KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2014 DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN, SYUKUR IWANTORO

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI POTONG ASLI/LOKAL DI PULAU/KABUPATEN TERPILIH TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN KERBAU DI KABUPATEN TERPILIH TAHUN 2016

DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI PERAH DI KABUPATEN / KOTA TERPILIH TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN UNGGAS DIKABUPATEN/KOTA TERPILIH TAHUN 2015

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBIBITAN TERNAK RUMINANSIA TAHUN 2014 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN KAMBING/DOMBA DI KABUPATEN TERPILIH TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2014

PEDOMAN PELAKSANAAN DI KABUPATEN TERPILIH 2015 TORAJA UTARA DAN KUTAI KERTANEGARA) TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN UNGGAS DI KABUPATEN/KOTA TERPILIH TAHUN 2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Direktorat Perbibitan Ternak DIREKTORAL JENderal peternakan dan kesehatan hewan 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN USAHA PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN PELAKSANAAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERBIBITAN TERNAK TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN OPERASIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK TAHUN 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBIBITAN TERNAK RUMINANSIA TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN SAPI/KERBAU BETINA BUNTING TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI SENTRA TERNAK SOBANGAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA SINGKAWANG. PROVINSI KALIMANTAN BARAT.

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 071 TAHUN 2013 TENTANG PENGELUARAN TERNAK DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PETUNJUK TEKNIS SURAT KETERANGAN LAYAK BIBIT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

2 Lembaran Negara Nomor 5059); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21, Tambahan Lem

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

PEDOMAN PEMBIBITAN SAPI

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

ALTERNATIF KEBIJAKAN PERBIBITAN SAPI POTONG DALAM ERA OTONOMI DAERAH

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/PK.210/10/2016

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 73/PD.410/F/06/2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS UJI PERFORMANS SAPI POTONG NASIONAL

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 70/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG PENERAPAN KARTU TERNAK SAPI DI KABUPATEN BADUNG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK

Bibit kerbau Bagian 3 : Sumbawa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bibit sapi potong Bagian 7 : Sumba Ongole

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG

RENCANA KINERJA TAHUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 97/Penrentan/ar.140/12/2011 RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 57/Permentan/OT.140/10/2006 PEDOMAN PEMBIBITAN KAMBING DAN DOMBA YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE)

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.31/MEN/2012 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN TERNAK RUMINANSIA MELALUI KELOMPOK TAHUN 2011 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

-3- BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.52/MEN/2011 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2015

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

Transkripsi:

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI POTONG ASLI/LOKAL DI PULAU TERPILIH (PULO RAYA, PULAU SAPUDI, PULAU NUSA PENIDA) DAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI POTONG DIKABUPATEN TERPILIH (SIAK, PASAMAN BARAT, LAMPUNG SELATAN, KEBUMEN, BARITO KUALA, BARRU, GUNUNG KIDUL, DAN LOMBOK TENGAH) Direktorat Perbibitan Ternak DIREKTORAL JENderal peternakan dan kesehatan hewan Kementerian pertanian 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI POTONG ASLI/LOKAL DI PULAU TERPILIH (PULO RAYA, PULAU SAPUDI, PULAU NUSA PENIDA) DAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI POTONG DIKABUPATEN TERPILIH (SIAK, PASAMAN BARAT, LAMPUNG SELATAN, KEBUMEN, BARITO KUALA, BARRU, GUNUNG KIDUL, DAN LOMBOK TENGAH) DIREKTORAT PERBIBTAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015

KATA PENGANTAR Upaya strategis dalam pelestarian dan kecukupan ketersediaan bibit sapi di dalam negeri, sekaligus mengurangi ketergantungan impor bibit, dapat dilakukan melalui pengembangan pembibitan ternak sapi dengan pemanfaatan sapi asli/lokal. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati (mega biodiversity) termasuk sumber daya genetik (SDG) hewan dari berbagai jenis dan rumpun ternak. Jenis dan rumpun ternak tersebut sampai saat ini masih dimanfaatkan oleh masyarakat peternak secara turun temurun. Keanekaragaman SDG hewan merupakan bahan baku dalam pembentukan bibit dan harus dikelola secara optimal agar dapat dimanfaatkan serta dilestarikan untuk kesejahteraan manusia. Dalam rangka mendukung Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau, ketersediaan bibit ternak asli/lokal secara berkelanjutan perlu di upayakan, dan dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan terobosan dan integratif dari seluruh stakeholders yang terkait dengan pembangunan peternakan secara berkelanjutan. Salah satu kegiatan terobosan adalah penguatan pembibitan sapi asli/lokal di pulau terpilih (Pulo Raya, Pulau Nusa Penida, dan Pulau Sapudi) dan penguatan pembibitan sapi potong di kabupaten terpilih (Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan,Kebumen, Barito Kuala, Barru, Gunung Kidul dan Lombok Tengah). Agar pelaksanaan kegiatan tersebut dapat berjalan sesuai rencana, maka perlu disusun Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal di Pulau Terpilih (Pulo Raya, Pulau Nusa Penida, dan Pulau Sapudi) dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih (Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala, Barru, Gunung Kidul dan Lombok Tengah) yang digunakan sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dalam pelaksanannya. Jakarta, Desember 2014 DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN, SYUKUR IWANTORO i

DAFTAR ISI ii Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR FORMAT... iii DAFTAR GAMBAR... iv KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN...... v LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN... 1 BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Kerangka Pikir...... 2 C. Maksud dan Tujuan... 4 D. Keluaran... 5 E. Sasaran... 5 F. Pengertian...... 6 G. Ruang Lingkup... 8 BAB II. PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PEMBIBITAN SAPI POTONG... 9 A. Sarana... 10 B. Manajemen Pemeliharaan... 10 C. Produksi Bibit... 11 BAB III. PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN... 13 A. Persiapan... 13 B. Pelaksanaan... 13 BAB. IV. PENDANAAN... 16 BAB V. PEMBINAAN DAN PENGORGANISASIAN... 17 BAB VI. A. Pembinaan... 17 B. Pengorganisasian... 17 PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN SERTA INDIKATOR KEBERHASILAN...... 20 A. Pengendalian dan Pengawasan... 20 B. Indikator Keberhasilan... 20 BAB VII. PEMANTAUAN DAN PELAPORAN... 22 A. Pemantauan... 22 B. Pelaporan... 22 BAB IX. PENUTUP... 23

