan tanpa memerlukan persetujuan DPRD. Pasal 42 (1) Biaya pemeliharaan dan pengamanan Barang Milik Daerah serta biaya pelaksanaan yang menjadi obyek pemanfaatan dibebankan pada mitra pemanfaatan. (2) Biaya persiapan pemanfaataan barang milik daerah sampai dengan penunjukan mitra pemanfaatan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Penerimaan daerah dari Pemanfaatan Barang Milik Daerah merupakan penerimaan daerah yang wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah. (4) Barang Milik Daerah yang menjadi objek Pemanfaatan dilarang dijaminkan atau digadaikan.

24 (5) Dalam hal barang milik daerah yang merupakan obyek retribusi daerah tidak dapat dikenakan sebagai obyek pemanfaatan barang milik daerah. (6) Pendapatan daerah dari pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka penyelenggaraan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah merupakan penerimaan daerah yang disetorkan seluruhnya ke rekening kas Badan Layanan Umum Daerah. (7) Pendapatan daerah dari pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka selain penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah merupakan penerimaan daerah yang disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah. Pasal 43 Bentuk Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa: a. Sewa. b. Pinjam Pakai. c. Kerja Sama Pemanfaatan (KSP). d. Bangun Guna Serah (BGS) atau Bangun Serah Guna (BSG); atau e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI). Pasal 44 Dalam rangka pemanfaatan barang milik daerah, Gubernur selaku Pemegang Kekuasaan Barang Milik Daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab: a. menetapkan pemanfaatan Barang Milik Daerah dan perpanjangan jangka waktu pemanfaatan Barang Milik Daerah yang berada pada Pengelola Barang; b. memberikan persetujuan atas usulan pemanfaatan Barang Milik Daerah atau perpanjangan jangka waktu Pemanfaatan Barang Milik yang berada pada Pengelola Barang Barang dan pinjam pakai yang berada pada Pengguna Barang; c. menetapkan besaran sewa Barang Milik Daerah; d. menetapkan formula tarif Sewa Barang Milik Daerah; e. menetapkan besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dari Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah; f. memberikan persetujuan besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dari Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah; g. menerima Barang Milik Daerah yang akan dilakukan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna dari Pengguna Barang; h. menetapkan besaran kontribusi tahunan dari Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna dan bagian objek Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna yang digunakan untuk tugas dan fungsi Pengelola Barang/Pengguna Barang; i. menetapkan formula dan/atau besaran pembagian kelebihan keuntungan dari Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur; j. menandatangani perjanjian Pemanfaatan Barang Milik Daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan k. kewenangan dan tanggung jawab lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 45

25 Dalam rangka Pemanfaatan barang milik daerah, Sekretaris Daerah selaku Pengelola Barang Memiliki kewenangan dan tanggung jawab: a. melakukan penelitian atas pemanfaatan Barang Milik Daerah; b. memberikan persetujuan atas usulan Pemanfaatan Barang Milik Daerah atau perpanjangan jangka waktu Pemanfaatan Barang Milik Daerah yang berada pada Pengguna Barang, kecuali pinjam pakai pakai yang berda pada Pengguna Barang. c. menandatangani perjanjian Pemanfaatan Barang Milik Daerah yang berada pada Pengguna Barang; d. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan pemanfaatan Barang Milik Daerah; e. melakukan penatausahaan Barang Milik Daerah melalui Pembantu Pengelola Barang yang dilakukan Pemanfaatan Barang Milik Daerah; f. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Pemanfaatan Barang Milik Daerah; dan g. kewenangan dan tanggung jawab lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 46 Dalam rangka pemanfaatan barang milik daerah, Kepala Satuan Kerja Organisasi perangkat daerah selaku Pengguna Barang memiliki kewenangan dan tanggung jawab: a. mengajukan usulan persetujuan pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang. b. melakukan Pemanfaatan Barang Milik Daerah, setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang; c. melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan pemanfaatan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya; d. melakukan penatausahaan Barang Milik Daerah yang dimanfaatkan yang berada dalam penguasaannya; e. melakukan penatausahaan atas hasil pemanfaatan Barang Milik Daerah; f. menyerahkan Barang Milik Daerah yang akan dilakukan Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna kepada Gubernur melalui Pengelola Barang; dan g. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen pelaksanaan pemanfaatan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya. Bagian Kedua Mitra Pemanfaatan Pasal 47 (1) Mitra Pemanfaatan meliputi: a. penyewa, untuk pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk Sewa; b. peminjam pakai, untuk Pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk Pinjam Pakai; c. mitra kerja sama pemanfaatan, untuk pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk kerja sama pemanfaatan;

26 d. mitra Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, untuk pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna; dan e. mitra kerja sama penyediaan infrastruktur, untuk pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk kerja sama penyediaan infrastruktur. (2) Pinjam pakai untuk pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk pinjam pakai. (3) Mitra pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tanggung jawab: a. melakukan pembayaran atas pemanfaatan Barang Milik Daerah sesuai bentuk pemanfaatan; b. menyerahkan hasil pelaksanaan pemanfaatan sesuai ketentuan pemanfaatan; c. melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas barang milik daerah yang dilakukan pemanfaatan dan hasil pelaksanaan pemanfaatan Barang Milik Daerah; d. mengembalikan barang milik daerah setelah berakhitnya pelaksanaan; dan e. memenuhi kewajban lainnya yang ditentukan dalam perjanjian pemanfaatan barang milik daerah. (4) Peminjam pakai sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memiliki tanggung jawab: a. Menyerahkan hasil pelaksanaan pemanfaatan sesuai ketentuan bentuk pemanfaatan; b. Melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas barang milik daerah yang dilakukan pemanfaatan; c. Mengembalikan barang milik daerah setelah berakhirnya pelaksanaan; dan d. Memenuhi kewajiban lainnya yang ditentukan dalam perjanjian pemanfaatan barang milik daerah; (5) Tata cara pemilihan mitra pemanfaatan BGS/BSG dan KSP dilaksanakan secara tender sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali pemanfaatan KSP yang bersifat khusus pemilihan mitra dapat dilakukan melalui penunjukan langsung. (6) Tata cara pelaksanaan tender sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 48 (1) Objek Pemanfaatan Barang Milik Daerah meliputi: a. tanah dan/atau bangunan; dan b. selain tanah dan/atau bangunan, (2) Objek Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya. (3) Dalam hal objek pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), luas tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek

27 pemanfaatan Barang Milik Daerah adalah sebesar luas bagian tanah dan/atau bangunan yang dimanfaatkan. Pasal 49 Pemilihan mitra didasarkan pada prinsip-prinsip: a. dilaksanakan secara terbuka; b. sekurang-kurangnya diikuti oleh 3 (tiga) peserta; c. memperoleh manfaat yang optimal bagi daerah; d. dilaksanakan oleh panitia pemilihan yang memiliki integritas tinggi, handal dan kompeten; e. tertib administrasi; dan f. tertib pelaporan. Pasal 50 (1) Pelaksana pemilihan mitra Pemanfaatan berupa Kerja Sama Pemanfaatan pada Pengelola Barang atau Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna terdiri atas: a. Pengelola Barang; dan b. panitia pemilihan, yang dibentuk oleh Pengelola Barang. (2) Pelaksana pemilihan mitra Pemanfaatan berupa Kerja Sama Pemanfaatan pada Pengguna Barang terdiri atas: a. Pengguna barang; dan b. panitia pemilihan, yang dibentuk oleh Penguna Barang. Pasal 51 Tata cara pemilihan mitra pemanfaatan Barang Milik Daerah dan pelaksanaan tender pemanfaatan Barang Milik Daerah diatur dalam Peraturan Gubernur. Bagian Ketiga Sewa Pasal 52 (1) Penyewaan Barang Milik Daerah dilakukan dengan tujuan: a. mengoptimalkan pendayagunaan barang milik daerah yang belum/tidak dilakukan penggunaan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan b. mencegah penggunaan Barang Milik Daerah oleh pihak lain secara tidak sah. (2) Penyewaan Barang Milik Daerah dilakukan sepanjang tidak merugikan pemerintah daerah dan tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pasal 53 (1) Pihak yang dapat menyewakan Barang Milik Daerah: a. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. Pengguna Barang, dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Daerah yang berada pada Pengguna Barang. (2) Pihak yang dapat menyewa barang milik daerah, meliputi: a. Badan Usaha Milik Negara;

28 b. Badan Usaha Milik Daerah; c. Swasta; d. Unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan e. Badan hukum lainnya. (3) Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, antara lain: a. Perorangan; b. Persekutuan Perdata; c. Persekutuan Firma; d. Persekutuan Komanditer; e. Perseroan Terbatas; f. Lembaga/organisasi internasional/asing; g. Yayasan; atau h. Koperasi. Pasal 54 (1) Sewa Barang Milik Daerah dilaksanakan terhadap: a. Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Gubernur. b. Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang; atau c. Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan. (2) Sewa Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur. (3) Sewa Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan huruf c dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang. Pasal 55 (1) Jangka waktu Sewa Barang Milik Daerah paling lama 5 (lima) tahun sejak ditandatangani dan dapat diperpanjang. (2) Jangka waktu Sewa Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk: a. kerja sama infrastruktur; b. kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun; atau c. ditentukan lain dalam Undang-Undang. (3) Jangka waktu sewa Barang Milik Daerah untuk kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan lebih dari 5 (lima) tahun sebagaimana pada ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan perhitungan hasil kajian investasi atas sewa. (4) Jangka waktu Sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihitung berdasarkan periodesitas sewa yang dikelompokkan sebagai berikut: a. per tahun; b. per bulan; c. per hari; dan d. per jam.