DAFTAR FORMAT Halaman 1. Format 1. Data Kepemilikan Ternak... 24 2. Format 2. Kartu rekording sapi potong..... 25 3. Format 3. Kartu Ternak..... 31 4. Format 4. Catatan Kelahiran.... 32 5. Format 5. Pengukuran Calon Bibit... 33 6. Format 6. Laporan Perkembangan Ternak.... 34 7. Format 7. Materi Pelatihan Peningkatan SDM Peternak... 35 8. Format 8. Contoh Surat Keterangan Layak Bibit Sapi Potong... 38 iii

DAFTAR GAMBAR Halaman GAMBAR 1.Skema program pembibitan sapi potong di Pulau dan Kabupaten... 4 iv

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR :1210/Kpts/F/12/2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI POTONG ASLI/LOKAL DI PULAU TERPILIH (PULO RAYA, PULAU NUSA PENIDA DAN PULAU SAPUDI) DAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI POTONG DIKABUPATEN TERPILIH (KABUPATEN SIAK, PASAMAN BARAT, LAMPUNG SELATAN, KEBUMEN, BARITO KUALA, BARRU, GUNUNG KIDUL DAN LOMBOK TENGAH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN, Menimbang : a bahwa dalam rangka mendukung program swasembada daging sapi/kerbau, dilakukan Kegiatan Penguatan Pembibitan Sapi Potong asli/lokal di Pulau Terpilih (Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida) danpenguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih (Kabupaten Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala, Barru, Gunung Kidul dan Lombok Tengah)Tahun 2014; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan agar dalam pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan baik, serta melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2011 perlu menetapkan Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal di Pulau (Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida) dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih (Kabupaten Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala, Barru, Gunung Kidul dan Lombok Tengah) Tahun 2015; Mengingat : 1. Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaga Negara RI. No. 47 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara RI. No. 4286); v

2. Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaga Negara RI. No. 5 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara RI. No. 4355); 3. Undang-undang RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400); 4. Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 5. Undang-undang RI Nomor 41 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 6. Undang-undang RI Nomor 27 Tahun 2014 tentang Angaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumberdaya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5260); 8. Peraturan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 9. Peraturan Presiden RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4214); 10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 11. Peraturan Presiden RI Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisaasi Kementerian Negara; vi

12. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014-2019; 13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/OT.140/ 10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; 14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 64/Permentan/OT.140 /11/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 48/Permentan/OT.140/7/2011 tentang Pewilayahan Sumber Bibit; 15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 101/Permentan/OT.140 /7/2014 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik; vii

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI POTONG ASLI/LOKAL DI PULAU TERPILIH (PULO RAYA, PULAU SAPUDI DAN PULAU NUSA PENIDA) DAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN TERPILIH (KABUPATEN SIAK, PASAMAN BARAT, LAMPUNG SELATAN, KEBUMEN, BARITO KUALA, BARRU, GUNUNG KIDUL DAN LOMBOK TENGAH)TAHUN 2015. Pasal 1 Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Pulau Terpilih (Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida) dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih (Kabupaten Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala, Barru, Guning Kidul dan Lombok Tengah) Tahun 2015, seperti tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 2 Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, sebagai dasar hukum dan acuan pelaksanaan kegiatan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Pulau Terpilih (Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida) dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih (Kabupaten Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala, Barru, Gunung Kidul dan Lombok Tengah) Tahun Anggaran 2015bagi aparat pusat dan daerah dengan tujuan untuk memperlancar kegiatan secara tertib, efektif, efisien, akuntabel dan tranparan. Pasal 3 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal, 12 Desember 2014 DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN, SYUKUR IWANTORO viii

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Pertanian; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian. 4. Sekretaris dan Direktur Lingkup Ditjen PKH. ix

LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR : 1210/Kpts/F/12/2014 TANGGAL : 12 Desember 2014 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI POTONG ASLI/LOKAL DI PULAU TERPILIH DAN PENGUATAN PEMBIBITAN SAPI POTONG DI KABUPATEN TERPILIH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari populasi sapi potong di Indonesia sekitar 14.703.000 ekor (BPS, 2014) sebagian besar dikelola oleh masyarakat peternak di pedesaan dengan skala yang relatif kecil (1 5 ekor). Dengan memanfaatkan sumberdaya peternak yang relatif terbatas, para peternak tersebut tetap mengelola sapi potong sebagai salah satu sumber pendapatan keluarga. Keterbatasan pendapatan tersebut kadang memaksa mereka kurang responsif untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sesuai dengan jenis usaha sapi potong yang dikelolanya. Akibatnya pendapatan yang diperoleh masih rendah dibanding dengan potensi biologik sapi potong yang dikelola. Terdapat tiga jenis usaha sapi potong yakni usaha perkembangbiakan, penggemukan, dan pembibitan. Jenis usaha perkembangbiakan dan penggemukan dikenal sebagai usaha budidaya. Perbedaan antara perkembangbiakan dengan pembibitan bahwa pada pembibitan proses produksi anak dilaksanakan dengan menerapkan prinsip pembibitan (good breeding practice/gbp) sehingga anak yang diproduksi berpeluang besar berkualifikasi bibit. Suatu usaha peternakan dengan menggunakan induk dan pejantan berkualifikasi bibit dan dipelihara dengan menerapkan prinsip pembibitan akan dihasilkan keturunan yang berkualifikasi bibit. Nilai jual sapi bibit tentunya akan lebih tinggi dibanding sapi yang dibawah standar bibit. Terkait dengan konsep penyediaan bibit ternak untuk meningkatkan produktivitas, Pasal 38 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik dan Perbibitan Ternak mengamanatkan bahwa : (1) Penyediaan benih dan/atau bibit ternak merupakan tanggung jawab Pemerintah; dan (2) penyediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: (a) pengadaan di dalam negeri; dan/atau (b) pemasukan dari luar negeri. Pada Pasal 39 mengamanatkan bahwa Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal Di Pulau Terpilih 1

Pengadaan di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a dilakukan melalui kegiatan: a. produksi benih dan/atau bibit; b. penetapan wilayah sumber bibit; dan c. penetapan dan pelepasan rumpun atau galur. B. Kerangka Pikir Guna mendapatkan ternak dengan kualifikasi bibit dapat dilakukan melalui program pemuliaan. Pengertian pemuliaan adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi genetik pada sekelompok ternak dari suatu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu. Cara untuk mengubah komposisi dapat dilakukan dengan melakukan seleksi dan pengaturan perkawinan. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki peternak sapi potong untuk menghasilkan keturunan dengan kualifikasi bibit secara sendiri-sendiri relatif sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan mereka tidak mungkin melaksanakan seleksi karena jumlah sapi yang dipelihara sangat terbatas. Salah satu pendekatan adalah dengan pendekatan kelompok peternak dan gabungan kelompok peternak. Kenyataan menunjukkan bahwa program persilangan dengan memanfaatkan teknologi inseminasi buatan (IB) telah berhasil meningkatkan produksi ternak. Namun, persilangan yang tidak terkontrol berakibat menguras sumber daya genetik ternak asli/ lokal. Kita memiliki berbagai rumpun/galur ternak asli/lokal yang beradaptasi dengan keterbatasan lingkungan spesifik. Beberapa rumpun sapi potong asli dan lokal yang telah ditetapkan oleh Pemerintah antara lain sapi Bali, sapi Madura, dan sapi Aceh. Di wilayah sebaran asli geografisnya rumpun sapi belum dilaksanakan pemurnian dan pembibitan. Rumpun sapi tersebut perlu dimurnikan dan ditingkatkan produktivitasnya diwilayah sebaran asli geografisnya Sementara di wilayah tertentu terdapat dominansi rumpun sapi potong asli/lokal yang berpotensi sebagai wilayah sumber bibit. Melalui program perbibitan yang terarah, terkoordinasi dari pusat sampai daerah, ketersediaan bibit sapi potong dari rumpun/galur murni merupakan suatu keniscayaan. Sebagai tindak lanjut amanat Pasal 38 PP Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik dan Perbibitan Ternak, sejak Tahun 2013 Pemerintah bersama pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan pembibitan sapi potong dalam satu rumpun melalui dua kegiatan, yaitu : (1) pemurnian dan pembibitan rumpun sapi Bali, sapi Madura, dan sapi Aceh di pulau yang menjadi wilayah sebaran asli geografis; dan (2) pembibitan sapi Bali dan sapi Peranakan Ongole (PO) pada wilayah kabupaten terpilih yang berpotensi sebagai wilayah sumber bibit. 2

Pendekatan pembibitan sapi potong pada kawasan pulau (butir 1) adalah untuk memudahkan pengendalian kemurnian rumpun. Lokasi pemurnian dan pembibitan sapi potong di wilayah sebaran asli geografis, adalah: 1. Pulau Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, untuk sapi Bali; 2. Pulo Raya, Kabupaten Aceh Jaya, Provinsi Aceh, untuk sapi Aceh; dan 3. Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, untuk sapi Madura. Kegiatan pada wilayah kabupaten terpilih (butir 2) dibagi menjadi 3 (tiga) periode yakni: 1. Kabupaten Siak, Provinsi Riau, untuk sapi Bali; 2. Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, untuk sapi PO; 3. Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, untuk sapi PO; 4. Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan, untuk sapi Bali; 5. Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan, untuk sapi Bali; 6. Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat, untuk sapi Bali 7. Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, untuk sapi Bali; dan 8. Kabupaten Gunung Kidul, Provinitsi Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk sapi PO. Tiga pulau dan lima kabupaten pertama dilaksanakan sejak tahun anggaran (TA) 2013, Pada TA 2014 bertambah satu kabupaten yaitu Kabupaten Pasaman Barat, dan pada TA 2015 bertambah 2 (dua) kabupaten yaitu Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Gunung Kidul. Dukungan Pemerintah untuk melaksanakan pemurnian dan pembibitan sapi potong rumpun asli dan lokal dimulai dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, membantu menyediakan sarana dan prasarana pembibitan, pembinaan dan penguatan kelompok, gabungan kelompok, asosisasi peternak, pembentukan koperasi peternak, pembinaan sumber daya manusia untuk pelaksanaan pembibitan dan penerapan GBP, pemberian surat keterangan layak bibit (SKLB), dan mendorong untuk mengusulkan penetapan wilayah sumber bibit dan pengelolaannya. Skematis kegiatan pembibitan tertera pada Gambar 1. Hasil dukungan pembibitan pemerintah menunjukkan perkembangan populasi sapi potong dengan kualifikasi bibit dan pemahaman peternak pentingnya berorganisasi untuk melaksanakan pembibitan. Permasalahan keterbatasan sumber daya peternak kadang tidak dapat dicegah pengeluaran ternak kualifikasi bibit. Oleh karena itu diperlukan kebijakan insentif untuk mengurangi pengeluaran sapi bibit. Selain itu diperlukan sinergisme kegiatan stakeholder terkait untuk melaksanakan amanat peraturan perundangan terkait dengan perbibitan ternak. Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal Di Pulau Terpilih 3

Pedoman Pelaksanaan dan Petunjuk Pelaksanaan/ Petunjuk Teknis kegiatan menurut tahun anggaran Kelompok/gabungan kelompok peternak Sarana pembibitan Populasi rumpun murni sapi potong Pendanaan menurut tahun anggaran Sapi-sapi bibit yang memiliki potensi genetik lebih baik dari generasi sebelumnya Terbentuknya kelompok pembibit atau Badan usaha Pembibitan/Koperasi Peningkatan rataan produktivitas sapi dalam populasi target Wilayah sumber bibit sapi PERSIAPAN INPUT PROSES OUTPUT PENGELOLAAN BERKELANJUTAN Koordinasi dengan stakeholder Kesepakatan dengan masyarakat setempat Kebijakan Analisis Potensi Wilayah Penyusunan buku pedoman pembibitan Penyusunan proposal jangka panjang program pembibitan Koordinasi pemerintah pusat-daerah Membentuk Tim Pelaksana Pelaksanaan kegiatan (t1... tn) antara lain uji performance, kontes ternak dll Pembinaan (teknis dan kelembagaan) Monitoring dan evaluasi kegiatan Berkembangnya usaha pembibitan sapi potong rumpun murni Terjaganya populasi rumpun murni Meningkatnya kesejahteraan peternak Gambar 1. Skema pembibitan sapi potong di pulau dan kabupaten C. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Maksud disusunnya pedoman pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Pulau Terpilih (Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida) dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih (Kabupaten Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala, Barru, Gunung Kidul dan LombokTengah) Tahun 2015 sebagai acuan bagi pelaksana. 2. Tujuan a. Memfasilitasi sarana pembibitan. b. Meningkatkan pengetahuan dan, keterampilan SDM dalam kegiatan pembibitan. c. Menumbuhkan dan menstimulasi peternak secara individu maupun kelompok peternak dalam menerapkan pemurnian dan prinsip-prinsip pembibitan. 4