29 (5) Jangka waktu sewa Barang Milik Daerah dalam rangka penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling lama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperpanjang. (6) Lingkup pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam rangka penyediaan insfrastruktur dapat dilaksanakan melalui sewa. Bagian Keempat Pinjam Pakai Pasal 56 (1) Pinjam Pakai Barang Milik Daerah dilaksanakan: a. antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat; b. antar Pemerintah Daerah, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah; atau c. pemerintah daerah dengan pemerintah desa tempat barang milik daerah tersebut berada. (2) Pinjam Pakai dilaksanakan dengan pertimbangan: a. mengoptimalkan barang milik daerah yang belum atau tidak dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna barang; dan b. menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. (3) Pelaksanaan Pinjam Pakai Barang Milik Daerah dilakukan oleh: a. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Daerah berupa tanah, tanah dan bangunan; dan b. Pengguna Barang, untuk Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang. (4) Pelaksanaan Pinjam Pakai oleh Pengelola Barang/Pengguna Barang sebagaimana pada ayat (2) dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Gubernur. Pasal 57 (1) Objek Pinjam Pakai meliputi Barang Milik Daerah berupa: a. tanah dan/atau bangunan; dan b. selain tanah dan/atau bangunan. yang berada pada Pengelola Barang/Pengguna Barang. (2) Objek Pinjam Pakai Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya. Pasal 58 (1) Jangka waktu Pinjam Pakai Barang Milik Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang satu kali. (2) Dalam hal jangka waktu Pinjam Pakai akan diperpanjang, permintaan perpanjangan jangka waktu Pinjam Pakai dimaksud disampaikan kepada pengelola barang dan harus sudah diterima paling lambat 2 (dua) bulan sebelum jangka waktu Pinjam Pakai berakhir. (3) Dalam hal permohonan perpanjangan jangka waktu Pinjam Pakai disampaikan kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang

30 melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pinjam Pakai dilakukan dengan mengikuti tata cara permohonan Pinjam Pakai. Pasal 59 (1) Selama jangka waktu Pinjam Pakai, peminjam pakai dapat mengubah Barang Milik Daerah, sepanjang tidak mengakibatkan perubahan fungsi dan/atau penurunan nilai Barang Milik Daerah. (2) Perubahan atas kondisi Barang Milik Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. tanpa disertai dengan perubahan bentuk dan/atau konstruksi dasar Barang Milik Daerah; atau b. disertai dengan perubahan bentuk dan/atau konstruksi dasar Barang Milik Daerah. (3) Perubahan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan syarat peminjam pakai menyampaikan permohonan perubahan bentuk kepada: a. Gubernur, untuk Barang Milik Daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan b. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Daerah yang berada pada Pengguna Barang. (4) Perubahan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan dengan syarat telah mendapat persetujuan Gubernur. Pasal 60 (1) Pelaksanaan Pinjam Pakai dituangkan dalam perjanjian yang bermeterai cukup, dan harus ditandatangani oleh: a. Peminjam pakai dan persetujuan Gubernur, untuk Barang Milik Daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan b. Peminjam pakai dan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Daerah yang berada pada Pengguna Barang. (2) Pinjam Pakai dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat: a. para pihak yang terikat dalam perjanjian; b. dasar perjanjian; c. identitas para pihak yang terkait dalam perjanjian; d. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu; e. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman; f. hak dan kewajiban para pihak; dan g. persyaratan lain yang dianggap perlu. (3) Salinan perjanjian Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan kepada Pengguna Barang. Bagian Kelima Kerjasama Pemanfaatan. Pasal 61

31 Kerja sama pemanfaatan Barang Milik Daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka: a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Barang Milik Daerah; dan/atau b. meningkatkan penerimaan pendapatan daerah. Pasal 62 (1) Kerja sama pemanfaatan atas Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap Barang Milik Daerah tersebut; b. mitra kerja sama pemanfaatan ditetapkan melalui tender, kecuali untuk Barang Milik Daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung; c. Barang Milik Daerah yang bersifat khusus, sebagaimana dimaksud pada huruf b, antara lain: 1. barang yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. barang yang memiliki tingkat kompleksitas khusus seperti bandar udara, pelabuhan laut, kilang, instalasi pembangkit dan distribusi listrik, pengelolaan sampah, telekomunikasi, air minum, dan bendungan/waduk; 3. barang yang dikerjasamakan dalam investasi yang berdasarkan perjanjian hubungan bilateral antar negara; atau. 4. barang milik daerah lainnya yang ditetapkan Gubernur. d. penunjukan langsung mitra kerja sama pemanfaatan atas Barang Milik Daerah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c dilakukan oleh Gubernur berdasarkan hasil kajian dari Pengelola Barang terhadap Badan Usaha Milik Daerah yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; e. mitra Kerja Sama Pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan ke rekening Kas Umum Daerah; f. perhitungan besaran kontribusi pembagian keuntungan, sebagaimana dimaksud pada huruf e yang merupakan bagian Pemerintah Daerah harus memperhatikan perbandingan nilai Barang Milik Daerah yang dijadikan objek Kerja Sama Pemanfaatan dan manfaat lain yang diterima Pemerintah Daerah dengan nilai investasi mitra dalam Kerja Sama Pemanfaatan; dan g. selama jangka waktu pengoperasian, mitra Kerja Sama Pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan Barang Milik Daerah yang menjadi objek Kerja Sama Pemanfaatan. (2) Biaya persiapan Kerja Sama Pemanfaatan yang dikeluarkan Pengelola Barang sampai dengan penunjukan mitra Kerja Sama Pemanfaatan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

32 (3) Semua biaya persiapan Kerja Sama Pemanfaatan yang terjadi setelah ditetapkannya mitra Kerja Sama Pemanfaatan dan biaya pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan menjadi beban mitra Kerja Sama Pemanfaatan. (4) Cicilan pokok dan biaya yang timbul atas pinjaman mitra Kerja Sama Pemanfaatan, dibebankan pada mitra Kerja Sama Pemanfaatan dan tidak diperhitungkan dalam pembagian keuntungan. (5) Pengelola Barang melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan oleh mitra Kerja Sama Pemanfaatan terhadap Barang Milik Daerah yang berada pada Pengelola Barang. Pasal 63 (1) Pihak yang dapat melaksanakan kerja sama pemanfaatan adalah Pengelola Barang, dengan persetujuan Gubernur; (2) Pihak yang dapat menjadi mitra Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah meliputi: a. Badan Usaha Milik Negara; b. Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau c. Swasta, kecuali perorangan. Pasal 64 (1) Objek kerja sama pemanfaatan meliputi Barang Milik Daerah berupa: a. tanah dan/atau bangunan; dan b. selain tanah dan/atau bangunan, yang berada pada Pengelola Barang. (2) Objek Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya. Pasal 65 (1) Gedung, bangunan, sarana, dan fasilitasnya yang diadakan oleh mitra kerjasama pemanfaatan merupakan hasil kerjasama pemanfaatan. (2) Sarana berikut fasilitas hasil kerja sama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain: a. peralatan dan mesin; b. jalan, irigasi, dan jaringan; c. aset tetap lainnya; dan d. aset lainnya. (3) Hasil Kerja Sama Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bagian dari pelaksanaan kerja sama pemanfaatan. (4) Hasil kerja sama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi Barang Milik Daerah sejak diserahkan kepada Pemerintah Daerah sesuai perjanjian atau pada saat berakhirnya perjanjian. (5) Hasil kerja sama pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam rangka penyediaan infrastruktur terdiri atas:

33 a. penerimaan daerah yang harus disetorkan selama jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam rangka penyediaan infrastruktur; dan b. infrastruktur beserta fasilitasnya hasil Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam rangka penyediaan infrastruktur. (6) Penerimaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a terdiri atas: a. kontribusi tetap; dan b. pembagian keuntungan. Pasal 66 (1) Dalam rangka perjanjian kerja sama pemanfaatan, besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan Tim kerja sama pemanfaatan yang dibentuk oleh Gubernur. (2) Tim kerja sama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Penilai Pemerintah Daerah dan Organisasi perangkat daerah/unit Kerja terkait; (3) Hasil perhitungan tim kerja sama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil perhitungan Penilai. (4) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas Penilai Pemerintah Daerah dan dapat melibatkan Penilai Publik. (5) Pelaksanaan kerjasama pemanfatan dilakukan setelah memperoleh persetujuan Gubernur. Bagian Keenam Perpanjangan Jangka Waktu Kerja Sama Pemanfaatan Pasal 67 Perpanjangan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: a. permohonan perpanjangan jangka waktu, diajukan oleh mitra Kerja Sama Pemanfaatan kepada Gubernur paling lambat 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan, dengan melampirkan antara lain: 1. surat permohonan perpanjangan Kerja Sama Pemanfaatan; 2. proposal perpanjangan Kerja Sama Pemanfaatan; 3. data dan kondisi objek Kerja Sama Pemanfaatan; dan 4. bukti penyetoran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dalam 5 (lima) tahun terakhir b. Gubernur meneliti permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk melakukan evaluasi kelayakan perpanjangan pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan yang telah berlangsung; c. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf c, usulan perpanjangan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan dapat disetujui, Gubernur: 1. membentuk tim kerja sama pemanfaatan; dan 2. menugaskan Tim Penilai untuk melakukan penghitungan nilai Barang Milik Daerah yang akan dijadikan objek Kerja Sama

34 Pemanfaatan, besaran kontribusi tetap, dan persentase pembagian keuntungan Kerja Sama Pemanfaatan. d. Dalam rangka menentukan kelayakan perpanjangan jangka waktu pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Gubernur melalui Pengelola Barang dapat menugaskan tim penilai untuk melakukan analisis kelayakan perpanjangan pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan; e. Tugas tim Kerja Sama Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada huruf c antara lain: 1. menyiapkan perjanjian perpanjangan Kerja Sama Pemanfaatan; 2. menghitung besaran kontribusi tetap dan persentase pembagian keuntungan kerja sama pemanfaatan berdasarkan dan/atau dengan mempertimbangkan hasil Penilaian; 3. melaksanakan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Gubernur. f. Hasil penilaian Pengelola menyampaikan laporan penilaian yang merupakan hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d, kepada Gubernur; g. Tim Kerja Sama Pemanfaatan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Pengelola Barang; h. Dalam hal berdasarkan laporan hasil pelaksanaan tugas tim Kerja Sama Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada huruf g, permohonan perpanjangan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan tidak dapat disetujui, Gubernur menyampaikan surat pemberitahuan penolakan kepada mitra Kerja Sama Pemanfaatan disertai dengan alasannya; i. Dalam hal berdasarkan laporan hasil pelaksanaan tugas tim Kerja Sama Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada huruf g, permohonan perpanjangan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan dapat disetujui, Gubernur menerbitkan surat persetujuan perpanjangan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan kepada mitra Kerja Sama Pemanfaatan; j. Berdasarkan persetujuan perpanjangan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan dari Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf i, tim Kerja Sama Pemanfaatan menyusun perjanjian perpanjangan Kerja Sama Pemanfaatan sekaligus menyiapkan hal-hal teknis yang diperlukan; dan k. Perpanjangan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan berlaku pada saat penandatanganan perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan antara Gubernur dengan mitra Kerja Sama Pemanfaatan dilakukan. Bagain Ketujuh BGS / BSG Paragraf 1 Prinsip Umum Pasal 68 (1) BGS/BSG barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan: a. Pengguna Barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan

35 b. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut. (2) Bangunan dan fasilitasnya yang menjadi bagian dari hasil pelaksanaan BGS/BSG harus dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas nama pemerintah daerah. (3) Biaya persiapan BGS/BSG yang dikeluarkan Pengelola Barang atau Pengguna Barang sampai dengan penunjukan mitra BGS/BSG dibebankan pada APBD. (4) Biaya persiapan BGS/BSG yang terjadi setelah ditetapkannya mitra BGS/BSG dan biaya pelaksanaan BGS/BSG menjadi beban mitra yang bersangkutan. (5) Penerimaan hasil pelaksanaan BGS/BSG merupakan penerimaan daerah yang wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah. (6) BGS/BSG barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur; Pasal 69 (1) Penetapan status Penggunaan barang milik daerah sebagai hasil dari pelaksanaan BGS/BSG dilaksanakan oleh Gubernur, dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Organisasi perangkat daerah terkait. (2) Hasil pelaksanaan BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bangunan beserta fasilitas yang telah diserahkan oleh mitra setelah berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan untuk BGS atau setelah selesainya pembangunan untuk BSG. Pasal 70 (1) Mitra BGS atau mitra BSG yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian: a. wajib membayar kontribusi ke rekening Kas Umum Daerah setiap tahun sesuai besaran yang telah ditetapkan; b. wajib memelihara objek BGS/BSG; dan c. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan: 1. tanah yang menjadi objek BGS/BSG; 2. hasil BGS yang digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah; dan/atau 3. hasil BSG. (2) Mitra BGS barang milik daerah harus menyerahkan objek BGS kepada Gubernur/Bupati/Walikota pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Paragraf 2 Pihak Pelaksana Pasal 71 (1) Pihak yang dapat melakukan BGS/BSG adalah Pengelola Barang.

36 (2) Pihak yang dapat menjadi mitra BGS/BSG meliputi: a. Badan Usaha Milik Negara; b. Badan Usaha Milik Daerah; c. Swasta kecuali perorangan; dan/atau d. Badan Hukum lainnya. (3) Dalam hal mitra BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membentuk konsorsium, mitra BGS/BSG harus membentuk badan hukum Indonesia sebagai pihak yang bertindak untuk dan atas nama mitra BGS/BSG dalam perjanjian BGS/BSG. Paragraf 3 Objek BGS/BSG Pasal 72 (1) Objek BGS/BSG meliputi: a. barang milik daerah berupa tanah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. barang milik daerah berupa tanah yang berada pada Pengguna Barang. (2) Dalam hal barang milik daerah berupa tanah yang status penggunaannya berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang yang bersangkutan, BGS/BSG dapat dilakukan setelah terlebih dahulu diserahkan kepada Gubernur. (3) BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Pengelola Barang dengan mengikutsertakan Pengguna Barang sesuai tugas dan fungsinya. (4) Keikutsertaan Pengguna Barang dalam pelaksanaan BGS/BSG, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah mulai dari tahap persiapan pembangunan, pelaksanaan pembangunan sampai dengan penyerahan hasil BGS/BSG. Paragraf 4 Hasil BGS/BSG Pasal 73 (1) Gedung, bangunan, sarana, dan fasilitasnya yang diadakan oleh mitra BGS/BSG merupakan hasil BGS/BSG. (2) Sarana dan fasilitas hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain: a. peralatan dan mesin; b. jalan, irigasi dan jaringan; c. aset tetap lainnya; dan d. aset lainnya. (3) Gedung, bangunan, sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai perjanjian atau pada saat berakhirnya perjanjian. Pasal 74

37 (1) Dalam pelaksanaan BGS/BSG, mitra BGS/BSG dapat melakukan perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG. (2) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sesuai dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah daerah dan/atau untuk program-program nasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara addendum perjanjian BGS/BSG. (4) Addendum perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (3): a. tidak melebihi jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun; dan b. menghitung kembali besaran kontribusi yang ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan Tim yang dibentuk oleh Gubernur; (5) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setelah memperoleh persetujuan Gubernur. Paragraf 5 Bentuk BGS/BSG Pasal 75 BGS/BSG barang milik daerah dilaksanakan dengan bentuk: a. BGS/BSG barang milik daerah atas tanah yang berada pada Pengelola Barang; dan b. BGS/BSG barang milik daerah atas tanah yang berada pada Pengguna Barang. Paragraf 6 Jangka Waktu BGS/BSG Pasal 76 (1) Jangka waktu BGS/BSG paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani. (2) Jangka waktu BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk 1 (satu) kali perjanjian dan tidak dapat dilakukan perpanjangan. Paragraf 7 Perjanjian BGS/BSG Pasal 77 (1) Pelaksanaan BGS/BSG dituangkan dalam perjanjian. (2) Perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani antara Gubernur dengan mitra BGS/BSG. (3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya memuat: a. dasar perjanjian;

38 b. identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian; c. objek BGS/BSG; d. hasil BGS/BSG; e. peruntukan BGS/BSG; f. jangka waktu BGS/BSG; g. besaran kontribusi tahunan serta mekanisme pembayarannya; h. besaran hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan fungsi Pengelola Barang/Pengguna Barang; i. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian; j. ketentuan mengenai berakhirnya BGS/BSG; k. sanksi; l. penyelesaian perselisihan; dan m. persyaratan lain yang dianggap perlu. (4) Perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dengan Akta Notaris. (5) Penandatanganan perjanjian BGS/BSG dilakukan setelah mitra BGS/BSG menyampaikan bukti setor pembayaran kontribusi tahunan pertama kepada pemerintah daerah. (6) Bukti setor pembayaran kontribusi tahunan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan salah satu dokumen pada lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjanjian BGS/BSG. Paragraf 8 Kontribusi Tahunan, Hasil BGS/BSG Yang Digunakan Langsung Untuk Tugas Dan Fungsi Pemerintah Daerah, Penghitungan Dan Pembayarannya Pasal 78 (1) Mitra wajib membayar kontribusi tahunan melalui penyetoran ke Rekening Kas Umum Daerah sebagai penerimaan daerah dari pelaksanaan BGS/BSG. (2) Besaran kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung oleh Tim yang dibentuk oleh Gubernur. Pasal 79 (1) Besaran kontribusi tahunan merupakan hasil perkalian dari besaran persentase kontribusi tahunan dengan nilai wajar barang milik daerah yang akan dilakukan BGS/BSG. (2) Besaran persentase kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur/ Bupati/Walikota berdasarkan perhitungan Penilai. (3) Nilai wajar barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan hasil penilaian oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik yang ditetapkan oleh Gubernur. (4) Dalam hal nilai barang milik daerah berbeda dengan nilai wajar hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BGS/BSG barang milik daerah menggunakan nilai wajar hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 80

39 (1) Besaran kontribusi tahunan pelaksanaan BGS/BSG dapat meningkat setiap tahun dari yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2). (2) Peningkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kontribusi tahunan tahun pertama dengan memperhatikan tingkat inflasi. (3) Besaran kontribusi tahunan ditetapkan dalam persetujuan pelaksanaan BGS/BSG dan dituangkan dalam perjanjian. (4) Dalam hal usulan besaran kontribusi tahunan yang diajukan oleh calon mitra BGS/BSG lebih besar dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh Penilai Pemerintah, besaran kontribusi tahunan yang ditetapkan dalam persetujuan pelaksanaan BGS/BSG dan yang dituangkan dalam perjanjian adalah sebesar usulan besaran kontribusi tahunan dari calon mitra BGS/BSG. Pasal 81 (1) Pembayaran kontribusi tahunan pertama ke Rekening Kas Umum Daerah oleh mitra BGS/BSG wajib dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum penandatanganan perjanjian BGS/BSG. (2) Pembayaran kontribusi tahunan tahun berikutnya ke Rekening Kas Umum Daerah wajib dilakukan sesuai dengan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian. (3) Pembayaran kontribusi tahunan pada akhir tahun perjanjian dibayarkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum perjanjian berakhir. (4) Pembayaran kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan bukti setor. Pasal 82 (1) Dalam jangka waktu pengoperasian BGS/BSG, paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari hasil BGS/BSG harus digunakan langsung oleh Pengguna Barang untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan. (2) Besaran hasil BGS/BSG yang digunakan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan rekomendasi oleh Tim yang dibentuk oleh Gubernur. (3) Penyerahan bagian hasil BGS/BSG yang digunakan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam perjanjian BGS/BSG. (4) Penetapan penggunaan barang milik daerah hasil BGS/BSG yang digunakan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Gubernur. Paragraf 9 Berakhirnya Jangka Waktu BGS/BSG (1) BGS/BSG berakhir dalam hal: Pasal 83