d. Membentuk dan menguatkan calon kelompok pembibit sebagai kelompok pembibit. e. Menjadikan Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida, wilayah Kabupaten Siak, Lampung Selatan, Kebumen, Batola, Barru, Pasaman Barat, Gunung Kidul dan Lombok Tengah sebagai sumber bibit sapi potong sesuai rumpun. D. Keluaran 1. Termanfaatkannya sarana perbibitan. 2. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petugas dan peternak dibidang pembibitan. 3. Diterapkannya pemurnian dan prinsip-prinsip pembibitan oleh peternak baik secara individu maupun kelompok. 4. Terbentuknya calon dan kelompok pembibit, serta berperannya fungsi kelembagaan peternak untuk melaksanakan pembibitan secara berkelanjutan. 5. Tersedianya bibit sapi potong menurut rumpun secara berkelanjutan; Oleh karena terdapat 3 (tiga) periode kegiatan yang berbeda, yakni sejak tahun 2013, mulai tahun 2014, dan baru mulai tahun 2015, maka masing-masing wilayah kabupaten menyesuaikan dengan tujuan dan keluaran di atas. Wilayah Kabupaten Barru (Kecamatan Tanete Riaja) pada Tahun 2013 telah ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit sapi Bali. Demikian pula wilayah Kabupaten Kebumen (Kecamatan Klirong dan Kecamatan Puring) dan wilayah Kabupaten Gunung Kidul (Kecamatan Wonosari dan Kecamatan Playen) dalam proses penetapan wilayah sumber bibit sapi PO. Bagi wilayah-wilayah Kabupaten yang memenuhi persyaratan sebagai wilayah sumber bibit tetapi belum mengajukan permohonan penetapan wilayah sumber bibit sapi menurut rumpun, pada tahun 2015 harus mengajukan permohonan dan proposal yang dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.140/ 9/2011 tentang Pewilayahan Sumber Bibit, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/11/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.140/9/2011 tentang Pewilayahan Sumber Bibit. E. Sasaran 1. Jangka Pendek Terlaksananya penerapan prinsip-prinsip pembibitan sapi potong menurut rumpun oleh kelompok peternak binaan di pulau dan kabupaten terpilih. Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal Di Pulau Terpilih 5

2. Jangka Menengah Terbentuknya kelompok pembibit sapi potong menurut rumpun rumpun sapi di di pulau dan kabupaten terpilih, dengan produk utama rumpun sapi berkualifikasi bibit secara kontinu. 3. Jangka Panjang a. Ditetapkannya sebagai wilayah sumber bibit bagi wilayah kabupaten yang sudah memenuhi persyaratan sebagai wilayah sumber bibit dan terkelolanya sumber bibit sapi potong menurut rumput. b. Tersedianya bibit sapi potong menurut rumpun di wilayah sumber bibit secara berkelanjutan dan meningkatnya kesejahteraan peternak pembibit. F. Pengertian 6 Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Pembibitan adalah kegiatan budidaya untuk menghasilkan bibit ternak untuk keperluan sendiri atau untuk diperdagangkan. 2. Bibit ternak adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. 3. Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar negeri yang telah dikembangbiakan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang telah beradaptasi pada lingkungan dan atau manajemen setempat. 4. Ternak asli adalah ternak yang kerabat liarnya berasal dari Indonesia, dan proses domestikasinya terjadi di Indonesia. 5. Rumpun adalah segolongan ternak dari suatu spesies yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat diwariskan pada keturunannya. 6. Silsilah adalah catatan mengenai asal-usul keturunan ternak yang meliputi nama, nomor dan performans dari ternak dan tetua penurunnya. 7. Pemuliaan adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi genetik pada sekelompok ternak dari satu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu. 8. Seleksi adalah kegiatan memilih tetua untuk menghasilkan keturunannya melalui pemeriksaan dan atau pengujian berdasarkan kriteria dan tujuan tertentu dengan menggunakan metoda atau teknologi tertentu. 9. Wilayah sumber bibit adalah suatu kawasan agroekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administrasi pemerintahan dan mempunyai potensi untuk pengembangan bibit dari jenis atau rumpun tertentu. 10. Sertifikasi bibit ternak adalah rangkaian pemberian sertifikat terhadap bibit ternak yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi melalui pemeriksaan lapangan, pengujian laboratorium dan atau pengawasan serta memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan.

11. Pengawasan bibit adalah proses pengawasan mutu bibit yang dilakukan oleh petugas pemerintah yang memenuhi syarat untuk melaksanakan pengawasan bibit ternak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 12. Sapi kriteria bibit adalah sapi secara performance memenuhi persyaratan kualitatif dan kuantitatif pada SNI/PTM. 13. Standar Nasional Indonesia adalah spesifikasi teknis yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait. 14. Persyaratan Teknis Minimal yang selanjutnya disebut PTM adalah batasan terendah dari spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. 15. Dinas adalah instansi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi/kabupaten/kota. 16. Tim Pusat adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan pakar yang ditetapkan dengan Surat Keputusan. 17. Tim Pembina Provinsi dan pakar adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur Dinas Provinsi dan instansi terkait lainnya yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Provinsi. 18. Tim Teknis Kabupaten/Kota adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur Dinas Kabupaten/Kota dan instansi terkait lainnya yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota. 19. Recording/pencatatan adalah suatu kegiatan yang meliputi identifikasi, pencatatan silsilah, pencatatan produksi dan reproduksi, pencatatan manajemen pemeliharaan dan kesehatan ternak dalam populasi terpilih. 20. Rekorder adalah petugas yang melakukan pencatatan individu ternak. 21. Populasi terpilih adalah kumpulan ternak dengan rumpun sama yang dipelihara dalam satu wilayah yang terdiri atas beberapa kelompok atau gabungan kelompok. 22. Produktivitas adalah kemampuan seekor ternak untuk menghasilkan produksi yang optimal per satuan waktu. Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal Di Pulau Terpilih 7

G. Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Pulau Terpilih (Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida) dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih (Kabupaten Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala, Barru, Gunung Kidul dan Lombok Tengah) Tahun 2015 meliputi: 1. Penerapan Prinsip-Prinsip Pembibitan Sapi Potong 2. Persiapan dan Pelaksanaan 3. Pendanaan 4. Pembinaan dan Pengorganisasian 5. Pengendalian dan Indikator Keberhasilan 6. Monitong, Evaluasi dan Pelaporan 8

BAB II PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PEMBIBITAN SAPI POTONG Pasal 13 ayat (1), ayat (5), dan ayat (7) Undang Undang Nomor 41 Tahun tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan diantaranya mengamanatkan : (a) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban untuk melakukan Pemuliaan, pengembangan usaha pembenihan dan/atau pembibitan dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk menjamin ketersediaan Benih dan/atau Bibit; (b) Setiap Benih atau Bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat Benih atau Bibit yang memuat keterangan mengenai silsilah dan ciri-ciri keunggulannya; dan (c) Setiap Orang dilarang mengedarkan Benih atau Bibit yang tidak memiliki sertifikat Benih atau Bibit. Sedang bibit ternak menurut Pasal 1 butir 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48/2011 tentang Sumber Daya Genetik dan Perbibitan Ternak menyatakan bahwa bibit ternak adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan mewariskannya serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. Karena sudah ada pengertian bibit dan persyaratan peredarannya yang baku dan mempunyai kekuatan hukum, untuk selanjutnya seluruh masyarakat agar menyamakan persepsi tentang istilah bibit. Hal ini dikarenakan masih banyak khalayak yang menyatakan bahwa bibit adalah ternak yang dapat digunakan untuk perkembangbiakan (induk dan jantan dewasa) tanpa melihat keunggulan genetiknya. Upaya untuk mendapatkan ternak dengan kualifikasi bibit dapat dilakukan melalui pemuliaan. Pengertian pemuliaan adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi genetik pada sekelompok ternak dari suatu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu. Cara untuk mengubah komposisi genetik dapat dilakukan dengan melakukan seleksi dan pengaturan perkawinan. Pengaturan perkawinan dapat dilakukan dalam rumpun murni (within breed) atau antar rumpun/persilangan (between breed). Persilangan yang salah arah dengan rumpun sapi impor yang saat ini dianggap unggul (seperti Simmental dan Limousine) dapat menyebabkan penurunan mutu genetik sapi asli/sapi lokal. Meskipun persilangan tersebut cepat meningkatkan produktivitas rumpun sapi asli/lokal, namun penggunaan secara meluas dan tidak terkontrol dapat mendorong terkurasnya keanekaragaman genetik rumpun murni sapi asli/lokal. Untuk mempertahankan kemurnian dan menghindari penurunan mutu genetik sapi asli/sapi lokal, pelaku pembibitan harus menerapkan prinsip-prinsip pembibitan sesuai dengan Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practice/GBP). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan prinsip-prinsip pembibitan antara lain : sarana, Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal Di Pulau Terpilih 9

manajemen pemeliharaan, produksi bibit (perkawinan, recording, seleksi, replacement dan sertifikasi). A. Sarana Sarana yang harus dimiliki kelompok peternak sehingga dapat menerapkan prinsipprinsip pembibitan antara lain : (nomor identitas ternak, timbangan ternak, tongkat ukur, pita ukur, kartu ternak, kandang jepit dan komputer). 1. Nomor Identitas Ternak Nomor identitas ternak untuk mengidentifikasi (penandaan) ternak sehingga dapat dilakukan pencatatan individu dalam kartu ternak dan seleksi. Nomor identitas ternak dapat berupa ear tag, microchip, kalung dan lainnya. 2. Timbangan Ternak Timbangan ternak di perlukan untuk mengetahui bobot ternak sapi mulai saat lahir sampai masuk usia bibit sesuai SNI. Bobot badan sapi menurut umur tersebut digunakan sebagai salah satu dasar seleksi. Timbangan ternak adalah timbangan yang spesifik digunakan untuk sapi potong. 3. Tongkat ukur Tongkat ukur digunakan untuk mengukur tinggi pundak dan panjang badan sapi. Tongkat ukur berskala dan spesifik digunakan untuk sapi. 4. Pita ukur Pita ukur digunakan untuk mengukur lingkar dada dan lingkar scrotum sapi potong. Pita ukur berskala dan spesifik digunakan untuk sapi. 5. Kartu ternak Kartu ternak digunakan untuk mencatat hasil penimbangan dan pengukuran sekaligus sebagai bukti tertulis yang menggambarkan kondisi ternak sapi (tertera pada format terlampir). 6. Kandang Jepit Kandang jepit adalah tempat untuk mengawinkan sapi dan melakukan pemeriksaan lainnya. 7. Komputer Komputer digunakan untuk menyimpan dan mengolah data hasil penimbangan dan pengukuran ternak sapi serta data lainnya yang dibutuhkan dalam seleksi calon bibit. B. Manajemen Pemeliharaan 10 Manajemen pemeliharaan meliputi pemberian pakan dan minum, pemberian vaksin dan obat-obatan, perkawinan, pembersihan kotoran dan biosecurity. Tatalaksana pemeliharaan juga dibedakan antara pemeliharaan pedet, sapi muda, calon induk dan calon pejantan, induk bunting dan induk beranak. Secara rinci manajemen pemeliharaan terdapat pada Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik.

C. Produksi Bibit 1. Perkawinan Dalam upaya memperoleh bibit yang sesuai standar, teknik perkawinan dapat dilakukan dengan cara intensifikasi kawin alam atau inseminasi buatan (IB) Secara rinci pengaturan perkawinan terdapat pada Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik. 2. Rekording Pencatatan/Rekording meliputi catatan rumpun, identitas, silsilah, perkawinan (tanggal, pejantan/kode semen, IB/kawin alam, induk), induk melahirkan (tanggal, tunggal/kembar, normal/distokia), pedet lahir (tanggal, tunggal/kembar, bobot lahir, jenis kelamin, induk, pejantan/kode semen, tinggi gumba, panjang badan), penyapihan (tanggal, bobot sapih, tinggi gumba, panjang badan), vaksinasi, pengobatan (tanggal, perlakuan/treatment) dan mutasi (pemasukan dan pengeluaran). Proses pencatatan/rekording meliputi penimbangan, pengukuran dan penghitungan. 3. Penimbangan Penimbangan dilakukan pada umur : a. Saat lahir b. Umur sapih (205 hari) c. Umur 1 tahun dan selang setahun sesuai kriteria SNI Cara menentukan umur dari ternak yang tidak diketahui catatan kelahirannya dapat dilihat dari kondisi gigi seri tetap. 4. Pengukuran Pengukuran dilakukan antara lain terhadap : a. Panjang badan b. Lingkar dada c. Tinggi pundak dan d. Lingkar scrotum (untuk sapi jantan) 5. Penghitungan Penghitungan dilakukan untuk mengetahui rataan dan simpangan baku hasil pengukuran dan penimbangan terhadap populasi yang digunakan sebagai dasar seleksi. Penghitungan dilakukan menggunakan komputer. 6. Seleksi Pelaksanaan seleksi mengikuti petunjuk pedoman uji performans atau mengikuti usulan tim pakar pusat dan daerah. Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal Di Pulau Terpilih 11