40 a. berakhirnya jangka waktu BGS/BSG sebagaimana tertuang dalam perjanjian BGS/BSG; b. pengakhiran perjanjian BGS/BSG secara sepihak oleh Gubernur; c. berakhirnya perjanjian BGS/BSG; atau d. ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Pengakhiran BGS/BSG secara sepihak oleh Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan dalam hal mitra BGS/BSG tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian dan ketentuan Peraturan Daerah ini antara lain: a. mitra BGS/BSG terlambat membayar kontribusi tahunan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut; b. mitra BGS/BSG tidak membayar kontribusi tahunan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut; atau c. mitra BGS/BSG belum memulai pembangunan dan/atau tidak menyelesaikan pembangunan sesuai dengan perjanjian, kecuali dalam keadaan force majeure. (3) Pengakhiran BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh Gubernur secara tertulis. Pasal 84 (1) Pengakhiran perjanjian BGS/BSG secara sepihak oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf b, dilaksanakan dengan tahapan: a. Gubernur menerbitkan teguran tertulis pertama kepada mitra BGS/BSG; b. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran tertulis pertama, Gubernur menerbitkan teguran tertulis kedua; c. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran kedua dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran tertulis kedua, Gubernur menerbitkan teguran tertulis ketiga yang merupakan teguran terakhir; dan d. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran ketiga dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran tertulis ketiga, Gubernur menerbitkan surat pengakhiran BGS/BSG. e. setelah menerima surat pengakhiran BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, mitra BGS/BSG wajib menyerahkan objek BGS/BSG kepada Gubernur. (2) Gubernur meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit atas objek BGS/BSG yang diserahkan oleh mitra BGS/BSG. (3) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditujukan untuk memeriksa: a. kesesuaian jumlah dan kondisi objek BGS/BSG antara yang akan diserahkan dengan perjanjian BGS/BSG; b. kesesuaian bangunan dan fasilitas hasil BGS/BSG antara yang akan diserahkan dengan Perjanjian BGS/BSG; dan

41 c. laporan pelaksanaan BGS/BSG. (4) Aparat pengawasan intern pemerintah melaporkan hasil audit kepada Gubernur dengan tembusan kepada mitra BGS/BSG. (5) Mitra BGS/BSG menindaklanjuti seluruh hasil audit yang disampaikan oleh aparat pengawasan intern pemerintah dan melaporkannya kepada Gubernur. (6) Serah terima objek BGS/BSG dilakukan paling lambat pada saat berakhirnya jangka waktu BGS/BSG dan dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST). (7) Mitra tetap wajib menindaklanjuti hasil audit dalam hal terdapat hasil audit yang belum selesai ditindaklanjuti oleh mitra setelah dilakukannya serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (7). (8) Pengakhiran sepihak BGS/BSG tidak menghilangkan kewajiban mitra BGS/BSG untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana tertuang dalam perjanjian BGS/BSG. Bagian Kedelapan KSPI Paragraf 1 Prinsip Umum Pasal 85 KSPI atas barang milik daerah dilakukan dengan pertimbangan: a. dalam rangka kepentingan umum dan/atau penyediaan infrastruktur untuk mendukung tugas dan fungsi pemerintahan; b. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk penyediaan infrastruktur; dan c. termasuk dalam daftar prioritas program penyediaan infrastruktur yang ditetapkan oleh pemerintah. Pasal 86 (1) Mitra KSPI selama jangka waktu KSPI: a. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI; b. wajib memelihara objek KSPI dan barang hasil KSPI; dan c. dapat dibebankan pembagian kelebihan keuntungan sepanjang terdapat kelebihan keuntungan yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai (clawback). (2) Mitra KSPI wajib menyerahkan objek KSPI dan barang hasil KSPI kepada pemerintah daerah pada saat berakhirnya jangka waktu KSPI sesuai perjanjian. (3) Barang hasil KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai perjanjian. (4) Penetapan mitra KSPI dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 87

42 Jenis Infrastruktur yang termasuk dalam daftar prioritas program penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 huruf c sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Paragraf 2 Pihak Pelaksana KSPI Atas Barang Milik Daerah Pasal 88 (1) Pihak yang dapat melaksanakan KSPI adalah: a. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. Pengguna Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (2) KSPI atas barang milik daerah dilakukan antara pemerintah daerah dan badan usaha. (3) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah badan usaha yang berbentuk: a. Perseroan Terbatas; b. Badan Usaha Milik Negara; c. Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau d. Koperasi. Paragraf 3 PJPK KSPI Atas Barang Milik Daerah Pasal 89 (1) PJPK KSPI atas barang milik daerah adalah pihak yang ditunjuk dan/atau ditetapkan sebagai PJPK dalam rangka pelaksanaan kerja sama pemerintah daerah dengan badan usaha. (2) Pihak yang dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempedomani ketentuan perturan perundang-undangan. Paragraf 4 Objek KSPI Pasal 90 (1) Objek KSPI meliputi: a. barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang. (2) Objek KSPI atas barang milik daerah meliputi: a. tanah dan/atau bangunan; b. sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan; atau c. selain tanah dan/atau bangunan. Paragraf 5 Jangka Waktu KSPI Pasal 91

43 (1) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. (2) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur. (3) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah dan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam perjanjian KSPI atas barang milik daerah. Pasal 92 (1) Perpanjangan jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) hanya dapat dilakukan apabila terjadi government force majeure, seperti dampak kebijakan pemerintah yang disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi, politik, sosial, dan keamanan. (2) Perpanjangan jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan permohonannya paling lama 6 (enam) bulan setelah government force majeure terjadi. Paragraf 6 Hasil KSPI Atas Barang Milik Daerah Pasal 93 (1) Hasil dari KSPI atas barang milik daerah terdiri atas: a. barang hasil KSPI berupa infrastruktur beserta fasilitasnya yang dibangun oleh mitra KSPI; dan b. pembagian atas kelebihan keuntungan yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai (clawback). (2) Pembagian atas kelebihan keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan penerimaan pemerintah daerah yang harus disetorkan ke rekening Kas Umum Daerah. (3) Formulasi dan/atau besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback) ditetapkan oleh Gubernur. (4) Penetapan besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan hasil kajian dari Tim KSPI yang dibentuk oleh Gubernur. (5) Perhitungan pembagian kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain: a. nilai investasi pemerintah daerah; b. nilai investasi mitra KSPI; c. risiko yang ditanggung mitra KSPI; dan d. karakteristik infrastruktur. Paragraf 7 Infrastruktur Hasil Pemanfaatan Barang Milik Daerah Dalam Rangka Penyediaan Infrastrukur Pasal 94

44 (1) Infrastruktur yang menjadi hasil kegiatan KSPI atas barang milik daerah berupa: a. bangunan konstruksi infrastruktur beserta sarana dan prasarana; b. pengembangan infrastruktur berupa penambahan dan/atau peningkatan terhadap kapasitas, kuantitas dan/atau kualitas infrastruktur; dan/atau c. hasil penyediaan infrastruktur berupa penambahan dan/atau peningkatan terhadap kapasitas, kuantitas dan/atau kualitas infrastruktur lainnya. (2) Mitra KSPI menyerahkan infrastruktur yang menjadi hasil kegiatan KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai perjanjian atau pada saat berakhirnya perjanjian. (3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh mitra KSPI atas barang milik daerah kepada PJPK. (4) PJPK menyerahkan barang milik daerah yang diterima dari mitra KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) kepada Gubernur. (5) Barang hasil KSPI atas barang milik daerah berupa infrastruktur beserta fasilitasnya menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah. BAB IX PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN Bagian Kesatu Pengamanan Pasal 95 (1) Pengelola, Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna wajib melakukan pengamanan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya; (2) Pengamanan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. pengamanan adminsitrasi meliputi kegiatan Pembukuan, Inventarisasi, pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan; b. pengamanan fisik meliputi pengamanan fisik untuk tanah dan/atau bangunan, dan pengamanan fisik untuk selain tanah dan/atau bangunan; dan c. pengamanan hukum meliputi penetapan peraturan perundangundangan dan penetapan/penyelesaian status hukum barang milik daerah. Pasal 96 (1) Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah. (2) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah.

45 Pasal 97 (1) Bukti kepemilikan barang milik daerah wajib disimpan dengan tertib dan aman. (2) Penyimpanan bukti kepemilikan barang milik Daerah dilakukan oleh Pengelola Barang. Pasal 98 Barang milik daerah dapat diasuransikan sesuai kemampuan keuangan daerah dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Pemeliharaan Pasal 99 (1) Pengelola, Pejabat Penatausahaan Barang, Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna bertanggung jawab atas pemeliharaan barang milik daerah yang ada di bawah penguasaannya. (2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada RKBMD Pemeliharaan. (3) Biaya pemeliharaan barang milik daerah dibebankan pada APBD. Pasal 100 (1) Barang bersejarah baik berupa bangunan dan atau barang lainnya yang merupakan peninggalan budaya yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah wajib dipelihara oleh Pemerintah Daerah. (2) Barang bersejarah baik berupa bangunan atau barang lainnya yang merupakan peninggalan budaya yang dimiliki oleh masyarakat dapat dipelihara oleh Pemerintah Daerah. (3) Biaya pemeliharaan barang bersejajarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), bersumber dari APBD atau sumber lainnya yang sah. Pasal 101 (1) Pengguna dan/atau kuasa pengguna wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan Barang Milik Daerah dan melaporkan kepada Pengelola setiap 6 (enam) bulan sekali. (2) Pengelola dibantu oleh Pejabat Penatausahaan Barang meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyusun Daftar Hasil Pemeliharaan Barang Milik Daerah setiap akhir tahun anggaran. (3) Laporan hasil pemeliharaan sebagaimana dimaksud ayat (2) sebagai bahan untuk melakukan evaluasi mengenai daya guna pemeliharaan barang milik daerah. BAB X PENILAIAN

46 Pasal 102 Penilaian Barang Milik Daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah, pemanfaatan atau pemindahtanganan barang milik daerah, kecuali untuk : a. pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai; atau b. pemindahtanganan dalam bentuk Hibah. Pasal 103 Penetapan nilai Barang Milik Daerah dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Pasal 104 Penilaian Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh: a. Penilai Pemerintah; atau b. Penilai Publik yang ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 105 (1) Penilaian Barang Milik Daerah selain tanah dan/ atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh tim penilai Pemerintah Daerah yang ditetapkan oleh Gubernur, dan dapat melibatkan Penilai Independen yang ditetapkan Gubernur. (2) Penilaian Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Pengguna Barang tanpa melibatkan Penilai, maka hasil Penilaian Barang Milik Daerah hanya merupakan nilai taksiran. (4) Hasil Penilaian Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 106 (1) Dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang dapat melakukan penilaian kembali atas nilai Barang Milik Daerah yang telah ditetapkan dalam neraca Pemerintah Daerah. (2) Keputusan mengenai penilaian kembali atas nilai Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 107 Ketentuan lebih lanjut mengenai Penilaian Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Gubernur dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri. BAB XI PEMINDAHTANGANAN Bagian Kesatu

47 Prinsip Umum Pasal 108 (1) Barang milik daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dapat dipindahtangankan. (2) Bentuk pemindahtanganan Barang Milik Daerah antara lain : a. penjualan; b. tukar menukar/ruislagh; c. hibah; atau d. penyertaan modal Pemerintah Daerah. Pasal 109 (1) Dalam rangka pemindahtanganan barang milik daerah dilakukan penilaian. (2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2) huruf a, huruf b dan huruf d. (3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar. Bagian Kedua Persetujuan Pemindahtanganan Pasal 110 (1) Pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 untuk : a. tanah dan/atau bangunan; dan b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp (lima milyar rupiah) dilakukan setelah mendapat persetujuan DPRD. (2) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak memerlukan persetujuan DPRD apabila : a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran; c. diperuntukkan bagi Pegawai Negeri; d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; e. dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis. Pasal 111 (1) Tanah dan/atau bangunan yang berlokasi di wilayah Ibukota Provinsi dan diluar wilayah Ibukota Provinsi yang bersifat strategis untuk kepentingan pemerintahan dan pembangunan tidak dapat dipindahtangankan, kecuali dalam hal tertentu. (2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara :

48 a. Hibah kepada instansi Pemerintah yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahahan dan pelayanan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi. b. Hibah kepada organisasi sosial keagamaan yang bergerak dibidang pendidikan dan bersifat non komersil. c. Tukar menukar dengan tanah dan/atau bangunan yang berlokasi di wilayah Ibukota provinsi dan/atau wilayah yang bersifat strategis untuk kepentingan pelayanan pemerintahan dan pembangunan. d. Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dan huruf (b) dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 110. Pasal 112 (1) Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan kajian teknis dan ekonomi untuk kepentingan pemerintah daerah. (2) Kajian teknis dan ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengelola Barang dengan melibatkan instansi terkait lainnya. Pasal 113 (1) Tanah dan/atau bangunan yang sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2) huruf a, dimaksudkan bahwa lokasi tanah dan/atau bangunan dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan wilayah. (2) Tanah dan/atau bangunan yang tidak sesuai dengan penataan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu dilakukan penyesuaian yang berakibat pada perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut. Pasal 114 Bangunan yang harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2) huruf b, dimaksudkan bahwa yang dihapuskan adalah bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut dirobohkan untuk selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang sama (rekonstruksi) sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam dokumen penganggaran. Pasal 115 Tanah dan/atau bangunan diperuntukkan bagi Aparatur Sipil Negara pemerintah daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2) huruf c, adalah: a. tanah dan/atau bangunan yang merupakan kategori rumah negara/daerah golongan III; b. tanah yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awalnya untuk pembangunan perumahan Aparatur Sipil Negara pemerintah daerah yang bersangkutan dan dibuktikan dengan Dokumen Penganggarannya.

49 Pasal 116 (1) Tanah dan/atau bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2) huruf d, adalah tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan, termasuk diantaranya kegiatan pemerintah daerah dalam lingkup hubungan persahabatan antara negara/daerah dengan negara lain atau masyarakat/lembaga internasional. (2) Kategori bidang kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain sebagai berikut: a. jalan umum termasuk akses jalan sesuai peraturan perundangan, jalan tol, dan rel kereta api; b. saluran air minum/air bersih dan/atau saluran pembuangan air; c. waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, termasuk saluran irigasi; d. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; e. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, atau terminal; f. tempat ibadah; g. sekolah atau lembaga pendidikan non komersial; h. pasar umum; i. fasilitas pemakaman umum; j. fasilitas keselamatan umum, antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana; k. sarana dan prasarana pos dan telekomunikasi; l. sarana dan prasarana olahraga untuk umum; m. stasiun penyiaran radio dan televisi beserta sarana pendukungnya untuk lembaga penyiaran publik; n. kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa; o. fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas dan fungsinya; p. rumah susun sederhana; q. tempat pembuangan sampah untuk umum; r. cagar alam dan cagar budaya; s. promosi budaya nasional; t. pertamanan untuk umum; u. panti sosial; v. lembaga pemasyarakatan; dan w. pembangkit, turbin, transmisi, dan distribusi tenaga listrik termasuk instalasi pendukungnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Pasal 117 Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur. Pasal 118

50 (1) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp ,00 (lima miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur. (2) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp ,00 (lima miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan DPRD. (3) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan nilai wajar untuk pemindahtanganan dalam bentuk penjualan, tukar menukar dan penyertaan modal berdasarkan hasil penilaian tim penilai yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (4) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan nilai perolehan untuk pemindahtanganan dalam bentuk hibah. (5) Usul untuk memperoleh persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh Gubernur. (6) Usulan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan per tiap usulan. Bagian ketiga Penjualan Paragraf 1 Umum Pasal 119 (1) Penjualan barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan: a. untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih; b. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dijual; dan c. sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Barang Milik Daerah yang dapat dijual meliputi : a. tanah dan/atau Bangunan; b. kendaraan dinas; dan c. barang milik daerah lainnya. (3) Penjualan barang milik daerah dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu. (4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi : a. penjualan kendaraan perorangan dinas pejabat Negara, mantan pejabat Negara dan Sekretaris Daerah; b. penjualan rumah golongan III yang dijual kepada penghuninya yang sah; c. tanah dan/atau bangunan yang akan digunakan untuk kepentingan umum; d. tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan, sebagaimana tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA); e. selain tanah dan/atau bangunan sebagai akibat dari keadaan kahar (force majeure);

51 f. bangunan yang berdiri di atas tanah pihak lain yang dijual kepada pihak lain pemilik tanah tersebut; g. hasil bongkaran bangunan atau bangunan yang akan dibangun kembali; atau h. selain tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki bukti kepemilikan dengan nilai wajar paling tinggi Rp (satu juta rupiah) per unit. (5) Ketentuan lebih lanjut tentang tatacara penjualan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pasal 120 (1) Penjualan Barang Milik Daerah dilaksanakan oleh Pengelola. (2) Dalam melaksanakan penjualan Barang Milik Daerah Pengelola dibantu oleh Panitia Penjualan. Paragraf 2 Penjualan kendaraan Dinas Pasal 121 (1) Kendaraan dinas yang dapat dijual terdiri atas : a. kendaraan perorangan dinas; b. kendaraan dinas operasional. (2) Kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan syarat : a. telah berusia paling singkat 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal, bulan dan tahun perolehannya; b. sudah tidak digunakan lagi untuk pelaksanaan tugas; atau c. telah tersedia kendaraan pengganti. (3) Kendaraan perorangan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dijual kepada : a. Pejabat Negara; dan b. Mantan pejabat Negara. (4) Kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b terdiri atas : a. kendaraan dinas operasional jabatan; b. kendaraan dinas operasional khusus/lapangan. (5) Kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud ayat (4) huruf a adalah kendaraan dinas yang disediakan dan dipergunakan untuk operasional perkantoran pejabat struktural dan pimpinan DPRD. (6) Kendaraan dinas operasional khusus sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf b adalah kendaraan dinas yang dipergunakan untuk : a. pelayanan operasional umum; b. pegawai yang menjalankan tugas-tugas khusus/lapangan; dan c. antar jemput pegawai. Pasal 122

52 (1) Kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud Pasal 121 ayat (4) dan ayat (5) yang berumur 10 (sepuluh) tahun dan/atau lebih. (2) Penjualan kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud Pasal 121 ayat (6) dilakukan melalui lelang. (3) Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah tersedia kendaraan pengganti dan/atau tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas. (4) Kendaraan perorangan dinas maupun kendaraan dinas operasional yang mengalami kecelakaan dengan kondisi kendaraan rusak sama sekali dan/atau rusak berat dapat dijual dalam bentuk besi tua. Pasal 123 (1) Harga jual kendaraan perorangan dinas maupun kendaraan dinas operasional dibayar secara tunai. (2) Hasil penjualan kendaraan harus disetor sepenuhnya ke Kas Daerah. (3) Kendaraan Dinas yang telah dijual, biaya perbaikan dan pemeliharaannya ditanggung oleh pembeli. Paragraf 3 Penjualan Rumah Daerah Pasal 124 (1) Rumah Daerah yang dapat dijual adalah Rumah Daerah golongan III yang berada di luar wilayah ibukota Provinsi dan tidak bersifat strategis untuk kepentingan pemerintahan dan pembangunan. (2) Perubahan Status Golongan Rumah Daerah ditetapkan dengan Keputusan Gubernur setelah mendapat persetujuan DPRD sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 125 (1) Rumah Daerah dapat dijual kepada Pegawai Negeri Sipil/Pensiunan/ Janda/Duda Pensiunan PNS dengan ketentuan: a. Rumah Daerah Golongan III yang telah berumur sekurangkurangnya 30 (dua puluh) tahun sejak diturunkan status golongannya; b. Rumah Daerah tidak sedang dalam sengketa; dan c. Rumah Daerah yang dibangun di atas tanah milik daerah setelah rumah tersebut dialihkan status kepemilikannya. (2) Yang dapat membeli rumah daerah adalah : a. Pegawai Negeri Sipil/Pensiunan/Janda/Duda Pensiunan PNS yang telah mempunyai masa kerja minimal 30 (dua puluh) tahun atau lebih dan belum pernah membeli tanah dan/atau bangunan maupun barang milik daerah lainnya dengan cara apapun baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat; b. Pegawai penghuni pemegang Surat Ijin Penghunian yang dikeluarkan oleh Pengelola Barang Milik Daerah. c. Kesempatan untuk membeli rumah daerah hanya 1 (satu) kali selama menjadi Pegawai Negeri Sipil;

53 Pasal 126 (1) Harga Penjualan Rumah Daerah Golongan III ditetapkan oleh Gubernur. (2) Penetapan harga sebagaimana dimaksud ayat (1) berdasarkan nilai wajar hasil penilaian yang dilakukan oleh tim penilai yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur. Pasal 127 (1) Penjualan Rumah Daerah dilaksanakan dengan perjanjian sewa beli. (2) Jangka waktu perjanian sewa beli paling lama 5 (lima) tahun. (3) Hasil penjualan Rumah Daerah Golongan III disetor ke Kas Daerah. (4) Gubernur melimpahkan wewenang pelaksanaan penjualan Rumah Daerah kepada Pengelola barang. Pasal 128 (1) Pelepasan hak atas tanah dan rumah dilaksanakan setelah harga penjualan atas Rumah Daerah dilunasi. (2) Pelepasan hak atas tanah dan rumah sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 129 Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara penjualan Rumah Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur. Paragraf 4 Pelepasan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan dengan Ganti Rugi Pasal 130 (1) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan melalui pelepasan hak dengan ganti rugi, dapat diproses dengan pertimbangan menguntungkan daerah. (2) Perhitungan perkiraan nilai tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan memperhatikan Nilai Wajar berdasarkan hasil perhitungan tim penilai yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur atau dapat melibatkan penilai independen yang bersertifikat di bidang penilaian asset. (3) Proses pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pelelangan/tender. Pasal 131 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 130 tidak berlaku bagi pelepasan hak atas tanah untuk kavling perumahan pegawai negeri. (2) Kebijakan pelepasan hak atas tanah kavling untuk pegawai negeri ditetapkan oleh Gubernur. Paragraf 5 Penjualan Barang Milik Daerah lainnya.