Seleksi bibit sapi potong dilakukan berdasarkan performan anak dan individu calon bibit sapi potong tersebut, dengan mempergunakan kriteria seleksi sebagai berikut : a. Sapi calon Induk dan induk meliputi : - Bobot sapih umur 205 hari terkoreksi terhadap umur induk dan musim kelahiran, di atas rata-rata dari kelompoknya; - Bobot badan umur 365 hari diatas rata-rata; - Penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya; - Sapi induk harus dapat menghasilkan anak secara teratur dan tidak cacat. b. Calon Pejantan dan Pejantan meliputi : - Bobot sapih umur 205 hari terkoreksi terhadap umur induk dan musim kelahiran, di atas rata-rata dari kelompoknya; - Bobot badan umur 365 hari diatas rata-rata; - Pertambahan bobot badan umur 2 tahun di atas rata-rata; - Libido dan kualitas sperma baik; - Penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya. 7. Replacement (ternak pengganti) Replacement dilakukan untuk mengganti induk dan pejantan yang tidak lolos seleksi serta untuk mempertahankan keseimbangan ternak dalam suatu populasi. 8. Sertifikasi Untuk mendapatkan sertifikasi bibit kelompok harus menerapkan GBP dan produk yang dihasilkan sesuai SNI. Kondisi saat ini menunjukkan belum semua pelaku usaha dapat memenuhi persyaratan untuk mensertifikasikan produknya ke Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro). Atas dasar hal tersebut, diupayakan dengan penerbitan Surat Keterangan Layak Bibit (SKLB) Ternak, setelah dinilai sesuai SNI menurut jenis dan rumpun ternak. Diharapkan SKLB tersebut dapat menjadi awal bagi proses sertifikasi, setelah melalui pembinaan terhadap pelaku usaha ke arah pembibitan secara terus menerus. Secara rinci pengaturan penerbitan SKLB ternak terdapat pada Petunjuk Teknis Surat Keterangan Layak Bibit Ternak. 12

BAB III PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN A. Persiapan 1. Perencanaan Operasional Perencanaan operasional Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Pulau Terpilih (Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida) dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih (Kabupaten Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala, Barru, Gunung Kidul dan Lombok Tengah) Tahun 2015dituangkan ke dalam Pedoman Pelaksanaan yang disusun oleh Tim Pusat, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang disusun oleh Tim Pembina Provinsi dan Petunjuk Teknis (Juknis) kegiatan oleh Tim Teknis Kabupaten mengacu pada Pedoman Pelaksanaan. 2. Sosialisasi Kegiatan Sosialisasi kegiatan ini diberikan kepada pelaksana/aparat pusat dan daerah yang terkait, kelompok yang menjadi sasaran dan dilaksanakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi secara langsung dilaksanakan melalui rapat koordinasi dan pembinaan kegiatan secara intensif dan berjenjang mulai dari Pusat, Provinsi, Kabupaten sampai tingkat lapangan. Sosialisasi secara tidak langsung dilaksanakan melalui bahan publikasi dilaksanakan oleh Tim Pusat, Tim Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten sesuai dengan tingkatannya. B. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan disesuaikan pada alokasi dana yang ada pada DIPA masingmasing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Secara garis besar kegiatan ini meliputi antara lain : (1) Penguatan Wilayah Sumber Bibit dan kelembagaan usaha pembibitan; (2) Pengadaan sarana dan prasarana (bangunan, sarana rekording, kendaraan); (3) Inventarisasi sapi kriteria bibit; (4) Kontes ternak; (5) Penjaringan atau pengadaan ternak; (6) Penguatan kelompok pembibitan; (7) Peningkatan SDM, dan (8) Operasional kegiatan (rekording, pendampingan dan pembinaan). 1. Sarana Prasarana Secara garis besar pengadaan sarana prasarana untuk pembibitan /pemurnian sapi potong di pulau dan kabupaten antara lain berupa : sarana rekording; optimalisasi padang penggembalaan; pengadaan peralatan puskeswan; pembangunan kandang Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal Di Pulau Terpilih 13 13

ternak; pembangunan/perbaikan kantor, pembangunan embung dan sumber air lainnya. 2. Inventarisasi Sapi Kriteria Bibit dan penerbitan Surat Keterangan layak Bibit (SKLB). Pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi sapi potong terhadap kriteria kualitiatif dan kuantitatif sesuai persyaratan SNI/PTM dalam penerbitan SKLB ternak mengacu pada Petunjuk Teknis Surat Keterangan Layak Bibit Ternak. 3. Kontes Ternak Untuk mendapatkan sapi-sapi yang memenuhi persyaratan kualitatif dan kuantitatif sesuai SNI/PTM bisa dilakukan melalui kontes ternak. Kontes ternak ini juga menjamin sapi yang dijual merupakan mutu terbaik sehingga dapat meningkatkan harga jual sapi dan memotivasi petani ternak memelihara ternaknya dengan baik. 4. Penjaringan atau pengadaan ternak a. Ternak sapi yang dijaring harus memenuhi persyaratan kualitatif dan kuantitatif sesuai SNI/PTM masing-masing rumpun b. Memiliki surat keterangan layak bibit (SKLB) yang dikeluarkan oleh Dinas asal ternak c. Penjaringan/ pengadaan ternak dapat berasal dari kelompok pembibit 5. Penguatan kelompok pembibitan Penguatan kelompok dilakukan agar kelompok peternak menerapkan prinsip-prinsip pembibitan sehingga terbentuk kelompok pembibit dan sebagai kelompok inti di pulau tersebut. Kelompok yang mendapatkan penguatan memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Kriteria kelompok - Minimal kelompok telah terdaftar di BP4K/Bakorluh - Memiliki minimal 60 ekor induk dengan rumpun sama. - Ada anggota kelompok berpendidikan minimal SLTA/ sederajat. - Mampu menerapkan prinsip-prinsip pembibitan. - Jumlah anggota minimal 20 orang. - Pengurus dan anggota kelompok tidak bermasalah dengan perbankan. - Telah mengajukan proposal kepada pemerintah dan mendapat rekomendasi dari kepala dinas provinsi/kabupaten/kota. b. Tata Cara Seleksi Kelompok Peternak Proses seleksi calon kelompok peternak dilakukan oleh Tim Dinas Provinsi/Kabupaten, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 14