54 Pasal 132 (1) Penjualan barang milik daerah lainnya dilakukan terhadap barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan, dan kendaraan dinas. (2) Pelaksanaan penjualan barang milik daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengelola barang setelah ditetapkannya Keputusan Penjualan. (3) Pengelola barang dalam melaksanakan penjualan barang milik daerah lainnya dibantu oleh Panitia Penjualan. (4) Hasil penjualan barang milik daerah lainnya disetor ke Kas Daerah. Bagian Keempat Tukar Menukar Pasal 133 (1) Tukar menukar barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan : a. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan; b. untuk optimalisasi barang milik daerah; dan c. tidak tersedia dana dalam APBD. (2) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempuh dengan pertimbangan : a. pemerintah daerah tidak dapat menyediakan tanah dan/atau bangunan pengganti. b. apabila barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; c. guna menyatukan barang milik daerah yang lokasinya terpencar; d. dalam rangka pelaksanaan rencana strategis pemerintah pusat/pemerintah daerah; e. guna mendapatkan/memberikan akses jalan, apabila objek tukar menukar adalah barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan; dan/atau f. telah ketinggalan teknologi sesuai kebutuhan, kondisi, atau ketentuan peraturan perundang-undangan, apabila objek tukar menukar adalah barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan. (3) Tukar menukar barang milik daerah dapat dilakukan dengan pihak: a. pemerintah pusat; b. pemerintah daerah; c. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum milik pemerintah lainnya; d. Pemerintah desa; atau e. Badan Usaha Milik Swasta dan/atau perorangan. (4) Tukar menukar barang milik daerah dapat berupa: a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh kepala Organisasi Perangkat Daerah kepada gubernur melalui pengelola;

55 b. tanah dan/atau bangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; dan c. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan Pasal 134 Tukar menukar dilaksanakan setelah dilakukan kajian berdasarkan: a. aspek teknis, antara lain: 1. kebutuhan Pengelola Barang /Pengguna Barang; dan 2. spesifikasi barang yang dibutuhkan; b. aspek ekonomis, antara lain kajian terhadap nilai barang milik daerah yang dilepas dan nilai barang pengganti; c. aspek yuridis, antara lain: 1. tata ruang wilayah dan penataan kota; dan 2. bukti kepemilikan. Pasal 135 Berdasarkan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 terhadap barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan, Gubernur dapat memberikan alternatif bentuk lain pengelolaan barang milik daerah atas permohonan persetujuan tukar menukar yang diusulkan oleh Pengelola Barang/Pengguna Barang. Pasal 136 (1) Barang pengganti tukar menukar dapat berupa: a. barang sejenis; dan/atau b. barang tidak sejenis. (2) Barang pengganti utama tukar menukar barang milik daerah berupa tanah, harus berupa: a. tanah; atau b. tanah dan bangunan. (3) Barang pengganti utama tukar menukar barang milik daerah berupa bangunan, dapat berupa: a. tanah; b. tanah dan bangunan; c. bangunan; dan/atau d. selain tanah dan/atau bangunan. (4) Barang pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus berada dalam kondisi siap digunakan pada tanggal penandatanganan perjanjian tukar menukar atau Berita Acara Serah Terima (BAST). Pasal 137 (1) Nilai barang pengganti atas tukar menukar paling sedikit seimbang dengan nilai wajar barang milik daerah yang dilepas. (2) Apabila nilai barang pengganti lebih kecil daripada nilai wajar barang milik daerah yang dilepas, mitra tukar menukar wajib menyetorkan ke rekening Kas Umum Daerah atas sejumlah selisih nilai antara nilai wajar barang milik daerah yang dilepas dengan nilai barang pengganti. (3) Penyetoran selisih nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum Berita Acara

56 Serah Terima (BAST) ditandatangani. (4) Selisih nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dituangkan dalam perjanjian tukar menukar. Pasal 138 (1) Apabila pelaksanaan tukar menukar mengharuskan mitra tukar menukar membangun bangunan barang pengganti, mitra tukar menukar menunjuk konsultan pengawas dengan persetujuan Gubernur berdasarkan pertimbangan dari Organisasi Perangkat Daerah terkait. (2) Konsultan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan hukum yang bergerak di bidang pengawasan konstruksi. (3) Biaya konsultan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab mitra tukar menukar. Pasal 139 Tukar menukar dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Gubernur sesuai dengan kewenangannya. Pasal 140 Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah dilakukan berdasarkan: a. kebutuhan dari pemerintah daerah untuk melakukan tukar menukar; atau b. permohonan tukar menukar dari pihak lain. Pasal 141 (1) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada kebutuhan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf a, diawali dengan pembentukan Tim oleh Gubernur untuk melakukan penelitian mengenai kemungkinan melaksanakan tukar menukar yang didasarkan pada pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (1) dan ayat (3). (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penelitian kelayakan tukar menukar, baik dari aspek teknis, ekonomis, maupun yuridis; b. penelitian data administratif; dan c. penelitian fisik. (3) Penelitian data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan untuk meneliti: a. status penggunaan dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, peruntukan, kode barang, kode register, nama barang, dan nilai perolehan, untuk data barang milik daerah berupa tanah; b. tahun pembuatan, kode barang, kode register, nama barang, konstruksi bangunan, luas, status kepemilikan, lokasi, nilai perolehan, dan nilai buku, untuk data barang milik daerah berupa bangunan; dan c. tahun perolehan, kode barang, kode register, nama barang, jumlah, nilai perolehan, nilai buku, kondisi barang, dan bukti

57 kepemilikan kendaraan untuk data barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan. (4) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan ditukarkan dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) dituangkan dalam berita acara penelitian. (6) Tim menyampaikan berita acara hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Gubernur untuk penetapan barang milik daerah menjadi objek tukar menukar. Pasal 142 (1) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (6), Pengelola Barang menyusun rincian rencana barang pengganti sebagai berikut: a. tanah meliputi luas dan lokasi yang peruntukannya sesuai dengan tata ruang wilayah; b. bangunan meliputi: jenis, luas, dan konstruksi bangunan serta sarana dan prasarana penunjang; dan c. selain tanah dan bangunan meliputi jumlah, jenis barang, kondisi barang dan spesifikasi barang. (2) Pengelola Barang melakukan penilaian terhadap barang milik daerah yang akan ditukarkan dan barang pengganti. (3) Hasil Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan Pengelola Barang kepada Gubernur. Pasal 143 (1) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (3), Gubernur melakukan penetapan mitra tukar menukar. (2) Gubernur menerbitkan keputusan tukar menukar paling sedikit memuat: a. mitra tukar menukar; b. barang milik daerah yang akan dilepas; c. nilai wajar barang milik daerah yang akan dilepas yang masih berlaku pada tanggal keputusan diterbitkan; dan d. rincian rencana barang pengganti. (3) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar kepada Gubernur. (4) Dalam hal tukar menukar memerlukan persetujuan DPRD, Gubernur terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan tukar menukar kepada DPRD. (5) Berdasarkan surat persetujuan tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Gubernur dan mitra tukar menukar menandatangani perjanjian tukar menukar. (6) Setelah menandatangani perjanjian tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mitra tukar menukar melaksanakan: a. pekerjaan pembangunan/pengadaan barang pengganti sesuai dengan perjanjian tukar menukar, untuk tukar menukar atas

58 barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan. b. pekerjaan melaksanakan pekerjaan pengadaan barang pengganti sesuai dengan perjanjian tukar menukar termasuk menyelesaikan pengurusan dokumen administratif yang diperlukan, tukar menukar atas barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan. Pasal 144 (1) Gubernur membentuk Tim untuk melakukan monitoring pelaksanaan pengadaan/pembangunan barang pengganti berdasarkan laporan konsultan pengawas dan penelitian lapangan. (2) Sebelum dilakukan penyerahan barang milik daerah yang dilepas, Pengelola Barang melakukan penilaian terhadap kesesuaian barang pengganti sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian tukar menukar. (3) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana tersebut pada ayat (2) menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuian spesifikasi dan/atau jumlah barang pengganti dengan perjanjian tukar menukar, mitra tukar menukar berkewajiban melengkapi/memperbaiki ketidaksesuai tersebut. (4) Dalam hal kewajiban mitra tukar menukar untuk melengkapi/memperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dipenuhi, maka mitra tukar menukar berkewajiban untuk menyetorkan selisih nilai barang milik daerah dengan barang pengganti ke rekening Kas Umum Daerah. (5) Gubenur membentuk Tim untuk melakukan penelitian kelengkapan dokumen barang pengganti, antara lain bukti kepemilikan, serta menyiapkan Berita Acara Serah Terima (BAST) untuk ditandatangani oleh Pengelola Barang dan mitra tukar menukar. Pasal 145 (1) Berdasarkan perjanjian tukar menukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ayat (5) Pengelola Barang melakukan serah terima barang, yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST). (2) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima (BAST) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang dilepas dari daftar barang Pengelola kepada Gubernur serta Pengelola Barang mencatat dan mengajukan permohonan penetapan status penggunaan terhadap barang pengganti sebagai barang milik daerah. Pasal 146 (1) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada permohonan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b, diawali dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Gubernur. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai data pendukung berupa: a. rincian peruntukan;

59 b. jenis/spesifikasi; c. lokasi/data teknis; d. perkiraan nilai barang pengganti; dan e. hal lain yang diperlukan. (3) Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada kebutuhan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 sampai dengan Pasal 145 berlaku mutatis mutandis pada Pelaksanaan tukar menukar barang milik daerah yang didasarkan pada permohonan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 huruf b. Pasal 147 (1) Tukar menukar antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah apabila terdapat selisih lebih maka selisih nilai dimaksud dapat dihibahkan. (2) Selisih nilai lebih yang dihibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Hibah. Bagian Kelima Hibah Pasal 148 (1) Hibah barang milik daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan. (2) Penyelenggaraan pemerintahan pusat/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah termasuk hubungan antar negara, hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakat/ lembaga internasional, dan pelaksanaan kegiatan yang menunjang penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah pusat atau pemerintah daerah. (3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan terhadap barang: a. bukan merupakan rahasia negara/daerah; b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan c. tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. (4) Segala biaya yang timbul dalam proses pelaksanaan hibah ditanggung sepenuhnya oleh pihak penerima hibah. Pasal 149 Hibah barang milik daerah dapat berupa: a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh kepala Organisasi perangkat daerah kepada Gubernur; b. tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaaannya direncanakan untuk dihibahkan; c. selain tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh kepala Organisasi perangkat daerah kepada Gubernur melalui Pengelola;

60 d. selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaaannya direncanakan untuk dihibahkan; e. Penetapan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan oleh Gubernur; dan f. Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilaksanakan oleh Pengelola. Pasal 150 Barang milik daerah yang dihibahkan wajib digunakan sebagaimana ketentuan yang ditetapkan dalam naskah hibah. Pasal 151 (1) Pihak yang dapat menerima hibah adalah: a. lembaga sosial, lembaga budaya, lembaga keagamaan, lembaga kemanusiaan, atau lembaga pendidikan yang bersifat non komersial berdasarkan akta pendirian, anggaran dasar/rumah tangga, atau pernyataan tertulis dari instansi teknis yang kompeten bahwa lembaga yang bersangkutan adalah sebagai lembaga dimaksud; b. pemerintah pusat; c. pemerintah daerah lainnya; d. pemerintah desa; e. perorangan atau masyarakat yang terkena bencana alam dengan kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; atau f. pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemberian hibah kepada pemerintah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dalam hal Barang milik daerah berskala lokal yang ada di desa dapat dihibahkan kepemilikannya kepada desa. Pasal 152 (1) Hibah dapat berupa: a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Gubernur; b. tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; dan c. selain tanah dan/atau bangunan. (2) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan sesuai yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). (3) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya untuk dihibahkan; dan b. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih optimal apabila dihibahkan. c. Penetapan barang milik daerah yang akan dihibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Gubernur.

61 Pasal 153 Pelaksanaan hibah barang milik daerah dilakukan berdasarkan: a. inisiatif Gubernur; atau b. permohonan dari pihak yang dapat menerima Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1). Pasal 154 (1) Pelaksanaan hibah barang milik daerah yang pada inisiatif Gubernur sebagaimana dimaksud Pasal dalam 153 huruf a, diawali dengan pembentukan Tim oleh Gubernur untuk melakukan penelitian. (2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penelitian data administratif; dan b. penelitian fisik. (3) penelitian data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan untuk meneliti: a. status dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, dan peruntukan, untuk data barang milik daerah berupa tanah; b. tahun pembuatan, konstruksi, luas, kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan status kepemilikan untuk data barang milik daerah berupa bangunan; c. tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode register, nama barang, nilai perolehan, nilai buku, dan jumlah untuk data barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan; dan d. data calon penerima hibah. (4) Dalam melakukan penelitian terhadap data calon penerima hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, Tim dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang dan berkompeten mengenai kesesuaian data calon penerima hibah. (5) Penelitian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara mencocokkan fisik barang milik daerah yang akan dihibahkan dengan data administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) dituangkan dalam berita acara penelitian. (7) Tim menyampaikan berita acara hasil penelitian kepada Gubernur untuk menetapkan barang milik daerah menjadi objek hibah. (8) Dalam hal berdasarkan berita acara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) Hibah dapat dilaksanakan, Gubernur melalui Pengelola Barang meminta surat pernyataan kesediaan menerima hibah kepada calon penerima hibah. Pasal 155 (1) Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada Gubernur. (2) Dalam hal hibah memerlukan persetujuan DPRD, Gubernur

62 terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan Hibah kepada DPRD. (3) Apabila permohonan hibah disetujui oleh Gubernur sebagaimana dimaksud ayat pada (1) atau disetujui oleh DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur menetapkan keputusan pelaksanaan hibah, yang sekurang-kurangnya memuat: a. penerima hibah; b. objek hibah; c. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan penyusutan, untuk tanah dan/atau bangunan; d. nilai perolehan dan nilai buku terhadap barang yang dapat dilakukan penyusutan, untuk selain tanah dan/atau bangunan; dan e. peruntukan hibah. Pasal 156 (1) Berdasarkan keputusan pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (3), Gubernur dan pihak penerima hibah menandatangani naskah hibah. (2) Naskah hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya: a. identitas para pihak; b. jenis dan nilai barang yang dilakukan hibah; c. tujuan dan peruntukan hibah; d. hak dan kewajiban para pihak; e. klausul beralihnya tanggung jawab dan kewajiban kepada pihak penerima hibah; dan f. penyelesaian perselisihan. (3) Berdasarkan naskah hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengelola Barang melakukan serah terima barang milik daerah kepada penerima hibah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST). (4) Berdasarkan Berita Acara Serah Terima (BAST) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang telah dihibahkan. Pasal 157 (1) Pelaksanaan hibah barang milik daerah pada pengelola barang yang didasarkan pada permohonan dari pihak yang dapat menerima hibah sebagaimana dimaksud Pasal 151 huruf b, diawali dengan penyampaian permohonan oleh pihak pemohon kepada Gubernur. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. data pemohon; b. alasan permohonan; c. peruntukan hibah; d. jenis/spesifikasi/nama barang milik daerah yang dimohonkan untuk dihibahkan; e. jumlah/luas/volume barang milik daerah yang di mohonkan untuk dihibahkan; f. lokasi/data teknis; dan

63 g. surat pernyataan kesediaan menerima hibah. Pasal 158 (1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1), Gubernur membentuk Tim untuk melakukan penelitian. (2) Tata cara penelitian sampai dengan pelaksanaan serah terima pada pelaksanaan hibah yang didasarkan pada inisiatif Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 sampai dengan Pasal 157 berlaku mutatis mutandis terhadap tata cara penelitian sampai dengan pelaksanaan serah terima pada pelaksanaan hibah yang didasarkan pada permohonan pihak pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151. (3) Apabila permohonan hibah tidak disetujui, Gubernur melalui Pengelola Barang memberitahukan kepada pihak yang mengajukan permohonan hibah, disertai dengan alasannya. Bagian Keenam Penyertaan Modal Pemerintah Pasal 159 (1) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah atas barang milik daerah dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki pemerintah dan swasta. (2) Penyertaan modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Barang Milik Daerah yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara dalam rangka penugasan pemerintah; atau b. Barang Milik Daerah lebih optimal apabila dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk. (3) Barang Milik Maerah yang dijadikan sebagai penyertaan modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapat persetujuan DPRD. (4) Penyertaan modal pemerintah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 160 (1) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah dapat berupa: a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan Gubernur; b. tanah dan/atau bangunan pada Pengguna Barang; atau c. selain tanah dan/atau bangunan. (2) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur, sesuai batas kewenangannya.

64 Pasal 161 (1) Penetapan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (1) huruf a dilakukan oleh Gubernur sesuai batas kewenangannya. (2) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (1) huruf b antara lain tanah dan/atau bangunan yang sejak awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran, yaitu Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). (3) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (1) huruf c antara lain meliputi: a. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah; dan b. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih optimal untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah. Pasal 162 Penyertaan modal pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan analisis kelayakan investasi mengenai penyertaan modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 163 (1) Pengelola Barang melaksanakan penilaian dengan menugaskan: a. Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105, untuk tanah dan/atau bangunan yang akan dijadikan objek penyertaan modal; b. Tim yang ditetapkan oleh Gubernur dan dapat melibatkan Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105, untuk selain tanah dan/atau bangunan yang akan dijadikan objek penyertaan modal. (2) Pengelola Barang menyampaikan hasil penilaian kepada Gubernur. (3) Gubernur membentuk Tim untuk melakukan penelitian terhadap: a. hasil analisis kelayakan investasi yang dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; b. data administratif, diantaranya: tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, kode barang, kode register, nama barang, dan nilai perolehan atau nilai buku; dan c. kesesuaian tujuan penyertaan modal pemerintah daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159. (4) Tim melakukan kajian bersama dengan calon penerima penyertaan modal pemerintah daerah dan/atau Organisasi perangkat daerah terkait, yang dituangkan dalam dokumen hasil kajian. (5) Apabila berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada

65 ayat (4), penyertaan modal pemerintah daerah layak dilaksanakan, maka calon penerima penyertaan modal pemerintah daerah menyampaikan surat pernyataan kesediaan menerima penyertaan modal pemerintah daerah yang berasal dari barang milik daerah. (6) Tim menyampaikan dokumen hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan surat pernyataan kesediaan menerima penyertaan modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Gubernur. Pasal 164 (1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159, Pengelola Barang melaksanakan penyertaan modal Pemerintah Daerah berpedoman pada keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (3). (2) Berdasarkan peraturan daerah dan keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang melakukan serah terima dengan penerima Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST). Pasal 165 Berdasarkan Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (2), Pengelola Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang telah dijadikan penyertaan modal pemerintah daerah. BAB XII PEMUSNAHAN Pasal 166 (1) Pemusnahan dilakukan apabila barang milik daerah tidak dapat digunakan/dimanfaatkan, dan tidak dapat dipindahtangankan atau alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan. (2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara dibakar, ditanam dan dibuang atau dengan cara lain sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; Pasal 167 (1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud Pasal 166 ayat (2) dilakukan pengguna barang setelah mendapat persetujuan Gubernur dibawah pengawasan Pejabat Penatausahaan Barang dan/atau Panitia Penghapusan Barang Milik Daerah yang ditetapkan oleh Gubernur. (2) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimakusd pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang ditanda tangani oleh Pengguna Barang dan dilaporkan kepada Gubernur melalui Pengelola Barang.