6. Operasional Penetapan Wilayah Sumber Bibit Operasional penetapan wilayah sumber bibit dimaksudkan untuk mendorong daerah mengusulkan lokasi yang berpotensi sebagai wilayah sumber bibit untuk ditetapkan menjadi wilayah sumber bibit. Operasional yang dimaksud antara lain mengatur : b. Sosialisasi kegiatan perwilayahan sumber bibit. c. Identifikasi ke wilayah yang berpotensi sebagai wilayah sumber bibit. d. Koordinasi dengan dinas Provinsi dan Perguruan Tinggi atau Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) setempat dalam rangka penyusunan proposal penetapan wilayah sumber bibit. e. Konsultasi dan Koordinasi ke Pusat. f. Monitoring dan evaluasi. 7. Penyusunan Regulasi Regulasi dimaksudkan untuk mendukung keberhasilan kegiatan yang akan dilaksanakan. Regulasi yang dimaksud antara lain mengatur : a. Program perbibitan yang dilaksanakan oleh dinas (pemurnian, seleksi dll) sampai terbentuknya wilayah sumber bibit. b. Pemasukan dan/atau pengeluaran sapi di wilayah kegiatan. c. Pengelolaan ternak di kelompok. d. Keberlanjutan program. 8. Peningkatan SDM Secara garis besar peningkatan SDM dialokasikan bagi petugas maupun peternak antara lain, meliputi :Pelatihan rekorder; Pelatihan Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practice/ GBP); Pelatihan kelembagaan; Pelatihan ATR;Pelatihan inseminator. Khusus untuk pelatihan bagi petugas diutamakan untuk pengawas bibit ternak dan calon pengawas bibit ternak yang akan ditugaskan di lokasi tersebut. Lokasi dan pelaksanaan pelatihan : a. Pelatihan rekording, inseminator, PKB dan ATR dilakukan di UPT Pusat. b. Pelatihan bagi seluruh anggota kelompok diselenggarakan oleh dinas dengan materi pelatihan yang tertera pada format terlampir. 9. Administrasi Salah satu keberhasilan kegiatan ditunjukkan oleh pelaksanaan tertib administrasi untuk setiap kegiatan/aktivitas. Pengelolaan administrasi harus dilakukan sesuai dengan ketentuan. Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal Di Pulau Terpilih 15

BAB IV PENDANAAN Pendanaan Kegiatan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Pulau Terpilih (Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida) dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih (Kabupaten Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala, Barru, Gunung Kidul dan Lombok Tengah) Tahun 2015 masingmasing dialokasikan dalam DIPA Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan di Provinsi/Kabupaten. Uraian kegiatan dan pendanaan secara rinci terdapat pada masing-masing satker. Secara umum berada dalam jenis belanja barang, sehingga tatakelola pemanfaatan dan pertanggung jawabannya sesuai akun tersebut yang diatur sesuai ketentuan. Pendanaan tersebut berada pada masing-masing SKPD provinsi/kabupaten sehingga pemanfaatan dana secara tepat dan benar menjadi tanggungjawab masing-masing SKPD provinsi /kabupaten. 16

BAB V PEMBINAAN DAN PENGORGANISASIAN A. Pembinaan Dalam upaya meningkatkan kinerja kelompok pembibitan sapi potong,dilakukan pembinaan teknis dan manajemen serta pembinaan kelembagaan. Pembinaan teknis dan manajemen dilakukan dalam rangka penerapan prinsip-prinsip perbibitan antara lain rekording, seleksi, yang mengacu pada GBP sapi potong dan pemuliaan/pemurniaan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas mutu genetik. Pembinaan manajemen dilakukan dalam rangka peningkatan tatakelola pemeliharaan antara lain penyediaan dan pemberian pakan dan air minum, perkandangan dan kesehatan hewan. Sedangkan pembinaan kelembagaan diberikan dalam rangka mengarahkan kelompok peternak berkembang menjadi gabungan kelompok, koperasi atau usaha berbadan hukum sehingga mempunyai kemampuan dalam hal pemupukan modal, memanfaatkan peluang usaha yang menguntungkan dan mengembangkan jaringan kerjasama. B. Pengorganisasian Kegiatan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Pulau Terpilih (Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida) dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih (Kabupaten Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala,Barru, Gunung Kidul dan Lombok Tengah) Tahun 2015dilaksanakan secara terkoordinasi mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat lapangan. Oleh karena itu dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaannya diperlukan pengaturan organisasi untuk memperjelas tugas dan fungsi dari setiap lini kelembagaan, sebagai berikut : 1. Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Pulau Terpilih dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih, Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, mempunyai kewajiban sebagai berikut : a. Menyusun Pedoman Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Pulau Terpilih (Pulo Raya, Pulau Sapudi, Pulau Nusa Penida) dan Penguatan Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Terpilih (Kabupaten Siak, Pasaman Barat, Lampung Selatan, Kebumen, Barito Kuala, Barru, Gunung Kidul dan Lombok Tengah) Tahun 2015; b. Mengkoordinasikan kegiatan di tingkat pusat dan daerah; c. Melakukan sosialisasi dan pembinaan kegiatan; d. Melakukan monitoring dan evaluasi; Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal Di Pulau Terpilih 17

e. Menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2. Tim Pembina Provinsi a. Menyusun Petunjuk Pelaksanaan dengan mengacu kepada pedoman pelaksanaan dan disesuaikan dengan kondisi spesifik masing-masing daerah yang ditetapkan oleh kepala Dinas Provinsi. b. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan dengan instansi terkait di tingkat Pusat, provinsi dan kabupaten. c. Melakukan verifikasi terhadap calon kelompok terpilih. d. Melakukan sosialisasi dan pembinaan kegiatan serta penanganan masalah di tingkat provinsi. e. Mengusulkan kelompok peternak calon penerima kepada Kepala Dinas Provinsi untuk ditetapkan sebagai kelompok peternak penerima. f. Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi serta penanganan masalah di tingkat provinsi. g. Menyusun dan melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan untuk disampaikan kepada Kepala Dinas Provinsi dan kemudian diteruskan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 3. Tim Teknis Kabupaten Dalam pelaksanaan kegiatan, Tim Teknis Kabupaten, mempunyai kewajiban sebagai berikut : a. Menyusun petunjuk teknis kegiatan dengan mengacu kepada petunjuk pelaksanaan dan disesuaikan dengan kondisi spesifik daerah yang ditetapkan oleh Dinas Kabupaten. b. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan dengan instansi terkait di tingkat kabupaten. c. Melakukan sosialisasi dan pembinaan kegiatan di tingkat kabupaten. d. Melakukan seleksi calon penerima dan calon lokasi kelompok (CP/CL). e. Melakukan pendampingan pelaksanaan kegiatan. f. Melakukan monitoring dan evaluasi. g. Membuat laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan di tingkat kabupaten untuk disampaikan kepada Kepala Dinas Kabupaten yang kemudian diteruskan kepada Kepala Dinas Provinsi dan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 18

4. Kelompok Penguatan Pembibitan Kelompok penguatan pembibitan mempunyai kewajiban sebagai berikut : a. Melakukan pemeliharaan ternak dengan baik dan menerapkan prinsip-prinsip pembibitan antara lain melakukan pencatatan/rekording individu ternak (silsilah, penimbangan, pengukuran, perkawinan,dll) dan seleksi. b. Melakukan perkawinan ternak dengan pejantan/semen beku unggul yang serumpun. c. Mengikuti bimbingan dan pembinaan dari Tim Pembina/Tim Teknis. d. Bersedia mengikuti kegiatan pembibitan lainnya (uji performance, manajemen pembibitan terpadu, dll). e. Semua aset yang sudah dilimpahkan ke kelompok merupakan tanggungjawab kelompok. f. Melaporkan perkembangan kegiatan setiap tiga bulan sekali kepada Dinas yang membindangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan kabupaten. 5. Petugas Rekorder Dinas a. Melakukan pemantauan terhadap pengukuran dan penimbangan performan anak dan individu calon bibit sapi potong yang dilakukan oleh kelompok serta penggunaan kartu ternak. b. Melakukan pencatatan dan penghitungan atas hasil pengukuran dan penimbangan performan anak dan individu calon bibit sapi potong yang dilakukan oleh kelompok; c. Melaporkan hasil pencatatan dan penghitungan kepada Dinas. 6. Petugas Rekorder Kelompok a. Melakukan pengukuran dan penimbangan performan anak dan individu calon bibit sapi potong yang ada kelompok serta penggunaan kartu ternak; b. Melakukan pencatatan dan penghitungan atas hasil pengukuran dan penimbangan performan anak dan individu calon bibit sapi potong yang dilakukan oleh kelompok; c. Melaporkan hasil pencatatan dan penghitungan kepada Dinas. Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal Di Pulau Terpilih 19

BAB VI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN SERTA INDIKATOR KEBERHASILAN A. Pengendalian dan Pengawasan Pengendalian kegiatan dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten. Pengawasan fungsional kegiatan dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal, dan pengawasan internal oleh Pimpinan pelaksana SKPD melalui Satlak SPI. Pengawasan dapat dilakukan setiap saat selama kegiatan.dalam rangka pemberdayaan kelompok, terdapat 8 tahapan kritis yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Penyusunan Pedoman Pelaksanaan (Pusat), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) oleh Tim Provinsi, Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Tim Kabupaten. 2. Sosialisasi pedoman/juklak/juknis oleh Tim Pusat, Tim Pembina Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten. 3. Pelaksanaan Seleksi calon penerima dan calon lokasi (CP/CL yang dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota. 4. Pelaksanaan verifikasi yang dilakukan oleh Tim Pembina Provinsi. 5. Pengadaan bibit sapi dan sarana pendukung. 6. Penyerahan bibit dan sarana pendukung kepada kelompok 7. Pelaksanaan pembibitan oleh kelompok. 8. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pertangungjawaban output dan outcome. Penanganan resiko terhadap tahapan titik kritis secara lebih rinci dituangkan dalam Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis B. Indikator Keberhasilan 1. Indikator Input Tersedianya dana yang di alokasikan pada masing-masing Satker provinsi/kabupaten 2. Indikator Keluaran (Output) a. Kelompok yang menerapkan prinsip-prinsip pembibitan sapi potong di Pulu dan Kabupaten terpilih; b. Data inventarisasi sapi kriteria bibit; c. Jumlah penerbitan SKLB d. Jumlah sapi kriteria bibit yang dijaring. 20

3. Indikator Hasil (Outcomes) a. Kelompok pembibit dan Badan Usaha Pembibitan Milik Peternak (BUPMP)/Asosiasi Pembibit/koperasi; b. Penetapan wilayah sumber bibit; b. Pengelolaan wilayah sumber bibit c. Ketersediaan bibit sapi secara berkelanjutan; d. Perbaikan harga bibit; Pedoman Pelaksanaan Penguatan Pembibitan Sapi Potong Asli/Lokal Di Pulau Terpilih 21

BAB VII PEMANTAUAN DAN PELAPORAN A. Pemantauan Pemantauan pelaksanaan kegiatan, dimaksudkan untuk mengetahui realisasi fisik dan keuangan serta perkembangan pelaksanaan kegiatan. Disamping itu untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatanmulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kelompok serta memberikan saran alternatif pemecahan masalah. Untuk menjaga transparansi penggunaan dana, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara intensif dan berjenjang. Hasil pemantauan disusun diformulasikan menjadi laporan, yang memuat data dan informasi penting sebagai bahan kebijakan selanjutnya. B. Pelaporan Pelaporan diperlukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan. Untuk itu perlu ditetapkan mekanisme pelaporan sebagai berikut : 1. Kelompok wajib membuat laporan pelaksanaan kegiatan, setiap 3 (tiga) bulan kepada Dinas Kabupaten. 2. Dinas Kabupaten melakukan rekapitulasi seluruh laporan yang diterima dari kelompok dan melaporkan perkembangan kegiatan yang dilakukan setiap 3 (tiga) bulan kepada Dinas Provinsi. 3. Dinas Provinsi melakukan rekapitulasi seluruh laporan yang diterima dari Dinas Kabupaten dan melaporkan perkembangan kegiatan yang dilakukan setiap 3 (tiga) bulan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan c.q. Direktur Perbibitan Ternak. 22