66 BAB XIII PENGHAPUSAN Pasal 168 (1) Setiap barang milik daerah yang rusak dan tidak dapat dipertahankan lagi, hilang, mati, tidak sesuai dengan perkembangan teknologi, berlebihan, membahayakan keselamatan, keamanan dan lingkungan, terkena planologi kota, tidak efisien lagi dapat dihapus dari daftar inventaris. (2) Penghapusan barang milik daerah meliputi : a. penghapusan dari DBP/DBKP; b. penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah. (3) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dalam hal barang milik daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna/Kuasa Pengguna. (4) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disebabkan karena : a. pemindahtanganan atas barang milik daerah; b. pemusnahan; c. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; d. menjalankan ketentuan undang-undang; atau e. sebab lain. BAB XIV PENATAUSAHAAN Bagian Kesatu Pembukuan Pasal 169 (1) Pengguna/Kuasa Pengguna melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam DBP/DBKP menurut penggolongan dan kodefikasi barang. (2) Pencatatan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam kartu inventaris barang A, B, C, D, E dan F. (3) Pembantu Pengelola melakukan rekapitulasi atas pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Daftar Barang Milik Daerah. (4) Penggolongan dan kodefikasi barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan berpedoman pada Keputusan Menteri Dalam Negeri. Bagian Kedua Inventarisasi Pasal 170

67 (1) Pengguna wajib melakukan inventarisasi barang milik daerah setiap tahun dan dipergunakan sebagai dasar penyusunan Buku Inventaris. (2) Pengelola dibantu oleh pembantu pengelola mengkompilasi Buku Inventaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dijadikan dasar penyusunan Buku Induk Iventaris. Pasal 171 (1) Pengelola dibantu oleh pembantu pengelola wajib melakukan sensus barang milik daerah sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun. (2) Pengguna menyampaikan hasil inventarisasi (sensus) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Pengelola selambatlambatnya 3 (tiga) bulan setelah selesainya inventarisasi (sensus). Pasal 172 Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah selaku Pembantu Pengelola dan Pusat Informasi Barang Milik Daerah (PIBMD) bertanggung jawab mengkoordinir penyelenggaraan inventarisasi barang milik daerah. Bagian Ketiga Pelaporan Pasal 173 (1) Pengguna /kuasa barang wajib menyusun : a. Laporan Barang Pengguna Semesteran; dan b. Laporan Barang Pengguna Tahunan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pengelola Barang melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah dilakukan evaluasi dihimpun menjadi laporan barang milik Daerah. (4) Laporan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), digunakan sebagai bahan untuk menyusun Neraca Daerah dengan terlebih dahulu dilakukan rekonsiliasi. Pasal 174 (1) Untuk memudahkan pendaftaran dan pencatatan serta pelaporan barang milik daerah secara akurat dan cepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169, Pasal 170, Pasal 171, Pasal 172, dan Pasal 173 Pengelola mempergunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Barang Milik Daerah (SIMDA-BMD). (2) Penggunaan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Barang Milik Daerah (SIMDA-BMD). sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. (3) Tata Cara Penatausahaan Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Gubernur.

68 BAB XV PEMBIAYAAN Pasal 175 Pembiayaan dalam rangka pengelolaan Barang Milik Daerah bersumber dari : a. APBD Provinsi Nusa Tenggara Barat; dan b. Sumber Pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat. BAB XVI SENGKETA Pasal 176 (1) Penyelesaian sengketa dalam pengelolaan barang milik daerah, dilakukan terlebih dahulu dengan cara musyawarah/mufakat oleh Organisasi Perangkat Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak tercapai dapat dilakukan melalui upaya hukum pidana, perdata, Tata Usaha Negara dan/atau upaya hukum lainnya. (3) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Biro Hukum dan/atau Lembaga Hukum yang ditunjuk. (4) Biaya yang timbul dalam penyelesaian sengketa dialokasikan dalam APBD. BAB XVII KOORDINASI Pasal 177 (1) Koordinasi dalam pengelolaan barang milik daerah dimaksudkan untuk optimalisasi penggunaan dan pengelolaannya dalam menunjang pembangunan daerah. (2) Pengelolaan Barang Milik Daerah dilakukan oleh Badan yang melaksanakan tugas pokok dan fungsi dalam pengelolaan barang milik daerah. (3) Organisasi perangkat daerah sebagai pengguna barang milik daerah dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya berkoordinasi dengan Badan yang berwenang melakukan pengelolaan barang milik daerah. BAB XVIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 178 (1) Setiap kerugian daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan/pelanggaran hukum atas pengelolaan barang

69 milik daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sangsi administratif dan atau sangsi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 25, Pasal 35, Pasal 70 huruf a dan huruf b, Pasal 78 ayat (1), Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 84 ayat (1) huruf e, Pasal 86 ayat (1) huruf b dan Pasal 86 ayat (2), Pasal 95 ayat (1), Pasal 101 ayat (1), Pasal 150, Pasal 170 ayat (1), dan/atau Pasal 171 ayat (1) dikenakan sanksi administratif. (4) Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa : a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. sanksi kepegawaian; d. denda; e. pembatalan perjanjian; dan/atau f. pencabutan ijin. (5) Ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB XIX PENYIDIKAN Pasal 179 (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil bertugas dan berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap siapapun yang melakukan tindak pidana pelanggaran atas ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah yang berlaku dalam wilayah Hukum di tempat penyidik ditempatkan. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil mempunyai wewenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seseorang tersangka tanda pengenal dari tersangka ; d. melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;

70 f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkar ; h. mengadakan penghentian penyidikan, setelah mendapat petunjuk dari Kepolisian Republik Indonesia bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya; i. melalui Kepolisian Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Kejaksaan Negeri kepada tersangka atau keluarganya; dan j. mengadakan tindakan lainnya menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil mempunyai wewenang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya dan dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Kepolisian Republik Indonesia. BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 180 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 70 ayat (1) huruf c, dan Pasal 86 ayat (1) huruf a diancam dengan hukuman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp ,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 181 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2007 Nomor 8) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

71 Pasal 182 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ditetapkan di Mataram pada tanggal 6 Nopember 2017 GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, ttd Diundangkan di Mataram pada tanggal SEKRETARIS DAERAH PROVINSI NTB, H. M. ZAINUL MAJDI ttd H. ROSIADY HUSAENY SAYUTI LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 Salinan Sesuai dengan Aslinya Kepala Biro Hukum, H. Ruslan Abdul Gani, SH. MH. NIP

SALINAN BUPATI BULELENG, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 511 ayat (1),

SALINAN BUPATI BULELENG, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 511 ayat (1), SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA,

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 04 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 04 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 04 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR LAMPUNG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 2 Tahun 2018 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 2 Tahun 2018 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR Nomor 2 Tahun 2018 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota Bogor Nomor 2

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT 1 BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 14 TAHUN 201616 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN Salinan BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

Lebih terperinci

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGLI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RAPERDA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG

RAPERDA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI SUMBA TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI GAYO LUES PROVINSI ACEH

BUPATI GAYO LUES PROVINSI ACEH 1 BUPATI GAYO LUES PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI GAYO LUES NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK KABUPATEN GAYO LUES BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2017 2 BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG Menimbang Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, : bahwa

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa seluruh barang milik

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 29 Juli 2010 NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG : PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Sekretariat Daerah Kota Sukabumi Bagian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR,

Lebih terperinci

TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa barang milik daerah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, a. bahwa Barang Milik Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, 31 Oktober 2007 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 5 2008 SERI. E NO. 5 2008 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. b. c. bahwa barang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCRRANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa barang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 2 Tahun : 2011 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2008 NOMOR : 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2008 NOMOR : 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2008 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, Menimbang:

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR Menimbang : a. bahwa dalam rangka terlaksananya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 81 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT UNTUK DPRD PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang : a. bahwa barang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang : a. bahwa barang milik daerah merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa barang Daerah sebagai unsur penting dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa barang milik daerah sebagai salah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.92, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Barang Milik Negara. Barang Milik Daerah. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa barang milik daerah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 11 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BAB IV PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BAB IV PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH A. Pengelola Barang Milik Daerah 1. Gubernur selaku pemegang kekuasaan pengelolaan BMD Gubernur selaku pemegang kekuasaan pengelolaan BMD berwenang dan bertanggungjawab

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI TAPIN, : a. bahwa barang daerah sebagai salah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 1 PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TENGGARA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH TENGGARA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG Menimbang : a. QANUN KABUPATEN ACEH TENGGARA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH KABUPATEN ACEH TENGGARA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H

P E R A T U R A N D A E R A H P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa barang milik

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 88 TAHUN 2016

BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 88 TAHUN 2016 - 1 - S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 88 TAHUN 2016 NOMOR 88 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950) Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten

Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950) Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten l; t:o - BUPATI CIANJUR PROVINSI JA1VA BARAT PERATURAN DAERAH I(ABUPATEN CIANJUR NOMOR 3 TAHUN 2OL6 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIANJUR, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TIMOR TENGAH SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI TIMOR TENGAH SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI TIMOR TENGAH SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TIMOR TENGAH SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2013); L PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah; LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. WALIKOTA SALATIGA,

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. Jalan Diponegoro No. 22, Telepon (022) , , , Faks. (022) B A N D U N G 40115

Gubernur Jawa Barat. Jalan Diponegoro No. 22, Telepon (022) , , , Faks. (022) B A N D U N G 40115 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa barang milik daerah merupakan

Lebih terperinci

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 20 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 11 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 11 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 121

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci